Share

Dalang

Penulis: Novi Aprilia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Part 97

Revan mengikutiku dari belakang. Dia meminta izin mengantarkanku pada Ayah dan Ibu. Terakhir kali, sebelum aku menjalani mada iddahku. Aku tidak bicara, diam seribu bahasa. Larut dalam pikiran dan hayalan yang mematikan asa dan mimpiku.

Bayangan adegan menjijikkan itu terus terngiang dalam ingatanku. Marsya, Satria dan Roby memadu kasih dalam satu ranjang. Kelakuan layaknya disebut binatang. Ratusan foto bugil mereka tersimpan apik di dalam laptop Marsya.

Bukan sehari ataupun dua hari, tapi puluhan tahun mereka melakukan perbuatan bejat itu. Logikaku tidak mampu mencerna perbuatan mereka. Mama Rina lengah dalam mendidik dan menjaga mereka.

Dengan kejamnya, Mama Rina menyeretku ke pusara nista yang di benci oleh Allah. Aku yang halal untuknya. Namun, dia masih saja mencari yang bukan haknya.

Satria, lelaki homuris, penyayang keluarga, memberikan cinta dan kasih sayang yang tiada tara. Pada akhirnya, semua terungkap seiiring dengan kematiannya yang mengenaskan. Penyamaran yang s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
knapa thoor ceritanya diu biikin mutar "
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Fitnah

    Part 98"Anda mengerti tugas kami, seharusnya anda tidak menghambat pekerjaan kami," ujarnya dengan emosi yang mulai menguasai. Namun, tetap berusaha berespresi sopan."Saya tidak menghambat tugas kalian. Saya minta pengertian kalian untuk tidak membawa Tania. Saya yang akan menjadi jaminannya," ujar Revan berusaha tenang."Tidak bisa, itu sudah melawan perintah atasan kami. Kami bekerja atas perintah," ucapnya tegas. Tawaran Revan sama sekali tidak berguna. Revan mengusap kasar wajah tampannya. Emosi mulai menguasai, terlihat jelas dari wajahnya yang mulai memerah. Dahinya berkerut seperti memikirkan sesuatu. "Kalian tunggu di sini!" Perintah Revan seraya berlari menaiki tangga.Aku menyingkir bersembunyi di balik tubuh ayah. Masalah yang tiada akhir membuatku merasa malu dengan orang tuaku. Harusnya bahagia, rasa nyaman dan aman yang harus aku berikan untuk mereka.Kejadian yang terjadi dalam bulan ini, menghancurkan segala mimpi dan impianku. Fitnah yang pernah mengantarkanku men

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Negosiasi

    Part 99 Tidak ada gunanya menaruh dendam dan benci. Kesal, marah, kecewa, sakit dan terluka pasti ada, karena, hatiku bukan lah batu. Lelah jiwaku, setiap hari harus menangisi sesuatu yang telah pergi. Mencoba berdamai dengan hati dan jiwa. Mencoba ikhlas atas segala yang terjadi, meski, luka hati masih menganga lebar. Aku wanita lemah yang berusaha tegar demi orang tua dan anak-anakku. Ibu membawa Arisya ke kamarnya. Aku mulai membuka map demi map surat berharga yang telah aku pindah namakan atas namaku dan anak-anak. Menimbang dengan matang, aset berharga yang akan aku berikan pada Karmila. [Datang ke rumahku, aku akan menunaikan janjiku.] Pesan whatsaap yang aku kirimkan padanya. [Kita jumpa di tempat lain saja, tidak enak di rumahmu,] balasnya cepat. [Aku tidak bisa keluar, suamiku baru saja meninggal,] balasku lagi. [Suamiku dan suamimu sama. Aku juga tidak bisa keluar.] [kalau begitu, masalah harta ini, kita selesaikan setelah masa iddah,] balasku kesal. [Jangan, aku aka

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Kabar Buruk

    Part 100Aku memegang pipi, Karmila melayangkan tamparan keras pada pipi kananku. Tatapan marah kuarahkan kepadanya."Wanita g*la! Aku berbaik hati untuk memberikan sebagian hartaku untukmu, ini balasamu untukku!" bentakku emosi."Kau mempermainkanku. Bertanya ini dan itu kepadaku," ujarnya tanpa rasa bersalah."Aku semakin yakin, kamu terlibat di dalamnya. Kenapa kamu membawa-bawa namaku, Karmila?" tanyaku dengan tatapan sinis."Iya, aku yang merencanakan pembunuhan atas Satria dan Marsya. Aku Tania!" teriaknya sanggar."Cepat berikan map itu untukku!" bentak Karmila seraya menyerangku."Minggir!" Aku mendorong tubuhnya hingga terjatuh.Mulutnya bergerak-gerak cepat. Namun, tidak ada kata yang terlontar darinya untukku. Sisi kebaikanku seakan menghilang, seiring pengakuannya padaku."Salahku padamu apa, hah? Salah aku apa, Karmila?" tanyaku dengan nada emosi."Salahmu, kamu mau tahu apa salahmu, Satria lebih mencintaimu daripada aku. Dia hanya menjadikan aku budak seksnya." Dia mende

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Bunuh Diri

    Part 101"Bu, bagaimana ini?" tanyaku khawatir, tanganku membolak-balikkan ponsel Ibu."Nggak mungkin kamu sendirian kesana, ini sudah sore, Nak," ujar Ibu seraya menenangkan Arisya."Ayah .. Ayah mana, Bu?" tanyaku pada Ibu. Ekspresi wajahku sangat tegang. "Ayah ada pekerjaan mendadak tadi siang, Nak," jawab Ibu cepat."Hmmmm!" gumamku seraya mondar-mandir mencari ide."Gimana, Nak? Lagian mertua kamu bisa nekat seperti itu, bikin kita susah saja," ujar Ibu kesal."Kita pergi berdua, gimana, Bu?" tanyaku pada Ibu."Ibu takut, Nak. Kamu nyetir dalam keadaan panik begini," pungkas Ibu polos.Tidak ada cara lain. Aku harus menghubungi Revan. Beranjak masuk ke dalam kamar, meraih ponselku dan menekan kontak Revan. Sekali dua kali dia tidak mengangkat teleponku.Ibu tetap tidak ingin pergi berdua denganku. Tidak mungkin aku berangkat seorang diri. Pikiran semakin kalut, Ayah juga tidak bisa menemani, karena, sedang membahas pekerjaan dengan investor luar.Bibi beberapa kali menghubungiku

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Depresi

    Part 102Tubuhku terasa melayang di udara, rasa takut membelenggu jiwa, terpaan angin melepaskan hijab dari kepalaku. Hujan deras menyentuh wajah dan tubuhku. Berteriak sekuat tenaga, hatiku terus menyebut asma Allah SWT. Meminta kemurahan hati-Nya untuk menyelamatkanku.Tidak lama kemudian tubuhku menghantam sesuatu yang empuk. Begitu mata terbuka puluhan orang terlihat berdiri di sampingku. Sebagian mereka basah kuyup dalam hujan. Mereka menatapku dengan berbagai pandangan yang membuatku malu.Kuedarkan pandangan untuk mencari Mama Rina. Dia terlentang tidak bergerak jauh dari tempatku terjatuh. Ibu dan Revan berlari mendekatiku. Ibu langsung memelukku histeris.Revan refleks menyentuh kedua pipiku dengan tanganya. Dia menanyakan keadaanku, rasa khawatir terlihat dari wajah tampannya yang memerah. Netraku dan netranya saling bertemu. Degupan jantung tidak beraturan. Tubuhku mendadak merasakan kehangatan di bawah rinai hujan yang menguyur bumi."Van, Mama Rina," ucapku pelan dengan b

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Cobaan yang bertubi-tubi

    Part 103"Tania, maafkan Mama!" teriak Mama Rina sembari berlari memelukku.Aku tertegun melihat tingkah yang dia perlihatkan. Wajah senjanya kusut dan pucat. Dia memelukku erat. Tiba-tiba, dia mendorong tubuhku kuat. Dia berlari menaiki tangga untuk menuju kamarnya. Terdengar suara pintu di banting kuat.Aku, Revan dan Ibu berlari menuju kamar Mama Rina. Kamar yang hampir tidak pernah aku masuki. Mama Rina berteriak-teriak histeris. Ibu dan Revan berusaha menenangkannya. Aku hanya berdiam diri di samping pintu."Lepaskan aku! Lepaskan aku" teriak Mama Rina, tangan Revan mencekal kedua pergelangan tanganya."Istighfar, Bu, jangan gila seperti ini," ujar Ibu kesal."Kau diam! Kau tidak tahu penderitaanku!" bentak Mama Rina."Sabar, semua orang punya masalah. Anda pikir, anda saja yang bermasalah. Anda saja yang kecewa dan malu. Tania, saya dan ayahnya Tania, juga malu, Bu. Semua itu karena anak-anak Ibu. Akan tetapi, apakah kami ada menghujat Ibu? Apakah kami berbuat gila seperti yang

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Kepulangan Marsya

    Part 104Aku tidak mengunjungi Mama Rina selama di rumah sakit. Bibi aku perintahkan untuk mengurus segala keperluannya. Soal uang, semua teratasi. Mama Rina memiliki aset yang sangat banyak. Peninggalan Almarhum suaminya.Menurut penuturan Revan, Marsya sudah sadar, dia terus menanyakan Satria. Mentalnya pun terguncang dengan kondisi fisiknya yang memperihatinkan.Beberapa hari lagi dia dibolehkan pulang ke rumah. Revan menanyakan kepadaku tentang kepulangan Marsya. Aku merasa bingung, hatiku sakit melihatnya di rumah ini. Namun, tidak ada orang lain yang menjaganya. Bibi fokus pada kesehatan Mama Rina."Ibu tidak setuju, pokoknya Ibu tidak setuju, Tania," ujar Ibu dengan nada tinggi."Ayah juga sama, cukup dengan Bu Rina yang membuat kepala kita pusing. Belum lagi berita tentang Bu Rina masuk ke rumah sakit jiwa. Sekarang, kamu mau menambah beban kamu dengan wanita tidak bermoral itu, Tania? Ayah tidak setuju!" tegas Ayah."Bukankah ajaran agama kita, menyuruh kita berbuat baik untu

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Marsya Berubah?

    Part 105Aku mengedarkan pandangan iba ke arah Marsya. Melihatnya terus memanggil nama Satria, bayi dalam kandungannya pun sudah tiada. Keadaan fisiknya yang memperihatinkan menambah rasa ibaku kepadanya.Bukan sok baik atau sok bijak. Namun, aku tidak berhak menghukum siapa-siapa. Sakit hatiku karenanya tidak mampu digambarkan atau dijelaskan dalam kata-kata. Rasa kecewaku membelenggu jiwa dan raga, menyebabkan aku masih hidup, tapi, terasa mati."Bagaimana ini, Tan?"Pertanyaan Revan membuyarkan lamunanku. Aku melirik ke arahnya dengan sudut mataku."Aku nggak tahu, Van," ujarku pelan."Marsya, apakah kamu ingin tahu tentang kenyataan yang terjadi?" tanya Revan.Marsya menghentikan laju kursi rodanya. Mata awasnya menatap tajam ke arah Revan."Apa, katakan secepatnya," ucap Marsya dengan nada membentak.Aku melihat Revan merogoh saku celananya. Dia mengambil ponsel pintarnya, tangan Revan mulai mengesekkan layar ponsel, entah apa yang sedang Revan cari."Cepat!" teriak Marsya."Coba

Bab terbaru

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Ending

    Part 143"Pak Revan, Bu Marsya perlu penanganan kejiwaaan," suara yang terdengar dari ponsel Revan."Baik, sebentar lagi kami ke sana," ujar Revan dengan helaan nafas.Awalnya Revan melarangku. Namun, setelah aku membujuknya , lelaki tampanku mengizinkanku ikut bersamanya."Apa mungkin Marsya gila?" tanyaku pada Revan, saat kami berada di dalam mobil."Mungkin saja, kita belum tahu kejelasannya."Kasian Marsya," lirihku."Nggak usah kasihan sama orang seperti Marsya. Dia pantas mendapatkannya," sahut Revan cepat.Setengah jam perjalanan, mobil Revan memasuki halaman kantor polisi di daerah rumah Ayah. Untuk kesekian kalinya menginjakkan kaki di tempat ini. Dalam situasi yang berbeda.Pihak kepolisian mengajak kami menuju ruangan sel Marsya. Kondisinya sangat menyedihkan. Dia meringkuk di sudut ruangan, tubuhnya terlihat lebih kurus dari biasanya. Langkah kaki kami yang semakin mendekat mengusik alam khayalnya."Tania, akhirnya kau datang menemuiku, apa kabar Kakak Iparku yang paling bo

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Menuju Akhir

    Part 142 Air mata ini mengalir, bukan karena takut atau kecewa. Akan tetapi, karena bahagia melihat semangat Revan untuk mengukir senyum di wajahku."Kalian lihat istriku, wanita tegar dan hebat. Dia masih bisa berdiri tegar, setelah beragam prahara menguncang jiwanya. Saya mendengar ada beberapa yang berbicara miring tentang istri saya. Perlu kalian ketahui yang kalian katakan itu semuanya benar. Dia ....""Cukup, Van!" teriakku seraya melangkah menaiki panggung utama.Semua mata menatapku dengan berbagai tatapan yang tidak mampu aku definisikan. Kuberanikan diri meraih mikrofon di tangan Revan. Awalnya Revan ragu memberikannya padaku. Namun, aku meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja."Tentunya kalian bertanya-tanya dalam benak kalian, mengapa seorang Revan Adiwiguna menikah seorang janda sepertiku. Ya ... aku seorang janda dengan tiga orang anak, yang dua anakku meninggal karena polemik yang tercipta oleh suamiku terdahulu. Dan wanita tadi, dia adalah adik iparku "Marsya". Adiknya

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Ungkapan yang Ditunggu

    Part 141Brruuuukk!Tubuh Revan terjatuh, ujung sepatunya menyentuh sisi karpet merah yang terbentang antara pintu keluar sampai ke depan panggung utama."Tania, awas!" teriak Revan seraya mencabut pistol di pinggangnya.Aku mencoba berlari menjauh, tapi gaun yang kukenakan menghalangi langkahku.Dor!Aaaaaaaa!Suara letusan senjata, di ikuti teriakan wanita di belakangku. Belati di tanganya terjatuh ke atas rumput, terlihat kilatan cahaya yang menandakan ketajamannya. Suara riuh para tamu undangan mengema memekakkan telinga. Revan bangkit, berlari merengkuh tubuhku yang kaku."Sayang, kamu tidak apa-apa, 'Kan?" tanyanya panik seraya meraba setiap inci tubuhku. Aku mengeleng pelan, wajah panik tergambar nyata di wajahku.Beberapa anggota polisi yang berjaga-jaga berlarian menerobos kerumunan para tamu undangan. Revan beranjak mendekati wanita yang sedang meringgis kesakitan akibat terkena pelurunya. Wanita itu berusaha bangkit, tangannya meraih belati yang tergeletak di atas rumput."

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Siapa yang Tertusuk Pisau?

    Part 140Seiring berjalannya waktu, cinta tidak kunjung saya utarakan. Tania bersikap layaknya sahabat sejati untuk saya, membantu biayai kuliah, membuatkan makanan kesukaan saya. Semua dia lakukan yang terbaik untuk saya, begitu juga saya selalu pasang badan untuk membuatnya bahagia. Namun kembali ke awal, label sahabat yang tercipta. Semakin hari, cinta saya semakin dalam untuknya. Akan tetapi rasa tidak pantas terus saja mendera hati. Hingga, jantung saya seperti berhenti berdetak tatkala Tania mengenalkan lelaki yang dulu menjadi suaminya. Dunia saya hancur, terpuruk dalam.Tegar ... sikap itulah yang saya tunjukkan padanya. Saya sempat percaya akan kalimat "AKU JUGA BAHAGIA ASAL DIA BAHAGIA" , tapi kenyataanya saya kalah, kalah pada perasaan sendiri. Memilih lari dari pada mati melihatnya menjadi milik orang lain." Revan menjeda ucapannya. Dia menatapku penuh cinta, para tamu diam tanpa bicara, acara begitu terasa sakral."Terima kasih," bisikku pelan."Boleh kah saya melanjutkan

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Bahagia yang Terusik

    Part 139Kami bergerak menuju ruangan CCTV, degup jantungku tidak tenang. Kenapa masih ada yang mengangguku? Padahal aku tidak pernah menganggu orang.Suami tampanku mengotak-atik isi di dalam layar monitor, mata awasku mengamati setiap pegerakan gambar yang tertera di layar monitor. Beberapa menit melihat secara rinci, tapi tidak ada yang terlihat membawa gaunku."Aaaaarrrrggghhh! Kenapa Tuhan terus mengujiku dengan begitu banyak masalah? Salah aku apa, hah?!" teriakku histeris. Kepalaku tidak sanggup memikirkan beban berat yang menyerang otakku.Mama memelukku erat, keringat dingin memabasahi tubuhku. Ini masih pagi, tapi hawa panas menyelimutiku. Tubuhku gemetar, wajahku mendadak pias, bermacam pikiran mengitari kepalaku."Van, gimana, ni?" tanya mama saat melihatku tersungkur dilantai.Terlihat Revan mengusap wajahnya kasar, menarik nafas dalam lalu membuangnya. Dia mondar-mandir di hadapanku, wajahnya panik, terlihat kekecewaan di wajahnya."Mama jaga Tania, Revan mau ke bawah se

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Hilangnya Gaun Pegantin

    Part 138Malam ini semua orang di rumah di sibukkan dengan berbagai pekerjaan untuk menyambut acara besok pagi. Rumah Ayah sudah di sulap bak negeri dongeng, dekorasi sungguh sangat sempurna. Melihat semua yang Revan persiapkan untukku membuatku takjub.Bersujud syukur kepada Allah menganugerahi lelaki yang mampu menjadi imam yang baik untukku. Suasana hati tidak mampu dilukiskan dengan kata-kata. Bahagia yang tiada duanya, meski ini bukan yang pertama."Tidak lama lagi kalian akan jauh dari kami," ujar Mama dengan raut wajah sedih."Ma ... kita 'kan bisa VC, telpon-telponan, lagian belum tentu kami selamanya di sana," ujarku lembut seraya membelai pundaknya Mama yang mulai terisak."Mama cuma sedih jauh dari kalian, tapi ... mama bisa apa, ini yang terbaik untuk kehidupan kalian, biarkan mama menanggung rindu ini seorang diri sampai waktu mempertemukan kita lagi," ujar mama seraya menyeka air mata di wajah senjanya."Maafkan Tania, Ma. Kehadiran Tania membuat Revan menjauh dari Mama

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Menjelang Hari H

    part 137"Orang dalam? Memangnya siapa yang Mama curigai?" tanya Revan, matanya berbalik menatapku."Ya ... Mama juga tidak tahu siapa," ujarku pelan."Kalau nggak tahu, nggak boleh curiga dosa yang ada," pungkas Revan.Aku hanya mengangguk pelan, meski rasa penasaran masih di bertahta di hati. Revan memintaku untuk lebih waspada dalam menjaga Arisya dan diriku sendiri. Sangat tidak enak hidup di penuhi rasa was-was yang membuat gerak dan ruang lingkup kita terbatas.Mau tidak mau, hal itu yang harus aku lakukan untuk sementara ini. Berbagai prahara yang terjadi membuatku takut dalam menghadapi dunia, melihat keramaian saja membuat pikiranku tidak tenang.****Hari ini membongkar barang-barang di dalam lemari. Memilih beberapa barang dan pakaian yang akan aku bawa ke Amerika.Banyak sekali barang-barang yang aku bawa pulang dari rumahku dulu. Ratusan sepatu dan tas pemberian Satria masih tersimpan rapi. Sangat tidak masuk akal jika aku membawa semuanya ke Amerika. Yang ada pesawatnya

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Teror

    part 136Aku berjalan setengah berlari menuju ke luar Mall. Puluhan orang sudah berkerumun di pos satpam."Dasar wanita gila!" teriak lelaki dalam kerumunan."Tangkap saja!""Bunuh!"Beragam teriakan dan hujatan terdengar dari warga yang berkerumun. Suara tangisan Arisya mengema di antara riuh suara kerumunan manusia."Maaf! Permisi!" teriak Revan meminta jalan di antara kerumunan warga.Aku berhasil mencapai ke dalam ruangan. Ku lihat Arisya dalam pelukan lelaki yang tidak aku kenali. Secepat kilat, ku raih Arisya kecilku. Kudekapnya erat, kuciumi wajahnya berkali-kali. Meringsek menuju sudut ruangan.Revan meraih tubuhku dan mendekap erat memberikan kenyaman yang sejenak yang sempat hilang."Van, ini wanita yang bersama anak kamu," ujar lelaki yang memegang Arisya tadi.Aku menyerahkan Arisya pada Revan, mataku beralih menatap benci ke arah wanita yang mengunakan cadar di hadapanku."Kamu siapa, hah? Kenapa kau mengambil anakku?" tanyaku berusaha menahan emosi.Wanita di hadapanku d

  • GAIRAH CINTA TERLARANG   Benarkah Marsya kembali?

    part 135Kami berkumpul di meja makan, sarapan pagi sebelum kami kembali ke rumah ayah. Mama sudah mempersiapkanya sebelum aku turun ke dapur."Makan yang banyak, biar mama cepat dapat cucu baru," ujar mama dengan senyum merekah, membuatku salah tingkah dan hampir tersedak."Mama mau punya berapa cucu," ujar Revan seraya memasukkan roti ke mulutnya, dengan sengaja kuinjak kakinya di bawah kolong meja."Ooooouuucch!" pekik Revan."Kenapa, Van?" tanya papa dengan wajah serius.Revan melirik ke arahku, ku balas tatapannya dengan raut wajah mengancam."Nggak apa-apa, Pa," ujar pelan."Mama pingin punya cucu 12 orang, pasti lucu-lucu, ya 'kan, pa?" ucapan mama di sambut gelak tawa papa dan Revan. Giliran aku yang meringis."Seru tu, Ma. Di buat tim sepak bola," ujar Revan dengan cengiran di sudut bibirnya."Iya, seru pastinya!" mama tertawa bahagia.Kami melanjutkan sarapan dengan suka cita. Kebersamaan yang tidak akan terlupakan. Banyak wejangan yang diberikan orang tua Revan untuk kami

DMCA.com Protection Status