Aku berdiri di depan cermin wastafel sambil melihat wajahku yang pucat. Aku tidak merasa sedang sakit, tapi mual yang aku rasakan rasanya semakin sering saja. Aku semakin sensitif pada beberapa makanan. Durian, padahal aku suka durian. Tapi tadi ....Sejenak aku terus berpikir, sampai aku kembali teringat pada Mas Rendi yang mengira aku hamil. Dan aku juga tidak bisa melupakan bahwa aku pernah melakukan tanpa pengaman bersama Pak Anggara. Namun disituasi yang sekarang ini rasanya tidak pas kalau ternyata aku memang hamil. Aku menginginkan hal yang aku tunggu-tunggu, tapi melihat keadaan sekarang aku tidak yakin bisa terus bersuka cita dengan kehamilanku.Aku segera keluar dari toilet karena tidak mau membuat Yoga dan Ryo menunggu aku. Saat aku kembali, mereka sudah selesai dengan makanannya. Sesuai dengan rencana, kami bertiga menuju area ice skating, hanya saja aku menunggu dan melihat dari luar are, aku biarkan mereka berdua bermain bersama untuk melepas rindu.Sebenarnya bukan ha
"Jelas kamu harus aku nikahi, apalagi kalau kamu hamil. Jangan takut dan merasa sendiri, aku tidak akan mengingkari apa yang sudah aku katakan," jawab Pak Anggara dengan percaya diri jika dia bisa mewujudkan apa yang dia katakan itu. Padahal situasinya juga sedang sulit."Lalu sekarang? Kamu bahkan semakin lengket saja bersama Evelyn. Sudah mulai merencanakan pernikahan?""Evelyn sakit, Tiana."Mendengar itu, sontak aku langsung menoleh. "Sakit?""Aku juga baru tau setelah tunangan terjadi. Aku memprotes dan mencoba untuk membatalkan pertunangan itu. Namun orang tuanya bilang, jika Evelyn memang sakit tapi Evelyn sendiri tidak menceritakan itu padaku. Ini saja hanya aku ceritakan sama kamu.""Evelyn sakit keras?""Kanker sumsum tulang belakang."Tiba-tiba saja aku merasa bersalah atas sikapku pada Evelyn. Karena kecemburuanku, aku jadi bersikap kurang baik dan tidak tulus padanya. Padahal dia adalah gadis yang ceria dan baik, aku sendiri yang merasakannya. Dan ternyata, dibalik kebaik
Semua terdiam dan melihat ke arahku, bahkan Ibu saja langsung keluar dari dalam rumah. Sesaat aku menyesal mengapa bisa-bisanya aku berbicara seperti itu hanya karena aku merasa kesal dengan omongan Mbak Dyan.Terkadang aku merasa merasa malu juga pada semua tetangga, seperti hanya rumah Ibu saja yang selalu ramai, bukan ramai karena ada acara tetapi karena saling bersitegang. Setiap harinya seperti tidak pernah ada ketenangan saja."Kamu hamil, Tiana?" Pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Ibu Mertuaku."Kamu sudah periksakan ke dokter, Sayang?" tanya Mas Rendi yang tak kalah penasaran.Tidak kalah menegangkan, aku melihat ekspresi Pak yang tidak bisa aku tebak. Lain hal dengan Evelyn yang sepertinya turut senang jika ternyata aku hamil setelah penantian bertahun-tahun."Jawab Tiana! Memangnya benar kamu hamil?" tanya Mbak Dyan yang terlihat jelas jika ia berpikir aku tidak akan mungkin hamil jika masih menjadi istri Mas Rendi kecuali jika aku bermain belakang seperti yang ia
Aku pulang dengan perasaan bingung. Evelyn memberikanku kotak kayu kecil yang entah apa isinya. Namun ia tidak memberikan kuncinya padaku. Lalu timbullah pertanyaan dan rasa penasaran dengan maksud Evelyn memberikan aku sebuah cangkang yang aku sendiri tidak tahu isinya. Ditambah aku tidak diberikan akses untuk membukanya."Apa yang diberikan Evelyn tadi?" tanya Pak Anggara. Kami berdua sedang dalam perjalanan untuk pulang. Memang tidak berlama-lama di sana."Hanya sebuah kotak kayu kecil. Aku juga tidak tau isinya apa.""Buka lah, aku juga ingin melihatnya.""Evelyn tidak memberikan kuncinya sekarang. Dia hanya bilang tunggu, karena semua ada waktunya. Hanya itu.""Kalau begitu tunggu saja, kalau sudah tau kamu juga harus memberitahukan itu padaku."Sesampainya di depan rumah, aku langsung meminta Pak Anggara untuk pulang. Namun ia terus memaksa untuk mampir ke rumahku sebentar. Karena kita sama-sama tinggal sendiri, jadi ia merasa masih membutuhkan teman untuk mengobrol.Pak Anggara
"Ternyata memang benar kecurigaanku, Ren. Feeling seorang wanita itu emang tidak perlu diragukan lagi. Tiana pasti ada main dengan bosnya sendiri. Kamu harusnya mendengarkan apa kataku dari awal," ucap Mbak Dyan tidak begitu keras tetapi masih bisa terdengar jelas olehku."Jawab Tiana. Jangan mengubah pandangan Mas tentang kamu selama ini."Pak Anggara yang masih berada satu langkah di dalam rumah, kini keluar seolah tengah pasang badan untukku."Memang apa yang kamu pikirkan tentang aku dan Tiana?" tanya Pak Anggara pada Mbak Dyan. "Dan kamu kan suaminya, kenapa harus berbicara seperti itu? Memang kamu merasa Tiana berubah tidak seperti awal kamu mengenalnya?""Wah hebat sekali, sampai rela pasang badan untuk Tiana. Lihat sendiri, Ren. Ayo katakan sesuatu, kamu jadi suami jangan hanya diam saja, kamu berhak mengambil keputusan apapun. Apalagi saat melihat istri kamu malah berduaan sama pria lain."Mbak Dyan tidak hentinya mengompori, wataknya benar-benar copy paste dari Ibunya Mas Re
'Aku gak salah dengar, kan?' Aku menepuk pelan kupingku.Mbak Dyan sedang berbicara dengan siapa sampai mengajukan pertanyaan seperti itu. Rasanya sangat tidak pantas, karena dia sudah menjadi istrinya Mas Rendi kembali.Dan sebenarnya apa yang sedang direncakan oleh Mbak Dyan? Dia ingin kembali hamil dan mengakuinya sebagai anak Mas Rendi? Agar Ibu lebih bersikap baik dan Mas Rendi lebih perhatian padanya? Begitu, kah?Wanita ular!Lama-lama, aku malah merasa iba pada Mas Rendi. Ia bermain belakang dariku dengan mantan istrinya, ternyata ia juga diperlakukan sama oleh Mbak Dyan dengan pria asing itu. Apakah karma bisa berlaku seinstan itu? "Memangnya, suamimu itu tidak bisa memberikan keturunan untukmu? Kenapa tidak kamu ceraikan saja. Banyak pria subur lain, jangan bertahan dengan pria mandul. Misalkan kamu menikah denganku?" ucap pria asing itu.Aku benar-benar tidak berniat menguping! Hanya saja, obrolan mereka rasanya semakin menarik untuk didengarkan, sayang jika aku lewatkan b
Dari ekspresinya, aku yakin Mbak Dyan hanya berpikir jika aku mendengar hal tadi saja, padahal rahasia lamanya pun sudah aku pegang beserta semua bukti dari Yoga."Kamu jangan ---""Jangan apa, Mbak? Aku bertanya seperti itu wajar dong? Kan kalau hanya untuk hamil lagi sama Mas Rendi juga bisa, kan? Kenapa Mbak harus ngomong kaya gitu sama pria tadi? Hanya karena dia lebih tampan dari Mas Rendi padahal dia hanya pengangguran. Jadi salah kah kalau aku bertanya memang hanya itu saja alasannya?""Kamu jangan ikut campur sama urusan orang lain! Rendi dulu bisa bikin aku hamil dan lahirlah Ryo. Coba saat sama kamu, udah tiga tahun masih belum hamil juga? Kamu menularkan kemandulan sama Rendi! Kamu mungkin pembawa sial bagi Rendi. Saat Rendi kembali menikah denganku, dia langsung dapat promosi jabatan yang tadinya tidak pernah jadi.""Jadi, Mbak mau hamil lagi tujuannya untuk apa? Itu bukan anak Mas Rendi kalau sampai Mbak hamil. Mau dapat seluruh perhatian dari Ibu? Mau Mas Rendi lebih mem
Sayang sekali aku tidak menyadari kehadiran Ibu, karena memang aku tidak mendengar suara mobil Mas Rendi. Ditambah aku tidak melihat Ibu pulang bersama Mas Rendi. Ingin bertanya, tetapi itu tidak penting disituasi sekarang."Bu, waktu Tiana ngajak Ryo main keluar, ternyata dia mempertemukannya dengan Yoga, pria gila itu. Bagaimana kalau cucu Ibu kenapa-kenapa? Bisa-bisanya Tiana berhubungan dengan psikopat itu," ujar Mbak Dyan yang mengadu pada Ibu.Cepat sekali memang perubahan sikapnya, seolah bisa diatur menyesuaikan keadaan."Kita tunggu Rendi.""Bu, Ibu juga harus bertindak. Jangan nunggu Mas Rendi dulu. Ibu tau sendiri Mas Rendi gak pernah bisa tegas orangnya kalau bukan karena nurut sama ucapan Ibu.""Ryo itu cucu Ibu satu-satunya. Jangan karena kamu belum punya anak, dan Rendi lebih mengutamakan Dyan, kamu jadi buta mata hati dan membahayakan Ryo. Yoga itu laki-laki yang jahat dan suka main fisik!""Terus aja Ibu ungkit masalah aku belum hamil sampai Ibu bosan. Ibu pikir aku t
Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti
POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me
"Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid
Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi
Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad
Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan
"Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki
Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah
Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak