Semua terdiam dan melihat ke arahku, bahkan Ibu saja langsung keluar dari dalam rumah. Sesaat aku menyesal mengapa bisa-bisanya aku berbicara seperti itu hanya karena aku merasa kesal dengan omongan Mbak Dyan.Terkadang aku merasa merasa malu juga pada semua tetangga, seperti hanya rumah Ibu saja yang selalu ramai, bukan ramai karena ada acara tetapi karena saling bersitegang. Setiap harinya seperti tidak pernah ada ketenangan saja."Kamu hamil, Tiana?" Pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut Ibu Mertuaku."Kamu sudah periksakan ke dokter, Sayang?" tanya Mas Rendi yang tak kalah penasaran.Tidak kalah menegangkan, aku melihat ekspresi Pak yang tidak bisa aku tebak. Lain hal dengan Evelyn yang sepertinya turut senang jika ternyata aku hamil setelah penantian bertahun-tahun."Jawab Tiana! Memangnya benar kamu hamil?" tanya Mbak Dyan yang terlihat jelas jika ia berpikir aku tidak akan mungkin hamil jika masih menjadi istri Mas Rendi kecuali jika aku bermain belakang seperti yang ia
Aku pulang dengan perasaan bingung. Evelyn memberikanku kotak kayu kecil yang entah apa isinya. Namun ia tidak memberikan kuncinya padaku. Lalu timbullah pertanyaan dan rasa penasaran dengan maksud Evelyn memberikan aku sebuah cangkang yang aku sendiri tidak tahu isinya. Ditambah aku tidak diberikan akses untuk membukanya."Apa yang diberikan Evelyn tadi?" tanya Pak Anggara. Kami berdua sedang dalam perjalanan untuk pulang. Memang tidak berlama-lama di sana."Hanya sebuah kotak kayu kecil. Aku juga tidak tau isinya apa.""Buka lah, aku juga ingin melihatnya.""Evelyn tidak memberikan kuncinya sekarang. Dia hanya bilang tunggu, karena semua ada waktunya. Hanya itu.""Kalau begitu tunggu saja, kalau sudah tau kamu juga harus memberitahukan itu padaku."Sesampainya di depan rumah, aku langsung meminta Pak Anggara untuk pulang. Namun ia terus memaksa untuk mampir ke rumahku sebentar. Karena kita sama-sama tinggal sendiri, jadi ia merasa masih membutuhkan teman untuk mengobrol.Pak Anggara
"Ternyata memang benar kecurigaanku, Ren. Feeling seorang wanita itu emang tidak perlu diragukan lagi. Tiana pasti ada main dengan bosnya sendiri. Kamu harusnya mendengarkan apa kataku dari awal," ucap Mbak Dyan tidak begitu keras tetapi masih bisa terdengar jelas olehku."Jawab Tiana. Jangan mengubah pandangan Mas tentang kamu selama ini."Pak Anggara yang masih berada satu langkah di dalam rumah, kini keluar seolah tengah pasang badan untukku."Memang apa yang kamu pikirkan tentang aku dan Tiana?" tanya Pak Anggara pada Mbak Dyan. "Dan kamu kan suaminya, kenapa harus berbicara seperti itu? Memang kamu merasa Tiana berubah tidak seperti awal kamu mengenalnya?""Wah hebat sekali, sampai rela pasang badan untuk Tiana. Lihat sendiri, Ren. Ayo katakan sesuatu, kamu jadi suami jangan hanya diam saja, kamu berhak mengambil keputusan apapun. Apalagi saat melihat istri kamu malah berduaan sama pria lain."Mbak Dyan tidak hentinya mengompori, wataknya benar-benar copy paste dari Ibunya Mas Re
'Aku gak salah dengar, kan?' Aku menepuk pelan kupingku.Mbak Dyan sedang berbicara dengan siapa sampai mengajukan pertanyaan seperti itu. Rasanya sangat tidak pantas, karena dia sudah menjadi istrinya Mas Rendi kembali.Dan sebenarnya apa yang sedang direncakan oleh Mbak Dyan? Dia ingin kembali hamil dan mengakuinya sebagai anak Mas Rendi? Agar Ibu lebih bersikap baik dan Mas Rendi lebih perhatian padanya? Begitu, kah?Wanita ular!Lama-lama, aku malah merasa iba pada Mas Rendi. Ia bermain belakang dariku dengan mantan istrinya, ternyata ia juga diperlakukan sama oleh Mbak Dyan dengan pria asing itu. Apakah karma bisa berlaku seinstan itu? "Memangnya, suamimu itu tidak bisa memberikan keturunan untukmu? Kenapa tidak kamu ceraikan saja. Banyak pria subur lain, jangan bertahan dengan pria mandul. Misalkan kamu menikah denganku?" ucap pria asing itu.Aku benar-benar tidak berniat menguping! Hanya saja, obrolan mereka rasanya semakin menarik untuk didengarkan, sayang jika aku lewatkan b
Dari ekspresinya, aku yakin Mbak Dyan hanya berpikir jika aku mendengar hal tadi saja, padahal rahasia lamanya pun sudah aku pegang beserta semua bukti dari Yoga."Kamu jangan ---""Jangan apa, Mbak? Aku bertanya seperti itu wajar dong? Kan kalau hanya untuk hamil lagi sama Mas Rendi juga bisa, kan? Kenapa Mbak harus ngomong kaya gitu sama pria tadi? Hanya karena dia lebih tampan dari Mas Rendi padahal dia hanya pengangguran. Jadi salah kah kalau aku bertanya memang hanya itu saja alasannya?""Kamu jangan ikut campur sama urusan orang lain! Rendi dulu bisa bikin aku hamil dan lahirlah Ryo. Coba saat sama kamu, udah tiga tahun masih belum hamil juga? Kamu menularkan kemandulan sama Rendi! Kamu mungkin pembawa sial bagi Rendi. Saat Rendi kembali menikah denganku, dia langsung dapat promosi jabatan yang tadinya tidak pernah jadi.""Jadi, Mbak mau hamil lagi tujuannya untuk apa? Itu bukan anak Mas Rendi kalau sampai Mbak hamil. Mau dapat seluruh perhatian dari Ibu? Mau Mas Rendi lebih mem
Sayang sekali aku tidak menyadari kehadiran Ibu, karena memang aku tidak mendengar suara mobil Mas Rendi. Ditambah aku tidak melihat Ibu pulang bersama Mas Rendi. Ingin bertanya, tetapi itu tidak penting disituasi sekarang."Bu, waktu Tiana ngajak Ryo main keluar, ternyata dia mempertemukannya dengan Yoga, pria gila itu. Bagaimana kalau cucu Ibu kenapa-kenapa? Bisa-bisanya Tiana berhubungan dengan psikopat itu," ujar Mbak Dyan yang mengadu pada Ibu.Cepat sekali memang perubahan sikapnya, seolah bisa diatur menyesuaikan keadaan."Kita tunggu Rendi.""Bu, Ibu juga harus bertindak. Jangan nunggu Mas Rendi dulu. Ibu tau sendiri Mas Rendi gak pernah bisa tegas orangnya kalau bukan karena nurut sama ucapan Ibu.""Ryo itu cucu Ibu satu-satunya. Jangan karena kamu belum punya anak, dan Rendi lebih mengutamakan Dyan, kamu jadi buta mata hati dan membahayakan Ryo. Yoga itu laki-laki yang jahat dan suka main fisik!""Terus aja Ibu ungkit masalah aku belum hamil sampai Ibu bosan. Ibu pikir aku t
Ya, pada akhirnya aku tidak dipedulikan. Mas Rendi dan Mbak Dyan membawa Ibu ke rumah sakit menggunakan taksi, sampai akhir pun aku tidak mobil kantor yang selalu Mas Rendi bawa entah ke mana.Aku pulang begitu mereka masuk ke dalam mobil. Tidak ada kekhawatiran apalagi rasa bersalah setelah mengungkapkan semuanya, yang ada aku merasa lega karena telah berhasil mengungkapkan rahasia yang sudsh seharusnya diketahui oleh orang yang bersangkutan.Ini bukan hanya tentang balas dendam atas rasa sakitku, melainkan meluruskan hal yang sudah seharusnya terjadi sesuai dengan faktanya. Ryo adalah anak kandung Yoga, maka Yoga lah yang berkewajiban untuk membesarkan anaknya.Entah akan seperti apa nantinya yang jelas untuk saat ini aku merasa puas dengan semua yang sudah terjadi, tidak ada beban apapun lagi.Sesampainya di rumah, aku segera menghubungi Yoga dan memberikan kabar terbaru dari apa yang sudah terjadi tadi. Ia akan segera bertindak setelah berkonsultasi dengan pengacara terkait bagaim
"Aku sudah bilang sedari aku tau siapa kamu, aku sudah menjaga jarak. Jadi tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Aku tau kita sama-sama wanita, maka dari itu aku tidak akan merebut siapapun dari siapapun. Karena aku tau rasa sakitnya seperti apa. Jangankan untuk mengikhlaskan seutuhnya, untuk berbagi saja aku sangat tau bagaimana sulit.""Syukurlah kalau begitu. Kamu memang orang baik. Tapi apa Gara akan bertindak begitu? Apalagi kalian saling tertarik satu sama lain, ini adalah kali pertamanya. Kamu adalah wanita pertama yang disukai oleh Kak Gara. Bagaimana jika dia terus menginginkan kamu? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Evelyn seolah mengisyaratkan jika aku juga harus bertindak sesuatu agar Pak Anggara tidak terus mengharapkanku."Kalau untuk itu, diluar kendali aku. Aku bisa mengendalikan diri dan perasaanku. Tapi aku tidak bisa begitu pada orang lain.""Kalau begitu sama aja dong? Kamu menjauh, tapi Gara tetap menginginkan kamu, aku akan tetap tersisihkan. Apalagi setia