Share

Bab 5

Author: Autumn
last update Last Updated: 2025-02-25 10:40:36

Kirana

“Bawa suamimu ke kamar, Kirana!” kata Ayah. Mendengar ucapan itu, sontak aku menoleh ke arah Dirga. Dia terlihat begitu santai menanggapi ucapan ayah barusan. Dia terus melihat ke arahku yang membuatku merasa tak nyaman.

“Iya, yah,” jawabku singkat dan segera melihat ke arah lain agar kami tak kontak mata terus-menerus.

“Kami permisi,” lanjutku berpamitan kepada yang lain.

“istirahatlah, kalian pasti lelah,” sahut bude Diyah. Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan wanita aruh baya itu. 

Yang lain tak menanggapi ucapanku, apalagi ibu tiri dan adikku yang terlihat kesal sejak tadi. Aku juga tak berharap apapun dari mereka.

Oh ... Gawat, bisa-bisanya aku lupa jika sekarang Dirga adalah suamiku. Meskipun aku belum siap, mau tak mau aku harus menerima semuanya. Tanpa banyak basa-basi lagi aku segera mengajak Dirga ke kamar. Jangan berpikir negatif, tentu kami tak akan melakulan apapun malam ini.

Ya ... Secara, aku sendiri masih belum yakin dengan pernikahan ini. Aku beranjak dari tempat duduk, lalu kulihat Dirga yang masih dengan posisi yang sama. “Ayo!” ajakku. Dia berdiri dan mengekor di belakangku.

Kami berjalan menuju kamar, ada rasa aneh yang menjalar di hatiku. Entah itu apa, namun perasaan itu adalah yang sulit untuk kugambarkan saat ini. Aku membuka pintu kamar menggunakan tangan kanan dan membiarkan Dirga masuk ke dalam. 

Dia berjalan melewatiku, dan tampak mengamati seluruh isi kamarku dari sudut ke sudut. Tak ada komentar apapun, dan sejujurnya aku juga tak ingin mendengar apapun darinya saat ini. Ada perasaan canggung antara kami berdua, tentu saja itu yang kami rasakan. Terutama aku. 

Lama tak bertemu dengannya, sekarang aku malah menjadi istrinya. Suatu hal yang tak pernah terlintas di benakku. Tidak ada yang bisa menerka semua itu. Ternyata manusia hanya bisa berencana, selebihnya Tuhanlah yang akan menuntun ke jalan yang diridhoi.

Aku menarik napas dan segera menghembuskannya. Tiba-tiba Dirga menoleh ke arahku. Aku masih terpaku, berdiri di dekat pintu. Entah sejak tadi aku hanya mengamati pria itu. Tak ada minat untuk sekadar mengajaknya mengobrol, atau menanyakan yang memenuhi isi kepalaku saat ini.  Dan sejujurnya aku sudah lelah dengan semua yang tejadi saat ini.

“Kamu tak ingin bertanya sesuatu kepadaku?” tanyanya sembari berjalan menuju ke ranjang berwarna putih milikku, dan duduk di atas kasur dengan seprei berwarna pink dengan motif bunga mawar kecil-kecil itu. 

Aku mulai sedikit tertarik dengan ucapannya yang menurutku sedikit memancing. Aku kembali menghela napas dan menutup pintu. Tentu aku tak bermaksud aneh-aneh, tapi tak enak saja jika percakapan kami di dengar oleh orang lain nantinya. Aku berjalan lebih mendekat ke arah Dirga. 

Deg.

Kenapa?

Perasaan aneh ini kembali muncul. Namun aku segera menghalau rasa itu sejauh mungkin dan berusaha bersikap biasa saja di hadapannya. “Ada banyak macam pertanyaan yang memenuhi kepalaku.”

Dia mengangguk sembari menautkan jemarinya. “Tanyakan apapun itu. Aku akan menjawab semuanya!” ucapannya terdengar seperti perintah. 

“Kenapa kamu melakukan semua ini?” tanyaku sembari mencari-cari jawaban darinya. 

Dirga menepuk kasur tepat di sebelah dia duduk. “Duduklah!” ucapnya lembut. 

Ucapannya terdengar bagai mantra, aku bahkan dengan mudahnya menurut dan berjalan ke arahnya. Aku ikut duduk di sebelahnya, dia menunduk dan menarik napas dalam.

Tanpa sadar kuamati setiap inci wajah Dirga. Banyak sekali perubahan yang aku lihat, garis wajahnya terlihat lebih tegas dan kulitnya juga lumayan halus, tak ada bulu-bulu halus di wajahnya. Sepertinya dia rajin bercukur. Jauh berbeda dengan Dirga yang akukenal dulu, dia jauh lebih bersih dan rapi sekarang. 

Ah lupakan semua itu, aku tak bermaksud memujinya. Dia menoleh ke arahku, aku segera memalingkan wajahku. Jantungku tiba-tiba berdegub kencang. Telapak tanganku tiba-tiba terasa dingin.

“Kenapa kamu melakukan semua ini?” tanyaku berusaha menghalau rasa gugubku. 

“Entahlah, aku melakukan dengan spontan. Maaf jika aku lancang,” ucapnya. Entah mengapa penjelasannya masih sangat mengganjal dan membuat hatiku sedikit kecewa. 

Tunggu! 

Bukan ini yang ingin aku dengar darinya, tapi aku juga tak bisa memaksa agar dia menjelaskan semua seperti yang aku mau. 

“Terimakasih sudah menolong di saat yang tepat. Jika kamu merasa keberatan, kita bisa batalkan pernikahan kita nanti. Toh percuma juga kita menikah. Tak ada cinta, di dalam pernikahan ini, dan juga semua ini hanya sebuah penutup aib,” jawabku. Dadaku terasa nyeri ketika mengatakan semua itu. Aku menoleh ke samping mencoba menahan air mata yang ku tahan sejak tadi. 

“Maaf jika kehadiranku hanya menambah masalah di tengah masalah. Kita coba jalani semuanya, pernikahan bukan sebuah permainan, Kiran. Aku sudah berjanji di depan Ayahmu, bukan hanya di depan Ayahmu dan tamu saja. Melainkan aku juga sudah berjanji di hadapan Allah ta'ala. Maaf jika jawabanku terkesan ambigu. Tapi aku akan bertanggung jawab dengan semua keputusan yang kuambil ini. Beri aku waktu beberapa hari untuk membereskan semuanya.” kali ini dia mengatakan dengan sungguh-sungguh. Namun kenapa hatiku sulit untuk menerima semua ucapannya. 

“Baiklah, kabari saja jika kamu ingin membatalkan semuanya. Aku akan dengan senang hati melakukannya.” 

Dia tampak tak bahagia ketika mendengar jawaban dariku. Bukankah seharusnya dia senang? 

Aku beranjak dari tempat dudukku. Segera kuambil selimut dan bantal dari lemariku untuk keberikan kepada Dirga. Meskipun kami sudah menikah, tapi aku belum yakin dengan semua ini. Dia melihat setiap gerak-gerikku, sangat berbeda dengn Dirga yang cuek dan menyebalkan waktu kecil. Atau memang masih sama?

Mungkin karena aku sudah lama tak bertemu dengannya.

“Kamu pakai ini, aku tidur di sofa,” kataku ketika memberikan selimut dan bantal kepadanya. Dia mengangguk menandakan mengerti apa maksudku, yah tentu saja dia pasti mengerti terlebih dia juga sudah dewasa sekarang.

Dia berdiri, “Kamu tidur saja di sini. Biar aku yang tidur di sofa,” jawabnya segera mengambil bantal dan selimut dari tanganku, dan berjalan menuju ke sofa.

Aku mengangguk dan segera membaringkan tubuhku di atas kasur. Kucoba bersikap biasa saja, seolah Dirga tak ada di kamar ini. Namun ternyata rasanya tak semudah yang aku bayangkan. Bagaimana bisa aku bersikap biasa saja sementara ada orang asing ralat, orang baru yang ada di dalam kamar bersama denganku. Meskipun dia berstatus sebagai suami, tapi situasinya sangat tidak mendukung saat ini. 

Jangan berharap malam pertama, memikirkan untuk bangun lagi esok saja aku tak berani. Kukirim Dirga yang tengah memposisikan diri di sofa. Aku jadi iba melihat dia yang kesulitan untuk mengmbil posisi. Terlebih tubuhnya yang jangkung membuatnya susah tidur di sofa yang memiliki panjang tak sampai 2 meter itu. 

Akhirnya aku menyerah dan menghampiri dia. “Kamu tidur di kasur saja deh, eh ... Jangan berpikir aneh-aneh! Kita nggak akan ngapa-ngapain kok,” kataku cepat, mencoba menghalau pikiran aneh-aneh yang mungkin saja akan terlintas di benak Dirga saat ini. Tidak akan ada yang bisa menjamin apapun, apalagi kamu adalah manusia normal dan sama-sama dewasa.

Dia tambak menyeringai jahil, seolah mengerti apa yang aku maksud saat ini. “Lagian ngapa-ngapain juga udah nggak dosa kok,” jawabnya sembari mengedipkan mata kepadaku. 

“Apaansih," kataku sembari berbalik cepat dan segera menuju ke atas tempat tidur. Dia tampak berjalan menuju ke arahku. Segera kuletakkan sebuah guling di tengah kasur, sebagai pembatas kami. 

“Ini ceritanya main rumah-rumahan?” celetuk Dirga. Aku kembali teringat masa kecil kami yang dulu pernah kami lalui bersama.

“Nggak usah mancing aneh-aneh deh,” gerutuku kesal. 

“Lagian, kita juga udah nikah. Nggak masalah juga kalo tidur bareng, lebih juga nggak masalah.”

“Jangan modus, awas saja sampai nyeberang dari kasur!” jawabku cepat sembari memicingkan mata ke arah Dirga.

Dia tersenyum lebar ke arahku sembari mengangkat dua jemarinya membentuk huruf V. “Bercanda kok.”

Dasar aneh, awas saja kalau sampai dia macam-macam!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 6

    Aku tak sadar sejak kapan aku menutup mata semalam. Samar kudengar suara adzan subuh berkumandang. Aku masih enggan membuka kedua mataku. Namun kewajiban sebagai seorang muslim, tetap harus aku tunaikan. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh, dengan guling yang saat ini kupeluk. Aneh, kenapa tidak seperti yang biasanya?Aku membuka perlahan kedua mataku dengan posisi yang masih sama. Sejak kapan gulingku jadi lebar ya? Mana bisa gerak-gerak lagi. “Astagfirullah pocong!” tanpa sadar aku berteriak dan berdiri menuruni tempat tidur. Dirga ternyata sudah bangun sejak tadi, dia tersenyum melihat aku yang terkaget saat ini. Bagaimana bisa dia sesantai ini?“Ini aku, Kiran!” kara Dirga mencoba menyadarkanku. Siapa yang tidak kaget karena dia bertutup selimut hingga ke dada, mirip seperti hantu lolipop itu.“Apa-apaan ini? Kamu manfaatin aku ya?” ucapku setelah sadar.“Nggak ada yang manfaatin kamu sih, dan sepertinya kamu malah yang memanfaatkan aku,” kata Dirga membalik kata-kataku. Dia m

    Last Updated : 2025-03-16
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 7

    “Mana suamimu?” tanya ibu tiriku yang tiba-tiba saja muncul dari arah dapur , membuatku sedikit terjengit, dan hampir membuat jantungku copot karena tak ada suara apapun ketika dia melangkah.“Astagfirullah ibu, bikin kaget saja,” jawabku sembari mengusap dadaku karena reflek dan berbalik menghadap ke arahnya. “Tinggal jawab saja pakai sok-sokan kaget segala,” sungutnya kepadaku. Jika bukan karena Ayah, aku sudah mencakar wanita paruh baya ini. Setiap hari selalu membuat kesal dengan omongan dari mulutnya. Sejak awal dia memamg tak ernah menyukaiku. Sabar Kiran, sabar! Lebih baik mengalah daripada berdebat nggak jelas. Ini masih pagi aku nggak mau mengotori hati dan pikiranku. Biarkan hari ini mengalir dengan sendirinya. “Maaf, Bu. Tapi Kiran memang beneran kaget. Kalo Mas Dirga, tadi dia pamit mau pulang, Bu,” jelasku singkat. Sejujurnya aku malas menjelaskan apapun kepadanya. Semua hanya akan dia jadikan bahan mencecarku. Itu yang membuatku malas. Hal-hal kecil bisa dibuat berleb

    Last Updated : 2025-03-19
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 8

    Kuletakkan sapu yang ada di tangaku, dan segera kuhampiri sopir pick up itu. Ada sedikit rasa penasaran yang menggeliat di dalam hatiku. Siapa yang menyuruh sang sopir datang ke alamatku. Aku lebih penasaran apa yang ada di atas mobil itu?“Ini, Mbak. Silahkan tanda tangan di sini!” kata sang sopir menyodorkan selembar kertas kepadaku, setelah menuruni mobilnya. Dia memberikan aku sebuah pulpen dan kertas yang segera kuterima. Segera kububuhkan tanda tangan di atas kertas dan kukembalikan kepada sopir itu.“Ini maksudnya apa ya pak? Saya masih bingung. Yang di dalam itu isinya apa dan untuk siapa?” tanyaku mencoba mencari tahu. Sang sopir tertawa renyah menanggapi pertanyaan saat ini. “oh ... Ini paket kiriman dari Nyonya mbak. Tunggu sebentar ya!” ucapnya sembari berjalan menjauh dariku. Dia kembali ke dalam mobil mengambil sesuatu.Nyonya? Siapa yang di maksud oleh pak sopir. Aku bekerja di sebuah bank daerah di kotaku. Jelas bukan dari bosku, karena rekan kerja dan bosku sudah da

    Last Updated : 2025-03-19
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 9

    Dirga bergegas menuju ke parkiran motornya. Dia sengaja menaruh motor sportnya, agak jauh dari rumah Kirana. Pria 25 tahun itu sesekali melirik ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, demi memastika dirinya tidak akan terlambat ke tempat kerjanya. Dirga tampak celingukan mencari sesuatu yang seharusnya ada di atas tangki motor berwarna hitam itu. “Shit! Sial, helm pakai acara ilang segala,” umpatnya ketika menyadari helm miliknya tak lagi ada di tempatnya. Pria itu nampak kesal namun tak tau harus menyalahkan siapa. Jelas ini adalah keteledorannya sendiri.Dirga merutuki kebodohannya. Disaat genting seperti ini, dia malah kehilangan benda kesayangannya. Dia segera menyalakan mesin motornya yang sudah terparkir sejak kemarin siang. Untungnya hanya helm saja yang hilang, bukan motornya. Dan untungnya lagi, kali ini dia memakai helm seharga 2 jutaan, bukan helmnya yang harga puluhan juta. Dia sedikit bernapas lega. Dan memikirkan cara bagaimana dia bisa sampai ke tempat

    Last Updated : 2025-03-19
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 10

    Dirga duduk di sofa ruang tamu. Dia hanya mampu menunduk tak berani menatap ke arah sang mama, yang sudah melotot ke arahnya.“Ya Allah Dirga, kenapa kamu nikahin anak orang dengan sembarangan begitu. Bagaimana perasaan orang tuanya, astagfirullah Dirga! Lihat anakmu, Pa dia kenapa jadi begini? Ya Tuhan berat sekali cobaan seorang single mom ini!” keluh mayang sambil menjewer telinga putranya. Dia sudah tak tahan lagi untuk tak menjewer putranya. Bahkan Mayang juga memukuli Dirga hingga dia meringkuk kesakitan. Namun Mayang terus memukuli pantat Dirga hingga sang empu mengaduh.“Sakit, Ma. Aduh ampun! Dirga bisa jelasin semuanya!” rintihnya sembari membohon agar di lepaskan. Mayang melepaskan jewerannya. Dia menatap iba ke arah Dirga lalu mengembuskan napas panjang menetralkan detak jantungnya yang sejak tadi terpacu. Biar bagaimanapun, Mayang masih menganggap jika Dirga adalah putra kecilnya. Padahal putranya saat ini sudah bukan seorang remaja bandel lagi. Dirga bahkan sudah menjadi

    Last Updated : 2025-03-19
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 11

    Seorang wanita berambut hitam panjang terurai, mengenakan dress hitam duduk di sebuah cafee, sembari menatap layar gawainya. Menunggu kedatangan sang kekasih. Ditemani secangkir kopi latte dan cake stroberi wanita itu masih setia menatap layar gawainya. Hatinya berbunga-bunga memikirkan sang kekasih yang sudah beberapa hari tak ada kabar. Hari ini ketika Dirga membalas pesannya, dia seakan mendapatkan angin segar dari pria itu.Beberapa pesan singkat dia kirimkan, namun tak mendapatkan balasan satupun dari pria yang dia tunggu sejak beberapa menit yang lalu. “Ke mana sih, balas pesan sebentar saja apa susahnya coba. Emang dis segitu sibuknya, sampai balas pesan aja nggak sempat? Dia juga bukan pejabat yang banyak kegiatan di luar sana lho. Luangin waktu sedikit buat aku seharusnya bisa 'kan?” gerutu Tiara. Berulang kali dia membuka aplikasi whatsapp untuk memastikan apakah Dirga membalas pesan singkatnya. Hatinya mendadak gusar karena orang yang amat dit

    Last Updated : 2025-03-20
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 12

    Aku mulai membuka satu-persatu paket yang dikirim oleh ibu Mas Dirga. Meskipun sebagian besar sudah diambil oleh ibu dan Anya. Tapi aku bersyukur, masih ada yang tersisa untukku. Walaupun agak miris, tapi hal seperti ini sudah sering terjadi kepadaku. Aku selalu dapat sisa semenjak Ayah menikah dengan ibu.Ibu memang selalu mengatakan jika aku harus membalas atas segala yang telah dia berikan kepadaku. Wajar jika apa yang aku dapat dia ambil sebagian.Merawatku selama beberapa tahun saja dia selalu menyinggung, agar aku membalas semua yang telah dia berikan keadaku. Yang menurutku sama sekali tak ada apa-apanya. Apalagi aku sudah besar dan bisa melakulan semuanya sendiri. Ayah juga selalu mencukupi segala sesuatu yang aku butuhkan.Lagi-lagi ucapan ibu selalu berhasil menggores hatiku, dengan dalih dia telah merawatku setelah dia dinikahi oleh ayah. Mengurusku merupakan beban baginya selama ini. Wajar saja, aku hanya anak sambung di matanya.

    Last Updated : 2025-03-21
  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 13

    Terdengar suara mobil berhenti di depan rumah, aku yakin jika yang datang kali ini adalah Mas Dirga. Aku sedikit lega karena dia telah tiba.“Assalamualaikum,” ucapnya ketika memasuki rumah. Kedua mataku tertuju ke arah mas Dirga, begitupun dengan yang lainnya.“Waalaikumsalam,” jawab kami serempak. “Masuk, nak!” kata Ayah. Tanpa menunggu lama mas Dirga segera duduk di sampingku yang memang saat ini kosong. Dia menatapku sambil tersenyum. Aku masih diam tak membalas senyumnya. Setelah suasana menegang sebelum kedatangan mas Dirga, kami sempat berdiam beberapa saat. Entah suasana menjadi sedikit aneh setelah mendengar ucapan yang menurutku sangat keterlaluan dari ibu.“Langsung pada intinya saja, mbak. Maksud mbak tadi apa?” tanya tante Mayang yang sepertinya sudah menahan kekesalan kepada ibu. Aku jadi merasa tak enak hati dengannya. Apalagi dengan setiap omongan yang keluar dari mulut ibu. “Maksud kamu apa? Kam

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 27

    “Angkat tangan, jangan bergerak!” Seketika Anya dan para orang suruhannya terlihat panik dan kebingungan. “Hei, kalian mau ke mana?” teriak Nya ketika para orang suruhannya pergi satu-persatu meninggalkannya. Bahkan orang yang dia percaya saja bisa menghianatinya. Aku masih berdiam di tempat. Tiba-tiba Anya berlari ke arahku. Gawat! Aku tahu apa yang akan dia lakukan. Dia mengambil sebilah pisau dan menarik kursi, membuatku tersentak. Aku belum bisa lepas dari ikatan mereka, kesempatan untukku berlaripun sama sekali tak ada. Oh Tuhan, tolonglah aku kali ini. Aku belum siap mati konyol. “Jika aku hancur, maka kita harus hancur bersama!” ancamnya dengan nada bergetar. Aku tahu dia sangat panik saat ini, terlihat dari peluhnya yang bercucuran membasahi dahinya. “Anya, tenang. Kamu jangan gegabah, jika kamu tenang. Polisi tak akan menyakitimu,” kataku berus

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 26

    Aku dan mama masih berdiam di atas motor. Sial sekali, seharusnya kami pergi ke pasar dengan mobil saja tadi. Entah siapa dan apa tujuan orang-orang itu, yang jelas ini sama sekali tak lucu. “Gimana, ini, Ki?” bisik mama ketika pria bertubuh kekar itu, hampir sampai ke arah kami. Aku berusaha mencari cara agar bisa terhindar dari orang yang tak ku tahu apa alasan dan tujuannya. Aku bahkan tak mengenalnya sama sekali. “Pegangan, ya ma! Yang kenceng pokoknya!” kataku mencoba membuat strategi baru. Berharap kami bisa lepas dari orang-orang itu. “Mau kemana kalian!” ujar pria itu yang dengan sigap membaca pergerakan kami. Mereka segera mengepung scuter yang ku kendarai. Aku berusaha menabrak pria itu agar berhenti menghadang kami. Apapun akan kulakulan agar terhindar dari orang yang tak jelas itu. Enak saja tiba-tiba muncul. Aku curiga dia tukang palak atau begal, ya mungkin sejenisnya. Terserah deh, yang penting, b

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 25

    “Oh, di sini rupanya kamu tinggal?” Deg! Aku terkejut melihat kedatangan bu Sukma. Entah apa niat dan tujuannya, tapi aku rasa, sekarang kami sudah tak memiliki urusan lagi. Semenjak Ayah menjatuhkan talak kepadanya, hubungan kami sudah berakhir. Kami juga tak memiliki hubungan darah, jadi sah-sah saja aku mengusirnya. “Iya, di sinilah saya tinggal. Ngapain anda datang ke sini?” tanyaku dengan nada ketus. Jujur saja, aku sangat malas melihatnya di sini. Terlebih aku hanya sendirian di rumah. Aku sengaja berusaha menunjukkan sikap yang berani. Dia selalu menindasku selama menjadi ibu tiri. Bukan niat untuk membalas, akan tetapi aku sangat hafal tabiat buruk yang dia miliki. Dia hanya akan datang ketika butuh sesuatu, atau ada niat lain yang entah aku sendiri tak tahu. “Cuma mau lihat-lihat saja. Kamu jangan sombong ya, mentang-mentang sudah dinikahi pria kaya,” selorohnya sembari menerobos masuk melewatiku begitu saja. Aku

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 24

    Mas Dirga ternyata tak main-main dengan ucapannya, kami benar-benar sudah check in, dan berada di hotel yang tak jauh dari area pantai. Sebelumnya, kami sudah mampir ke sebuah toko baju untuk membeli pakaian ganti. “Kamu mandi dulu saja, nanti mas nyusul,” ujarnya yang terdengar begitu ambigu. What? Nyusul? Pikiranku mendadak menjadi kotor. Astagfirullah. Tapi dia duluan yang mulai, dia masih mematung di dekat pintu sembari menatap layar ponselnya dengan serius. Alah, palingan dia juga asal ngomong aja. Aku buru-buru menuju ke kamar mandi. Badanku juga sudah terasa dingin, takut kalo kelamaan malah akan masuk angin. Semoga saja dia tak benar-benar menyusul aku ke kamar mandi. Aku buru-buru menyelesaikan ritual mandi. Beruntungnya mas Dirga tak benar-benar menyusulku. Aku hanya mengenakan bathrobe, dan segera keluar dengan rambut yang sudah terlilit handuk karena basah. Bukan mak

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 23

    Ayah mengatakan jika dia akan pergi ke rumah Bude Diyah. Dia akan menetap untuk beberapa waktu, sampai pikirannya menjadi lebih tenang. Aku tak bisa menahan kepergian Ayah, meskipun aku ingin. Aku juga sudah bukan tanggungan Ayah lagi, tak mungkin juga membawa bliau tinggal denganku, di rumah suami. Tentu saja rasanya akan aneh. Jadi aku hanya bisa mendukung keputusan Ayah saat ini. Kami sudah berada di stasiun kereta yang ada di kota kami. Aku berjalan mengikuti langkah kaki ayah untuk menyamainya, rasanya kejadian begitu cepat. Bahkan aku tak mengira akan berdiri di sini sekarang. Mengantarkan ayah ke stasiun bukan sebuah agenda yang ada di dalam hidupku. Ternyata rencana-rencana yang kita susun sedemikian rupa, bisa dalam sekejap berubah seketika ya. Itulah salah satu kuasa Tuhan yang tak bisa kita tebak, bahkan untuk besok saja kita hanya bisa berencana. Semua keputusan akan kembali kepada sang pencipta. Seandain

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 22

    “Cukup Sukma! Aku jatuhkan talak tiga kepadamu, mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi!” “Mas!” protes Ibu tampak sangat terkejut. Dia sepertinya tak akan menyangka jika Ayah akan mengatakan itu. Selama ini Ayah selalu mengalah. Ucapan ayah terdengar bagai petir yang menyambar di siang bolong. Entahlah, apakah aku harus senang atau sedih mendengar kabar ini. “Sudah cukup aku menahan sabarku selama ini, Sukma! Kamu benar-benar keterlaluan, baik perlakuan, dan juga ucapanmu. Terlebih jika berbicara dengan Kirana. Sejak awal memang semua salahku. Mengizinkannya masuk ke rumah ini juga bagai bencana bagi kami,” ujar Ayah yang selama ini lebih terlihat sabar dan diam. Aku dan mas Dirga tak tahu harus melakukan apa, kami masih terpaku menjadi saksi pertengkaran antara mereka. “Oh begitu ya, jadi selama ini mas menyesal menikahiku? Kenapa tidak sejak awal mas mengatakan, jika mas tak suka denganku. Kenapa sampai

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 21

    “Untuk apa kamu datang ke sini?” tanyaku dengan suara lantang, kedatangannya sama sekali tak pernah terpikir dalam benakku. Aku kira dia masih memiliki urat malu, dan tak akan pernah muncul di hadapanku lagi. Setelah kejadian hari itu. Tapi nyatanya dia masih berani muncul di hadapanku. Atau mungkin, dia memang merasa akulah yang salah. Pastinya memang seperti itu. Aku menghela napas panjang berusaha tetap tenang. Dia adalah salah satu orang yang paling aku hindari saat ini. Aku bahkan malas melihat wajahnya lagi. Napasku sedikit memburu, tatkala kakinya mulai mendekat. Entah apa yang dia inginkan, tapi aku sudah sama sekali tak berminat bertemu dengannya. “Ada masalah apa ya, Bu?” tanya pak Ilham yang sepertinya menyadari ada yang janggal. Dia memang masih berdiri di dekat kami. Sambutanku yang sama sekali tak ramah segera menyadarkan pak Ilham, jika pria yang datang saat ini bukanlah suamiku. Aku memang beberapa kali di

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 20

    Aku membuka mata perlahan, dengan kepala terasa sedikit pusing. Kutatap langit-langit bewarna putih bersih yang ada di kamar kami. Aku menoleh ke samping, tak ada mas Dirga di sana. Entah sejak kapan aku terlelap. Yang kuingat, sebelumnya hanya mas Dirga yang berpamitan akan keluar. Tenggorokanku terasa kering, aku memutuskan untuk turun ke lantai satu untuk mengambil air di dapur. Ternyata sudah jam 11 malam. Aku tak melihat sosok suamiku di rumah ini. Pandangan mataku mengedar ke seluruh penjuru berharap menemukan sosok yang aku cari. Aku gak sengaja menyenggol sendok hingga jatuh ke lantai. Kuembuskan napas berat, dan segera meraih sendok yang terjatuh karena ulahku yang tak hati-hati. “Kamu sudah bangun, Ki?” sapa mama. Membuatku sedikit terjengit kaget, karena mama muncul dari arah belakang. “Eh, Ma. Kiki bangunin mama ya? Maaf ya, Ma,” kataku merasa tak enak. Takut jika menganggu waktu ist

  • Fitnah Di Hari Pernikahanku   Bab 19

    “Ma?” Sapa mas Dirga, ketika sampai di resto tempat kami membuntuti Anya dan Ferdi. Dia terlihat panik karena mama menyuruh segera datang, hanya itu yang aku tahu. Tapi tak tahu alasan apa yang digunakan oleh mama, sehingga Mas Dirga datang secepat kilat. Atau mungkin kebetulan mas Dirga memang berada tak jauh dari sini? Oh ... Ayolah, hanya dia dan Tuhan yang tau. Kenapa malah memikirkan hal itu sih, yang sama sekali tak penting. Aku masih tak habis pikir dengan rentetan kejadian akhir-akhir ini di kehidupanku. Bahkan pada akhirnya, hanya mampu menebak-nebak apa, bagaimana, dan siapa yang menjadi dalang dari semua kisah kelamku. Jika aku menemukan pelakunya, tak ada kata maaf, apapun alasan orang itu. Aku sungguh penasaran, tujuan apa yang membuat orang itu tega melakukannya kepadaku? Mas Dirga, langsung menatapku. Aku tersenyum agar terlihat baik-baik saja. T

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status