POV NitaAku seorang istri yang menurutku sangat cantik dan sempurna. Walaupun hanya kesempurnaan fisik semata. Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik bagi suami. Akan tetapi, begitulah laki-laki, pada dasarnya tidak akan puas hanya dengan satu orang istri.Aku mengakui suamiku tampan, bahkan untuk mengikat gadis perawan, mungkin dia masih bisa mendapatkan.Hari itu, den
POV DutaAku masih bingung dengan sikapnya, yang semakin dingin dan diam. Walaupun aku tak banyak bicara, tetapi aku diam-diam memperhatikannya. Semenjak dia mulai bekerja, waktunya di rumah sangat sedikit. Bahkan bisa dibilang rumah ini seperti tempat indekos.Pulang kerja pukul 7 malam, padahal seharusnya karyawan kantor pulang pukul 4 atau 5 sore.Setelah itu dia bermain sebentar dengan Adnan, mencium pipinya, memeluknya sebentar, dan mengajak Adnan ke kamar. Lalu, menyuruhnya tidur. Selepas dari kamar Adnan, Nita pun berpamitan padaku. "Pa … aku mau istirahat, aku duluan," pamitnya, melewati aku dan Vira, dengan menyunggingkan sedikit senyum, kemudian menutup pintu kamarnya.***Pagi ini, aku, Vira, dan Adnan sudah bersiap di meja makan seperti biasa, Bi Elli sudah menyiapkan nasi goreng da
Seharian di kantor sungguh membuat otakku semakin runyam. Aku terus memikirkan Nita. Mengapa sikapnya seakan berubah seratus delapan puluh derajat? Aku ada rapat penting hari ini. Namun, pikiran tentang Nita begitu mengganggu. Sungguh dia mampu membuyarkan isi kepalaku. Jika yang lalu sibuk memikirkan Vira, kenapa sekarang justru sebaliknya? Aku sedang duduk di ruanganku, memijat-mijat kepala yang sedikit pusing. Tiba-tiba, Damar mengagetkanku dengan gertakannya."Woy! Ngelamun aja lo, Ta! Kenapa lo? Ada masalah?" Bentaknya benar-benar membuatku tersentak."Iya … ni, sama Nita," ucapku sedikit lemas."Kenapa istri cantik Lo? buat gue ajh. Hahahahha." Sialan … kalau saja dia bukan teman, sudah kulayangkan tonjokan untuknya."Semenjak gue nikah lagi, hari itu juga dia berubah drastic, Gue sendiri lebih banyak ngehabisin waktu sama istri kedua gue."
POV ViraAneh sekali hari ini kelakuan Mas Duta. Membuatku muak. Sepertinya sikap Mba Nita yang mendiamkannya, mampu mempengaruhi isi otaknya. Menjadi yang kedua sungguh tidak enak. Itu yang kurasa. menyebalkan! Aku harus berpura-pura baik pada mba Nita. Aku harus bersembunyi di balik topeng kebencianku padanya.Jujur saja, aku sendiri ingin memiliki Mas Duta seutuhnya.Namun
POVNitaMendengar pengakuan Vira, bohong kalau aku tidak terluka.Aku tidak pernah menyangka akan kehilangan suamiku. Aku bingung antara bertahan atau melepaskan.Jika aku bertahan, aku hidup di dalam kebisuan. Jika aku melepaskan, maka Vira akan menang. Dan aku kalah.Ya Allah, bagaimana ini? Aku bingung.
POV DutaKulihat Adnan hendak menuju kamar Mamanya."Adnan! Kemari, Sayang," pintaku."Iya, Pa. Ada apa?" jawab Adnan menghampiriku."Adnan tadi pergi ke mana sama, Mama?"
POV NitaAku merapikan wajah dan rambut yang tak beraturan akibat ulah Mas Duta. Kupoles wajah dengan sedikit riasan tipis.Baru kemudian aku akan menghampiri Adnan keluar.'Duta kamu saja bisa mengingkari janjimu, lantas mengapa tidak denganku. Kalau kau saja mampu berselingkuh di belakangku, kenapa tidak dengan aku. Masih saja kamu bertanya apa maksudku.Tidakkah kamu ingat s
POV ViraMas Duta dan Mba Nita, mereka tidak ada yang pulang ke rumah satu pun. Rasanya menyebalkan aku di rumah sendirian, lama-lama rasa ketidaksukaanku pada Mba Nita semakin bertambah. Kalau dia memang tidak menyukainya, kenapa dia mengijinkan pernikahan itu terjadi. Menyebalkan!"Bi, Nani …!" panggilku sedik
Beberapa tahun kemudian.Allhamdullillah aku kini sedang mengandung anak keduaku dengan suamiku tercinta, Brata Atmaja. Kini aku sudah menjadi Ibu dari tiga orang anak walaupun yang satu masih dalam kandungan. Kehidupanku sangat bahagia.Bang Adnan sekarang sedang kuliah di luar negeri, tepatnya di Amerika. Semakin dewasa Adnan semakin tampan dan sangat mirip dengan Papanya dan berlesung Pipit seperti Ibunya. Sebentar lagi dia akan kembali ke Indonesia untuk berlibur. Hati ini rasanya sangat rindu dan tidak sabar menyambut kedatangannya. Putraku kini sudah besar dan berhasil menyelesaikan pendidikannya.Gama dan Nanda kini mereka sudah menikah. Nanda sendiri sedang mengandung anak pertamanya. Nanda ikut Gama tinggal di Bali mengurus hotelku di sana. Hotel itu
POV NitaAkhirnya aku bisa menikah dengan orang yang benar-benar luar biasa. Baik dan penyayang. Semoga Allah menjaga pernikahan ini, dihindari dari yang namanya godaan wanita. Walau bagaimanapun aku pernah gagal, aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Rasa trauma bekas penghianatan kemaren jujur masih terngiang dan menjadi ketakutan tersendiri. Memang tidak semua laki-laki sama. Namun, tetap saja masih ada rasa trauma. Terauma jika suamiku akan diambil perempuan lain."Ma … kasian, Papa," ucap anakku."Kenapa, Sayang?" Brata melirik kearahku."Papa sekarang tinggal di tempat Nenek. Tadi Adnan nelpon Papa, terus Papa bilang kalau
POV Vira"Mas kamu bener-bener Kelewatan," ucapku pada Mas Damar tapi dengan tawa jahat.Aku dan dia berjalan- jalan menggunakan mobil baru. Masih belum terfikir kami mau kabur ke mana, sebab kalau bandara pasti di jaga polisi. Secara Mas Duta pasti sudah melapor polisi."Biar si bodoh itu tau rasa!" Beraninya dia menyia-nyiakan kamu!" ucapnya."Tadinya aku kira kamu tidak akan mengajaku pergi. Kamu tidak pernah datang ke rumah Duta, semenjak dia menikah denganku," lirihku."Iya aku gak bisa dong liat kamu dengan orang lain! Jika kamu bahagia dengan mereka mungkin aku akan mengikhlaskan kamu. Nyatanya mereka seenaknya sendiri memperlakukan kamu." Entah ben
Dita kembali menelponku dia bilang ada kekacauan di kantor. Aku langsung bergagas ke sana. Kunyalakan mesin mobil dan kupacu secepat mungkin. Kalau untuk mengebut aku memang ahlinya bahkan aku mampu menempuh perjalanan dari rumah ke kantor hanya dalam waktu 15 menit.Aku melihat terjadi kericuhan di sana. Para karyawan berdemo meminta gajih bulanan mereka yang belum dibayarkan. Padahal masalah gajih sudah kuserahkan semua pada Damar. Dengan kesal aku mencari keberadaan Damar. Namun, tak kusangka Dita bilang Damar telah pergi."Brengsek Damar!""Dita kamu tenangkan dulu karyawan yang lain. Bilang saya akan membayar gajih mereka.""Siap, Pak"Aku bergegas ke ruangan Damar mencari apa pun yang dapat kutemukan. Namun, nihil, tidak ada yang kudapatkan. Akan tetapi ada sepucuk surat yang diletakan di meja. Dengan cepat aku membuka amp
"Sudah rapi?" tanyaku pada Vira. Dia terus memegangi perutnya."Serius ini mau di bawa pulang?" tanya Damar."Dokter bilang bisa dirawat di rumah, Mar. Lo tau sendiri keuangan gue lagi gimana sekarang."Makanya cari istri jangan yang malah nyusahin, sial kan kamu nikah sama pelakor ini," cetus Ibu. Entah kapan Ibu datang tidak ada kabar berita kedatangannya tiba-tiba saja Ibu muncul sepagi ini."Sudah, Bu Nengsih, ini rumah sakit tidak enak ribut-ribut," ucap Damar."Halah ini kan ruang VIP, tidak ada yang dengar," sanggah Ibu. "Udah si, cerain aja istri begini bikin sial aja."Damar hanya menggeleng kepala. Pusing juga dengar Ibu ngomong cerai tiap hari."Bagus lah, Bu. Kalau Mas Duta mau cerain saya, suatu keberuntungan untuk saya," sahut Vira kesal.
Setelah beberapa menit kami sudah sampai di rumah sakit. Aku langsung menuju ke ruangan Vira. Sedangkan Damar mampir ke kantin untuk membeli makanan. Sesampainya di depan pintu aku mendengar anakku menangis kencang. Langsung saja aku masuk. Kok tidak ada orang? Di mana Ibu? Mungkin Ibu sedang membeli makanan. Lalu, kenapa anakku berada di kasur Ibunya bukan di tempat bayi? "Cup … cup … cup, Sayang …" Aku langsung menggendong dan mendiamkannya. Sepertinya dia pup, jadi dia menangis. "Vir … !" panggilku. "Iya, Mas. Syukur Alhamdulillah Mas Duta sudah kembali," jawabnya terseok-seok keluar dari kamar mandi dan memegangi perutnya. "Masih sakit?" "Sedikit, Mas ... mungki efek triak-triak kemaren." "Ibu kemana?"
POV DutaPagi ini adalah pagi yang akan menentukan nasibku nanti. Mungkinkah aku dapat melawan Nita? Nita sangat mengerti tentang pariwisata dan perhotelan. Bakat marketingnya tidak bisa dipungkiri. Saat dia membantuku menjalani bisnis itu, dengan sekejap hotelku mengalami kemajuan, bahkan hingga menjadi target investor untuk ikut menanam modalnya. Sehingga aku tidak perlu lagi bekerja dengan mertuaku. Mungkinkah Nita akan merebut segalanya?"Gimana, Mar? Siap?" tanyaku pada Damar."Siap. Lo yakin akan menangin kerja sama ini?" Ada raut panik diwajah Damar."Y
Pov NitaMa … bangun ada tamu." Adnan beberapa kali mengetuk pintu kamarku. Kulihat waktu sudah pukul 21.00.Aku mengikat rambut, dengan riasan sisa tadi siang masih menempel di wajah."Iya, Mama keluar." Aku membuka pintu kulihat Adnan sudah tidak ada, mungkin di ruang tamu.Ada lima orang sedang berkumpul di sana. Satu wanita yang wajahnya tak asing sedang hangat berbicara dengan Papa dan Adnan. Aku menghampiri mereka."Nanda, hai akhirnya kamu ke sini juga. Maaf ya, aku baru bangun tidur," ucapku lalu duduk di sebelahnya."Dengan siapa?" tanyaku."Calon suamiku," jawabnya dengan menunjuk seseorang yang duduk di depannya. Pan
POV Vira Baru sehari aku ditinggal dengan mertuaku ampun deh! Bawel banget. Bisa-bisa aku gila kalau seperti ini. Mbak Nita kuat banget punya mertua kayak begini. Rasanya ingin kukasih racun tikus mertua gila ini. Ya Tuhan … seharian ini kerjanya ceramah terus, sampai kupingku terasa budeg. Ingin melawan tapi percuma, tenagaku sedang lemah, luka bekas jahitan juga belum terlalu kering. Sebegitu hinanya ternyata istri kedua dimata orang, bahkan dimata mertuaku. Mas Duta kenapa tidak menyuruh suster aja untuk membantuku, kenapa harus memanggil Ibunya yang kaya macan ini? Tidak pernah terbayang dalam hidupku aku akan berhubungan dengan mertua sadis. Sepertinya kalau terus seperti ini aku tidak akan kuat dengan Mas Duta. Kesung