Ya, pada akhirnya aku tidak dipedulikan. Mas Rendi dan Mbak Dyan membawa Ibu ke rumah sakit menggunakan taksi, sampai akhir pun aku tidak mobil kantor yang selalu Mas Rendi bawa entah ke mana.Aku pulang begitu mereka masuk ke dalam mobil. Tidak ada kekhawatiran apalagi rasa bersalah setelah mengungkapkan semuanya, yang ada aku merasa lega karena telah berhasil mengungkapkan rahasia yang sudsh seharusnya diketahui oleh orang yang bersangkutan.Ini bukan hanya tentang balas dendam atas rasa sakitku, melainkan meluruskan hal yang sudah seharusnya terjadi sesuai dengan faktanya. Ryo adalah anak kandung Yoga, maka Yoga lah yang berkewajiban untuk membesarkan anaknya.Entah akan seperti apa nantinya yang jelas untuk saat ini aku merasa puas dengan semua yang sudah terjadi, tidak ada beban apapun lagi.Sesampainya di rumah, aku segera menghubungi Yoga dan memberikan kabar terbaru dari apa yang sudah terjadi tadi. Ia akan segera bertindak setelah berkonsultasi dengan pengacara terkait bagaim
"Aku sudah bilang sedari aku tau siapa kamu, aku sudah menjaga jarak. Jadi tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Aku tau kita sama-sama wanita, maka dari itu aku tidak akan merebut siapapun dari siapapun. Karena aku tau rasa sakitnya seperti apa. Jangankan untuk mengikhlaskan seutuhnya, untuk berbagi saja aku sangat tau bagaimana sulit.""Syukurlah kalau begitu. Kamu memang orang baik. Tapi apa Gara akan bertindak begitu? Apalagi kalian saling tertarik satu sama lain, ini adalah kali pertamanya. Kamu adalah wanita pertama yang disukai oleh Kak Gara. Bagaimana jika dia terus menginginkan kamu? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Evelyn seolah mengisyaratkan jika aku juga harus bertindak sesuatu agar Pak Anggara tidak terus mengharapkanku."Kalau untuk itu, diluar kendali aku. Aku bisa mengendalikan diri dan perasaanku. Tapi aku tidak bisa begitu pada orang lain.""Kalau begitu sama aja dong? Kamu menjauh, tapi Gara tetap menginginkan kamu, aku akan tetap tersisihkan. Apalagi setia
"Kita harus ketemu, Mas belum paham yang kamu bilang tadi. Mas tunggu kamu di taman rumah sakit yang biasa Ibu datangi." - Mas Rendi-."Sepertinya kita harus bertemu sekarang. Ada hal penting yang harus kita bicarakan saat ini juga." - Pak Anggara-.Aku mendapatkan dua pesan yang intinya sama dari orang yang berbeda. Dua-duanya sama-sama tidak ingin aku temui, tetapi keduanya ingin menemuiku. Pada akhirnya aku mengabaikan pesan itu.Sekarang aku hanya perlu pulang, bersiap untuk mengundurkan diri dari perusahaan, juga berkemas barang-barangku di rumah yang bahkan belum genap satu bulan aku tempati.Semua yang terjadi, benar-benar diluar ekspektasiku. Kehadiran Yoga sangat membantu rencanaku, tetapi tidak dengan hadirnya Evelyn.Sesampainya di rumah, aku sudah merasa aman karena tidak ada mobil yang terparkir di area carport, tetapi seseorang sudah berdiri di depan pintu dan melihatku turun dari taksi, sehingga aku sudah tidak bisa melarikan diri.Aku berjalan mendekat. "Ada apa datang
"Mungkin kamu bisa membodohi Rendi dengan mudah, karena Rendi begitulah adanya, mudah dibodohi karena dia sendiri sangat patuh pada Ibunya. Tapi nggak sama aku, Tiana. Dari awal aku ketemu kamu di restoran saat kamu makan siang berdua itu, dari sana aku sudah tau kalau ada sesuatu diantara kalian."Aku masih menutup mata, masih tidak percaya kalau Mbak Dyan tahu kecuali hanya sebatas menebak-nebak saja agar aku merasa takut dan terancam."Daripada mengurusiku, lebih baik Mbak Dyan bersiap dan urusi urusan Mbak Dyan sendiri. Tunggu Yoga menghubungi Mbak. Tebus semua kesalahan yang pernah Mbak lakukan.""Lalu kenapa kamu mengurusi urusanku? Jangan merasa suci, Tiana! Kamu itu sama kotornya, sama liciknya denganku. Aku saja kamu bilang selingkuh, tapi kenapa kamu tidak?""Aku hanya sebatas membantu Yoga. Yoga lebih berhak atas pengasuhan Ryo karena dia ayah kandungnya. Dan Mas Rendi juga berhak tau kalau Ryo bukan anaknya, dan yang terpenting Mas Rendi dan Ibu harus tau kebenarannya jika
"Kembali atau tidaknya aku pada Mas Rendi, itu sudah bukan urusan Bapak lagi. Mohon jangan seperti ini, ini kantor, Pak."Sekuat tenaga aku mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Pak Anggara yang begitu eratnya memelukku. Aku sampai kewalahan untuk menahan air mataku agar tidak menetes saat kejadian ini, sebab sesakit itu lah yang aku rasakan saat harus benar-benar pisah dengan Pak Anggara.Puzzle kenangan yang sudah kita lewati berdua seolah silih berganti nampak pada ingatanku. Dalam masa-masa terpurukku karena kehidupan rumah tanggaku, Pak Anggara datang bak seseorang yang begitu sempurna memenuhi segala ekspektasiku yang tidak mungkin pernah terjadi, ternyata bisa terjadi dengan mudahnya.Banyak kebahagiaan yang dia berikan dalam hidupku walau kita baru berhubungan sebentar. Bukan hal yang semu, tetapi nyata adanya. Bukan sekedar janji tetapi ia memberikan buktinya. Namun ternyata pria seperti itu bukan untukku. Tuhan tidak mengizinkan. Tuhan tidak memberikan izinnya dengan m
"Maaf sebelumnya, aku tidak bermaksud untuk mencampuri urusan kamu, tapi tanpa kita kehendaki problem hidup kita saling berkaitan. Setelah urusanku dengan Dyan sudah mulai terbuka, bagaimana dengan rumah tangga kamu dengan Rendi? Sebab aku yakin Dyan tidak akan tinggal diam saja. Apalagi setelah rahasianya terbongkar, mungkin dia sedang mencari cara untuk meyakinkan Rendi supaya tetap menerimanya atau untuk tidak percaya dengan ucapanmu.""Aku sudah memutuskan untuk pisah dengan Mas Rendi.""Kamu yakin?""Aku rasa ini keputusan yang terbaik. Tapi ini tidak ada hubungan dengan Mas Rendi yang tidak bisa memberikan aku keturunan, karena aku sudah membuktikan dengan tetap bertahan dari awal nikah sampai sekarang. Bisa dikatakan aku ingin menjaga kewarasan saja. Menjaga perasaanku yang sering tersakiti omongan Ibu yang bikin sakit hati. Intinya aku mau menjalani hidupku dengan lembaran baru. Menciptakan kebahagiaan sendiri tanpa bergantung pada orang lain meskipun aku tidak punya siapa-sia
"Jadi Mas selama ini tau kondisi Mas sendiri tapi hanya diam saja?!" tanyaku dengan perasaan tidak habis pikir."Lalu Mas harus bagaimana? Mas juga tetap ingin menikah seperti yang diinginkan oleh kedua orang tua Mas. Mas ini anak satu-satunya, satu-satunya penerus di keluarga. Tidak mungkin Mas mengecewakan Ibu dan Ayah yang sudah sekarat waktu," ucapnya terdengar seperti sedang membela diri sendiri."Tidak ingin mengecewakan tapi Mas membuat orang-orang terutama Ibu Mas sendiri berpikir bahwa istri Mas lah yang bermasalah. Itu jahat namanya. Karena kenyataannya Mas yang tidak bisa memberikan keturunan.""Memang apa yang salah dengan itu? Wajar jika semua orang menganggap istri lah yang mandul karena banyak kasusnya begitu. Yang terpenting Mas tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Tidak pernah berkata atau bahkan bersikap kasar."Untuk hal satu itu aku akui memang benar. Karena itu juga satu-satunya alasan aku bertahan dengan Mas Rendi. Karena semua kebaikannya. Tutur kata yang lem
Mbak Dyan mencengkram tanganku dengan keras untuk mencegah aku pergi dengan membawa Ryo."Lepasin, Mbak. Jangan membuat keributan, ini rumah sakit. Ayo, Ryo. Ikut sama Mama Tia." Aku segera membawa Ryo untuk segera keluar, tetapi Mbak Dyan tidak membiarkan hal itu begitu saja. Ia menyusulku diikuti oleh Mas Rendi pula."Dyan! Sudah biarkan Ryo bersama Tiana.""Tapi itu anak kandung kita berdua!""Kamu mau sampai kapan seperti ini? Aku sudah tau kalau Ryo itu anak Yoga. Jika kamu masih tetap ingin Ryo denganmu, minta maaflah pada Yoga. Mungkin saja dia masih bisa memaafkan kamu dan kamu bisa kembali padanya," ucap Mas Rendi yang jelas menyiratkan jika dia akan melepaskan Mbak Dyan dengan mudahnya."Apa, Ren?""Sebaiknya kita berpisah saja.""Enggak, enggak! Aku gak mau jadi janda ketiga kalinya. Jangan begitu, Rendi! Aku tetap istri kamu," ujar Mbak Dyan dengan histeris karena tak ingin Mas Rendi membiarkan dirinya kembali pada Yoga."Terima saja, anggap apa yang terjadi sekarang padam
Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti
POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me
"Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid
Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi
Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad
Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan
"Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki
Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah
Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak