Home / All / GADIS YANG TERJAMAH / 2. Kepergian Ibu

Share

2. Kepergian Ibu

Author: sitta rulita
last update Last Updated: 2022-02-22 11:43:05

Pelukan Ibunya Marlina melemah dan kemudian ambruk di tengah-tengah kami.

“Bu  … Ibu kenapa, ayo bangun, jangan pingsan lagi!” ayah menggoyang-goyangkan tubuh ibu.

Ibu pemilik rumah memberikan minyak kayu putih dan mengusap-usap nya di kening Ibu, Ibu tetap bergeming.

“Ibu kenapa?” isak Marlina bertanya pada semua orang yang ada di situ.

“Inna lillahi w* inna ilaihi rojiun” teriak ayahnya Marlina sambil memeluk tubuh istrinya.

Semua orang hanya membisu melihat ibunya Marlina terkulai lemas. Marlina tak kuasa menahan tangis, dia merasa bahwa dialah penyebab kematian sang ibu.. 

Orang kampung bersama-sama membawa jenazah ibunya Marlina ke rumah Pak Maryono, ayah Marlina. Sepanjang jalan Marlina menjadi bahan pembicaraan orang, baik dari kampungnya maupun warga kampung sebelah.

Siang itu Ibu segera dimakamkan, tangis haru mengiringi pemakaman Bu Maryono. Hampir semua mata pelayat menatap jijik ke arah Marlina. Nenek Sholihati, neneknya Marlina, merasa risih dengan tatapan mereka lalu menarik tangan Marlina  ke kamar.

“Gendhuk di sini saja ya, gak usah keluar kamar dulu.” belai Nenek Sholihati di dahi Marlina. Marlina hanya bisa mengangguk pelan sambil menitikkan air mata. Ketika Nenek Sholihati beranjak keluar kamar, Marlina menarik tangan neneknya, “Mar pengen nganter Ibu ke makam, Nek.” 

“Nanti saja kalau Ibu sudah dimakamkan, kita ziarah yang lama ya, Sayang. Sekarang kamu di kamar dulu dan jangan keluar, demi kebaikanmu,” ucap Nenek Sholihati sambil melenggang menjauhi kamar.

Suara keramaian menjauh, menandakan para pelayat ikut turut mengantar jenazah ibunya ke makam. Marlina hanya bisa menangisi nasibnya yang telah kehilangan masa depan terlebih kehilangan ibu tercinta. 

Setelah pemakaman, Nenek Sholihati kembali ke rumah bersama Pak Maryono. Nenek Sholihati langsung menutup pintu agar tidak ada lagi pelayat atau tamu yang datang. Nenek masuk ke kamar Marlina kemudian memeluk erat cucu tunggalnya. “Kita harus kuat menjalani cobaan ini sayang, jangan biarkan pengorbanan ibumu menjadi sia-sia. Kamu harus bangkit, tunjukkan ke warga sini bahwa kamu tetap kuat dengan melanjutkan sekolah di SMA sana.” 

“Tidak ... tidak, Nek. Mar gak mau sekolah lagi. Mar sekolah justru kehilangan Ibu. Mar gak mau kehilangan lagi. Mar telah hancur. Mar mau di rumah aja sama Nenek” isak Marlina.

Nenek Sholihati hanya mengelus pipi cucunya kemudian tersenyum mengangguk tanda setuju.

Malam ini mereka duduk diam bertiga di ruang sempit bercahayakan lampu tempel yang redup. Makanan di meja tak tersentuh, tak ada rasa lapar, hanya ada rasa sedih, kecewa dan marah dalam hati. Sejak pemakaman istrinya tadi, tak ada sepatah kata keluar dari mulut Pak Maryono. Hanya Nenek Sholihati yang tetap sabar melayani Marlina. 

Sudah beberapa hari pemakaman Bu Maryono, Pak Maryono tidak pergi ke kebun. Dia masih meratapi kepergian separuh jiwanya. 

Pagi ini Nenek Sholihati mengajak Marlina keluar ke depan rumahnya untuk berbelanja sayur pada pedagang sayur keliling. 

“Eh, ada Marlina. Mau cari sayur apa?” sapa pedagang sayur ramah. 

“Mau cari masalah ada gak, Bang?” tanya Bu Gembrot dengan acuh, kang sayur hanya tersenyum.

“Lah iya, anak perempuan kok sengaja banget cari masalah sekolah jauh-jauh. Diganggu orang baru tau rasa dia,” timpal Bu Gendis tak mau kalah.

“Gitu caranya ngebunuh orang tua pelan-pelan.” 

“Liat tuh bapaknya sampe gak berani keluar rumah karena malu menanggung aib anaknya yang sok kepinteran sekolah SMA.”

“Pak Kuncoro bos karet itu aja sekolahnya cuma SD lho, kalo sekolah sampai tinggi bisa jadi bos apa?”

“Memang kalau sudah sekolah yang tinggi, bisa langsung jadi presiden ya?”

“Bu Maryono itu kan dari dulu gak bisa dikagetin, gampang pingsan. Anaknya malah sengaja bikin ibunya cepet mati!”

“Mungkin dia sengaja uji nyali, berangkat sekolah yang jauh biar jadi jagoan ya, akhirnya ilang deh tu keperawanan.”

“Cari yang gratis lho, menu singkat, padat dan enak di air-airan.”

Gelak tawa ibu-ibu yang mengelilingi kang sayur membuat dada Marlina sesak. 

“Kalo anakku ngelawan kaya gitu mending dikurung di rumah, diikat sekalian biar gak keluar rumah!”

Nenek Sholihati menjauh sambil menarik tangan cucunya.

Ternyata dari rumah, Pak Maryono mendengar apa yang ibu-ibu bicarakan tentang anak dan istrinya. Dia hanya bisa meneteskan air mata. Gagal sudah niatan untuk menjaga martabat keluarganya.

Nenek Sholihati tak kuasa melihat menantunya yang besar itu kini tampak rapuh setelah kepergian tulang rusuknya. Terlebih Marlina yang sudah berusaha menata hatinya kembali hancur akibat gunjingan tetangga.

Saudara dan tetangga yang dulu akrab kini satu per satu menjauh. Tidak ada empati sama sekali dengan keluarga Pak Maryono. Marlina menutup diri dari lingkungan. Hanya Nenek Sholihati yang memberanikan diri keluar rumah bekerja agar kebutuhan isi perut orang serumah tercukupi.

Pak Maryono lebih banyak diam dan cenderung menjauh ketika diajak bicara oleh Nenek Sholihati. Nenek Sholihati sangat memahami keterpurukan menantu dan cucu kesayangannya.

Suatu pagi Pak Maryono bersiap-siap ke kebun untuk menyadap batang karet milik bos Kuncoro. Nenek Sholihati merasa terharu melihat perubahan menantunya. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk seterusnya, ucap Nenek Sholihati dalam hati. Meski enggan mendekati putrinya, Pak Maryono tetap menyalami tangan keriput mertuanya dengan takzim.

Marlina merasa dosa yang dia lakukan tidak dimaafkan ayahnya. Ayahnya hanya diam bila diajak bicara olehnya, sedikit bicara jika ditanya Nenek Sholihati.

Matahari belum tinggi, Pak Maryono telah kembali ke rumah. Dia menaruh peralatannya, menenggak segelas air putih lalu masuk ke dalam kamarnya tanpa bicara sepatah kata pun.

Nenek Sholihati dan Marlina hanya saling berpandangan melihat tingkah laku Pak Maryono. 

Pasti ada sesuatu di kebun yang menyebabkan Pak Maryono kembali ke rumah dengan cepat.

Tak lama berselang, Sodikin, seorang pegawai bos Kuncoro datang ke rumah mengantarkan beberapa rupiah sebagai upah Pak Maryono yang tak diambil dari sebelum peristiwa kematian sang istri.

“Tadi ayahnya Marlina ke kebun, kenapa tidak diserahkan langsung padanya?” tanya Nenek Sholihati.

“Dia langsung kabur waktu diajak bicara sama pak bos, tersinggungan sih dia,” jawab Sodikin sambil tertawa keras.

“Kamu bilang apa sama pak bos tentang menantuku?” cecar nenek Sholihati.

“Ya aku bilang, kalo Pak Bos mau nambah istri, ambil aja tuh si Marlina, jadi gak mahal, tapi Pak Bos gak mau sama yang seken, mau yang orisinil aja biar kerasa kinyis-kinyis, malah si Maryono langsung kabur, Aku deh yang kebagian nganter uang ini, sekalian cuci mata liat si Marlina, boleh kan Nek?” beber Sodikin.

Nenek Sholihati hanya diam sambil memandang tajam ke arah  Sodikin. Merasa tersudut akhirnya Sodikin pamit undur diri.

Marlina hanya diam dari balik dinding mendengar obrolan itu, hatinya teriris jadi bahan ejekan bos tempat ayahnya bekerja.

Sore ini Bu Bos Kuncoro datang ke rumah membawa beberapa kantong plastik besar ke rumah Nenek Sholihati. “Nek, ini bahan makanan untuk Nenek sekeluarga,” ucap Bu Bos seraya menaruh kantong plastik tersebut. 

“Terima kasih, Bu. Semoga Ibu dilimpahkan rezeki yang lebih banyak dan lebih berkah.” Nenek Sholihati terharu sambil menitikkan air mata karena kebaikan Bu Bos.

“Saya minta tolong jauhkan cucu nenek dari suami saya, saya tidak rela dimadu apalagi dengan anak yang sudah tidak suci lagi. Saya harap Nenek mengerti maksud dan tujuan saya datang kesini!”

Nenek Sholihati langsung terkejut mendengar ucapan Bu Bos tadi, “Cucuku tidak serendah itu, meski dibeli dengan berjuta-juta, tak akan kuserahkan cucuku itu pada siapa pun!”

“Tidak rendah tapi kok kesucian diumbar kemana-mana.”

“Baiklah, terima kasih atas bingkisannya. Saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, silahkan keluar!”

“Satu pesanku, jaga cucumu agar bau busuknya tidak mengganggu pernapasan orang lain.” Bu Bos melenggang angkuh ke luar rumah.

Bruk

Suara benda besar jatuh di kamar. Nenek Sholihati dan Marlina berlari menuju kamar ayahnya. Mereka melihat Pak Maryono tergeletak di lantai.

Related chapters

  • GADIS YANG TERJAMAH   3. Pak Maryono Stroke

    Nenek Sholihati dan Marlina berlari menuju kamar ayahnya. Mereka melihat Pak Maryono tergeletak di lantai.“Er ….” Pak Maryono seakan ingin mengucapkan kata-kata, namun tidak terdengar dengan jelas.Nenek Sholihati dan Marlina berusaha mengangkat Pak Maryono kembali ke atas kasur. Pak Maryono mengalami stroke yang mengakibatkan tubuhnya sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Mulutnya juga miring ke kanan sehingga tidak bisa berbicara dengan jelas.Marlina memberi minum ayahnya, tapi air minum itu tumpah, tak bisa masuk ke dalam mulut pak Maryono yang miring. Pak Maryono menangis sangat keras membuat mertua dan anaknya ikut menangis. Pak Maryono memukul kepalanya dengan tangan kiri yang masih bisa digerakkan, seolah tidak terima dengan keadaan st

    Last Updated : 2022-02-22
  • GADIS YANG TERJAMAH   4. Marlina Hamil

    Malam ini Marlina merasa nyeri di perutnya, seperti mau pecah perut. Ingin berteriak tapi tak sanggup, tenggorokannya terasa kering. Marlina berusaha meraih sebuah gelas, tapi gelas itu terjatuh ke lantai dan menimbulkan suara pecahan kaca. Nenek Sholihati yang mendengar suara pecahan gelas itu masuk ke kamar cucunya, “Ada apa Mar? Kamu kenapa?” tanya Nenek Sholihati sambil mengelus perut cucunya yang semakin membesar.“Sakit, Nek!”“Istighfar, Mar. Astaghfirullahal Adzim.”“Haus, Nek.” Suara Marlina tercekat.Nenek Sholihati keluar kamar lalu kembali lagi dengan membawa segelas air, Marlina menenggaknya sampai habis. Tenggorokannya kini menjadi basah, tapi

    Last Updated : 2022-02-22
  • GADIS YANG TERJAMAH   5. Melahirkan di Kota

    Marlina tak kuat lagi berdiri, rasanya seperti ingin kencing, seperti ingin buang air besar tapi tak bisa. Klinik itu belum terlihat dari posisinya berada saat ini. Dia harus sampai ke sana sebelum bayinya lahir. Dengan terpaksa dia berjalan merangkak, pelan, sesekali berhenti meringkuk di jalan. Peluh di seluruh tubuh meski malam ini dingin. Dia sempat tertidur saat rasa sakit itu hilang, lalu terbangun lagi saat rasa sakit itu datang lagi.Marlina menggeliat di jalan sendiri dan berharap ada orang yang lewat dan membantunya. Tapi tak ada satupun orang yang lewat. Dengan segenap kekuatan yang ada dia mencoba berdiri dan berjalan. Tas yang dibawanya didekap kencang, lalu berlari pelan.Dari kejauhan Marlina melihat neon box bertuliskan ‘Bidan Delima”. Semangatnya datang lagi, l

    Last Updated : 2022-02-22
  • GADIS YANG TERJAMAH   6. Kembali Ke Rumah

    Saat mendekati sungai, Marlina melihat dua orang laki-laki yang sedang duduk lalu berdiri ketika Marlina mendekat. ‘Siapa mereka?’ tanya Marlina dalam hati.“Siapa kamu? Kenapa lewat di sini sendirian? Bahaya! Banyak terjadi kejahatan di sini.” salah satu orang itu memperingatkan Marlina.“Ma-maaf, saya cuma numpang lewat.” Marlina mengeratkan tali tas di dadanya.“Cepat pulang sana!” Perintah yang lain.“Iya, permisi.” Marlina mempercepat langkahnya melewati sungai. Rasa trauma akan kejadian waktu itu masih belum hilang dari benaknya.Beberapa kali terpeleset di bebatuan, Marlina mempercepat langkahnya untuk menjauhi kedua orang yang tak

    Last Updated : 2022-03-05
  • GADIS YANG TERJAMAH   7. Menguburkan Jenazah Pak Maryono

    Marlina memeluk ayahnya, tapi kedua mata Pak Maryono menatap ke atas, dadanya naik turun.“Ayah, Ayah ….” Marlina menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya. “Nek, ke sini. Ayah kenapa?”Nenek Sholihati terseok berjalan menuju kamar menantunya, “kenapa Ayahmu, Mar?”“Gak tau, Nek.” Marlina mengusap air liur Pak Maryono yang keluar dari mulut ayahnya.“Istighfar, Nak.” Nenek Sholihati mengelus dada Pak Maryono yang naik turun. Marlina mengusap alis ayahnya, berharap kedua bola matanya normal kembali. “Astagfirullahaladzim.” Marlina menuntun ayahnya beristighfar.Perlahan dada Pak Maryono normal kembali, bola matanya juga tak lagi

    Last Updated : 2022-03-05
  • GADIS YANG TERJAMAH   8. Keluar Dari Kampung Neraka

    Beberapa orang memegang kedua tangan Marlina, “kamu belum pergi dari sini hari ini, berarti kamu harus dibakar bersama rumahmu!” teriak Bu RT sambil mengacungkan obor ke arah Marlina.“Jangan, tolong jangan lakukan.” Marlina memohon bersujud di hadapan orang-orang yang berkerumun.Nenek Sholihati berlari ke belakang ikut bersujud pada puluhan orang yang tengah mengepung cucunya itu.“Tolong biarkan kami mengubur Maryono lebih dulu.” Nenek Sholihati menunjuk Pak Maryono yang baru dimandikan tapi belum dibungkus kain penutup yang kering.“Saya ingin menguburkan ayah saya dulu, saya berjanji akan pergi setelah ini.” Marlina memohon lagi.Terdengar

    Last Updated : 2022-03-05
  • GADIS YANG TERJAMAH   9. Dituduh Mencuri

    PlakSalah satu orang yang berada di dekatnya menamparnya. “Sudah tertangkap basah, masih juga tak mau mengaku!”“Hajar!” teriak yang lain.Marlina mendapat pukulan dan tamparan dari orang-orang yang mengerubunginya.“Hei, tunggu!” teriak dari balik kerumunan.Orang-orang yang sedang memukuli Marlina sontak berhenti lalu menengok ke sumber suara.Seorang wanita cantik mendekati Marlina. “Kamu mencuri hp di tempat laundry saya?” tanya wanita cantik itu.“Nggak, saya gak nyuri apapun,” bantah Marlina sambil menangis.

    Last Updated : 2022-03-07
  • GADIS YANG TERJAMAH   10. Karyawan Pilihan

    “Kerjanya di bagian wilayah mana?” ulang wanita di sebelah Marlina.“Owh, saya kebetulan di laundry depan rumah ini,” jawab Marlina.Wanita itu terkekeh, “cuma pegawai laundry, saya pikir kurir seperti aku juga!”“Kurir apa?” tanya Marlina bingung, tapi wanita itu justru tertawa keras.Sebuah pintu besar di ujung ruang makan terbuka, Tante Angel keluar dari pintu tersebut. Semua orang yang ada di ruang makan berdiri menyambut kedatangannya. Setelah Tante Angel duduk di kursi utama, yang lain diperbolehkan duduk kembali.“Selamat malam ladies,” sapa Tante Angel sumringah.

    Last Updated : 2022-03-07

Latest chapter

  • GADIS YANG TERJAMAH   45. Lolos

    Lyan kembali menahan nafas sambil menengok ke arah belakang. Kaca belakang yang telah pecah itu jelas memperlihatkan jalan kosong, Lyan memicingkan mata dan memperjelas pandangannya lagi.“Jalanan kosong, Pak. Gak ada polisi yang ngejar!” teriak Lyan suka cita. Pak Udin sesaat menengok ke belakang untuk memastikan lalu mempercepat laju kendaraannya untuk kembali ke rumah Tante Angel.Tante Angel menunggu cemas di dalam ruangannya. Lyan masuk ke dalam ruangan dengan penuh luka goresan kaca di lengan dan kakinya. “Kenapa kamu, Lyan? Mana Jessie?”Pak Udin masuk dengan memeluk tas berisi uang lalu menyerahkan pada Tante Angel.“Jessie gak bisa kami selamatkan dari sana. Dia ditabrak motor dan disandera oleh mereka.” jawab Lyan sambil menahan sakit.Tante Angel menutup mulutnya dengan kedua tangannya, “kalian gak mencoba menolongnya?” tanya Tante Angel.“Kalau gak nolong Jessie, gak mungkin sampai luka-luka kayak gini, Tan.” jawab Lyan.“Mobil juga remuk, untung uang itu bisa diselamatkan

  • GADIS YANG TERJAMAH   44. Uang atau Nyawa

    “Maksudnya gimana, Tan?” Lyan membulatkan matanya.“Saya sangat mengapresiasikan langkahmu kemarin. Membuat Bang John tidak percaya lagi pada Lidya itu suatu hal yang sangat luar biasa. Tapi kita juga butuh barang. Jadi, terpaksa kita harus merampasnya dari Lidya.” jawab Tante Angel.“Bagaimana caranya?” tanya Lyan lagi.“Panggil Jessie ke sini, kita susun langkah setelah Jessie datang.” perintah Tante Angel.“Males ah, Tante aja. Takut ketemu Chris.” tolak Lyan.“Baiklah. Satu jam lagi aku aku tunggu kalian di sini.”Lyan kembali ke gerai laundry menemui Mbak Susi yang sedang sibuk dengan cucian

  • GADIS YANG TERJAMAH   43. Tipu Daya

    Bang John menembus lantai granit dengan peluru yang dimuntahkan dari senjata dalam genggamannya. Semua orang yang ada dalam ruangan itu berjongkok sambil menutup kedua telinga. Aroma mesiu tercium pekat.Lidya berbalik dan melihat lantai dengan pola sarang laba-laba tak jauh dari kakinya. “Aku kembalikan uangmu sekarang, tapi tolong jangan bunuh aku.” ucap Lidya memelas.Lidya berjalan pelan kembali ke tempatnya semula lalu mengeluarkan uang yang tadi diberikan Sisil.Kedua netra Bang John merah padam, sepertinya dia siap menelan Lidya hidup-hidup. Senjata yang digenggam Bang John sepertinya benar asli, tidak seperti senjata milik Lidya tadi. Suara letusannya sangat membuat Lyan ketakutan setengah mati.“Aku gak

  • GADIS YANG TERJAMAH   42. Markas Putih

    Pria berjubah putih itu menyapa Lyan dengan menundukkan kepalanya lalu tersenyum. Kepalanya menggunakan peci putih yang diikat dengan kain hitam mengelilingi kepalanya, tangannya menggenggam seuntai tasbih putih, alas kakinya hanya menggunakan sandal karet sederhana. Siapakah pria yang dijemput Sisil ini.Mobil berhenti di sebuah rumah besar yang sangat asri, beberapa pohon besar membuat teduh penglihatan. Rumah bercat putih dipenuhi dengan bunga-bunga indah di sepanjang terasnya. Beberapa ekor burung dengan kicauan merdu yang tergantung di teras menyambut kedatangan mereka.Lidya turun dari mobil dan menyeret koper itu ke dalam rumah. Masuk dari pintu utama, ruangan tampak luas, ada perbedaan tinggi pada lantai. Seperti rumah ini didesain untuk lesehan, sebab di lantai yang lebih tinggi itu terdapat karpet tebal dan beberapa s

  • GADIS YANG TERJAMAH   41. Tamu Istimewa

    Tanpa aba-aba, Lidya menembak vas bunga yang ada di meja. Suara letusan memekakkan telinga, seketika itu juga material kaca penyusun vas itu hancur berantakan.“Kenapa kita tidak berdamai saja? Kamu punya barang, aku punya duit. Kita barter, selesai urusan.” ucap Lyan sedatar mungkin meski detak jantungnya tak karuan.“Terserah padaku, dengan siapa aku bertransaksi. Kenapa kamu memaksaku untuk menjual barangku padamu? Aku gak suka itu.” ucap Lidya ketus.“Kalau tidak mau menjualnya padaku, kenapa kamu mau ikut denganku?” jawab Lyan sambil tersenyum.“Mana aku tahu kalau kamu orang suruhan Angel. Kalau tau pasti aku gak akan mau ikut denganmu!” hardik Lidya.“

  • GADIS YANG TERJAMAH   40. Misi Baru

    Azka berlari meninggalkan rumah. Lyan tahu dengan pasti jika Azka dari tadi kelaparan. Lyan berusaha mengejar tapi Azka terlanjur menjauh dengan mobilnya. “Biarkan dia pergi, nanti juga kembali lagi.” ucap Tante Angel ketika Lyan kembali. Lyan berjalan lesu lalu duduk di kursi yang tak jauh dari ruang kerja Tante Angel. “Kalian sudah bertemu nenekmu?” tanya Tante Angel lagi. Lyan menggelengkan kepala. “Rumah ayah sudah gak ada lagi, sekarang dibangun rumah baru yang besar. Nenek sudah lama pergi dari rumah, katanya gak lama setelah aku pergi.” Lyan menekuk kakinya dan memeluknya, tangisnya kembali pecah. Tante Angel hanya diam lalu meninggalkan Lyan sendiri dalam tangisnya. “Tante,” panggil

  • GADIS YANG TERJAMAH   39. Bertemu Zahra

    “Hai Celine,” sapa Azka tanpa melepaskan genggaman tangannya. “Siapa dia?” tanya Celine lagi. “Ini Marlina, pacarku. Marlina, perkenalkan sepupuku, Celine.” jawab Azka memamerkan deretan gigi putihnya. Mata Celine membulat. “Pasti kamu bohong!” hardik Celine. “Pa, Ma, Azka mau pergi dulu. Marlina sudah punya janji dengan seseorang di sana.” Azka pergi taman dengan masih menggenggam tangan Marlina. “Azka, minta minyak dulu sama Surti, Pa takut tanganmu gak bisa lepas dari cewek itu.” ledek grandpa. “Bisa lepas kok, Pa.” Azka melepas tangannya lalu merangkul Marlina dari samping lalu mengedipkan sebelah matanya lalu pergi.

  • GADIS YANG TERJAMAH   38. Kemana Nenek Sholihati?

    “Maksudnya gimana?” Lyan terpancing emosi.Azka menegakkan kelima jari tangannya di depan Lyan. “Nenek yang tinggal di rumah yang lama kemana ya?” tanya Azka.“Wah, gak tau Mas. Saya ke sini, rumahnya sudah kosong. Saya pikir memang gak ada penghuninya.” jawab tukang tersebut.“Bapak bukan orang sini ya?” tanya Azka lagi.“Bukan, rumah saya jauh. Saya di drop di sini bareng kawan sama Bos Kuncoro. Pak Sodikin tuh yang asli orang sini!” tunjuk tukang tersebut.Lyan cepat-cepat mengenakan kacamata hitam sebelum Sodikin mendekat, Lyan kenal betul dengan teman kerja ayahnya dulu itu.“Siapa?” t

  • GADIS YANG TERJAMAH   37. Kembali Ke Kampung Neraka

    “Maaf.” Azka berdiri dan menjauh dari kasur Lyan.Lyan duduk lalu menarik selimut menutupi badannya dan menatap Azka.“Sejak kapan Mas Azka di sini?” tanya Lyan agak emosi.“Ehm, maaf ya. Tadi aku sudah beberapa kali masuk ke sini. Tapi kamu belum bangun juga. Aku tunggu di bawah ya.” Azka berbalik badan menuju pintu.“Aku gak mau peristiwa tadi terulang lagi. Lagipula bajuku ada di bawah. Aku mandi di sana aja.” Lyan turun dari kasur dan mendahului Azka keluar dari kamar.“Maaf ya!” ucap Azka sebelum Lyan menuruni tangga. Lyan bergeming kemudian meneruskan langkahnya lagi tanpa kata.Lyan kemb

DMCA.com Protection Status