POV Nita
Aku seorang istri yang menurutku sangat cantik dan sempurna. Walaupun hanya kesempurnaan fisik semata. Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik bagi suami. Akan tetapi, begitulah laki-laki, pada dasarnya tidak akan puas hanya dengan satu orang istri.
Aku mengakui suamiku tampan, bahkan untuk mengikat gadis perawan, mungkin dia masih bisa mendapatkan.
Hari itu, dengan enteng, dan tanpa rasa bersalah mas Duta mengutarkan keinginannya untuk menikah lagi. Dia mengucapkan kata itu bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali. Aku seperti menyadari kalau suamiku mungkin sedang mengalami masa puber ke dua.
Jangan tanyakan bagaimana perasaanku, jelas itu sangat menyakitkan. Ketika aku hanya mendengar keinginannya itu, aku tidak menanggapinya, aku kira dia sedang bergurau. Ternyata dugaanku salah, Mas Duta betul-betul serius dengan keinginannya. Benar saja, tak lama dia membawa calon istri barunya dan memperkenalkannya padaku.
Aku tersenyum untuk menutupi kesedihan. Perempuan mana yang tidak kecewa jika suami yang di cintainya datang membawa perempuan lain dan disebut sebagai calon istri barunya.
Jangankan membawa calon istri baru, hanya melihatnya berkirim pesan mesra dengan wanita lain pun aku merasa tersiksa. Aku wanita lemah, imanku tidak begitu kuat, aku tidak mampu jika harus diduakan. Walaupun saat ini aku terpaksa mengiyakan.
Masih terngiang, ketika mas Duta dengan semangatnya memperkenalkan Vira. Tidak tanggung-tanggung kutanyakan kapan mereka akan menikah.
Dengan entengnya Mas Duta berkata, "Secepatnya kami akan menikah." Hatiku terasa nyeri. Namun, aku tidak mau terlihat lemah di hadapannya.
Hingga, aku pun memberikan tiga syarat padanya.
Mobil mewah, baby sitter untuk mengurus anakku, dan uang bulanan sebesar empat puluh juta perbulan.
Aku berpikir, dengan uang itu hidupku akan sedikit lebih bebas. Ternyata Mas Duta menyetujuinya.
Pernikahan pun dilaksanakan. Walau sederhana, tetapi berjalan lancar tidak ada halangan. Aku mencoba mengujinya satu kali lagi, apakah dia akan menolak dengan alasan memikirkan perasaanku, atau sebaliknya?
"Pah ... setelah menikah, Vira tinggal di sini saja," ucapku. Aku berharap Mas Duta akan menolak dengan alasan ingin menghargai perasaanku. Nahas ternyata jawabannya sangat mencengangkan.
"Iya, Ma ,,, siap! Kamu memang istri yang baik," ucapnya penuh semangat dan sesekali merapikan rambut istri barunya.
Sangat menjijikan bukan?
Akhirnya aku dan maduku pun tinggal dalam satu atap.
***
Kini sudah berjalan beberapa bulan pernikahan suamiku dengan Vira. Sejak saat pernikahan itu aku tidak mau disentuh olehnya. Aku bahkan tidak mau dekat-dekat dengannya. Bahkan untuk sekedar makan bersama pun aku tidak Sudi. Mas Duta sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Vira.
Sekarang aku sudah mulai bekerja, atas izin dari Mas Duta Maka waktuku di rumah sangat singkat. Lebih bagus bukan? Aku menjadi wanita karir, cantik, berpenghasilan sendiri, mobil mewah, plus uang bulanan dari suami. Membuatku semakin mudah untuk menganggap Mas Duta dan Vira tidak ada. Di tambah aku mulai bergabung dengan group kantor dan group teman sekolah dulu, jadi waktuku habis untuk bermain ponsel, berbalas pesan singkat dengan temanku.
***
Semakin lama, kedekatan Mas Duta dengan Vira, membuatku muak, bukan karena aku takut akan kehilangan cinta Mas Duta, tetapi lebih kepada rasa benci. Lebih menjijikan ketika malam hari, saat itu aku sedang berdua dengan anakku, mereka terus berdempetan seperti remaja yang sedang kasmaran. Membuatku merasa jijik ingin memuntahkan semua isi perut.
Aku yang sudah tidak tahan melihatnya, memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, Lalu memanggil baby sitter-nya Adnan, untuk menemaninya bermain.
Segera kututup pintu kamar. Kuraih ponsel dan kulihat galeri foto albumku. Dikarenakan rasa kecewa dan jijik, aku menghapus semua foto Mas Duta yang ada di ponselku, hingga tidak tersisa satu fotopun.
Acara menghapus foto ini ternyata melelahkan juga. Hingga aku merasa haus dan pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Kulihat Mas Duta dan Vira sudah menutup pintu kamarnya. Mungkin sudah tidur, karena terlihat lampu kamarnya sudah dimatikan. Aku membayangkan apa yang sedang mereka lakukan, sudah pasti senam malam bukan?
"Hih......" Aku semakin bergedik ngeri.
Gak sudi aku dengan lelaki bekas orang!
Kutatap dinding ruangan yang penuh dengan foto aku, Adnan, dan Mas Duta tentunya. Ada juga foto pernikahannya dengan Vira di sana. Aku tidak berfikir panjang lagi, ku turunkan semua foto itu, ku bawa keluar dan ku bakar habis tanpa sisa.
Puas.
Kini di ruangan hanya tersisa foto pernikahan Mas Duta dan Vira.
Rasakan kamu Duta! Aku yakin besok pagi kamu akan merasa bingung, karena foto-foto itu menghilang, batinku. Aku mengusap tangan, lalu kembali masuk kamar, melanjutkan istirahat.
Kini lidahku terasa kelu kalau harus memanggilnya dengan sebutan papah atau Mas.
'Jangan ngimpi! Mulai besok aku akan memanggilmu Duta. Dan sebelum kamu pergi kerja, aku akan meminjam ponselmu terlebih dahulu. Pasti kamu akan lebih bingung dengan sikapku. Prinsipku Jangan bermain api jika tidak ingin terbakar. Tapi kau telah menyalakan api itu lebih dulu, maka aku akan menyalakan apiku agar lebih besar. Walaupun hubungan kalian, hubungan yang halal. Namun, aku tidak terima akan perlakuanmu padaku. Ini belum seberapa, baru dengan sikap dingin dan acuhku, kau sudah merasa uring-uringan. Walaupun kau tak mengungkapkan, tapi tampak jelas di raut wajahmu yang tampan itu, sayang.
POV DutaAku masih bingung dengan sikapnya, yang semakin dingin dan diam. Walaupun aku tak banyak bicara, tetapi aku diam-diam memperhatikannya. Semenjak dia mulai bekerja, waktunya di rumah sangat sedikit. Bahkan bisa dibilang rumah ini seperti tempat indekos.Pulang kerja pukul 7 malam, padahal seharusnya karyawan kantor pulang pukul 4 atau 5 sore.Setelah itu dia bermain sebentar dengan Adnan, mencium pipinya, memeluknya sebentar, dan mengajak Adnan ke kamar. Lalu, menyuruhnya tidur. Selepas dari kamar Adnan, Nita pun berpamitan padaku. "Pa … aku mau istirahat, aku duluan," pamitnya, melewati aku dan Vira, dengan menyunggingkan sedikit senyum, kemudian menutup pintu kamarnya.***Pagi ini, aku, Vira, dan Adnan sudah bersiap di meja makan seperti biasa, Bi Elli sudah menyiapkan nasi goreng da
Seharian di kantor sungguh membuat otakku semakin runyam. Aku terus memikirkan Nita. Mengapa sikapnya seakan berubah seratus delapan puluh derajat? Aku ada rapat penting hari ini. Namun, pikiran tentang Nita begitu mengganggu. Sungguh dia mampu membuyarkan isi kepalaku. Jika yang lalu sibuk memikirkan Vira, kenapa sekarang justru sebaliknya? Aku sedang duduk di ruanganku, memijat-mijat kepala yang sedikit pusing. Tiba-tiba, Damar mengagetkanku dengan gertakannya."Woy! Ngelamun aja lo, Ta! Kenapa lo? Ada masalah?" Bentaknya benar-benar membuatku tersentak."Iya … ni, sama Nita," ucapku sedikit lemas."Kenapa istri cantik Lo? buat gue ajh. Hahahahha." Sialan … kalau saja dia bukan teman, sudah kulayangkan tonjokan untuknya."Semenjak gue nikah lagi, hari itu juga dia berubah drastic, Gue sendiri lebih banyak ngehabisin waktu sama istri kedua gue."
POV ViraAneh sekali hari ini kelakuan Mas Duta. Membuatku muak. Sepertinya sikap Mba Nita yang mendiamkannya, mampu mempengaruhi isi otaknya. Menjadi yang kedua sungguh tidak enak. Itu yang kurasa. menyebalkan! Aku harus berpura-pura baik pada mba Nita. Aku harus bersembunyi di balik topeng kebencianku padanya.Jujur saja, aku sendiri ingin memiliki Mas Duta seutuhnya.Namun
POVNitaMendengar pengakuan Vira, bohong kalau aku tidak terluka.Aku tidak pernah menyangka akan kehilangan suamiku. Aku bingung antara bertahan atau melepaskan.Jika aku bertahan, aku hidup di dalam kebisuan. Jika aku melepaskan, maka Vira akan menang. Dan aku kalah.Ya Allah, bagaimana ini? Aku bingung.
POV DutaKulihat Adnan hendak menuju kamar Mamanya."Adnan! Kemari, Sayang," pintaku."Iya, Pa. Ada apa?" jawab Adnan menghampiriku."Adnan tadi pergi ke mana sama, Mama?"
POV NitaAku merapikan wajah dan rambut yang tak beraturan akibat ulah Mas Duta. Kupoles wajah dengan sedikit riasan tipis.Baru kemudian aku akan menghampiri Adnan keluar.'Duta kamu saja bisa mengingkari janjimu, lantas mengapa tidak denganku. Kalau kau saja mampu berselingkuh di belakangku, kenapa tidak dengan aku. Masih saja kamu bertanya apa maksudku.Tidakkah kamu ingat s
POV ViraMas Duta dan Mba Nita, mereka tidak ada yang pulang ke rumah satu pun. Rasanya menyebalkan aku di rumah sendirian, lama-lama rasa ketidaksukaanku pada Mba Nita semakin bertambah. Kalau dia memang tidak menyukainya, kenapa dia mengijinkan pernikahan itu terjadi. Menyebalkan!"Bi, Nani …!" panggilku sedik
POV DutaAku mengikuti Nita, masuk ke kamar. Nita terduduk lemas penuh kemarahan. Pintu kamar segera kukunci dari dalam. Rasa marah dan emosi meyulut ke dalam hati hingga aku tak mampu lagi untuk mengontrol diri.Banyak pertanyaan aku lontarkan. Aku tidak mau tahu, aku harus mendapat jawaban.
Beberapa tahun kemudian.Allhamdullillah aku kini sedang mengandung anak keduaku dengan suamiku tercinta, Brata Atmaja. Kini aku sudah menjadi Ibu dari tiga orang anak walaupun yang satu masih dalam kandungan. Kehidupanku sangat bahagia.Bang Adnan sekarang sedang kuliah di luar negeri, tepatnya di Amerika. Semakin dewasa Adnan semakin tampan dan sangat mirip dengan Papanya dan berlesung Pipit seperti Ibunya. Sebentar lagi dia akan kembali ke Indonesia untuk berlibur. Hati ini rasanya sangat rindu dan tidak sabar menyambut kedatangannya. Putraku kini sudah besar dan berhasil menyelesaikan pendidikannya.Gama dan Nanda kini mereka sudah menikah. Nanda sendiri sedang mengandung anak pertamanya. Nanda ikut Gama tinggal di Bali mengurus hotelku di sana. Hotel itu
POV NitaAkhirnya aku bisa menikah dengan orang yang benar-benar luar biasa. Baik dan penyayang. Semoga Allah menjaga pernikahan ini, dihindari dari yang namanya godaan wanita. Walau bagaimanapun aku pernah gagal, aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Rasa trauma bekas penghianatan kemaren jujur masih terngiang dan menjadi ketakutan tersendiri. Memang tidak semua laki-laki sama. Namun, tetap saja masih ada rasa trauma. Terauma jika suamiku akan diambil perempuan lain."Ma … kasian, Papa," ucap anakku."Kenapa, Sayang?" Brata melirik kearahku."Papa sekarang tinggal di tempat Nenek. Tadi Adnan nelpon Papa, terus Papa bilang kalau
POV Vira"Mas kamu bener-bener Kelewatan," ucapku pada Mas Damar tapi dengan tawa jahat.Aku dan dia berjalan- jalan menggunakan mobil baru. Masih belum terfikir kami mau kabur ke mana, sebab kalau bandara pasti di jaga polisi. Secara Mas Duta pasti sudah melapor polisi."Biar si bodoh itu tau rasa!" Beraninya dia menyia-nyiakan kamu!" ucapnya."Tadinya aku kira kamu tidak akan mengajaku pergi. Kamu tidak pernah datang ke rumah Duta, semenjak dia menikah denganku," lirihku."Iya aku gak bisa dong liat kamu dengan orang lain! Jika kamu bahagia dengan mereka mungkin aku akan mengikhlaskan kamu. Nyatanya mereka seenaknya sendiri memperlakukan kamu." Entah ben
Dita kembali menelponku dia bilang ada kekacauan di kantor. Aku langsung bergagas ke sana. Kunyalakan mesin mobil dan kupacu secepat mungkin. Kalau untuk mengebut aku memang ahlinya bahkan aku mampu menempuh perjalanan dari rumah ke kantor hanya dalam waktu 15 menit.Aku melihat terjadi kericuhan di sana. Para karyawan berdemo meminta gajih bulanan mereka yang belum dibayarkan. Padahal masalah gajih sudah kuserahkan semua pada Damar. Dengan kesal aku mencari keberadaan Damar. Namun, tak kusangka Dita bilang Damar telah pergi."Brengsek Damar!""Dita kamu tenangkan dulu karyawan yang lain. Bilang saya akan membayar gajih mereka.""Siap, Pak"Aku bergegas ke ruangan Damar mencari apa pun yang dapat kutemukan. Namun, nihil, tidak ada yang kudapatkan. Akan tetapi ada sepucuk surat yang diletakan di meja. Dengan cepat aku membuka amp
"Sudah rapi?" tanyaku pada Vira. Dia terus memegangi perutnya."Serius ini mau di bawa pulang?" tanya Damar."Dokter bilang bisa dirawat di rumah, Mar. Lo tau sendiri keuangan gue lagi gimana sekarang."Makanya cari istri jangan yang malah nyusahin, sial kan kamu nikah sama pelakor ini," cetus Ibu. Entah kapan Ibu datang tidak ada kabar berita kedatangannya tiba-tiba saja Ibu muncul sepagi ini."Sudah, Bu Nengsih, ini rumah sakit tidak enak ribut-ribut," ucap Damar."Halah ini kan ruang VIP, tidak ada yang dengar," sanggah Ibu. "Udah si, cerain aja istri begini bikin sial aja."Damar hanya menggeleng kepala. Pusing juga dengar Ibu ngomong cerai tiap hari."Bagus lah, Bu. Kalau Mas Duta mau cerain saya, suatu keberuntungan untuk saya," sahut Vira kesal.
Setelah beberapa menit kami sudah sampai di rumah sakit. Aku langsung menuju ke ruangan Vira. Sedangkan Damar mampir ke kantin untuk membeli makanan. Sesampainya di depan pintu aku mendengar anakku menangis kencang. Langsung saja aku masuk. Kok tidak ada orang? Di mana Ibu? Mungkin Ibu sedang membeli makanan. Lalu, kenapa anakku berada di kasur Ibunya bukan di tempat bayi? "Cup … cup … cup, Sayang …" Aku langsung menggendong dan mendiamkannya. Sepertinya dia pup, jadi dia menangis. "Vir … !" panggilku. "Iya, Mas. Syukur Alhamdulillah Mas Duta sudah kembali," jawabnya terseok-seok keluar dari kamar mandi dan memegangi perutnya. "Masih sakit?" "Sedikit, Mas ... mungki efek triak-triak kemaren." "Ibu kemana?"
POV DutaPagi ini adalah pagi yang akan menentukan nasibku nanti. Mungkinkah aku dapat melawan Nita? Nita sangat mengerti tentang pariwisata dan perhotelan. Bakat marketingnya tidak bisa dipungkiri. Saat dia membantuku menjalani bisnis itu, dengan sekejap hotelku mengalami kemajuan, bahkan hingga menjadi target investor untuk ikut menanam modalnya. Sehingga aku tidak perlu lagi bekerja dengan mertuaku. Mungkinkah Nita akan merebut segalanya?"Gimana, Mar? Siap?" tanyaku pada Damar."Siap. Lo yakin akan menangin kerja sama ini?" Ada raut panik diwajah Damar."Y
Pov NitaMa … bangun ada tamu." Adnan beberapa kali mengetuk pintu kamarku. Kulihat waktu sudah pukul 21.00.Aku mengikat rambut, dengan riasan sisa tadi siang masih menempel di wajah."Iya, Mama keluar." Aku membuka pintu kulihat Adnan sudah tidak ada, mungkin di ruang tamu.Ada lima orang sedang berkumpul di sana. Satu wanita yang wajahnya tak asing sedang hangat berbicara dengan Papa dan Adnan. Aku menghampiri mereka."Nanda, hai akhirnya kamu ke sini juga. Maaf ya, aku baru bangun tidur," ucapku lalu duduk di sebelahnya."Dengan siapa?" tanyaku."Calon suamiku," jawabnya dengan menunjuk seseorang yang duduk di depannya. Pan
POV Vira Baru sehari aku ditinggal dengan mertuaku ampun deh! Bawel banget. Bisa-bisa aku gila kalau seperti ini. Mbak Nita kuat banget punya mertua kayak begini. Rasanya ingin kukasih racun tikus mertua gila ini. Ya Tuhan … seharian ini kerjanya ceramah terus, sampai kupingku terasa budeg. Ingin melawan tapi percuma, tenagaku sedang lemah, luka bekas jahitan juga belum terlalu kering. Sebegitu hinanya ternyata istri kedua dimata orang, bahkan dimata mertuaku. Mas Duta kenapa tidak menyuruh suster aja untuk membantuku, kenapa harus memanggil Ibunya yang kaya macan ini? Tidak pernah terbayang dalam hidupku aku akan berhubungan dengan mertua sadis. Sepertinya kalau terus seperti ini aku tidak akan kuat dengan Mas Duta. Kesung