Awan baru saja selesai ganti pakaian begitu Mikha masuk ke dalam kamar apartemennya, sementara diatas kasur mewahnya masih berserakan belasan stel pakaian yang baru saja datang, dikirimkan oleh kurir salah satu toko online.
Melihat pakaian yang dipakai oleh Awan, lalu pandangannya tertuju pada pakaian yang masih dalam bungkusan diatas kasur, tak ayal membuat kening Mikha berkerut dengan alis terangkat karena saking herannya.
Bagaimana tidak ?
Jika pakaian yang terpampang didepannya sangat tidak pas untuk seorang Awan, sehingga membuat dirinya tidak tahan untuk berkomentar.
"Awan, yang benar saja kamu mau pake ini buat kuliah ?" Tanyanya seolah tak percaya.
"Hehehe, kenapa ? Bagus kan ?" Awan seperti biasa malah terlihat santai, justru Mikha sendiri yang malah terlihat resah dengan apa yang dipakainya.
"Seriously ?"
"Dimana masalahnya ? Lagian ini hari pertama kuliah juga! dan Aku sudah melewatkan seminggu pertama karena kesibukan kerjaan."
Sikap santai Awan justru malah membuat Mikha yang jadi semakin gregetan.
"Hei, Kamu tuh bos besar, pemilik RA Group, 1 dari 50 orang terkaya di Indonesia.."
"Gak perlu di detailin juga kali." Potong Awan terkekeh.
"Iya, masa pakaiannya gak berkelas gini. Lagian kamu tuh kuliahnya di tempat elit loh, JIU! Banyak anak orang kaya bahkan selebiriti terkenal yang kuliah disana."
"Oh, jadi sekarang kamu sudah mulai mengomentari selera berpakaianku, hmnn."
"Yah, bukan gitu. Kalau kamu pakaiannya biasa gini, gimana cewek-cewek di JIU bakal melirik nantinya. Yang ada, justru mereka malah jauhin kamu."
"Oh, tidak hanyak pakaian tapi kamu juga mulai berani mengomentari cewek-cewek yang akan dekat denganku. Sudah mau diganti rupanya." Ujar Awan dengan senyum menggoda.
"Ih bukan gitu.." Ucap Mikha panik.
Wajah panik Mikha justru menghadirkan kelucuan tersendiri bagi Awan yang membuatnya tak tahan untuk tertawa, membuat Mikha semakin cemberut.
"Ih gak ngerti banget sih dibilangin."
"Hahaha... sudah santai aja. Lagian Aku tuh cuma mau kuliah. Masa bodoh orang mau mengomentari apa." Kata Awan sambil mencubit pelan hidung Mikha.
"Apapun yang kupakai tidak mengubah statusku kan ? lagian ini cuma pakaian. Terserah apa komentar orang-orang. This is me." Kata Awan dengan pede-nya
"Iya sih, tapi.." Mikha masih terlihat berat melihat selera berpakaian Awan.
"Gak ada tapi-tapian. Ya udah aku berangkat dulu yah."
Lanjut Awan sambil mengecup pipi Mikha pelan sebelum berjalan keluar, "Jangan lupa tar malam, dandan yang cantik!" Tambahnya sebelum keluar dari kamar.
Mikha hanya bisa geleng-geleng kepala melihat betapa cueknya Awan. Tapi meski begitu, Mikha tampak berbinar bahagia. Bagaimanapun Awan yang sekarang sudah mulai tampak cerah dan bersemangat seperti dirinya yang dulu.
Apa itu artinya Awan sudah bisa move on ?
Sepeninggal Awan, Mikha lanjut merapikan pakaian yang diatas kasur dan menyusunnya ke dalam wardrobe.
Sekali lagi, Mikha hanya bisa tersenyum sendiri melihat pakaian yang dipilih Awan.
Yah, bagaimanapun dia tetaplah Awan. Dia melakukan apapun yang diinginkannya tanpa memikirkan gengsi sama sekali, tidak peduli tanggapan orang lain yang penting Dia nyaman dan tidak merugikan orang lain, begitu prinsipnya. Mikha menyayanginya, walau Ia sadar tidak akan pernah bisa memiliki Awan seutuhnya.
Mikha ingat dengan begitu jelas, bagaimana canggungnya Ia ketika Awan pertama kali membawanya ketika itu. Sebuah tragedi yang membuatnya terjebak kedalam dunia hitam dan Awan lah satu-satunya orang yang mengulurkan tangan untuk menyelamatkan kehormatannya.
Teringat dulu, ketika Ia mengkhianati Renata dan coba memfitnah Awan karena kecemburuannya pada Renata yang selalu lebih unggul dari dirinya. Tapi pemuda tampan tersebut tidak sedikitpun menaruh dendam padanya.
Justru dua kali sudah Awan menyelamatkan kehormatannya.
Pertama, ketika Angel menghukumnya bersama teman-temannya. Karena keputusan Awan yang memilih memaafkan kesalahannya, sehingga Angel dan teman-temannya melepaskan dirinya.
Kedua, Ia ditahan oleh germo sebagai penebusan hutang keluarganya dan dijual ditempat prostitusi elit yang khusus melelang gadis-gadis perawan. Awan pula lah yang menyelamatkannya kembali dan membuat mereka bersama hingga detik ini.
Sekarang Renata sudah tiada, mungkin sudah tugasnya untuk membantu Awan keluar dari bayang-bayang kesedihannya sebagai balas budinya yang terlalu besar dalam kehidupannya. Walau tidak bisa dipungkirinya, kebersamaan mereka membuatnya jadi jatuh cinta dan bergantung pada Awan.
Semua kebutuhan hidupnya ditanggung Awan tanpa sedikitpun Ia meminta pamrih padanya, mulai dari biaya kuliahnya sampai pada apartemen tempat tinggalnya saat ini, walau pada kenyataannya Mikha lebih sering menginap di Apartemennya Awan.
Pemuda ganteng tersebut seakan sudah menjadi candu sendiri bagi Mikha, yang membuatnya tidak bisa jauh dari dirinya. Memikirkan itu, membuat Mikha jadi senyum-senyum sendiri dan tak sabar menunggu kejutan seperti apa yang akan diberikan Awan padanya nanti malam.
Keluar dari Lift, langkah Awan dicegat oleh salah seorang security yang menjaga area parkir.
Itu dikeranakan ketika Ia melihat Awan yang keluar dari lift dengan pakaian biasa dan membuat si security mencurigainya.
'Bagaimana bisa orang biasa macam dia bisa keluar lift khusus ini.'
"Berhenti disana! Mau maling lu ya ?" Bentak security muda tersebut. Perkiraan usianya beberapa tahun diatas Awan.
Awan sejenak memperhatikan si security dan tau kalau Ia orang baru disana sehingga Awan tidak terlalu mengambil hati sikap kasarnya.
"Baru mas ?"
"Oi, orang tanya itu bukannya dijawab malah tanya balik lu." Ujar security tidak senang.
"Hehehe tidak mas, saya mau mengambil kendaraan aja." Jawab Awan kalem.
"Kendaraan! Lu kira kendaraan disini murah, ha ? Dimana orang kayak lu bisa parkir sembarangan disini. Disini tuh yang parkir mobil mewah semua. Tujuh turunan juga gak bakal bisa beli lu." Ejek si security dengan tatapan merendahkan.
"Nama lu siapa ?"
"Saktiawan Sanjaya."
"Hah! Jangan pikir gue bodoh yah, sok-sok an makai nama pemilik tempat ini buat nyelamatin diri. Pak Saktiawan gak bisa dibandingkan sama orang miskin kayak lu, beliau bosnya yang punya apartemen mewah ini. Cari mati lu yah." Cibir security tersebut semakin merendahkan Awan.
"Dimana rumah lu ? eh ya, paling juga ngontrak kan lu! Balik sana, sebelum gue bertindak kasar dan melempar lu ke bawah." Usir security tanpa mau berkompromi sedikitpun sambil mendorong paksa Awan layaknya seorang maling.
"Kayak gini sok-sokan ke apartemen ini." Tawanya menghina.
Si security tetap aja mengata-ngatai Awan tanpa sedikitpun memberi kesempatan Awan untuk membela dirinya. Bersamaan dengan itu, security senior yang bernama Yunfa melihat juniornya tersebut lewat dekat pos jaganya.
Melihat siapa yang sedang dikasari oleh anggotanya tersebut, membuat jantungnya seakan copot dan terburu keluar sambil membentak anggotanya, "YOSEF."
Dia langsung naik pitam, melihat kebodohan juniornya tersebut. Juniornya itu sedang menggali kuburannya sendiri dan dia bisa saja terkena imbasnya. Sehingga membuat Ia sangat emosi melihat juniornya tersebut.
"Iya, Bang. Barusan gue habis nangkap penyusup bang. Sok-sok an ngaku pakai nama Bos Saktiawan Sanjaya lagi."
"Lagian lihat deh Bang, pakaian biasa kayak gini mau dibandingin sama bos Saktiawan. Halu banget kan dia.."
Plakk
Belum sempat dia bicara lebih jauh, sebuah tamparan keras Yunfa mendarat di wajahnya. Membuat Yosef oleng, saat itu Ia baru terkejut dan ketakutan begitu melihat wajah Yunfa yang sudah merah padam karena marah.
"Eh, b-bang.. Gu-gue cuma jalanin tugas buat ngamanin bocah penyusup ini aja.."
Plak
Lagi, sebuah tamparan tambahan mendarat di pipi sebelahnya. Membuat Yosef langsung terdiam dan tidak lagi berani mengoceh sembarangan.
'lagian apa salahnya, dia kan cuma menangkap penyusup yang masuk ke Apartemen. Mengapa seniornya itu sampai semarah itu padanya.' Pikir Yosef tidak mengerti.
"Mohon maaf Bos Saktiawan, dia orang baru. Tidak tahu etika dan berlaku kasar sama bos. Kalau bos mau, saya bisa melemparkannya keluar gedung." Yunfa terlihat ketakutan dan menunduk malu, tidak berani menatap Awan sedikitpun.
Yunfa merasa lalai dan mengakibatkan juniornya yang belum mengenal Awan sampai berlaku kurang ajar dan melewati batas. Dia takut kalau sampai big bossnya itu marah dan tersinggung karena sikap juniornya itu. Bukan hal yang aneh kalau seandainya juniornya itu atau bahkan dirinya sampai dilenyapkan karena kesalahan fatal tersebut.
"Hahaha santai pak Yunfa. Dia hanya menjalankan tugasnya aja, lain kali tolong diajari aja untuk mengenali siapa saja penghuni Apartemen disini ya." Ujar Awan santai dengan sindiran halus.
Adapun Yosef sudah tampak pucat sekarang dan mulai ketar-ketir.
"Eh, ta-tapi Bang.."
Yosef hendak bicara lagi dan masih tidak percaya kalau pemuda berpakaian biasa didepannya itu big boss mereka, tapi begitu melihat Yunfa melotot tajam padanya, membuat Ia tidak lagi berani melanjutkan bicara.
"Tuan Muda, maaf tadi saya kebelakang. Tuan muda mau keluar ya ?" kata Pak Bahar supir pribadi Awan yang baru saja tiba dari arah belakang mereka. "Oh tidak usah pak. Saya mau bawa motor saja. Ada yang bawa motor gak ? Saya pinjem dulu." Jelas semua orang pada melongo seakan tidak percaya, mereka sempat mengira salah dengar kalau sangbig bossakan meminjam motor. "Eh, motor bos ?" Tanya Yunfa memastikan. "Iya, ada ?" Melihat Awan yang serius, jelas saja kalau Ia sedang tidak bercanda. "Bawa motor saya aja kalau gitu bos." Yunfa menawarkan dengan semangat.
Jika Awan masih orang yang sama ketika Ia pertama kali menginjakkan kaki di Ibu Kota, mungkin sekarang Ia benar-benar akan terlihat layaknya orang bodoh yang sedang tersesat. Tapi Awan yang sekarang jelas sudah jauh berbeda. Ia bukan orang gaptek lagi dengan hp jadul yang akrab dengan museum lawas. Melaluismartphoneditangannya, Ia dengan mudah mengakses seluruh denah gedung tempat perkuliahannya. Sehingga dengan mudah mengetahui dimana kelas yang harus ditujunya saat itu. Namun keasikan melihathandphone, ada seorang wanita dengan setelan formal namun berkelas serta kecantikan yang elegan, sedang berjalan terburu menuju kelas tempatnya mengajar, dan... Buugghhh Tubuh semampai tersebut terlambat b
"Maaf Bu, saya terlambat. Boleh saya masuk ?" Tanya Awan coba seramah mungkin. "Ka-kamu mahasiswa disini ?" Tanya Calista lebih kaget lagi. Suatu hal yang tidak terduga, pria yang ditabraknya tadi adalah mahasiswanya sendiri dan pria itu telah memeluk dirinya. Walau itu terjadi karena kecelakaan, membuat Calista salah tingkah dan wajahnya semakin memerah karena malu. Namun cepat-cepat, ia menguasai keadaan kembali dan menganggap kejadian sebelumnya adalah hal yang biasa dan cuma kecelakaan. Untuk menutupi gugupnya, Ia mempersilahkan Awan untuk masuk ke dalam ruang kelas. "Eh, iya.. Silahkan." Calista bergeser kesamping untuk memberi jalan. Awan juga tidak menyangka s
Tapi mau mengejar Awan dan membuat perhitungan jelas tidak mungkin, mereka akan semakin mempermalukan diri mereka sendiri dengan membuat ribut dengan mahasiswa kasta rendah seperti Awan dan ketiga sahabatnya ditempat umum seperti ini. Sehingga Seila dan kawan-kawannya hanya bisa menyimpan dendam dihati saat ini. 'Awas kalian, ini belum berakhir.' Begitulah kira-kira arti tatapan mereka ketika melihat Awan yang sudah duduk di meja mereka. Awan mengerti jika teman-temannya itu pasti akan sungkan untuk memesan makanan, melihat dari cara mereka yang begitu canggung untuk berada didalam kantin tersebut. Sehingga dari awal Awan sudah mengingatkan untuk tidak ragu memesan apapun yang mereka inginkan. Keraguan Awan terbukti, walau ketiganya tampak tergoda melihat daftar menu yan
Jika ada orang yang paling dibenci oleh seorang Ardi saat ini, maka Ia adalah Awan. Mahasiswa baru yang telah membuatnya sampai kehilangan muka didepan penggemarnya langsung. Bermaksud untuk menjadikan Awan sebagai objek tertawaan di chanelyoutubenya, justru malah berbalik jadi tamparan memalukan baginya. Bagaimana tidak ? Kaum Aiden tersebut seharusnya jadi bahan tertawaan bagi Ardi dan para penggemarnya, urung jadi tertawaan justru Ia sendiri yang jadi bahan cemoohan penonton. Aiden yang identik dengan mahasiswa miskin tersebut beneran mampu membayar makanan mereka yang harganya tidak sedikit. Bahkan seorang pegawai negeripun akan menguras gaji 1 bulan mereka untuk membayar tagihan makan sebanyak
"Pft, hanya 15 detik." Si gadis terlihat kesal. Sekarang Ardi yang terlihat pucat ketakutan. Bagaimana mereka begitu sial bisa bertemu dengan gadis ini ? Kecantikannya benar-benar menipu. "Loh, katanya mau mengoyak tubuhku ? Mau ngasih sama anjing jalanan kalau kalian sudah puas ? Bahkan untuk pemanasanku aja kalian berempat gak punya kemampuan. Dasar lelaki loyo!" Wajah Ardi dan ketiga temannya terlihat pias, mereka bahkan tidak mampu untuk mengangkat wajahnya apalagi untuk menjawab hinaan gadis tersebut. "Woi kalian kenapa kok lama banget sih? Cuma ngancurin motor aja..." Dari belakang terdengar suara teman Ardi yang tadi bertugas berjaga dari luar. Tapi ucapannya langsung ter
Walau sedikit terpaksa dan tidak suka, mereka tetap melakukannya. Itu karena Rachel adalah kakak tingkat mereka dan juga statusnya sebagai anak Menteri. Siapa yang berani menentang perintahnya ? "Tidak aktif, Kak." "Nomor teman-teman Ardi biasa nongkrong juga gak ada yang bisa dihubungi satupun, Kak." Kenapa nomor mereka bisa tidak aktif disaat bersamaan ? Semula tidak ada yang memikirkannya, tapi ketika nomor Ardi dan semua temannya tidak bisa dihubungi. Apa yang sedang mereka lakukan ? Disaat bersamaan Seila malah memikirkan hal lain, apa Ardi sengaja menon-aktifkan nomornya karena Ia sedang melakukan rencana mereka ? Jika benar begitu, makai Seila tidak akan bicara sedi
"Awan, berhenti disini saja!" Perintah Calista tiba-tiba saat mereka akan memasuki halaman hotel mewah bintang 5 yang ditujunya. "Loh, kenapa Bu ? Bukankah seharusnya saya mengantar Bu Calista sampai kedalam?" Tanya Awan heran. "Sudah gak apa-apa. Terimakasih yah, sudah mengantar saya sampai kesini." Setelah berkata begitu, Calista buru-buru melangkah pergi meninggalkan Awan yang hanya menatap terpana punggung Calista yang berjalan semakin jauh. Sepertinya Calista sengaja meminta Awan berhenti sedikit lebih jauh dari pintu masuk hotel untuk menghindari sesuatu atau seseorang? entahlah!. "Dosen yang aneh. Semoga saja Ia tidak terlambat." Gumam Awan pelan sambil mendecak lidah, lalu memilih untuk melajukan motornya masuk ke dalam halaman hotel dan menuju parkiran. "Oi, siapa yang membolehkan kamu parkir disana?" Belum juga Awan menurunkan standar samping motornya, sebuah suara menghardiknya dengan nyaring. "Gak lihat
"Guysss, kangeenn." "Iya, gue juga kangen ma kalian semua." "Hmn, tidak terasa waktu lima tahun begitu cepat berlalu." "Iya, gue sudah gak sabar menunggu seminggu lagi. Rasanya, kalendernya pengen gue sobek biar bisa segera bertemu kalian semua." Dalam video call tampak 7 orang, yang terdiri dari lima wanita dan dua pria saling melepas rindu satu sama lain. Suasana tampak begitu ceria dan penuh kehangatan. "Novi, dari tadi diam aja. Mentang-mentang sebentar lagi mau jadi jaksa." "Iya, kah? Pantesan Shiren dari tadi juga ikutan kalem banget, gak kayak biasanya." "Loh, Siska, lu gak tahu kalau Shiren sebentar lagi bakal jadi 'ibu' jaksa?" "Vebyyy, ember deh." "Hahaha, orangnya ngamuk. Biar yang lain pada tahu, Ren." "Tapi, gak gitu juga kali! Ah, lu juga sih. Jadi, gak surprise kan." "Hem-hem, jadi cinta lama bersemi kembali nih ceritanya." "Hahaha, lagian siapa yang bisa menolak pesona seorang jaksa sih?" "Ih, jadi karena itu Novi bawaannya kalem sekarang." "Hahaha, tidak
Keesokan harinya.Itu adalah hari yang dipenuhi kesedihan dalam klan Sanjaya. Madam Chiyo memimpin acara pemakaman hari itu. Ribuan orang dari klan Sanjaya dan klan Atmaja memadati hampir seluruh area pemakaman. Pemakaman seluas dua puluh hektar tersebut, tampak menjadi lebih kecil karena saking banyaknya orang yang hadir untuk menghadiri acara pemakaman masal hari itu.Mereka yang hadir disana hanya dari klan Sanjaya dan Klan Atmaja saja, dan beberapa lainnya dari kenalan terdekat mereka. Sesuai ramalan nenek Chiyo sebelumnya, pertempuran sehari sebelumnya telah menelan banyak korban nyawa. Jadi sangat wajar, semua orang tampak begitu sedih dan merasa kehilangan dengan banyaknya korban yang berjatuhan. Tidak termasuk orang-orang Sanjaya yang berkhianat, karena mereka semua di urus oleh pihak divis zero dan militer.Saat semua orang sedang berduka, sekelompok orang baru datang meminta ijin pada penjaga yang berjaga di luar gerbang pemakaman. Sekelompk orang ini dipimpin oleh pange
Saat ia melangkah semakin jauh ke dalam alam jiwa Awan, ia menemukan sebuah tempat yang sangat gelap. Itu adalah satu-satunya tempat yang belum dilewatinya, Renata merasakan perasaan yang sangat kuat, jika Awan berada didalam sana. Renata coba mendekati tempat itu. Benar saja, ia mendapati Awan berada di dalam sana dalam keadaan terbelenggu. Lebih tepatnya, ia telah membelenggu kesadarannya sendiri. Kehilangan Angel dan juga bayi mereka, membuat pukulan yag sangat besar bagi mentalnya. Awan merasa semua itu adalah kesalahannya, karena itu ia menghukum dirinya sendri dan telah siap mati demi menebus kesalahannya tersebut. Renata ingin masuk ke dalam sana. Hanya saja, tempat itu seperti menolak kehadirannya. Renata coba berteriak sekeras yang ia mampu, namun suaranya tidak bisa tembus ke tempat Awan berada. Tidak peduli, sekeras apapun Renata berusaha. Renata menangis disana, sambil terus memanggil nama Awan. Ia tidak tahan melihat Awan menyiksa dirinya sendiri dengan menanggung s
Selain itu, ia juga telah berikrar untuk menanti Awan saat terakhir pertemuan mereka. Tapi hanya sebatas itu, tidak ada pernyataan yang menunjukkan bahwa hubungan mereka lebih dari sekedar teman.Annisa dengan malu-malu menjawab, "Kami... hanya sekedar teman dan kebetulan berasal dari kampung yang sama.""Oh." Gumam Amanda singkat. Meski tampak ragu dengan jawaban itu, karena Annisa tampak berpikir lama sebelum menjawabnya. Namun, Amanda tidak menampik kalau ia merasa lega setelah mendengar hal itu langsung dari mulut Annisa."Kalau kamu... Kamu ada hubungan apa dengan Awan? Bagaimana bisa kamu membawanya dan datang dengan cara yang 'mengejutkan' seperti tadi?"Giliran Amanda yang jadi salah tingkah dengan pertanyaan balik Annisa. Ia bingung bagaimana harus menjelaskan hubungan mereka. Keluarganya dan Ayah Awan jelas sudah membuat kesepakatan atas pertunangan mereka dan sampai detik ini ketika melihat seluruh perkembangan Awan dan juga menyaksikan kekuatannya, Amanda tidak memungkiri
30 menit sebelumnya.Amanda tidak mengerti alasan kenapa dokter wanita berkerudung di depannya itu, sampai bisa memegang segel terakhir dalam tubuh awan.'Apa hubungan Awan dengannya?'Ketika melihat betapa khawatirnya wanita yang di name tagnya itu tertulis nama 'Annisa Azzahra' tersebut pada Awan, membuat Amanda bertanya-tanya, jika hubungan keduanya pasti bukan sekedar hubungan biasa.Butuh waktu yang sangat lama bagi mereka, sampai akhirnya segel dalam tubuh terlepas. Proses tersebut pasti tidak mudah, karena begitu segel tersebut terlepas sepenuhnya dari dalam tubuh Awan, dua energi yang sebelumnya masih berada di dalam tubuh Awan, jadi menghilang sepenuhnya.Pastinya itu sangat melelahkan, terutama bagi Annisa. Tubuhnya tampak berkeringat dan pijakannya beberapa kali tampak goyah. Meski begitu, ia terlihat tidak ingin menyerah sedikitpun dan tetap berjuang untuk menyelesaikannya. Amanda juga tidak mengerti bagaimana cara Annisa melakukannya. Karena yang tampak di matanya, Annis
Mendengar pertanyaan itu, Kelvin hanya bisa tertawa pahit, "Sayangnya tidak bisa.""Kakak, apa itu artinya kami tidak akan pernah bertemu denganmu lagi?" Tanya Charlote syok.Ternyata itu adalah hari terakhir mereka bisa bertemu dengan Kelvin Sanjaya.Kelvin kembali hanya sebentar, untuk membantu Awan terakhir kalinya. Setelah itu, ia mempercayakan masa depan klan Sanjaya ditangan anaknya. Meski begitu, tidak nampak sedikitpun keraguan atau kekhawatiran di wajah Kelvin. ...Berkat campur tangan divisi zero dan juga militer, semua kekacauan tersebut berhasil di sembunyikan. Selanjutnya, peta penguasa di negeri ini pun mengalami perubahan yang sangat besar, setelah tujuh keluarga naga dikeluarkan setelah bukti keterlibatan mereka dengan organisasi ilegal the shadow begitu jelas, selanjutnya tujuh keluarga naga ini dimasukkan ke dalam daftar hitam dan tentu saja harus menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku. Aset mereka disita sepenuhnya oleh negara, meski itu hanya berlaku untuk di
"Kakak, apa yang terjadi padamu sebenarnya" Tanya Charlote heran."Tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang apa yang terjadi padaku, dik. Sekarang, keluarga ini butuh kamu. Aku sudah mewariskan posisiku pada Awan, dialah yang bertanggung jawab terhadap keluarga kita di masa depan. Karena itu, aku butuh kamu untuk membimbingnya."Begitu mendengar Kelvin menyinggung tentang Awan, Charlote baru sadar jika sedari tadi ia tidak melihat ada Awan di sana."Sekarang Awan dimana? Kenapa Aku tidak merasakan keberadaannya?"Kelvin tersenyum tipis dan berkata, "Ia berada di tempat yang aman. Nanti, kamu dapat bertanya pada paman Abimana dimana Awan. Sekali lagi, aku butuh kamu dan yang lainnya untuk membimbing Awan dalam memimpin keluarga kita."Charlote melihat Kelvin lebih dalam, ia merasa perasan tidak nyaman. Terutama karena ucapan Kelvin yang seolah menyiratkan sedang memberikan wasiat terakhir untuknya."Kakak, apa maksudmu? Bukankah kamu bisa melakukannya? Kenapa aku merasa kamu akan per
Saat madam Gao melarikan diri setelah dibiarkan pergi oleh Kelvin sebelumnya. Ternyata para pengikutnya juga ikut melarikan diri ke arah lain, karena merasa pemimpin mereka sudah kalah. Sehingga, mereka juga berusaha untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing.Kelvin melirik Abimana sejenak, lalu menjawab pertanyaan Lin, "Tidak udah! Divisi Zero akan mengurus sisanya. Dengan apa yang terjadi hari ini, mereka tidak mungkin lagi berani menginjakkan kakinya di Negeri ini. Bukankah begitu, paman Abimana?"Abimana sambil mengusap jenggotnya, mengangguk setuju dan membenarkan pernyataan Kelvin. "Benar, bukti persekongkolan tujuh keluarga naga dengan the shadow sangat jelas. Segera, negara akan memasukkan nama mereka ke dalam daftar hitam."Tidak berhenti sampai disitu, Abimana segera menambahkan, "Serta.. semua aset mereka akan disita oleh negara."Kening Kelvin dibuat berkerut, ia sama sekali tidak menyangka jika Abimana telah merencanakan ini semua. Semula, ia sudah berencana untuk men
Kelvin melakukan persis seperti janjinya pada Huo, mengirim Awan langsung pada Annisa. Hanya saja, Kelvin sengaja tidak pergi bersama mereka karena berbagai pertimbangan. Untuk menjaga kondisi Awan tetap stabil saat pembukaan penuh segel yang terdapat dalam dirinya, butuh seseorang yang cukup kuat, Amanda adalah orang yang cocok untuk tugas seperti itu."Kemana mereka perginya?" Tanya Abimana penasaran begitu melihat cucunya dan juga Awan tiba-tiba menghilang, setelah sebelumnya Kelvin sempat menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Amanda ketika bertemu wanita yang dapat membuka segel Awan. Hanya sebatas itu, Kelvin tidak menjelaskan lebih banyak.Apalagi ketika mereka menghilang, Kelvin ternyata tidak ikut pergi bersama mereka.Kelvin batuk-batuk sejenak dan bersikap seolah semuanya berjalan normal, "Hmn, tidak apa-apa, paman. Mereka masih di kota ini, tenang saja! hahaha!""Benarkah?" Tanya Abimana ragu, "Lalu, kenapa kamu tidak ikut bersama mereka?""Yah... tentu saja karena masi