POV Duta
Aku mengikuti Nita, masuk ke kamar. Nita terduduk lemas penuh kemarahan. Pintu kamar segera kukunci dari dalam. Rasa marah dan emosi meyulut ke dalam hati hingga aku tak mampu lagi untuk mengontrol diri.
Banyak pertanyaan aku lontarkan. Aku tidak mau tahu, aku harus mendapat jawaban.
"Cepat kamu bicara! Aku tidak punya waktu lama, untuk manusia tidak tahu diri seperti kamu Duta!" bentak Nita membuatku tak percaya. Bahkan dia sudah berani membentakku. Apa mungkin karena dia sudah bekerja dan mampu mendapat segalanya?
"Apa maksudmu? Hargai aku sebagai suamimu, Nita!" bentakku tak kalah kencang.
"Sudahlah, Duta Mahendra. Tidak usah banyak berkelit, bicarakan apa yang ingin kau bicarakan! Rasanya mual sekali aku melihatmu lama-lama!"
"Apa yang membuat sikapmu berubah setelah pernikahan aku dengan Vira? Bukankah kamu sendiri yang mengijinkan?" Aku menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya. Kalau dia tidak menjawab, aku bersiap membungkam mulut dia selamanya.
"Hey, Duta, kau lupa? Apa kau berpura-pura menjadi manusia bodoh? Permasalahan ini bukan hanya tentang pernikahanmu dengan Vira. Coba pikirkan kembali apa yang telah kau berbuat padaku, coba pikirkan kembali perjanjian kau denganku." Aku masih bingung, tetapi mencoba berpikir, mengingat masa lalu kami. Permasalahan ini bukan hanya tentang poligami.
"Masih belum mampu mengingat?" Nita kembali bertanya. Aku masih terdiam, raut wajahnya tidak menampakan kesedihan sedikit pun. Aku takut, aku mulai takut. Aku takut kalau dia akan meninggalkanku.
"Tolong beri tahu aku Nita. aku mohon!" pintaku dengan wajah yang bingung tanpa arah, karena memang aku tidak mengingat janji apa pun dengannya.
"Kau lupa Duta? Perjanjian dalam pernikahan kita? Pertama tidak akan ada orang ketiga dalam hubungan rumah tangga kita, kalau ada, maka aku akan melakukan hal yang sama. Dan kamu menyetujuinya. Kamu tau aku benci yang namanya diduakan, tapi, kau menduakanku dengan Vira. Kau pikir aku tidak tahu? Setiap malam kau berkirim pesan mesra dengan dia. Aku berpura-pura tidur, Duta! Aku melihat semuanya, bahkan sangking asiknya, kau sampai lupa di sampingmu ada istrimu. Bayangkan bagaimana perasaanku, disaat aku mencintimu, namun kamu asik bermesraan dengan wanita lain.
"Wajah yang kau tampakan padaku, wajah pendusta! Sayang aku bukan wanita bodoh pada umumnya. Kamu lupa, aku seorang anak pengusaha tambang terkaya di sini? Aku anak pengusaha kaya, yang jatuh cinta padamu Duta! Kamu cuma seorang anak tukang tahu! Kekayaan telah membuatmu lupa akan siapa dirimu dulu, hingga kau bisa menjadi seperti ini. Kalau bukan karena aku, kamu mungkin masih menjalankan provesi orang tuamu! Harusnya kamu bersyukur, aku mau menikah denganmu. Bahkan dengan diriku yang sekarang, aku mampu mendapatkan pemuda kaya yang lebih darimu. Kau lupa, bahwa kau memiliki istri cantik yang bahkan menjadi inceran para rekan bisnismu." Ungkapnya penuh kebencian.
Kini aku tidak tahu harus menjawab apa? Aku ingat janjiku padanya, tidak ada yang menghianati hubungan ini.
Nita masih terduduk, aku masih terdiam, bingung, harus menjawab apa. Sekilas aku mengingat semuanya. Jika salah satu melanggar perjanjian ini, maka Nita akan membalas hal yang sama. Tidak peduli kelanjutan rumah tangga yang seperti apa nantinya, walaupun masih bersama, kami akan hidup selayaknya orang asing yang tidak pernah saling mengenal. Aku bodoh, aku bahkan tidak mengetahui jika Nita melihat Vidio vulgarku dengan Vira. Aku kira Nita tertidur di sampingku, sehingga kami melanjutkan vidio call itu. Vidio saat beberapa Minggu baru mengenal Vira, dimana untuk pertama kalianya, dia berani membuka auratnya di depanku. Arrrgh bodoh! Apa yang harus di perbuat jika sudah seperti ini, Nita tidak akan mau memaafkanku.
"Bagaimana Duta? Kau mengingat semuanya? Ada yang salahkah dengan sikapku ini? Bahkan uang empat puluh juta yang ku minta darimu, kuberikan semua pada orang tuamu! Aku ingin memberi kesan pada mereka kalau aku ini menantu idaman para mertua. Mungkin kau juga lupa, mengapa aku meminta izin untuk bekerja di kantor temanku? Sedangkan aku mempunyai butik. Jawabannya adalah, aku ingin menghilangkan kejenuhanku, bertemu teman setiap hari mampu menghapus cepat memori tentangmu!" Ucapannya membuatku semakin takut. Takut kalau Nita akan pergi. Aku hanya bisa diam saat ini.
"Oh, Duta Mahendra … satu hal, uang empat puluh juta itu receh untuk seorang Nita, keuntungan dari butik penjualan barang barnded, bahkan seminggu mampu menghasilkan lima puluh juta. Aku tidak butuh uangmu, Duta! Aku sudah memiliki segalanya, jika aku mau, hari ini juga aku akan pergi," ucapnya seraya pergi keluar kamar meninggalkanku sendiri.
Baru kali ini aku tidak bisa menyeka air mata. Kekayaan telah membuat lupa akan batasan. Bahkan aku lupa kalau ternyata istriku pembisnis, yang hanya bekerja dari rumah, namun uang transferan mampu memenuhi isi rekeningnya.
Nita Sanjaya, putri dari pengusaha ternama keluarga Sanjaya. Wanita yang rela melawan ayahnya untuk menikah dengan seorang anak penjual tahu. Sang Pewaris keluarga Sanjaya, karena hanya dia anak satu-satunya. Aku telah lupa dari mana istriku berasal.
Apa yang harus kulakukan jika orang tua kami mengetahui ini? Sedangkan mereka tidak pernah tau kalau seorang Duta telah memiliki dua istri. Bodohnya aku! nafsu telah menghancurkan segalanya. Memiliki istri muda, tapi menyakiti hati istri pertama. Tidak ada yang bisa di banggakan kalau akhirnya harus kehilangan. Ibarat pepatah yang sering terucap dari kawan kantorku, jangan pernah menjandakan istri sendiri demi seorang janda. Namun berbeda denganku, aku tidak akan pernah menjandakan Nita, lagi pula Vira perawan bukan janda. Satu hal, Nita Takan pernah terlepas dari genggaman. Biarkan ini berjalan seperti air mengalir, akan kuikuti aliran arus hingga keujungnya, asal aku terus bersama Nita. Aku tidak mau melepaskannya.
Pov NitaAku beranjak meninggalkan Duta yang masih terdiam di kamarku. Rasanya aku sudah lega meluapkan seluruh emosiku. Tanpa sadar aku mengingatkan kedudukannya, mengungkit masalalunya. Biar, yang terpenting aku merasa lega.Hal yang sangat kubenci darinya adalah, mengabaikanku dan asik berVC yang tak seronok. Menjijikan, d
POV DutaKacau! Kacau! Otakku kacau. Nita tidak sedang menggeretaku. Dia benar-benar melakukannya. Tuhan … aku tidak mau kehilangan istriku. Bagaimana ini? Aku sangat mencintainya. Aku tak mau kehilangan Nita. 'Maafkan aku Nita, aku khilaf.'Pikiranku kalang kabut. Aku menyesal telah menghianatinya. Namun, percuma penyesalanku tidak akan merubah segalanya. Bagaimana ini? aku tidak mau kehilangan Nita. Nita harus tetap menjadi miliku
Nita meninggalkan Duta dalam keadaan terpuruk. Air mata hampir tumpah, tapi dia tahan. Nita kasian melihat Mas Duta, tapi ini memang sudah jadi pilihan terbaik.Nita resmi meninggalkannya. Dia sudah resmi terlepas dari suaminya. Walaupun hari terasa sakit. Namun, dia tidak mampu menerima madunya. Seberapa pun kuat dia berusaha, tapi tetap tak bisa.Dari pada menambah banyak dosa karena hubungan rumah tangga yang tak sehat, lebih baik Nita melepaskannya."Adnan maafin, Mama ya?" ucap Nita sambil mengusap wajah putranya."Jangan sedih, Ma." Adnan memeluknya erat. Mengusap air matanya yang terjatuh.'Ya Allah anakku, aku tidak pernah menyesal menikah dengan Mas Duta. Aku bersyukur karena memiliki Adnan. Tanpa ada Mas Duta, tidak mungkin terlahir seorang Adnan,' batinnya."Ma, kita mau kemana?"
Pov ViraMbak Nita pergi dari rumah, tidak membawa sedikit pun hartanya. Hanya membawa anak tiriku saja. Baguslah aku juga tidak menginginkannya. Lebih baik mengurus anak kandung sendiri. Siapa yang gak seneng, sebagai wanita kedua namun mampu memiliki suami seutuhnya, ditambah Mbak Nita tidak menuntut harta apa pun. Otomatis aku yang menguasainya, memang takdir baik ada pada diriku.Belakangan ini, Mas Duta hanya mengurung diri di kamar Mbak Nita, membuatku muak atas sikapnya. Dia seperti tidak menganggap aku ada. Isi otaknya hanya Nita, Nita, dan Nita. Rasanya aku seperti tidak dihargai. Walau bagaimanapun, aku ini juga istrinya, seharusnya dia memikirkan perasaanku juga, jangan hanya sibuk dengan mantan istrinya. Menyebalkan sekali, ingin rasanya menunjukkan sikap ketidaksukaan, tapi aku tahu diri, tidak mungkin menunjukkannya sekarang. Jenuh juga melihat sikap Mas Duta yang seperti itu.Aku mencoba mengetuk kamar Mba Nit
POV DutaPembalasan yang setimpal dari Nita. Aku yang mengira akan mendapat maaf justru mendapat surat perpisahan. Entah kapan Nita mengurusnya. Pantas saja dia tidak mau kusentuh, ternyata dia telah menggugatku di pengadilan.Tiba-tiba seorang pengacara datang untuk mengantarkan surat perpisahan dari pengadilan. Nita tidak menuntut apa pun, dan memiliki bukti perselingkuhan dari aplikasi whtahsap yang di sadapnya, sehingga sidang tidak terlalu rumit. Ketika Adnan di tanya, dia memilih untuk ikut dengan mamanya.Smart Nita! Diam-mu penuh teka- teki.Tidak ada lagi yang mampu untuk kuucapkan, selain menerima perpisahan ini. Aku akan berusaha menjalani hidup dengan normal, semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur. Aku hanya pasrah menjalani kehidupan dan berusaha menerima Vira. Semoga kamu bisa bahagia dengan caramu, Nita.Perpisahan ini memang menyakitkan, sakit yang tak bisa di ungkapkan dengan sebuah kata. Namun,
POV BrataTidak mungkin juga aku berjodoh dengan Nita. Ya Allah, rasanya menyakitkan sekali. Aku kira Nita tidak ada kabar, karena telah kembali pada suaminya, ternyata dugaanku salah. Saat itu, saat terakhir bertemu dengannya, baru saja kuungkapkan perasaan cinta yang telah lama tersimpan. Namun, aku sendiri yang mengakhiri cinta itu tanpa menunggu jawaban dari seorang Nita. Aku salah, aku kira Nita kembali pada Duta, bagaimana ini, kenapa cinta serumit ini.Nita di mana kamu? Kenapa menghilang tanpa jejak? Andai kutahu dirimu tidak kembali pada Duta, tidak akan aku menerima dia. Sehari setelah aku mengikuti permainannya, dia hilang tanpa kabar. Seminggu, sebulan, dua bulan, berlalu, membuatku berpikir, mungkin Nita kembali pada Duta.Saat itu datang Nanda, anaknya teman Mama. Mama memperkenalkan dia padaku. Dia bilang, aku sudah sepantasnya menikah, karena usiaku sudah menginjak 30 tahun. Tidak mungkin aku terus mengharapkan
POV AdnanAduh … buku diary Adnan mana ya?Oh … ini dia. Buku ini Mama beli untuk Adnan. Kalau Adnan sedih, ingin curhat bisa di buku ini. Saat Mama sedang tidak bisa mendengar kesedihan Adnan.Sekarang Adnan ikut Mama jauh dari Papa. Masih teringat ketika Mama menangis, minta ampun pada Kakek, karena telah membuatnya malu. Kakek tidak marah, Mama pamit untuk sementara waktu. Rasanya Adnan ingin berkata pada Mama, Adnan ingin bertemu dengan Papa, tapi Adnan tidak berani mengatakannya.Jujur perasaan Adnan sangat terluka, walaupun Adnan masih kecil, tapi Adnan tau apa itu pertengkaran, Adnan tau apa itu perpisahan. Ternyata perpisahan Mama dan Papa benar-benar sangat menyakitkan. Tidak pernah menyangka akan seperti ini.Mama memindahkan Adnan dari sekolah yang lama tanpa sepengetahuan Papa. Setelah itu, Mama mengajak pergi jauh. Adnan tidak tahu nama kotanya, Adnan hanya ikut saja.🖤🖤🖤
POV DUTALongkap cerita ….________________________________Lima tahun genap sudah kepergian Nita dan Adnan. Tidak ada kabar hingga Sekarang. Rasa rindu menjalar begitu dalam. Namun, tidak dapat kuungkapkan. Aku mencoba berkomunikasi dengan papa Sanjaya, berusaha mendapatkan simpatinya. Namun, hingga saat ini aku mencoba, papa tidak memberi tahu apapun. Namun, aku selalu mencoba berhubungan baik dengan papa Sanjaya berharap dia akan luluh dengan usahaku."Mas, kenapa bengong?" ucapan Vira mengagetkanku."Tidak apa, Mas, hanya sedikit pusing banyak urusan kantor." Aku mencoba berkilah darinya. Mungkin Vira tahu aku sedang memikirkan Nita dan Adnan, dia tahu dia tidak bisa menggantikan posisi Nita di hatiku."Mas, aku sedang mengandung, dapatkah kau berikan aku perhatian sedikit?" pintanya dengan wajah sedikit memelas."Maaf, Vir …," hanya itu yang terucap dari mulutku kemudian bergagas meninggalkannya.
Beberapa tahun kemudian.Allhamdullillah aku kini sedang mengandung anak keduaku dengan suamiku tercinta, Brata Atmaja. Kini aku sudah menjadi Ibu dari tiga orang anak walaupun yang satu masih dalam kandungan. Kehidupanku sangat bahagia.Bang Adnan sekarang sedang kuliah di luar negeri, tepatnya di Amerika. Semakin dewasa Adnan semakin tampan dan sangat mirip dengan Papanya dan berlesung Pipit seperti Ibunya. Sebentar lagi dia akan kembali ke Indonesia untuk berlibur. Hati ini rasanya sangat rindu dan tidak sabar menyambut kedatangannya. Putraku kini sudah besar dan berhasil menyelesaikan pendidikannya.Gama dan Nanda kini mereka sudah menikah. Nanda sendiri sedang mengandung anak pertamanya. Nanda ikut Gama tinggal di Bali mengurus hotelku di sana. Hotel itu
POV NitaAkhirnya aku bisa menikah dengan orang yang benar-benar luar biasa. Baik dan penyayang. Semoga Allah menjaga pernikahan ini, dihindari dari yang namanya godaan wanita. Walau bagaimanapun aku pernah gagal, aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Rasa trauma bekas penghianatan kemaren jujur masih terngiang dan menjadi ketakutan tersendiri. Memang tidak semua laki-laki sama. Namun, tetap saja masih ada rasa trauma. Terauma jika suamiku akan diambil perempuan lain."Ma … kasian, Papa," ucap anakku."Kenapa, Sayang?" Brata melirik kearahku."Papa sekarang tinggal di tempat Nenek. Tadi Adnan nelpon Papa, terus Papa bilang kalau
POV Vira"Mas kamu bener-bener Kelewatan," ucapku pada Mas Damar tapi dengan tawa jahat.Aku dan dia berjalan- jalan menggunakan mobil baru. Masih belum terfikir kami mau kabur ke mana, sebab kalau bandara pasti di jaga polisi. Secara Mas Duta pasti sudah melapor polisi."Biar si bodoh itu tau rasa!" Beraninya dia menyia-nyiakan kamu!" ucapnya."Tadinya aku kira kamu tidak akan mengajaku pergi. Kamu tidak pernah datang ke rumah Duta, semenjak dia menikah denganku," lirihku."Iya aku gak bisa dong liat kamu dengan orang lain! Jika kamu bahagia dengan mereka mungkin aku akan mengikhlaskan kamu. Nyatanya mereka seenaknya sendiri memperlakukan kamu." Entah ben
Dita kembali menelponku dia bilang ada kekacauan di kantor. Aku langsung bergagas ke sana. Kunyalakan mesin mobil dan kupacu secepat mungkin. Kalau untuk mengebut aku memang ahlinya bahkan aku mampu menempuh perjalanan dari rumah ke kantor hanya dalam waktu 15 menit.Aku melihat terjadi kericuhan di sana. Para karyawan berdemo meminta gajih bulanan mereka yang belum dibayarkan. Padahal masalah gajih sudah kuserahkan semua pada Damar. Dengan kesal aku mencari keberadaan Damar. Namun, tak kusangka Dita bilang Damar telah pergi."Brengsek Damar!""Dita kamu tenangkan dulu karyawan yang lain. Bilang saya akan membayar gajih mereka.""Siap, Pak"Aku bergegas ke ruangan Damar mencari apa pun yang dapat kutemukan. Namun, nihil, tidak ada yang kudapatkan. Akan tetapi ada sepucuk surat yang diletakan di meja. Dengan cepat aku membuka amp
"Sudah rapi?" tanyaku pada Vira. Dia terus memegangi perutnya."Serius ini mau di bawa pulang?" tanya Damar."Dokter bilang bisa dirawat di rumah, Mar. Lo tau sendiri keuangan gue lagi gimana sekarang."Makanya cari istri jangan yang malah nyusahin, sial kan kamu nikah sama pelakor ini," cetus Ibu. Entah kapan Ibu datang tidak ada kabar berita kedatangannya tiba-tiba saja Ibu muncul sepagi ini."Sudah, Bu Nengsih, ini rumah sakit tidak enak ribut-ribut," ucap Damar."Halah ini kan ruang VIP, tidak ada yang dengar," sanggah Ibu. "Udah si, cerain aja istri begini bikin sial aja."Damar hanya menggeleng kepala. Pusing juga dengar Ibu ngomong cerai tiap hari."Bagus lah, Bu. Kalau Mas Duta mau cerain saya, suatu keberuntungan untuk saya," sahut Vira kesal.
Setelah beberapa menit kami sudah sampai di rumah sakit. Aku langsung menuju ke ruangan Vira. Sedangkan Damar mampir ke kantin untuk membeli makanan. Sesampainya di depan pintu aku mendengar anakku menangis kencang. Langsung saja aku masuk. Kok tidak ada orang? Di mana Ibu? Mungkin Ibu sedang membeli makanan. Lalu, kenapa anakku berada di kasur Ibunya bukan di tempat bayi? "Cup … cup … cup, Sayang …" Aku langsung menggendong dan mendiamkannya. Sepertinya dia pup, jadi dia menangis. "Vir … !" panggilku. "Iya, Mas. Syukur Alhamdulillah Mas Duta sudah kembali," jawabnya terseok-seok keluar dari kamar mandi dan memegangi perutnya. "Masih sakit?" "Sedikit, Mas ... mungki efek triak-triak kemaren." "Ibu kemana?"
POV DutaPagi ini adalah pagi yang akan menentukan nasibku nanti. Mungkinkah aku dapat melawan Nita? Nita sangat mengerti tentang pariwisata dan perhotelan. Bakat marketingnya tidak bisa dipungkiri. Saat dia membantuku menjalani bisnis itu, dengan sekejap hotelku mengalami kemajuan, bahkan hingga menjadi target investor untuk ikut menanam modalnya. Sehingga aku tidak perlu lagi bekerja dengan mertuaku. Mungkinkah Nita akan merebut segalanya?"Gimana, Mar? Siap?" tanyaku pada Damar."Siap. Lo yakin akan menangin kerja sama ini?" Ada raut panik diwajah Damar."Y
Pov NitaMa … bangun ada tamu." Adnan beberapa kali mengetuk pintu kamarku. Kulihat waktu sudah pukul 21.00.Aku mengikat rambut, dengan riasan sisa tadi siang masih menempel di wajah."Iya, Mama keluar." Aku membuka pintu kulihat Adnan sudah tidak ada, mungkin di ruang tamu.Ada lima orang sedang berkumpul di sana. Satu wanita yang wajahnya tak asing sedang hangat berbicara dengan Papa dan Adnan. Aku menghampiri mereka."Nanda, hai akhirnya kamu ke sini juga. Maaf ya, aku baru bangun tidur," ucapku lalu duduk di sebelahnya."Dengan siapa?" tanyaku."Calon suamiku," jawabnya dengan menunjuk seseorang yang duduk di depannya. Pan
POV Vira Baru sehari aku ditinggal dengan mertuaku ampun deh! Bawel banget. Bisa-bisa aku gila kalau seperti ini. Mbak Nita kuat banget punya mertua kayak begini. Rasanya ingin kukasih racun tikus mertua gila ini. Ya Tuhan … seharian ini kerjanya ceramah terus, sampai kupingku terasa budeg. Ingin melawan tapi percuma, tenagaku sedang lemah, luka bekas jahitan juga belum terlalu kering. Sebegitu hinanya ternyata istri kedua dimata orang, bahkan dimata mertuaku. Mas Duta kenapa tidak menyuruh suster aja untuk membantuku, kenapa harus memanggil Ibunya yang kaya macan ini? Tidak pernah terbayang dalam hidupku aku akan berhubungan dengan mertua sadis. Sepertinya kalau terus seperti ini aku tidak akan kuat dengan Mas Duta. Kesung