"Aku sudah bilang sedari aku tau siapa kamu, aku sudah menjaga jarak. Jadi tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Aku tau kita sama-sama wanita, maka dari itu aku tidak akan merebut siapapun dari siapapun. Karena aku tau rasa sakitnya seperti apa. Jangankan untuk mengikhlaskan seutuhnya, untuk berbagi saja aku sangat tau bagaimana sulit.""Syukurlah kalau begitu. Kamu memang orang baik. Tapi apa Gara akan bertindak begitu? Apalagi kalian saling tertarik satu sama lain, ini adalah kali pertamanya. Kamu adalah wanita pertama yang disukai oleh Kak Gara. Bagaimana jika dia terus menginginkan kamu? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Evelyn seolah mengisyaratkan jika aku juga harus bertindak sesuatu agar Pak Anggara tidak terus mengharapkanku."Kalau untuk itu, diluar kendali aku. Aku bisa mengendalikan diri dan perasaanku. Tapi aku tidak bisa begitu pada orang lain.""Kalau begitu sama aja dong? Kamu menjauh, tapi Gara tetap menginginkan kamu, aku akan tetap tersisihkan. Apalagi setia
"Kita harus ketemu, Mas belum paham yang kamu bilang tadi. Mas tunggu kamu di taman rumah sakit yang biasa Ibu datangi." - Mas Rendi-."Sepertinya kita harus bertemu sekarang. Ada hal penting yang harus kita bicarakan saat ini juga." - Pak Anggara-.Aku mendapatkan dua pesan yang intinya sama dari orang yang berbeda. Dua-duanya sama-sama tidak ingin aku temui, tetapi keduanya ingin menemuiku. Pada akhirnya aku mengabaikan pesan itu.Sekarang aku hanya perlu pulang, bersiap untuk mengundurkan diri dari perusahaan, juga berkemas barang-barangku di rumah yang bahkan belum genap satu bulan aku tempati.Semua yang terjadi, benar-benar diluar ekspektasiku. Kehadiran Yoga sangat membantu rencanaku, tetapi tidak dengan hadirnya Evelyn.Sesampainya di rumah, aku sudah merasa aman karena tidak ada mobil yang terparkir di area carport, tetapi seseorang sudah berdiri di depan pintu dan melihatku turun dari taksi, sehingga aku sudah tidak bisa melarikan diri.Aku berjalan mendekat. "Ada apa datang
"Mungkin kamu bisa membodohi Rendi dengan mudah, karena Rendi begitulah adanya, mudah dibodohi karena dia sendiri sangat patuh pada Ibunya. Tapi nggak sama aku, Tiana. Dari awal aku ketemu kamu di restoran saat kamu makan siang berdua itu, dari sana aku sudah tau kalau ada sesuatu diantara kalian."Aku masih menutup mata, masih tidak percaya kalau Mbak Dyan tahu kecuali hanya sebatas menebak-nebak saja agar aku merasa takut dan terancam."Daripada mengurusiku, lebih baik Mbak Dyan bersiap dan urusi urusan Mbak Dyan sendiri. Tunggu Yoga menghubungi Mbak. Tebus semua kesalahan yang pernah Mbak lakukan.""Lalu kenapa kamu mengurusi urusanku? Jangan merasa suci, Tiana! Kamu itu sama kotornya, sama liciknya denganku. Aku saja kamu bilang selingkuh, tapi kenapa kamu tidak?""Aku hanya sebatas membantu Yoga. Yoga lebih berhak atas pengasuhan Ryo karena dia ayah kandungnya. Dan Mas Rendi juga berhak tau kalau Ryo bukan anaknya, dan yang terpenting Mas Rendi dan Ibu harus tau kebenarannya jika
"Kembali atau tidaknya aku pada Mas Rendi, itu sudah bukan urusan Bapak lagi. Mohon jangan seperti ini, ini kantor, Pak."Sekuat tenaga aku mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Pak Anggara yang begitu eratnya memelukku. Aku sampai kewalahan untuk menahan air mataku agar tidak menetes saat kejadian ini, sebab sesakit itu lah yang aku rasakan saat harus benar-benar pisah dengan Pak Anggara.Puzzle kenangan yang sudah kita lewati berdua seolah silih berganti nampak pada ingatanku. Dalam masa-masa terpurukku karena kehidupan rumah tanggaku, Pak Anggara datang bak seseorang yang begitu sempurna memenuhi segala ekspektasiku yang tidak mungkin pernah terjadi, ternyata bisa terjadi dengan mudahnya.Banyak kebahagiaan yang dia berikan dalam hidupku walau kita baru berhubungan sebentar. Bukan hal yang semu, tetapi nyata adanya. Bukan sekedar janji tetapi ia memberikan buktinya. Namun ternyata pria seperti itu bukan untukku. Tuhan tidak mengizinkan. Tuhan tidak memberikan izinnya dengan m
"Maaf sebelumnya, aku tidak bermaksud untuk mencampuri urusan kamu, tapi tanpa kita kehendaki problem hidup kita saling berkaitan. Setelah urusanku dengan Dyan sudah mulai terbuka, bagaimana dengan rumah tangga kamu dengan Rendi? Sebab aku yakin Dyan tidak akan tinggal diam saja. Apalagi setelah rahasianya terbongkar, mungkin dia sedang mencari cara untuk meyakinkan Rendi supaya tetap menerimanya atau untuk tidak percaya dengan ucapanmu.""Aku sudah memutuskan untuk pisah dengan Mas Rendi.""Kamu yakin?""Aku rasa ini keputusan yang terbaik. Tapi ini tidak ada hubungan dengan Mas Rendi yang tidak bisa memberikan aku keturunan, karena aku sudah membuktikan dengan tetap bertahan dari awal nikah sampai sekarang. Bisa dikatakan aku ingin menjaga kewarasan saja. Menjaga perasaanku yang sering tersakiti omongan Ibu yang bikin sakit hati. Intinya aku mau menjalani hidupku dengan lembaran baru. Menciptakan kebahagiaan sendiri tanpa bergantung pada orang lain meskipun aku tidak punya siapa-sia
"Jadi Mas selama ini tau kondisi Mas sendiri tapi hanya diam saja?!" tanyaku dengan perasaan tidak habis pikir."Lalu Mas harus bagaimana? Mas juga tetap ingin menikah seperti yang diinginkan oleh kedua orang tua Mas. Mas ini anak satu-satunya, satu-satunya penerus di keluarga. Tidak mungkin Mas mengecewakan Ibu dan Ayah yang sudah sekarat waktu," ucapnya terdengar seperti sedang membela diri sendiri."Tidak ingin mengecewakan tapi Mas membuat orang-orang terutama Ibu Mas sendiri berpikir bahwa istri Mas lah yang bermasalah. Itu jahat namanya. Karena kenyataannya Mas yang tidak bisa memberikan keturunan.""Memang apa yang salah dengan itu? Wajar jika semua orang menganggap istri lah yang mandul karena banyak kasusnya begitu. Yang terpenting Mas tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Tidak pernah berkata atau bahkan bersikap kasar."Untuk hal satu itu aku akui memang benar. Karena itu juga satu-satunya alasan aku bertahan dengan Mas Rendi. Karena semua kebaikannya. Tutur kata yang lem
Mbak Dyan mencengkram tanganku dengan keras untuk mencegah aku pergi dengan membawa Ryo."Lepasin, Mbak. Jangan membuat keributan, ini rumah sakit. Ayo, Ryo. Ikut sama Mama Tia." Aku segera membawa Ryo untuk segera keluar, tetapi Mbak Dyan tidak membiarkan hal itu begitu saja. Ia menyusulku diikuti oleh Mas Rendi pula."Dyan! Sudah biarkan Ryo bersama Tiana.""Tapi itu anak kandung kita berdua!""Kamu mau sampai kapan seperti ini? Aku sudah tau kalau Ryo itu anak Yoga. Jika kamu masih tetap ingin Ryo denganmu, minta maaflah pada Yoga. Mungkin saja dia masih bisa memaafkan kamu dan kamu bisa kembali padanya," ucap Mas Rendi yang jelas menyiratkan jika dia akan melepaskan Mbak Dyan dengan mudahnya."Apa, Ren?""Sebaiknya kita berpisah saja.""Enggak, enggak! Aku gak mau jadi janda ketiga kalinya. Jangan begitu, Rendi! Aku tetap istri kamu," ujar Mbak Dyan dengan histeris karena tak ingin Mas Rendi membiarkan dirinya kembali pada Yoga."Terima saja, anggap apa yang terjadi sekarang padam
"Siapa itu, Mama Tia?" tanya Ryo yang membuat aku tersadar dari lamunan yang sedang memikirkan siapa orang yang mengetuk pintu rumahku."Sebentar Mama Tia liat dulu, ya. Ryo lanjutin nonton aja."Aku beranjak dan berjalan untuk membukakan pintu depan. Dan disaat pintu aku buka, aku tidak melihat siapa-siapa di depan rumahku. Itu membuat aku khawatir dan tentu aku merasa sedikit ngeri. Tanpa berpikir panjang aku langsung masuk ke dalam dan mengunci pintunya kembali. Perasaan takut akan hal mistis memang terlintas dalam benakku, tetapi aku jauh lebih takut jika itu adalah orang yang berniat tidak baik.Yang selalu aku yakini jika hantu tidak bisa mencelakai manusia kecuali keteledoran manusianya sendiri kerena rasa takut, tetapi manusia bisa melakukan hal yang lebih jahat bahkan lebih dari bisikan setan sekalipun. Apalagi jika itu didasari dendam dan rasa sakit hati.Dan dua orang yang paling aku waspadai sekarang ini adalah Mbak Dyan, juga Evelyn. Tentang Mbak Dyan jelas dia sudah men