Dari ekspresinya, aku yakin Mbak Dyan hanya berpikir jika aku mendengar hal tadi saja, padahal rahasia lamanya pun sudah aku pegang beserta semua bukti dari Yoga."Kamu jangan ---""Jangan apa, Mbak? Aku bertanya seperti itu wajar dong? Kan kalau hanya untuk hamil lagi sama Mas Rendi juga bisa, kan? Kenapa Mbak harus ngomong kaya gitu sama pria tadi? Hanya karena dia lebih tampan dari Mas Rendi padahal dia hanya pengangguran. Jadi salah kah kalau aku bertanya memang hanya itu saja alasannya?""Kamu jangan ikut campur sama urusan orang lain! Rendi dulu bisa bikin aku hamil dan lahirlah Ryo. Coba saat sama kamu, udah tiga tahun masih belum hamil juga? Kamu menularkan kemandulan sama Rendi! Kamu mungkin pembawa sial bagi Rendi. Saat Rendi kembali menikah denganku, dia langsung dapat promosi jabatan yang tadinya tidak pernah jadi.""Jadi, Mbak mau hamil lagi tujuannya untuk apa? Itu bukan anak Mas Rendi kalau sampai Mbak hamil. Mau dapat seluruh perhatian dari Ibu? Mau Mas Rendi lebih mem
Sayang sekali aku tidak menyadari kehadiran Ibu, karena memang aku tidak mendengar suara mobil Mas Rendi. Ditambah aku tidak melihat Ibu pulang bersama Mas Rendi. Ingin bertanya, tetapi itu tidak penting disituasi sekarang."Bu, waktu Tiana ngajak Ryo main keluar, ternyata dia mempertemukannya dengan Yoga, pria gila itu. Bagaimana kalau cucu Ibu kenapa-kenapa? Bisa-bisanya Tiana berhubungan dengan psikopat itu," ujar Mbak Dyan yang mengadu pada Ibu.Cepat sekali memang perubahan sikapnya, seolah bisa diatur menyesuaikan keadaan."Kita tunggu Rendi.""Bu, Ibu juga harus bertindak. Jangan nunggu Mas Rendi dulu. Ibu tau sendiri Mas Rendi gak pernah bisa tegas orangnya kalau bukan karena nurut sama ucapan Ibu.""Ryo itu cucu Ibu satu-satunya. Jangan karena kamu belum punya anak, dan Rendi lebih mengutamakan Dyan, kamu jadi buta mata hati dan membahayakan Ryo. Yoga itu laki-laki yang jahat dan suka main fisik!""Terus aja Ibu ungkit masalah aku belum hamil sampai Ibu bosan. Ibu pikir aku t
Ya, pada akhirnya aku tidak dipedulikan. Mas Rendi dan Mbak Dyan membawa Ibu ke rumah sakit menggunakan taksi, sampai akhir pun aku tidak mobil kantor yang selalu Mas Rendi bawa entah ke mana.Aku pulang begitu mereka masuk ke dalam mobil. Tidak ada kekhawatiran apalagi rasa bersalah setelah mengungkapkan semuanya, yang ada aku merasa lega karena telah berhasil mengungkapkan rahasia yang sudsh seharusnya diketahui oleh orang yang bersangkutan.Ini bukan hanya tentang balas dendam atas rasa sakitku, melainkan meluruskan hal yang sudah seharusnya terjadi sesuai dengan faktanya. Ryo adalah anak kandung Yoga, maka Yoga lah yang berkewajiban untuk membesarkan anaknya.Entah akan seperti apa nantinya yang jelas untuk saat ini aku merasa puas dengan semua yang sudah terjadi, tidak ada beban apapun lagi.Sesampainya di rumah, aku segera menghubungi Yoga dan memberikan kabar terbaru dari apa yang sudah terjadi tadi. Ia akan segera bertindak setelah berkonsultasi dengan pengacara terkait bagaim
"Aku sudah bilang sedari aku tau siapa kamu, aku sudah menjaga jarak. Jadi tidak ada yang perlu kamu khawatirkan lagi. Aku tau kita sama-sama wanita, maka dari itu aku tidak akan merebut siapapun dari siapapun. Karena aku tau rasa sakitnya seperti apa. Jangankan untuk mengikhlaskan seutuhnya, untuk berbagi saja aku sangat tau bagaimana sulit.""Syukurlah kalau begitu. Kamu memang orang baik. Tapi apa Gara akan bertindak begitu? Apalagi kalian saling tertarik satu sama lain, ini adalah kali pertamanya. Kamu adalah wanita pertama yang disukai oleh Kak Gara. Bagaimana jika dia terus menginginkan kamu? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Evelyn seolah mengisyaratkan jika aku juga harus bertindak sesuatu agar Pak Anggara tidak terus mengharapkanku."Kalau untuk itu, diluar kendali aku. Aku bisa mengendalikan diri dan perasaanku. Tapi aku tidak bisa begitu pada orang lain.""Kalau begitu sama aja dong? Kamu menjauh, tapi Gara tetap menginginkan kamu, aku akan tetap tersisihkan. Apalagi setia
"Kita harus ketemu, Mas belum paham yang kamu bilang tadi. Mas tunggu kamu di taman rumah sakit yang biasa Ibu datangi." - Mas Rendi-."Sepertinya kita harus bertemu sekarang. Ada hal penting yang harus kita bicarakan saat ini juga." - Pak Anggara-.Aku mendapatkan dua pesan yang intinya sama dari orang yang berbeda. Dua-duanya sama-sama tidak ingin aku temui, tetapi keduanya ingin menemuiku. Pada akhirnya aku mengabaikan pesan itu.Sekarang aku hanya perlu pulang, bersiap untuk mengundurkan diri dari perusahaan, juga berkemas barang-barangku di rumah yang bahkan belum genap satu bulan aku tempati.Semua yang terjadi, benar-benar diluar ekspektasiku. Kehadiran Yoga sangat membantu rencanaku, tetapi tidak dengan hadirnya Evelyn.Sesampainya di rumah, aku sudah merasa aman karena tidak ada mobil yang terparkir di area carport, tetapi seseorang sudah berdiri di depan pintu dan melihatku turun dari taksi, sehingga aku sudah tidak bisa melarikan diri.Aku berjalan mendekat. "Ada apa datang
"Mungkin kamu bisa membodohi Rendi dengan mudah, karena Rendi begitulah adanya, mudah dibodohi karena dia sendiri sangat patuh pada Ibunya. Tapi nggak sama aku, Tiana. Dari awal aku ketemu kamu di restoran saat kamu makan siang berdua itu, dari sana aku sudah tau kalau ada sesuatu diantara kalian."Aku masih menutup mata, masih tidak percaya kalau Mbak Dyan tahu kecuali hanya sebatas menebak-nebak saja agar aku merasa takut dan terancam."Daripada mengurusiku, lebih baik Mbak Dyan bersiap dan urusi urusan Mbak Dyan sendiri. Tunggu Yoga menghubungi Mbak. Tebus semua kesalahan yang pernah Mbak lakukan.""Lalu kenapa kamu mengurusi urusanku? Jangan merasa suci, Tiana! Kamu itu sama kotornya, sama liciknya denganku. Aku saja kamu bilang selingkuh, tapi kenapa kamu tidak?""Aku hanya sebatas membantu Yoga. Yoga lebih berhak atas pengasuhan Ryo karena dia ayah kandungnya. Dan Mas Rendi juga berhak tau kalau Ryo bukan anaknya, dan yang terpenting Mas Rendi dan Ibu harus tau kebenarannya jika
"Kembali atau tidaknya aku pada Mas Rendi, itu sudah bukan urusan Bapak lagi. Mohon jangan seperti ini, ini kantor, Pak."Sekuat tenaga aku mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Pak Anggara yang begitu eratnya memelukku. Aku sampai kewalahan untuk menahan air mataku agar tidak menetes saat kejadian ini, sebab sesakit itu lah yang aku rasakan saat harus benar-benar pisah dengan Pak Anggara.Puzzle kenangan yang sudah kita lewati berdua seolah silih berganti nampak pada ingatanku. Dalam masa-masa terpurukku karena kehidupan rumah tanggaku, Pak Anggara datang bak seseorang yang begitu sempurna memenuhi segala ekspektasiku yang tidak mungkin pernah terjadi, ternyata bisa terjadi dengan mudahnya.Banyak kebahagiaan yang dia berikan dalam hidupku walau kita baru berhubungan sebentar. Bukan hal yang semu, tetapi nyata adanya. Bukan sekedar janji tetapi ia memberikan buktinya. Namun ternyata pria seperti itu bukan untukku. Tuhan tidak mengizinkan. Tuhan tidak memberikan izinnya dengan m
"Maaf sebelumnya, aku tidak bermaksud untuk mencampuri urusan kamu, tapi tanpa kita kehendaki problem hidup kita saling berkaitan. Setelah urusanku dengan Dyan sudah mulai terbuka, bagaimana dengan rumah tangga kamu dengan Rendi? Sebab aku yakin Dyan tidak akan tinggal diam saja. Apalagi setelah rahasianya terbongkar, mungkin dia sedang mencari cara untuk meyakinkan Rendi supaya tetap menerimanya atau untuk tidak percaya dengan ucapanmu.""Aku sudah memutuskan untuk pisah dengan Mas Rendi.""Kamu yakin?""Aku rasa ini keputusan yang terbaik. Tapi ini tidak ada hubungan dengan Mas Rendi yang tidak bisa memberikan aku keturunan, karena aku sudah membuktikan dengan tetap bertahan dari awal nikah sampai sekarang. Bisa dikatakan aku ingin menjaga kewarasan saja. Menjaga perasaanku yang sering tersakiti omongan Ibu yang bikin sakit hati. Intinya aku mau menjalani hidupku dengan lembaran baru. Menciptakan kebahagiaan sendiri tanpa bergantung pada orang lain meskipun aku tidak punya siapa-sia