Beranda / Semua / GADIS YANG TERJAMAH / 5. Melahirkan di Kota

Share

5. Melahirkan di Kota

Penulis: sitta rulita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-22 11:45:07

Marlina tak kuat lagi berdiri, rasanya seperti ingin kencing, seperti ingin buang air besar tapi tak bisa. Klinik itu belum terlihat dari posisinya berada saat ini. Dia harus sampai ke sana sebelum bayinya lahir. Dengan terpaksa dia berjalan merangkak, pelan, sesekali berhenti meringkuk di jalan. Peluh di seluruh tubuh meski malam ini dingin. Dia sempat tertidur saat rasa sakit itu hilang, lalu terbangun lagi saat rasa sakit itu datang lagi. 

Marlina menggeliat di jalan sendiri dan berharap ada orang yang lewat dan membantunya. Tapi tak ada satupun orang yang lewat. Dengan segenap kekuatan yang ada dia mencoba berdiri dan berjalan. Tas yang dibawanya didekap kencang, lalu berlari pelan.

Dari kejauhan Marlina melihat neon box bertuliskan ‘Bidan Delima”. Semangatnya datang lagi, lalu mempercepat langkah menuju klinik tersebut. 

Rasa sakitnya datang lagi, sesat berhenti menahan rasa sakit lalu dia ambruk lagi. Marlina merasakan sesuatu yang lengket di antara kedua pahanya.

Pagar klinik sudah sangat dekat, tapi dia kesulitan untuk sampai ke situ. Marlina mengatur nafas di tengah-tengah kontraksi perut ini. Dia kembali mengumpulkan tenaga lalu berjalan cepat hingga menggapai pintu pagar yang bertuliskan ‘ada bidan’.

Marlina menggerak-gerakkan pintu pagar yang terkunci, tak ada balasan dari dalam, lalu dia mengguncangkan pintu pagar lebih kencang lagi sambil berteriak, “Bu Bidan, tolong aku mau melahirkan!”

Masih tak ada jawaban, Marlina bergetar meremas pintu pagar lalu menunduk dan menangis kencang, masih tak ada jawaban dari dalam.

Sekilas Marlina melihat tulisan ‘pencet bel’ di pinggir pagar. Ah, kenapa aku tak melihatnya dari tadi, batin Marlina. Kemudian Marlina langsung memencet bel itu berulang kali.

Dari dalam kulihat hordeng jendela tersingkap. Melihat kedatangan Marlina, orang yang berada di dalam membuka pintu klinik dan mendekatinya. “Siapa?” tanyanya meneliti wajah Marlina dari balik pagar.

“Tolong aku, aku mau melahirkan!” Marlina memperlihatkan dasternya yang sudah mulai basah di bagian bawah.

“Oh, iya. Sini masuk!” wanita itu membukakan pintu gerbang.

Wanita itu menuntun Marlina ke sebuah ruangan di dalam klinik itu, lalu memeriksanya dengan seksama. Marlina mengeluarkan uang dari dalam tas lalu memberikan pada wanita itu, “saya hanya punya ini, tak ada yang lain. Tolong bantu saya!” pinta Marlina sambil menggenggam tangannya, menyerahkan semua uang tabungan yang ia miliki.

“Simpan ini dulu ya. Saya akan menolongmu. Saat ini sudah pembukaan delapan, tak lama lagi bayi utun itu akan keluar, tenangkan diri Ibu ya!” ucap bu bidan dengan lembut, lalu memasukkan kembali uang yang diberikan Marlina ke dalam tasnya.

Selama perjalanan tadi, Marlina berkali-kali berguling di jalan, wajah Marlina kotor sekali. Bidan itu membersihkan wajah dan tangannya dengan handuk basah, lalu memberikan segelas teh manis hangat. Saat teh hangat itu menyentuh tenggorokan Marlina, dia merasa lebih tenang dan rileks. Dia merasakan sakit yang datang dan pergi dengan tenang sambil mengucap istighfar berulang kali.

“Jangan mengejan dulu ya Sayang, kalau sakit ditahan aja dulu. Atur nafas, santai, tenang. Ibu aman di sini.” 

Marlina mengikuti saran bidan. Bidan itu memanggil Marlina dengan sebutan Ibu. Setiap yang akan melahirkan dipanggil Ibu, meski tak pantas sepertiku yang tak bersuami.

Tiba saatnya Bu Bidan menyuruh Marlina untuk mengejan, dengan dua kali tarikan nafas, akhirnya bayi itu lahir. Marlina merasakan kelegaan yang sangat luar biasa, sangat lega.

Bayi itu menangis kencang, menciptakan rasa bahagia.

“Selamat ya, anak Ibu perempuan yang cantik.”

Bu Bidan memandikan bayi itu dengan cekatan, lalu memakaikan pakaian yang layak dan membungkusnya. Bayi yang sudah rapi itu diletakkan di box bayi yang berada tak jauh dari tempat tidur Marlina.

Bu Bidan kembali ke kasur Marlina, lalu membersihkan darah dan kotoran di perut dan kakinya. 

Setelah semuanya selesai, Bu Bidan menaikkan kasur di bagian kepala sehingga Marlina dalam posisi setengah duduk. Kemudian memberikan bayi kecil itu padanya.

Marlina teringat lagi mimpi malam itu, bayi yang mengeluarkan air mata darah. Marlina menutup wajah dengan kedua tangan.

“Ibu belum siap? Baiklah, sekarang istirahat dulu ya. Ibu pasti sangat lelah.”

Ketika Marlina menarik kedua tangan dari wajahnya, bidan itu telah meletakkan bayinya dalam box bayi kembali. 

“Kita istirahat di dalam ya. Saya bantu turun dari sini ya, Hati-hati!”

Bu bidan menuntun Marlina ke sebuah kamar lalu membaringkannya di atas kasur beralaskan sprei putih. “Mau minum lagi?” tanya bu bidan. Marlina mengangguk, lalu dia meninggalkan ruangan itu.

Tak lama dia kembali lagi membawa sisa teh manis yang tadi dan sebotol air mineral.

“Ibu hebat sekali. Kontraksi sebentar sekali, bayinya mudah keluar, saya juga tidak sulit membantu mengurusnya,” puji bu bidan dengan mengacungkan dua jempolnya.

Marlina membalas dengan senyuman. “Sekarang istirahat dulu ya, hari sudah hampir subuh. Saya mau shalat dulu.” Bu bidan meninggalkan ruangan Marlina.

Langit telah terang saat Marlina membuka mata, suara alunan musik sendu terdengar. Matanya memindai setiap sudut ruangan ini. Marlina baru tersadar bahwa dia sudah melahirkan semalam. Malam penuh perjuangan telah dia lalui.

Lalu di mana bayiku? tanya Marlina dalam hati. Marlina kembali teringat lagi wajah bayi yang menangis darah dalam mimpinya. Marlina menutup wajah dengan kedua tangan, berharap mimpi itu tak lagi hadir.

Marlina ingin ke kamar mandi, dia mencoba bangkit sendiri dari kasur. Dia berjalan terseok melewati ruang persalinan semalam. Di box bayi itu tak ada penghuninya, ‘di mana bayiku?’ tanya Marlina dalam hati.

“Sudah bangun Bu? Mau sarapan dulu?” tanya Bu Bidan santun.

Marlina menggeleng, “Aku mau ke kamar mandi dulu!”

Bu bidan menyerahkan tas yang semalam dibawanya. “Ini tas ibu. Kamar mandi ada di situ.” Bu bidan menunjuk ke sebuah pintu. Marlina meraih tas tersebut dan berjalan menuju kamar mandi.

Setelah mandi dan sarapan, Bu Bidan mendekati Marlina. Bertanya semua tentangnya, Marlina menceritakan kenapa dia hamil, kenapa dia nekat malam-malam ke sini sendiri. Bu Bidan menangis mendengar cerita Marlina, "jika kamu belum siap punya anak gapapa, itu hakmu. Tapi setidaknya sayangi bayi tak berdosa itu walau sebentar. Biarkan bayi itu mendapatkan kasih sayang dari ibu."

"Bagaimana caranya? Saya gak bisa apa-apa." 

Bu bidan keluar ruangan meninggalkan Marlina. Tak lama kemudian, dia kembali lagi dengan membawa bayi itu.

"Saya bersedia merawat bayi ini sampai besar. Tapi setidaknya, gendonglah! Peluk dan cium dia. Bayi ini tidak berdosa." 

Marlina menerima bayi itu, menggendongnya, tapi dia tak berani menciumnya. Marlina takut bayi itu bangun, lalu menangis darah seperti mimpi yang kemarin.

"Tadi dia minum sedikit, banyak tidur. Sekarang waktunya dia minum susu lagi. Kamu bersedia menyusuinya kan?"

Marlina mengangguk ragu, "bagaimana caranya?"

Bu Bidan mengajari Marlina cara menyusui yang baik, ternyata dia bisa menyusui bayi ini. Ada rasa senang, nyeri, bahagia, semua bercampur jadi satu.

Bu Bidan mengajari cara merawat bayi dengan sabar dan telaten meski Marlina masih menyimpan rasa trauma ketika melihat wajah bayi. Marlina diperbolehkan tinggal di klinik itu sampai sehat dan pulih baik fisik maupun mental.

Tepat tujuh hari setelah Marlina melahirkan, Bu Bidan bertanya lagi, “Marlina, apakah kamu mau menjaga dan merawat bayi ini?” 

Marlina terdiam dan menunduk. Sebenarnya Marlina malu membawa bayi ini pulang, apa kata tetangga, tapi alangkah teganya dia sengaja meninggalkan bayi ini di sini.

“Ini bayimu, jika kamu keberatan untuk merawatnya, saya bisa menolong untuk merawatnya. Tapi kalau kamu mau merawatnya sendiri ya silahkan. Asimu tidak banyak, konsekuensinya adalah membelikan susu formula sebagai pengganti asi secara rutin sesuai kebutuhan bayi.” Hancur hati Marlina mendengarnya, semua bayi pasti membutuhkan susu, tapi asinya tak banyak, untuk membeli susu formula pasti banyak sekali biayanya, Dia tak punya uang.

“Saya akan merawat dengan baik, saya pastikan bayi ini tidak kekurangan sesuatu apapun. Saya akan merawatnya seperti merawat anak kandung sendiri.” Bu bidan mencium bayi cantik itu. Dengan berat hati Marlina mengangguk pelan. 

“Saya titip ya, Bu.  Zahra namanya,” ucap Marlina beruraian air mata.

“Nama yang bagus, terima kasih Ibu!” Bu Bidan mengarahkan wajah bayi itu pada Marlina. 

Saatnya Marlina kembali ke kampung bersama ayah dan neneknya. Marlina melambaikan tangan, sangat berat meninggalkan bayi yang selama sembilan bulan dalam kandungan. Marlina melangkah ke arah gerbang, sebelum menutup gerbang dia melambaikan tangan lagi lalu menutup wajah dengan tangan dan membalikkan badan ke arah jalan pulang. ‘Selamat tinggal Zahra, bayiku sayang, semoga kelak nasibmu lebih baik daripada Ibumu. Ibu berharap bu bidan tulus merawat dan mencintai Zahra seperti janjinya yang akan menjagamu seperti merawat anak sendiri,’ Marlina berdoa dalam hati.

Tiba di perbatasan kebun menuju kampung, Marlina berbalik badan melihat ke arah klinik bersalin itu, dia berjanji suatu saat nanti jika telah berhasil jadi orang kaya dia akan menjemput Zahra dan mendidiknya menjadi orang yang sukses dan berguna. Dengan berat hati Marlina memasuki kebun karet yang menyimpan memori kelam siang hari itu. 

Saat mendekati sungai, Marlina melihat dua orang laki-laki yang sedang duduk lalu berdiri ketika Marlina mendekat. Siapa mereka? 

Bab terkait

  • GADIS YANG TERJAMAH   6. Kembali Ke Rumah

    Saat mendekati sungai, Marlina melihat dua orang laki-laki yang sedang duduk lalu berdiri ketika Marlina mendekat. ‘Siapa mereka?’ tanya Marlina dalam hati.“Siapa kamu? Kenapa lewat di sini sendirian? Bahaya! Banyak terjadi kejahatan di sini.” salah satu orang itu memperingatkan Marlina.“Ma-maaf, saya cuma numpang lewat.” Marlina mengeratkan tali tas di dadanya.“Cepat pulang sana!” Perintah yang lain.“Iya, permisi.” Marlina mempercepat langkahnya melewati sungai. Rasa trauma akan kejadian waktu itu masih belum hilang dari benaknya.Beberapa kali terpeleset di bebatuan, Marlina mempercepat langkahnya untuk menjauhi kedua orang yang tak

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • GADIS YANG TERJAMAH   7. Menguburkan Jenazah Pak Maryono

    Marlina memeluk ayahnya, tapi kedua mata Pak Maryono menatap ke atas, dadanya naik turun.“Ayah, Ayah ….” Marlina menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya. “Nek, ke sini. Ayah kenapa?”Nenek Sholihati terseok berjalan menuju kamar menantunya, “kenapa Ayahmu, Mar?”“Gak tau, Nek.” Marlina mengusap air liur Pak Maryono yang keluar dari mulut ayahnya.“Istighfar, Nak.” Nenek Sholihati mengelus dada Pak Maryono yang naik turun. Marlina mengusap alis ayahnya, berharap kedua bola matanya normal kembali. “Astagfirullahaladzim.” Marlina menuntun ayahnya beristighfar.Perlahan dada Pak Maryono normal kembali, bola matanya juga tak lagi

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • GADIS YANG TERJAMAH   8. Keluar Dari Kampung Neraka

    Beberapa orang memegang kedua tangan Marlina, “kamu belum pergi dari sini hari ini, berarti kamu harus dibakar bersama rumahmu!” teriak Bu RT sambil mengacungkan obor ke arah Marlina.“Jangan, tolong jangan lakukan.” Marlina memohon bersujud di hadapan orang-orang yang berkerumun.Nenek Sholihati berlari ke belakang ikut bersujud pada puluhan orang yang tengah mengepung cucunya itu.“Tolong biarkan kami mengubur Maryono lebih dulu.” Nenek Sholihati menunjuk Pak Maryono yang baru dimandikan tapi belum dibungkus kain penutup yang kering.“Saya ingin menguburkan ayah saya dulu, saya berjanji akan pergi setelah ini.” Marlina memohon lagi.Terdengar

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-05
  • GADIS YANG TERJAMAH   9. Dituduh Mencuri

    PlakSalah satu orang yang berada di dekatnya menamparnya. “Sudah tertangkap basah, masih juga tak mau mengaku!”“Hajar!” teriak yang lain.Marlina mendapat pukulan dan tamparan dari orang-orang yang mengerubunginya.“Hei, tunggu!” teriak dari balik kerumunan.Orang-orang yang sedang memukuli Marlina sontak berhenti lalu menengok ke sumber suara.Seorang wanita cantik mendekati Marlina. “Kamu mencuri hp di tempat laundry saya?” tanya wanita cantik itu.“Nggak, saya gak nyuri apapun,” bantah Marlina sambil menangis.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-07
  • GADIS YANG TERJAMAH   10. Karyawan Pilihan

    “Kerjanya di bagian wilayah mana?” ulang wanita di sebelah Marlina.“Owh, saya kebetulan di laundry depan rumah ini,” jawab Marlina.Wanita itu terkekeh, “cuma pegawai laundry, saya pikir kurir seperti aku juga!”“Kurir apa?” tanya Marlina bingung, tapi wanita itu justru tertawa keras.Sebuah pintu besar di ujung ruang makan terbuka, Tante Angel keluar dari pintu tersebut. Semua orang yang ada di ruang makan berdiri menyambut kedatangannya. Setelah Tante Angel duduk di kursi utama, yang lain diperbolehkan duduk kembali.“Selamat malam ladies,” sapa Tante Angel sumringah.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-07
  • GADIS YANG TERJAMAH   11. Hari Pertama Bersama Jessie

    Marlina masuk ke dalam rumah itu, ternyata pria itu bertelanjang dada dan hanya menutup kemaluannya dengan sehelai handuk, dan membiarkan sebagian pahanya terekspos bebas. Roti sobek di dada pria itu tersusun indah, Marlina meneguk liurnya yang tersangkut di tenggorokan.“Liat apa?” bentak Jessie.“E-enggak. Maaf,” jawab Marlina takut.Jessie keluar dari kamarnya dengan selimut yang menutupi tubuh. “Tunggu sebentar, aku mau mandi dulu.” Pria yang membukakan pintu untuk Marlina mengikuti langkah Jessie ke kamar mandi.Selama mereka mandi, Marlina melihat seluruh isi rumah Jessie. Kotor, bau dan pengap, puntung rokok berserakan di lantai. Beberapa botol dengan pipet juga tergeletak di lanta

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-07
  • GADIS YANG TERJAMAH   12. Dipenjara

    “Jangan bergerak, angkat tangan ke atas!” perintah seseorang dari belakang Marlina. Sebuah benda tumpul menusuk pinggangnya. Marlina kaget dan langsung mengangkat kedua tangannya.Tiba-tiba orang yang di belakang Marlina menekuk tangannya ke belakang lalu menjatuhkannya dalam posisi telungkup di tanah.“Ada apa ini?” pekik Marlina.“Diam!” perintah orang itu dengan berteriak. Beberapa orang keluar dari persembunyiannya.Pria yang mengaku sebagai Pak Toni membuka paket pemberian Marlina.“Target dikuasai!” ucap seseorang menggunakan walkie talkie.“Amankan!” jawab dari seberang.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-08
  • GADIS YANG TERJAMAH   13. Pesakitan di Rumah Jessie

    Chris mendekat lalu menjambak rambut Marlina ke belakang hingga wajahnya mendongak ke atas. “Diam, tadi aku sudah membayarmu sepuluh juta. Jadi kamu sekarang harus membayarnya!” “Jangan, tolong jangan sakiti aku. Aku gak punya uang sepuluh juta. Kembalikan saja aku ke dalam penjara.” Marlina menangis sambil memohon, peristiwa di sungai dekat kebun karet melintas dalam benak Marlina. Dia sangat takut jika peristiwa itu terulang lagi. “Tidak semudah itu gadis bodoh!” Chris mengencangkan tarikan tangannya pada rambut Marlina. “Aduh, sakit. Ampun!” Marlina memegang rambut yang dijambak Chris. Chris melepaskan tangannya dengan mendorong Marlina ke lantai. “Au,” teriak Marlina kesak

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-08

Bab terbaru

  • GADIS YANG TERJAMAH   45. Lolos

    Lyan kembali menahan nafas sambil menengok ke arah belakang. Kaca belakang yang telah pecah itu jelas memperlihatkan jalan kosong, Lyan memicingkan mata dan memperjelas pandangannya lagi.“Jalanan kosong, Pak. Gak ada polisi yang ngejar!” teriak Lyan suka cita. Pak Udin sesaat menengok ke belakang untuk memastikan lalu mempercepat laju kendaraannya untuk kembali ke rumah Tante Angel.Tante Angel menunggu cemas di dalam ruangannya. Lyan masuk ke dalam ruangan dengan penuh luka goresan kaca di lengan dan kakinya. “Kenapa kamu, Lyan? Mana Jessie?”Pak Udin masuk dengan memeluk tas berisi uang lalu menyerahkan pada Tante Angel.“Jessie gak bisa kami selamatkan dari sana. Dia ditabrak motor dan disandera oleh mereka.” jawab Lyan sambil menahan sakit.Tante Angel menutup mulutnya dengan kedua tangannya, “kalian gak mencoba menolongnya?” tanya Tante Angel.“Kalau gak nolong Jessie, gak mungkin sampai luka-luka kayak gini, Tan.” jawab Lyan.“Mobil juga remuk, untung uang itu bisa diselamatkan

  • GADIS YANG TERJAMAH   44. Uang atau Nyawa

    “Maksudnya gimana, Tan?” Lyan membulatkan matanya.“Saya sangat mengapresiasikan langkahmu kemarin. Membuat Bang John tidak percaya lagi pada Lidya itu suatu hal yang sangat luar biasa. Tapi kita juga butuh barang. Jadi, terpaksa kita harus merampasnya dari Lidya.” jawab Tante Angel.“Bagaimana caranya?” tanya Lyan lagi.“Panggil Jessie ke sini, kita susun langkah setelah Jessie datang.” perintah Tante Angel.“Males ah, Tante aja. Takut ketemu Chris.” tolak Lyan.“Baiklah. Satu jam lagi aku aku tunggu kalian di sini.”Lyan kembali ke gerai laundry menemui Mbak Susi yang sedang sibuk dengan cucian

  • GADIS YANG TERJAMAH   43. Tipu Daya

    Bang John menembus lantai granit dengan peluru yang dimuntahkan dari senjata dalam genggamannya. Semua orang yang ada dalam ruangan itu berjongkok sambil menutup kedua telinga. Aroma mesiu tercium pekat.Lidya berbalik dan melihat lantai dengan pola sarang laba-laba tak jauh dari kakinya. “Aku kembalikan uangmu sekarang, tapi tolong jangan bunuh aku.” ucap Lidya memelas.Lidya berjalan pelan kembali ke tempatnya semula lalu mengeluarkan uang yang tadi diberikan Sisil.Kedua netra Bang John merah padam, sepertinya dia siap menelan Lidya hidup-hidup. Senjata yang digenggam Bang John sepertinya benar asli, tidak seperti senjata milik Lidya tadi. Suara letusannya sangat membuat Lyan ketakutan setengah mati.“Aku gak

  • GADIS YANG TERJAMAH   42. Markas Putih

    Pria berjubah putih itu menyapa Lyan dengan menundukkan kepalanya lalu tersenyum. Kepalanya menggunakan peci putih yang diikat dengan kain hitam mengelilingi kepalanya, tangannya menggenggam seuntai tasbih putih, alas kakinya hanya menggunakan sandal karet sederhana. Siapakah pria yang dijemput Sisil ini.Mobil berhenti di sebuah rumah besar yang sangat asri, beberapa pohon besar membuat teduh penglihatan. Rumah bercat putih dipenuhi dengan bunga-bunga indah di sepanjang terasnya. Beberapa ekor burung dengan kicauan merdu yang tergantung di teras menyambut kedatangan mereka.Lidya turun dari mobil dan menyeret koper itu ke dalam rumah. Masuk dari pintu utama, ruangan tampak luas, ada perbedaan tinggi pada lantai. Seperti rumah ini didesain untuk lesehan, sebab di lantai yang lebih tinggi itu terdapat karpet tebal dan beberapa s

  • GADIS YANG TERJAMAH   41. Tamu Istimewa

    Tanpa aba-aba, Lidya menembak vas bunga yang ada di meja. Suara letusan memekakkan telinga, seketika itu juga material kaca penyusun vas itu hancur berantakan.“Kenapa kita tidak berdamai saja? Kamu punya barang, aku punya duit. Kita barter, selesai urusan.” ucap Lyan sedatar mungkin meski detak jantungnya tak karuan.“Terserah padaku, dengan siapa aku bertransaksi. Kenapa kamu memaksaku untuk menjual barangku padamu? Aku gak suka itu.” ucap Lidya ketus.“Kalau tidak mau menjualnya padaku, kenapa kamu mau ikut denganku?” jawab Lyan sambil tersenyum.“Mana aku tahu kalau kamu orang suruhan Angel. Kalau tau pasti aku gak akan mau ikut denganmu!” hardik Lidya.“

  • GADIS YANG TERJAMAH   40. Misi Baru

    Azka berlari meninggalkan rumah. Lyan tahu dengan pasti jika Azka dari tadi kelaparan. Lyan berusaha mengejar tapi Azka terlanjur menjauh dengan mobilnya. “Biarkan dia pergi, nanti juga kembali lagi.” ucap Tante Angel ketika Lyan kembali. Lyan berjalan lesu lalu duduk di kursi yang tak jauh dari ruang kerja Tante Angel. “Kalian sudah bertemu nenekmu?” tanya Tante Angel lagi. Lyan menggelengkan kepala. “Rumah ayah sudah gak ada lagi, sekarang dibangun rumah baru yang besar. Nenek sudah lama pergi dari rumah, katanya gak lama setelah aku pergi.” Lyan menekuk kakinya dan memeluknya, tangisnya kembali pecah. Tante Angel hanya diam lalu meninggalkan Lyan sendiri dalam tangisnya. “Tante,” panggil

  • GADIS YANG TERJAMAH   39. Bertemu Zahra

    “Hai Celine,” sapa Azka tanpa melepaskan genggaman tangannya. “Siapa dia?” tanya Celine lagi. “Ini Marlina, pacarku. Marlina, perkenalkan sepupuku, Celine.” jawab Azka memamerkan deretan gigi putihnya. Mata Celine membulat. “Pasti kamu bohong!” hardik Celine. “Pa, Ma, Azka mau pergi dulu. Marlina sudah punya janji dengan seseorang di sana.” Azka pergi taman dengan masih menggenggam tangan Marlina. “Azka, minta minyak dulu sama Surti, Pa takut tanganmu gak bisa lepas dari cewek itu.” ledek grandpa. “Bisa lepas kok, Pa.” Azka melepas tangannya lalu merangkul Marlina dari samping lalu mengedipkan sebelah matanya lalu pergi.

  • GADIS YANG TERJAMAH   38. Kemana Nenek Sholihati?

    “Maksudnya gimana?” Lyan terpancing emosi.Azka menegakkan kelima jari tangannya di depan Lyan. “Nenek yang tinggal di rumah yang lama kemana ya?” tanya Azka.“Wah, gak tau Mas. Saya ke sini, rumahnya sudah kosong. Saya pikir memang gak ada penghuninya.” jawab tukang tersebut.“Bapak bukan orang sini ya?” tanya Azka lagi.“Bukan, rumah saya jauh. Saya di drop di sini bareng kawan sama Bos Kuncoro. Pak Sodikin tuh yang asli orang sini!” tunjuk tukang tersebut.Lyan cepat-cepat mengenakan kacamata hitam sebelum Sodikin mendekat, Lyan kenal betul dengan teman kerja ayahnya dulu itu.“Siapa?” t

  • GADIS YANG TERJAMAH   37. Kembali Ke Kampung Neraka

    “Maaf.” Azka berdiri dan menjauh dari kasur Lyan.Lyan duduk lalu menarik selimut menutupi badannya dan menatap Azka.“Sejak kapan Mas Azka di sini?” tanya Lyan agak emosi.“Ehm, maaf ya. Tadi aku sudah beberapa kali masuk ke sini. Tapi kamu belum bangun juga. Aku tunggu di bawah ya.” Azka berbalik badan menuju pintu.“Aku gak mau peristiwa tadi terulang lagi. Lagipula bajuku ada di bawah. Aku mandi di sana aja.” Lyan turun dari kasur dan mendahului Azka keluar dari kamar.“Maaf ya!” ucap Azka sebelum Lyan menuruni tangga. Lyan bergeming kemudian meneruskan langkahnya lagi tanpa kata.Lyan kemb

DMCA.com Protection Status