Share

Fitnah Di Hari Pernikahanku
Fitnah Di Hari Pernikahanku
Author: Autumn

Bab 1

Author: Autumn
last update Last Updated: 2025-02-25 10:36:16

Kirana

“Saya batalkan pernikahan ini, Pak. Saya tidak sudi menikah dengan wanita murahan seperti anak bapak ini!” ucap Mas Ferdi dengan lantang di hadapan Ayah, dan keluargaku. Tepat di ruang keluarga, di mana semua keluarga intiku berkumpul. Aku kaget dengan peryataan yang begitu tiba-tiba, yang keluar begitu saja dari mulut pria yang seharusnya menikahiku satu jam lagi. 

Kenapa ini?

Ada apa?

Semua pertanyaan itu berputar di kepalaku secara mendadak. 

Aku kira, tadi Mas Ferdi akan menyampaikan sesuatu hal yang penting sebelum kami melangsungkan akad. Karena dia menyuruh kami berkumpul di ruang keluarga. Tapi yang aku dengar, di luar dari isi kepalaku. 

Membatalkan pernikahan?

Kata-kata itu keluar begitu saja dari pria yang aku kenal dua tahun silam, dan melamarku seminggu yang lalu. Aku tak percaya dengan apa yang ku dengar dari bibirnya. Membatalkan pernikahan dan mengataiku wanita murahan di saat seperti ini, apakah dia sudah benar-benar gila?

Jujur saja hatiku sangat sakit ,dan hancur setelah mendengar ucapannya yang barusaja dilontarkan.

Katakan jika semua ini hanya bercanda!

Atau hanya mimpi belaka.

Satu jam lagi akad akan dimulai. Tapi cobaan apa ini ya Allah?

Apakah semua ini hanya prank biar suasana menjadi menegangkan, tapi mana mungkin. Orang gila mana yang mengatai calon istrinya seperti itu.

Rasanga seperti dihantam ombak besar, ketika aku mendengar ucapan Mas Ferdi. 

“A-apa maksudnya, Nak Ferdi?” tanya ayahku dengan raut wajah bingung dan kaget. Ayah yang tadinya tersenyum bahagia karena putrinya sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya, kini raut bahagia itu berubah menjadi muram dan tampak bingung. Ayah tampak menahan emosinya dan mencoba bersabar. 

Mas Ferdi menarik napas seakan menahan emosi yang hendak meluap. Aku tau dari wajahnya yang sudah mulai memerah saat ini. Tak pernah sebelumnya dia menunjukkan sikap seerti itu kepadaku. Aku semakin diliputi rasa penasaran dan bingung.

“Putri bapak telah bermain api di belakang saya, ini buktinya,” kata Mas Ferdi menyodorkan beberapa lembar kertas kepada Ayah.

Akupun ikut penasaran apa sebenarnya yang diberikan oleh mas Ferdi hingga membuat kedua bola mata Ayah melotot dengan sempurna. Wajah Ayah memucat seakan aliran darahnya terhenti seketika.

“Apa maksudnya, Mas?” aku bingung dengan yang di maksud oleh Mas Ferdi. Kenapa dia tiba-tiba datang mengatakan hal itu. Fitnah apa sebenarnya yang sedang terjadi?

Mas Ferdi menatapku dengan tatapan jijik, dan bahkan dia memundurkan langkahnya ketika aku mencoba mendekatinya. Seakan aku adalah barang naji, dan haram untuk disentuh.

“Alah, dasar perempuan jalang! Kau berlagak sok suci di hadapanku, tapi apa semua ini? Dasar jalang. Kau jangan mendekat! Aku benci melihatmu!" ucapnya dengan suara yang lantang.

Deg!

Apa tadi?

Jalang, sok suci?

Apa-apaan semua ini. Jantungku berdegub semakin kencang mendengar umpatan dari pria yang telah melamarku. Bahkan aku sangat menyayanginya selama ini. Tapi ada apa ini? Aku tak percaya dengan apa yang kudengar.

“Astagfirullah, Mas!” bentakku.

“Hentikan Ferdi!” teriak Ayah tak terima, jika putrinya di tuduh seenaknya seperti ini. Orang tua mana yang rela anaknya dihina di hadapan orang banyak.

Dadaku terasa sesak dan nyeri mendengar apa yang dia katakannya kepadaku. Aku segera merebut kertas yang ada di tangan Ayahku. Kakiku terasa lemas, seakan tak bertulang lagi. Mataku mulai terasa perih dan berair. Dadaku semakin sesak melihat gambar yang berada dalam genggamanku. Akupun tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. 

Foto-foto itu direbut oleh saudari tiriku, “Ya Ampun, Ma. Apa ini. Lihat!” triak Anya yang membuatku semakin tak berdaya. Bahkan ibu tiriku juga ikut melihat gambar itu.

“Tidak-tidak itu bukan aku, Mas!” jeritku menggeleng tak percaya.

“Cih, masih mengelak lagi? Kau tak pantas menikah dengan anakku, Kiran. Saya tidak sudi melanjutkan pernikahan mereka. Pak Gandi, Kami permisi, ayo Fer!” pamit Bu Rita sembari menarik lengan mas Ferdi dan mengapitnya lalu beranjak pergi meninggalkan kami.

Aku mencoba menahan kepergian mas Ferdi. “Itu bukan Aku, Mas. Tolong dengar penjelasanku dulu! Demi Tuhan bukan Aku!” kataku berlutut dan bersimpuh menahan langkah kaki mas Ferdi.

Aku bersumpah jika aku tak pernah melakukan hal yang ada di foto itu. Mas Ferdi menghentikan langkahnya. Bahkan aku tak kenal siapa pria itu.

“Kau bikin malu keluarga saja, Kiran!” kata ibu tiriku. Wajahnya terlihat marah, dan seakan hendak mencabikku. Tapi bagaimana aku menjelaskan semuanya jika itu bukanlah aku.

“Usir saja dia, Ma!” ucap Anya adik tiriku yang semakin manasi situasi. Dia memang tak suka denganku sejak awal.

Aku menoleh ke arah Ayah. Kulihat wajah Ayah yang bingung bercampur malu. “Ayah, dengarkan Kiran. Ini tidak seperti yang sebenarnya,” kataku mencoba membela. 

Aku berlari memohon agar mereka tak membatalkan pernikahan kami. Bagaimana tidak. Ayahku terlihat tak bisa berkata-kata lagi dan dia begitu syok mendengar perkataan mas Ferdi.

“Biarkan dia pergi, Kiran!" teriak Ayahku ketika melihat aku bersimpuh dan menangis di hadapam Ferdi. Jujur saja aku merasa sakit hati karena memang bukan aku yang berada di foto itu. 

“Tapi, ayah!”

“Cukup Kiran, berdiri kata Ayah!” 

Tangisku semakin pecah tatkala melihat Ferdi bernar-benar menghilang dari pandanganku. Hatiku hancur di tuduh seenaknya seperti itu. 

“Kamu cuma bisa bikin malu keluarga saja, Kiran. Lihatlah berapa banyak biaya yang sudah kami keluarkan untuk semua persiapan ini. Dekorasi, ketring, MUA dan masih banyak lagi!” teriak ibu.

“Cukup! Jangan bikin masalah semakin rumit, Sukma!" kata Ayahku mencoba menenangkan ibu tiriku. Bukannya menenngkan dia malah ikut memojokkan aku.

Aku berlari ke arah ayah dengan penuh rasa sesak. Aku berlutut di hadapan ayahku. “Ayah, aku tak pernah melakukan semua itu, Ayah. Itu semua fitnah Ayah!" kataku dengan isak tangis yang tak bisa ku tahan lagi.

“Alah ... Jangan sok suci deh mbak. Tinggal ngaku aja apa susahnya sih. Di luar sana banyak kok perempuan yang lebih parah dari Mbak Kiran!” kata Anya menimpali. Entah apa maksud dari ucapannya. Namun bukannya dia menenangkan aku tapi dia malah ikut menyudutkan aku di sini. 

“Hentikan Anya! Ayah pusing,” potong Ayah, dia terlihat bingung, wajahnya terlihat merah padam aku sangat tahu apa yang di rasakan oleh ayah. Dia sangat malu dan kecewa kepadaku pastinya. 

“Kita batalkan saja pernikahan ini, tidak ada jalan lain,” kata Ayah berdiri dan melepaskan kedua tanganku yang sejak tadi menempel di lutut Ayahku. Tubuhku semakin bergetar, aku tertunduk dengan air yang semakin mengalir deras membasahi pipiku. Aku tak tahu harus berbuat apalagi, menjelaskan apapun juga tak akan mengubah keadaan, bahkan hanya akan memerkeruh suasana.

“Bagaimana bisa di batalkan tamu udangan sudah hampir datang semua, Mas!” protes ibu tiriku. Dia tampak kesal dan marah. Aku tau dia hanya mengincar uang sumbangan dari para tamu undangan. Terebih dia sengaja mengundang teman-teman Ayah dan relasi Ayah yang banyak demi hal itu. Bukan fitnah tapi ibu tiriku memang mata duitan kata orang.

“Tak ada jalan lain, Sukma. Biarkan kita menanahan malu. Paling beberapa bulan juga akan berlalu. Orang-orang akan segera melupakan semuanya. 

Kabar mempelai pria membatalkan pernikahan pun sampai ada sebagian tamu undangan. Kerabat dari jauh memasuki ruang keluarga dan mencoba membantu mencarikan jalan keluar. 

Namun hatiku sudah sangat kacau, aku kecewa, marah dan tak bisa lagi berpikir jernih.

Sungguh siapa yang telah berbuat jahat kepadaku, tapi kali ini benar-benar keterlaluan.

“Nggak bisa, dek. Aku akan mencarikan jalan keluar,” kata pakde Sultan kakak dari Ayahku. 

Budeku membantuku berdiri dan bangkit untuk duduk di kursi. Sebagian keluargaku juga ikut mencoba menenangkanku.

“Biar saya saja yang menggantikan pengantin pria.” Seorang pria muncul dari ambang pintu, entah siapa dia. Aku melihat dengan samar. Kepalaku mendadak pusing dan berat. Mungkin karena hiasan di kepalaku yang sudah sejam aku pakai, jadi kepalaku mendadak pening.

“Baiklah kita langsungkan akad sekarang juga!” kata ayahku yang seakin ku dengar perlahan. 

“Kiran!” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 2

    KiranaEmbusan angin sejuk terasa menyapu di wajahku, aku merasakan tepukan-tepukan di bagian kedua pipiku. Aku bisa mendengar orang bebicara tentang aku, namun kedua mataku masih enggan untuk terbuka.“Kiran, Kirana?” panggil seorang wanita yang ku yakini itu suara Bude Diyah, sembari menggosokkan minyak kayu putih di telapak tangan dan kakiku sementara Anya menepuk-nepuk pipiku. Aku yakin karena suara cerocosannya sejak tadi aku dengar begitu nyaring di telingaku.“Bangun, Mbak. Jangan nyusahin terus deh!” ketus Anya. Pipiku terasa sedikit perih karena ulah adik tiriku. Bagaimana tidak, dia bahkan memukul pipiku dengan sangat kuat. Mungkin saja dia menaruh dendam kepadaku. Jadi dia memanfaatkan kesempatan ini untuk membalasku.“Kamu nggak boleh begitu, Anya. Dia kakakmu, jangan kasar!” Seru Bude Diyah. Dia seolah tak terima dengan yang dilakukan oleh Anya, bude Diyah adalah istri paman Sultan. Kakak kandung dari Ayahku.“Iya bude, maaf,” kata Anya yang memang selalu berkata sarkas k

    Last Updated : 2025-02-25
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 3

    KiranaAku berdiri tepat di hadapan pria yang kini telah sah menjadi suamiku, beberapa waktu yang lalu . Aku menunduk tak berani menatap pria itu. Debaran di jantungku semakin terpacu bahkan sialnya kedua telapak tanganku terasa berair karena aku merasa gugub. Aku hanya berani memandangi kancing kemeja hitam miliknya, aku lihat dia hanya mengenakan kemeja batik hitam dengan corak yang lumayan unik. Sesekali ku remas pinggiran kain jarik yang membalut bagian bawah tubuhku. Untuk menghalau rasa gugubku sendiri.“Jangan malu-malu gitu dong, kalian sudah sah menjadi suami istri. Ayo di salim suaminya,” kata penghulu yang masih duduk di meja akad, dengan nada bercanda khas bapak-bapak. Memberikan instruksi kepadaku. “Iya, bukan anak kecil yang lagi main nikah-nikahan lho kalian ini,” sahut pria yang menjadi saksi. Deg.Ucapan pria itu seolah terasa seperti dejavu bagiku. Aakhirnya aku memberikan diri mengangkat wajahku menghadap ke arah pria yang ku yakini adalah Dirga. Dirga tetangga

    Last Updated : 2025-02-25
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 4

    KiranaAku berjalan keluar dari kamar dengan sedikit mengendap. Entah mengapa sejujurnya aku enggan bertemu dengan siapapun saat ini. Naluriku berkata jika aku harus rebahan. Tapi sekarang aku harus keluar. Semua aku lakukan demi bertemu dengan Dirga. Ah sudahlah, seharusnya aku menolak saja yang di suruh oleh Bude tadi. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri seolah diriku seorang maling yang akan mencuri di rumah sendiri.Kulihat Dirga sedang duduk di teras depan, tak banyak lagi orang yang berada di rumahku saat ini. Sebagian sedang sibuk berkumpul di ruang keluarga. Kesempatan aku menanyakan semua yang ada di dalam isi kepalaku saat ini. Aku segera bergegas untuk keluar menemuinya. Sebelum ada orang lain yang datang melihat kami.“Ayah suruh ke ruang keluarga sekarang!” kata Anya yang entah muncul dari mana. Bahkan kedatangannya bagaikan makhluk goib yang tiba-tiba muncul di mana saja.“Ish bikin kaget aja sih, dek!” protesku kepadanya. Hampir saja jantung ku copot karena ulahnya.“Bawel

    Last Updated : 2025-02-25
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 5

    Kirana“Bawa suamimu ke kamar, Kirana!” kata Ayah. Mendengar ucapan itu, sontak aku menoleh ke arah Dirga. Dia terlihat begitu santai menanggapi ucapan ayah barusan. Dia terus melihat ke arahku yang membuatku merasa tak nyaman.“Iya, yah,” jawabku singkat dan segera melihat ke arah lain agar kami tak kontak mata terus-menerus.“Kami permisi,” lanjutku berpamitan kepada yang lain.“istirahatlah, kalian pasti lelah,” sahut bude Diyah. Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan wanita aruh baya itu. Yang lain tak menanggapi ucapanku, apalagi ibu tiri dan adikku yang terlihat kesal sejak tadi. Aku juga tak berharap apapun dari mereka.Oh ... Gawat, bisa-bisanya aku lupa jika sekarang Dirga adalah suamiku. Meskipun aku belum siap, mau tak mau aku harus menerima semuanya. Tanpa banyak basa-basi lagi aku segera mengajak Dirga ke kamar. Jangan berpikir negatif, tentu kami tak akan melakulan apapun malam ini.Ya ... Secara, aku sendiri masih belum yakin dengan pernikahan ini. Aku beranjak dari te

    Last Updated : 2025-02-25
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 6

    Aku tak sadar sejak kapan aku menutup mata semalam. Samar kudengar suara adzan subuh berkumandang. Aku masih enggan membuka kedua mataku. Namun kewajiban sebagai seorang muslim, tetap harus aku tunaikan. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh, dengan guling yang saat ini kupeluk. Aneh, kenapa tidak seperti yang biasanya?Aku membuka perlahan kedua mataku dengan posisi yang masih sama. Sejak kapan gulingku jadi lebar ya? Mana bisa gerak-gerak lagi. “Astagfirullah pocong!” tanpa sadar aku berteriak dan berdiri menuruni tempat tidur. Dirga ternyata sudah bangun sejak tadi, dia tersenyum melihat aku yang terkaget saat ini. Bagaimana bisa dia sesantai ini?“Ini aku, Kiran!” kara Dirga mencoba menyadarkanku. Siapa yang tidak kaget karena dia bertutup selimut hingga ke dada, mirip seperti hantu lolipop itu.“Apa-apaan ini? Kamu manfaatin aku ya?” ucapku setelah sadar.“Nggak ada yang manfaatin kamu sih, dan sepertinya kamu malah yang memanfaatkan aku,” kata Dirga membalik kata-kataku. Dia m

    Last Updated : 2025-03-16
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 7

    “Mana suamimu?” tanya ibu tiriku yang tiba-tiba saja muncul dari arah dapur , membuatku sedikit terjengit, dan hampir membuat jantungku copot karena tak ada suara apapun ketika dia melangkah.“Astagfirullah ibu, bikin kaget saja,” jawabku sembari mengusap dadaku karena reflek dan berbalik menghadap ke arahnya. “Tinggal jawab saja pakai sok-sokan kaget segala,” sungutnya kepadaku. Jika bukan karena Ayah, aku sudah mencakar wanita paruh baya ini. Setiap hari selalu membuat kesal dengan omongan dari mulutnya. Sejak awal dia memamg tak ernah menyukaiku. Sabar Kiran, sabar! Lebih baik mengalah daripada berdebat nggak jelas. Ini masih pagi aku nggak mau mengotori hati dan pikiranku. Biarkan hari ini mengalir dengan sendirinya. “Maaf, Bu. Tapi Kiran memang beneran kaget. Kalo Mas Dirga, tadi dia pamit mau pulang, Bu,” jelasku singkat. Sejujurnya aku malas menjelaskan apapun kepadanya. Semua hanya akan dia jadikan bahan mencecarku. Itu yang membuatku malas. Hal-hal kecil bisa dibuat berleb

    Last Updated : 2025-03-19
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 8

    Kuletakkan sapu yang ada di tangaku, dan segera kuhampiri sopir pick up itu. Ada sedikit rasa penasaran yang menggeliat di dalam hatiku. Siapa yang menyuruh sang sopir datang ke alamatku. Aku lebih penasaran apa yang ada di atas mobil itu?“Ini, Mbak. Silahkan tanda tangan di sini!” kata sang sopir menyodorkan selembar kertas kepadaku, setelah menuruni mobilnya. Dia memberikan aku sebuah pulpen dan kertas yang segera kuterima. Segera kububuhkan tanda tangan di atas kertas dan kukembalikan kepada sopir itu.“Ini maksudnya apa ya pak? Saya masih bingung. Yang di dalam itu isinya apa dan untuk siapa?” tanyaku mencoba mencari tahu. Sang sopir tertawa renyah menanggapi pertanyaan saat ini. “oh ... Ini paket kiriman dari Nyonya mbak. Tunggu sebentar ya!” ucapnya sembari berjalan menjauh dariku. Dia kembali ke dalam mobil mengambil sesuatu.Nyonya? Siapa yang di maksud oleh pak sopir. Aku bekerja di sebuah bank daerah di kotaku. Jelas bukan dari bosku, karena rekan kerja dan bosku sudah da

    Last Updated : 2025-03-19
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 9

    Dirga bergegas menuju ke parkiran motornya. Dia sengaja menaruh motor sportnya, agak jauh dari rumah Kirana. Pria 25 tahun itu sesekali melirik ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, demi memastika dirinya tidak akan terlambat ke tempat kerjanya. Dirga tampak celingukan mencari sesuatu yang seharusnya ada di atas tangki motor berwarna hitam itu. “Shit! Sial, helm pakai acara ilang segala,” umpatnya ketika menyadari helm miliknya tak lagi ada di tempatnya. Pria itu nampak kesal namun tak tau harus menyalahkan siapa. Jelas ini adalah keteledorannya sendiri.Dirga merutuki kebodohannya. Disaat genting seperti ini, dia malah kehilangan benda kesayangannya. Dia segera menyalakan mesin motornya yang sudah terparkir sejak kemarin siang. Untungnya hanya helm saja yang hilang, bukan motornya. Dan untungnya lagi, kali ini dia memakai helm seharga 2 jutaan, bukan helmnya yang harga puluhan juta. Dia sedikit bernapas lega. Dan memikirkan cara bagaimana dia bisa sampai ke tempat

    Last Updated : 2025-03-19

Latest chapter

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 27

    “Angkat tangan, jangan bergerak!” Seketika Anya dan para orang suruhannya terlihat panik dan kebingungan. “Hei, kalian mau ke mana?” teriak Nya ketika para orang suruhannya pergi satu-persatu meninggalkannya. Bahkan orang yang dia percaya saja bisa menghianatinya. Aku masih berdiam di tempat. Tiba-tiba Anya berlari ke arahku. Gawat! Aku tahu apa yang akan dia lakukan. Dia mengambil sebilah pisau dan menarik kursi, membuatku tersentak. Aku belum bisa lepas dari ikatan mereka, kesempatan untukku berlaripun sama sekali tak ada. Oh Tuhan, tolonglah aku kali ini. Aku belum siap mati konyol. “Jika aku hancur, maka kita harus hancur bersama!” ancamnya dengan nada bergetar. Aku tahu dia sangat panik saat ini, terlihat dari peluhnya yang bercucuran membasahi dahinya. “Anya, tenang. Kamu jangan gegabah, jika kamu tenang. Polisi tak akan menyakitimu,” kataku berus

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 26

    Aku dan mama masih berdiam di atas motor. Sial sekali, seharusnya kami pergi ke pasar dengan mobil saja tadi. Entah siapa dan apa tujuan orang-orang itu, yang jelas ini sama sekali tak lucu. “Gimana, ini, Ki?” bisik mama ketika pria bertubuh kekar itu, hampir sampai ke arah kami. Aku berusaha mencari cara agar bisa terhindar dari orang yang tak ku tahu apa alasan dan tujuannya. Aku bahkan tak mengenalnya sama sekali. “Pegangan, ya ma! Yang kenceng pokoknya!” kataku mencoba membuat strategi baru. Berharap kami bisa lepas dari orang-orang itu. “Mau kemana kalian!” ujar pria itu yang dengan sigap membaca pergerakan kami. Mereka segera mengepung scuter yang ku kendarai. Aku berusaha menabrak pria itu agar berhenti menghadang kami. Apapun akan kulakulan agar terhindar dari orang yang tak jelas itu. Enak saja tiba-tiba muncul. Aku curiga dia tukang palak atau begal, ya mungkin sejenisnya. Terserah deh, yang penting, b

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 25

    “Oh, di sini rupanya kamu tinggal?” Deg! Aku terkejut melihat kedatangan bu Sukma. Entah apa niat dan tujuannya, tapi aku rasa, sekarang kami sudah tak memiliki urusan lagi. Semenjak Ayah menjatuhkan talak kepadanya, hubungan kami sudah berakhir. Kami juga tak memiliki hubungan darah, jadi sah-sah saja aku mengusirnya. “Iya, di sinilah saya tinggal. Ngapain anda datang ke sini?” tanyaku dengan nada ketus. Jujur saja, aku sangat malas melihatnya di sini. Terlebih aku hanya sendirian di rumah. Aku sengaja berusaha menunjukkan sikap yang berani. Dia selalu menindasku selama menjadi ibu tiri. Bukan niat untuk membalas, akan tetapi aku sangat hafal tabiat buruk yang dia miliki. Dia hanya akan datang ketika butuh sesuatu, atau ada niat lain yang entah aku sendiri tak tahu. “Cuma mau lihat-lihat saja. Kamu jangan sombong ya, mentang-mentang sudah dinikahi pria kaya,” selorohnya sembari menerobos masuk melewatiku begitu saja. Aku

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 24

    Mas Dirga ternyata tak main-main dengan ucapannya, kami benar-benar sudah check in, dan berada di hotel yang tak jauh dari area pantai. Sebelumnya, kami sudah mampir ke sebuah toko baju untuk membeli pakaian ganti. “Kamu mandi dulu saja, nanti mas nyusul,” ujarnya yang terdengar begitu ambigu. What? Nyusul? Pikiranku mendadak menjadi kotor. Astagfirullah. Tapi dia duluan yang mulai, dia masih mematung di dekat pintu sembari menatap layar ponselnya dengan serius. Alah, palingan dia juga asal ngomong aja. Aku buru-buru menuju ke kamar mandi. Badanku juga sudah terasa dingin, takut kalo kelamaan malah akan masuk angin. Semoga saja dia tak benar-benar menyusul aku ke kamar mandi. Aku buru-buru menyelesaikan ritual mandi. Beruntungnya mas Dirga tak benar-benar menyusulku. Aku hanya mengenakan bathrobe, dan segera keluar dengan rambut yang sudah terlilit handuk karena basah. Bukan mak

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 23

    Ayah mengatakan jika dia akan pergi ke rumah Bude Diyah. Dia akan menetap untuk beberapa waktu, sampai pikirannya menjadi lebih tenang. Aku tak bisa menahan kepergian Ayah, meskipun aku ingin. Aku juga sudah bukan tanggungan Ayah lagi, tak mungkin juga membawa bliau tinggal denganku, di rumah suami. Tentu saja rasanya akan aneh. Jadi aku hanya bisa mendukung keputusan Ayah saat ini. Kami sudah berada di stasiun kereta yang ada di kota kami. Aku berjalan mengikuti langkah kaki ayah untuk menyamainya, rasanya kejadian begitu cepat. Bahkan aku tak mengira akan berdiri di sini sekarang. Mengantarkan ayah ke stasiun bukan sebuah agenda yang ada di dalam hidupku. Ternyata rencana-rencana yang kita susun sedemikian rupa, bisa dalam sekejap berubah seketika ya. Itulah salah satu kuasa Tuhan yang tak bisa kita tebak, bahkan untuk besok saja kita hanya bisa berencana. Semua keputusan akan kembali kepada sang pencipta. Seandain

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 22

    “Cukup Sukma! Aku jatuhkan talak tiga kepadamu, mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi!” “Mas!” protes Ibu tampak sangat terkejut. Dia sepertinya tak akan menyangka jika Ayah akan mengatakan itu. Selama ini Ayah selalu mengalah. Ucapan ayah terdengar bagai petir yang menyambar di siang bolong. Entahlah, apakah aku harus senang atau sedih mendengar kabar ini. “Sudah cukup aku menahan sabarku selama ini, Sukma! Kamu benar-benar keterlaluan, baik perlakuan, dan juga ucapanmu. Terlebih jika berbicara dengan Kirana. Sejak awal memang semua salahku. Mengizinkannya masuk ke rumah ini juga bagai bencana bagi kami,” ujar Ayah yang selama ini lebih terlihat sabar dan diam. Aku dan mas Dirga tak tahu harus melakukan apa, kami masih terpaku menjadi saksi pertengkaran antara mereka. “Oh begitu ya, jadi selama ini mas menyesal menikahiku? Kenapa tidak sejak awal mas mengatakan, jika mas tak suka denganku. Kenapa sampai

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 21

    “Untuk apa kamu datang ke sini?” tanyaku dengan suara lantang, kedatangannya sama sekali tak pernah terpikir dalam benakku. Aku kira dia masih memiliki urat malu, dan tak akan pernah muncul di hadapanku lagi. Setelah kejadian hari itu. Tapi nyatanya dia masih berani muncul di hadapanku. Atau mungkin, dia memang merasa akulah yang salah. Pastinya memang seperti itu. Aku menghela napas panjang berusaha tetap tenang. Dia adalah salah satu orang yang paling aku hindari saat ini. Aku bahkan malas melihat wajahnya lagi. Napasku sedikit memburu, tatkala kakinya mulai mendekat. Entah apa yang dia inginkan, tapi aku sudah sama sekali tak berminat bertemu dengannya. “Ada masalah apa ya, Bu?” tanya pak Ilham yang sepertinya menyadari ada yang janggal. Dia memang masih berdiri di dekat kami. Sambutanku yang sama sekali tak ramah segera menyadarkan pak Ilham, jika pria yang datang saat ini bukanlah suamiku. Aku memang beberapa kali di

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 20

    Aku membuka mata perlahan, dengan kepala terasa sedikit pusing. Kutatap langit-langit bewarna putih bersih yang ada di kamar kami. Aku menoleh ke samping, tak ada mas Dirga di sana. Entah sejak kapan aku terlelap. Yang kuingat, sebelumnya hanya mas Dirga yang berpamitan akan keluar. Tenggorokanku terasa kering, aku memutuskan untuk turun ke lantai satu untuk mengambil air di dapur. Ternyata sudah jam 11 malam. Aku tak melihat sosok suamiku di rumah ini. Pandangan mataku mengedar ke seluruh penjuru berharap menemukan sosok yang aku cari. Aku gak sengaja menyenggol sendok hingga jatuh ke lantai. Kuembuskan napas berat, dan segera meraih sendok yang terjatuh karena ulahku yang tak hati-hati. “Kamu sudah bangun, Ki?” sapa mama. Membuatku sedikit terjengit kaget, karena mama muncul dari arah belakang. “Eh, Ma. Kiki bangunin mama ya? Maaf ya, Ma,” kataku merasa tak enak. Takut jika menganggu waktu ist

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 19

    “Ma?” Sapa mas Dirga, ketika sampai di resto tempat kami membuntuti Anya dan Ferdi. Dia terlihat panik karena mama menyuruh segera datang, hanya itu yang aku tahu. Tapi tak tahu alasan apa yang digunakan oleh mama, sehingga Mas Dirga datang secepat kilat. Atau mungkin kebetulan mas Dirga memang berada tak jauh dari sini? Oh ... Ayolah, hanya dia dan Tuhan yang tau. Kenapa malah memikirkan hal itu sih, yang sama sekali tak penting. Aku masih tak habis pikir dengan rentetan kejadian akhir-akhir ini di kehidupanku. Bahkan pada akhirnya, hanya mampu menebak-nebak apa, bagaimana, dan siapa yang menjadi dalang dari semua kisah kelamku. Jika aku menemukan pelakunya, tak ada kata maaf, apapun alasan orang itu. Aku sungguh penasaran, tujuan apa yang membuat orang itu tega melakukannya kepadaku? Mas Dirga, langsung menatapku. Aku tersenyum agar terlihat baik-baik saja. T

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status