POV Duta
Kacau! Kacau! Otakku kacau. Nita tidak sedang menggeretaku. Dia benar-benar melakukannya. Tuhan … aku tidak mau kehilangan istriku. Bagaimana ini? Aku sangat mencintainya. Aku tak mau kehilangan Nita. 'Maafkan aku Nita, aku khilaf.'
Pikiranku kalang kabut. Aku menyesal telah menghianatinya. Namun, percuma penyesalanku tidak akan merubah segalanya. Bagaimana ini? aku tidak mau kehilangan Nita. Nita harus tetap menjadi miliku bagaimanapun caranya.
Sial!
Aku harus minta maaf pada Nita. Aku yakin dia akan memaafkanku. Tak apa aku akan menceraikan Vira, asal Nita mau memaafkanku.
Mobil yang kukendarai dengan kecepatan tinggi, kuputar balik ke rumah. Aku ingin memohon ampun pada istriku.
Aku sakit melihat dia bermesraan dengan laki-laki lain. Seperti inikah rasanya di hianati? Aku tidak rela. Dia wanita. Dia tidak pantas melakukan itu padaku.
Kenapa dia harus membalas perlakuan yang sama denganku? Itu menyakitkan. 'Nita kamu hanya miliku hanya aku yang berhak memiliki kamu'
Jujur hatiku saat ini benar-benar bingung. Aku takut kehilangan Nita. Aku takut bercerai darinya. Aku tidak siap. Bagaimana ini? rasanya aku kalang kabut. Bodoh sekali rasanya diri ini telah mencampakannya. Nita Ampuni aku ….
Crit …! Terdengar bunyi rem yang kuinjak. Mobilku telah sampai di depan gerbang rumah. Aku berlari masuk kedalam rumah, menuju kamar Nita.
"Nita …! Nita …!." Aku terus memanggilnya. Bukan Nita yang menampakan diri justru Vira.
"Ada apa, Mas? tanya Vira yang bingung dengan tingkahku.
"Dimana Nita?" ucapku cepat.
"Di kamarnya, Mas." Tanpa menjawab ucapan Vira, aku berlari ke kamar Nita. Dan langsung kugedor pintunya.
"Ma … buka pintunya, Papa mau ngomong," pintaku penuh harap. Sama sekali tidak ada jawaban. Aku tidak boleh emosi.
"Ma … buka pintunya, Papa mau ngomong." Tidak ada jawaban. Vira menatapku bingung, tapi aku mengabaikannya.
"Baik, kalau kamu tidak mau membuka pintu, Ma. Akan Papa dobrak pintunya," ancamku.
Tak lama pintu itu pun terbuka. Aku langsung masuk dan mengunci pintu dari dalam.
"Ma, tolong bicara sama Papa. Maafin Papa, Ma." Aku bersujud di kakinya, dia masih diam. Membuatku panik dan bingung.
"Ma, jangan diam aja, Papa bingung kalau Mama hanya diam, Papa minta maaf."
"Maaf itu hal mudah, Duta! Aku memaafkanmu, namun perlu kamu ketahui, aku ingin berpisah darimu Duta." Ucapan Nita membuat dadaku terasa sesak, aku tak mau kehilangan dia.
"Papa mohon, Ma. Beri papa kesempatan sekali lagi, apa yang harus Papa lakukan? Apa Papa harus menceraikan Vira? Akan Papa lakukan, asal Mama maafin Papa," ucapku memohon. Berharap Nita akan mengasihaniku.
"Sudah aku bilang, aku memaafkanmu, tapi maaf, bukan berarti aku mau kembali padamu! Sekalipun kamu menceraikan Vira, aku tidak akan mau kembali kepada seseorang yang menjijikan! Bagiku, kamu sudah sangat menjijikan! Kamu bukan poligami berdasarkan syariat! Kamu poligami hanya berdasarkan nafsu! Kamu berselingkuh di belakangku! Aku tidak mau berbagi suami! Sekalipun kamu meninggalkan Vira, tetap di dalam tubuhmu ada bekas tato Vira! Tanpa aku jelaskan kamu sudah tahu apa maksudku!"
Ah brengsek! Sepertinya Nita semakin marah.
"Keluar kamu dari kamarku! Atau aku yang keluar?!" bentak Nita.
Aku tak ingin membuat suasana semakin riuh, aku pasrah karena sadar telah menghancurkan kesetiaannya.
"Duta, maaf aku sudah tidak bisa bertahan denganmu, hari ini juga aku akan pergi. Aku akan mengurus surat perceraian kita. Dengan uang aku bisa melakukan segalanya. Bahkan untuk surat cerai, aku bisa dengan cepat mengurusnya tanpa harus bersusah payah. Tadinya aku ingin membalas perlakuanmu didepan matamu, namun aku bukan wanita rendahan! Diamku selama ini sudah cukup untuk membalasmu.
"Bersyukurlah, setidaknya aku mengikhlaskan semua yang sudah mewujudkan impianmu, aku tidak merebut apa pun atau bahkan menuntut semua asetmu! Semua hartamu hanya receh bagiku, aku tidak membutuhkannya, kau nikmati saja dengan istrimu, semoga kamu bisa lebih berhasil dari ini." Kemudian Nita berlalu.
Hati ini juga dia pergi meninggalkanku. Nita pergi tidak membawa apa pun, bahkan pakaian dan mobil yang telah kuberikan dia tinggalkan. Nita hanya membawa harta kami yang paling berharga. Adnan.
Rasanya sehancur ini, aku tidak berdaya. Entah setelah ini hidupku akan seperti apa. Aku hanya termenung di kamar Nita. Kamar yang penuh kenangan, senyum, tawa dan candanya. Bahkan dia membawa semua kenangan dia di rumah ini, tanpa menyisakan satupun untukku.
Nita … apa memang sudah tidak ada sedikitpun cinta untukku? Bahkan hanya sebuah fotomu untuk kutatatap pun tiada lagi.
"Aaaaaaaaaaaargggghhhhhh!" Aku berteriak tanpa mempedulikan jika Vira melihat kehancuranku.
Satu kesalahan telah merenggut dua berlian. Andai waktu bisa ku-ulang, takan pernah aku mencampakannya. Aku kira Nita hanya bercanda, ternyata dia serius dengan ucapannya.
Bahkan Adnan hanya memandangku, kemudian berpaling mengikuti Nita. Mereka sudah pergi. Begini sakitnya ditinggalkan orang yang sangat berharga.
Kenapa aku baru menyadari setelah kehilangan?.
'Hik … hik … hik …!
Tubuhku lemas, bahkan untuk berdiri pun aku tak mampu menopangnya. Aku benar-benar hancur. Aku hanya melakukan satu kesalahan, tapi aku tidak pernah membayangkan ini akan berakibat fatal.
💚💚
"Mas … sabar," ucap Vira menenangkan sambil memelukku. Aku tidak dapat mengatakan apapun, aku tidak bisa mencacinya, karena aku yang mengawali perselingkuhan ini, aku yang merayunya. Hingga dia mau menjadi istri kedua.
Aku terus menangis di pelukan Vira. Setelah sedikit tenang, aku menyuruhnya keluar. Aku ingin tidur di kamar ini karena di sini masih tercium wangi tubuh Nita, yang mampu membuat rinduku sedikit berkurang.
"Vira, aku ingin sendiri, tolong tinggalkan aku."
Vira mengangguk, dan beranjak keluar, kemudian aku mengunci pintu dari dalam.
Malam ini, malam yang menyakitkan untukku. Semakin aku menekannya, semakin dia mencoba untuk terlepas. Diamnya selama ini adalah caranya untuk pergi meninggalkanku. Aku tak tahu mampu melupakannya atau tidak. Satu hal, Nita akan menjadi kenangan terindah di relung hati terdalam.
Aku meringkuk, memeluk pakaian Nita dan Adnan dengan hati hancur ….
Nita meninggalkan Duta dalam keadaan terpuruk. Air mata hampir tumpah, tapi dia tahan. Nita kasian melihat Mas Duta, tapi ini memang sudah jadi pilihan terbaik.Nita resmi meninggalkannya. Dia sudah resmi terlepas dari suaminya. Walaupun hari terasa sakit. Namun, dia tidak mampu menerima madunya. Seberapa pun kuat dia berusaha, tapi tetap tak bisa.Dari pada menambah banyak dosa karena hubungan rumah tangga yang tak sehat, lebih baik Nita melepaskannya."Adnan maafin, Mama ya?" ucap Nita sambil mengusap wajah putranya."Jangan sedih, Ma." Adnan memeluknya erat. Mengusap air matanya yang terjatuh.'Ya Allah anakku, aku tidak pernah menyesal menikah dengan Mas Duta. Aku bersyukur karena memiliki Adnan. Tanpa ada Mas Duta, tidak mungkin terlahir seorang Adnan,' batinnya."Ma, kita mau kemana?"
Pov ViraMbak Nita pergi dari rumah, tidak membawa sedikit pun hartanya. Hanya membawa anak tiriku saja. Baguslah aku juga tidak menginginkannya. Lebih baik mengurus anak kandung sendiri. Siapa yang gak seneng, sebagai wanita kedua namun mampu memiliki suami seutuhnya, ditambah Mbak Nita tidak menuntut harta apa pun. Otomatis aku yang menguasainya, memang takdir baik ada pada diriku.Belakangan ini, Mas Duta hanya mengurung diri di kamar Mbak Nita, membuatku muak atas sikapnya. Dia seperti tidak menganggap aku ada. Isi otaknya hanya Nita, Nita, dan Nita. Rasanya aku seperti tidak dihargai. Walau bagaimanapun, aku ini juga istrinya, seharusnya dia memikirkan perasaanku juga, jangan hanya sibuk dengan mantan istrinya. Menyebalkan sekali, ingin rasanya menunjukkan sikap ketidaksukaan, tapi aku tahu diri, tidak mungkin menunjukkannya sekarang. Jenuh juga melihat sikap Mas Duta yang seperti itu.Aku mencoba mengetuk kamar Mba Nit
POV DutaPembalasan yang setimpal dari Nita. Aku yang mengira akan mendapat maaf justru mendapat surat perpisahan. Entah kapan Nita mengurusnya. Pantas saja dia tidak mau kusentuh, ternyata dia telah menggugatku di pengadilan.Tiba-tiba seorang pengacara datang untuk mengantarkan surat perpisahan dari pengadilan. Nita tidak menuntut apa pun, dan memiliki bukti perselingkuhan dari aplikasi whtahsap yang di sadapnya, sehingga sidang tidak terlalu rumit. Ketika Adnan di tanya, dia memilih untuk ikut dengan mamanya.Smart Nita! Diam-mu penuh teka- teki.Tidak ada lagi yang mampu untuk kuucapkan, selain menerima perpisahan ini. Aku akan berusaha menjalani hidup dengan normal, semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur. Aku hanya pasrah menjalani kehidupan dan berusaha menerima Vira. Semoga kamu bisa bahagia dengan caramu, Nita.Perpisahan ini memang menyakitkan, sakit yang tak bisa di ungkapkan dengan sebuah kata. Namun,
POV BrataTidak mungkin juga aku berjodoh dengan Nita. Ya Allah, rasanya menyakitkan sekali. Aku kira Nita tidak ada kabar, karena telah kembali pada suaminya, ternyata dugaanku salah. Saat itu, saat terakhir bertemu dengannya, baru saja kuungkapkan perasaan cinta yang telah lama tersimpan. Namun, aku sendiri yang mengakhiri cinta itu tanpa menunggu jawaban dari seorang Nita. Aku salah, aku kira Nita kembali pada Duta, bagaimana ini, kenapa cinta serumit ini.Nita di mana kamu? Kenapa menghilang tanpa jejak? Andai kutahu dirimu tidak kembali pada Duta, tidak akan aku menerima dia. Sehari setelah aku mengikuti permainannya, dia hilang tanpa kabar. Seminggu, sebulan, dua bulan, berlalu, membuatku berpikir, mungkin Nita kembali pada Duta.Saat itu datang Nanda, anaknya teman Mama. Mama memperkenalkan dia padaku. Dia bilang, aku sudah sepantasnya menikah, karena usiaku sudah menginjak 30 tahun. Tidak mungkin aku terus mengharapkan
POV AdnanAduh … buku diary Adnan mana ya?Oh … ini dia. Buku ini Mama beli untuk Adnan. Kalau Adnan sedih, ingin curhat bisa di buku ini. Saat Mama sedang tidak bisa mendengar kesedihan Adnan.Sekarang Adnan ikut Mama jauh dari Papa. Masih teringat ketika Mama menangis, minta ampun pada Kakek, karena telah membuatnya malu. Kakek tidak marah, Mama pamit untuk sementara waktu. Rasanya Adnan ingin berkata pada Mama, Adnan ingin bertemu dengan Papa, tapi Adnan tidak berani mengatakannya.Jujur perasaan Adnan sangat terluka, walaupun Adnan masih kecil, tapi Adnan tau apa itu pertengkaran, Adnan tau apa itu perpisahan. Ternyata perpisahan Mama dan Papa benar-benar sangat menyakitkan. Tidak pernah menyangka akan seperti ini.Mama memindahkan Adnan dari sekolah yang lama tanpa sepengetahuan Papa. Setelah itu, Mama mengajak pergi jauh. Adnan tidak tahu nama kotanya, Adnan hanya ikut saja.🖤🖤🖤
POV DUTALongkap cerita ….________________________________Lima tahun genap sudah kepergian Nita dan Adnan. Tidak ada kabar hingga Sekarang. Rasa rindu menjalar begitu dalam. Namun, tidak dapat kuungkapkan. Aku mencoba berkomunikasi dengan papa Sanjaya, berusaha mendapatkan simpatinya. Namun, hingga saat ini aku mencoba, papa tidak memberi tahu apapun. Namun, aku selalu mencoba berhubungan baik dengan papa Sanjaya berharap dia akan luluh dengan usahaku."Mas, kenapa bengong?" ucapan Vira mengagetkanku."Tidak apa, Mas, hanya sedikit pusing banyak urusan kantor." Aku mencoba berkilah darinya. Mungkin Vira tahu aku sedang memikirkan Nita dan Adnan, dia tahu dia tidak bisa menggantikan posisi Nita di hatiku."Mas, aku sedang mengandung, dapatkah kau berikan aku perhatian sedikit?" pintanya dengan wajah sedikit memelas."Maaf, Vir …," hanya itu yang terucap dari mulutku kemudian bergagas meninggalkannya.
"Mas …. " Seseorang menepuk pundaku, saat aku menoleh ke arahnya, aku sedikit terperanjat, dengan wajah lusuh dan pakaian penuh darah serta rambut acak-acakan aku menatapnya. "Nanda," mengapa kamu di sini?" tanyaku penasaran. "Aku sedang mengantar calon mertuaku untuk check up, Mas," ucap Nanda. Dia Nanda sahabatku waktu kuliah dulu. Sudah lama kami tidak bertemu. Aku kira dia telah menikah di usianya yang sudah tidak muda lagi. Ternyata dia Baru mau menikah. Aku mengetahui ketika dia mengucap kata calon mertua. "Bagaimana keadaan istrimu, Mas?" tanyanya. "Dia sedang kritis, Nand. Aku takut terjadi sesuatu padanya," ucapku penuh rasa takut. "Jangan cemas, Mas. Istrimu sedang di tangani oleh dokter. Banyak berdoa saja."
Setelah menunggu beberapa jam suster memanggil namaku."Pak Duta, silahkan jika ingin melihat istri anda," ucap seorang perawat."Baik sus." Aku langsung bergagas menuju ruangan dimana Vira terbaring lemah. Nanda dan Brata sudah kembali ke rumahnya. Tinggal aku dan Damar di sini. Namun, Damar juga harus kembali karena dia harus mengurus urusan kantor. Masalah ini datang bertubi-tubi, ada saja ujiannya.Andai Nita di sini aku tidak akan sepusing ini. Ternyata aku butuh dia. Dengan Vira aku memang merasa dibutuhkan. Berbeda dengan Nita, bahkan aku yang selalu bertanya tentang ide apa pun padanya.Sudah kubuktikan aku bukanlah apa-apa tanpa seorang Nita, ternyata yang di butuhkan dari kehidupan suami istri adalah saling mendukung dan memotivasi. Entah jika tidak a
Beberapa tahun kemudian.Allhamdullillah aku kini sedang mengandung anak keduaku dengan suamiku tercinta, Brata Atmaja. Kini aku sudah menjadi Ibu dari tiga orang anak walaupun yang satu masih dalam kandungan. Kehidupanku sangat bahagia.Bang Adnan sekarang sedang kuliah di luar negeri, tepatnya di Amerika. Semakin dewasa Adnan semakin tampan dan sangat mirip dengan Papanya dan berlesung Pipit seperti Ibunya. Sebentar lagi dia akan kembali ke Indonesia untuk berlibur. Hati ini rasanya sangat rindu dan tidak sabar menyambut kedatangannya. Putraku kini sudah besar dan berhasil menyelesaikan pendidikannya.Gama dan Nanda kini mereka sudah menikah. Nanda sendiri sedang mengandung anak pertamanya. Nanda ikut Gama tinggal di Bali mengurus hotelku di sana. Hotel itu
POV NitaAkhirnya aku bisa menikah dengan orang yang benar-benar luar biasa. Baik dan penyayang. Semoga Allah menjaga pernikahan ini, dihindari dari yang namanya godaan wanita. Walau bagaimanapun aku pernah gagal, aku tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Rasa trauma bekas penghianatan kemaren jujur masih terngiang dan menjadi ketakutan tersendiri. Memang tidak semua laki-laki sama. Namun, tetap saja masih ada rasa trauma. Terauma jika suamiku akan diambil perempuan lain."Ma … kasian, Papa," ucap anakku."Kenapa, Sayang?" Brata melirik kearahku."Papa sekarang tinggal di tempat Nenek. Tadi Adnan nelpon Papa, terus Papa bilang kalau
POV Vira"Mas kamu bener-bener Kelewatan," ucapku pada Mas Damar tapi dengan tawa jahat.Aku dan dia berjalan- jalan menggunakan mobil baru. Masih belum terfikir kami mau kabur ke mana, sebab kalau bandara pasti di jaga polisi. Secara Mas Duta pasti sudah melapor polisi."Biar si bodoh itu tau rasa!" Beraninya dia menyia-nyiakan kamu!" ucapnya."Tadinya aku kira kamu tidak akan mengajaku pergi. Kamu tidak pernah datang ke rumah Duta, semenjak dia menikah denganku," lirihku."Iya aku gak bisa dong liat kamu dengan orang lain! Jika kamu bahagia dengan mereka mungkin aku akan mengikhlaskan kamu. Nyatanya mereka seenaknya sendiri memperlakukan kamu." Entah ben
Dita kembali menelponku dia bilang ada kekacauan di kantor. Aku langsung bergagas ke sana. Kunyalakan mesin mobil dan kupacu secepat mungkin. Kalau untuk mengebut aku memang ahlinya bahkan aku mampu menempuh perjalanan dari rumah ke kantor hanya dalam waktu 15 menit.Aku melihat terjadi kericuhan di sana. Para karyawan berdemo meminta gajih bulanan mereka yang belum dibayarkan. Padahal masalah gajih sudah kuserahkan semua pada Damar. Dengan kesal aku mencari keberadaan Damar. Namun, tak kusangka Dita bilang Damar telah pergi."Brengsek Damar!""Dita kamu tenangkan dulu karyawan yang lain. Bilang saya akan membayar gajih mereka.""Siap, Pak"Aku bergegas ke ruangan Damar mencari apa pun yang dapat kutemukan. Namun, nihil, tidak ada yang kudapatkan. Akan tetapi ada sepucuk surat yang diletakan di meja. Dengan cepat aku membuka amp
"Sudah rapi?" tanyaku pada Vira. Dia terus memegangi perutnya."Serius ini mau di bawa pulang?" tanya Damar."Dokter bilang bisa dirawat di rumah, Mar. Lo tau sendiri keuangan gue lagi gimana sekarang."Makanya cari istri jangan yang malah nyusahin, sial kan kamu nikah sama pelakor ini," cetus Ibu. Entah kapan Ibu datang tidak ada kabar berita kedatangannya tiba-tiba saja Ibu muncul sepagi ini."Sudah, Bu Nengsih, ini rumah sakit tidak enak ribut-ribut," ucap Damar."Halah ini kan ruang VIP, tidak ada yang dengar," sanggah Ibu. "Udah si, cerain aja istri begini bikin sial aja."Damar hanya menggeleng kepala. Pusing juga dengar Ibu ngomong cerai tiap hari."Bagus lah, Bu. Kalau Mas Duta mau cerain saya, suatu keberuntungan untuk saya," sahut Vira kesal.
Setelah beberapa menit kami sudah sampai di rumah sakit. Aku langsung menuju ke ruangan Vira. Sedangkan Damar mampir ke kantin untuk membeli makanan. Sesampainya di depan pintu aku mendengar anakku menangis kencang. Langsung saja aku masuk. Kok tidak ada orang? Di mana Ibu? Mungkin Ibu sedang membeli makanan. Lalu, kenapa anakku berada di kasur Ibunya bukan di tempat bayi? "Cup … cup … cup, Sayang …" Aku langsung menggendong dan mendiamkannya. Sepertinya dia pup, jadi dia menangis. "Vir … !" panggilku. "Iya, Mas. Syukur Alhamdulillah Mas Duta sudah kembali," jawabnya terseok-seok keluar dari kamar mandi dan memegangi perutnya. "Masih sakit?" "Sedikit, Mas ... mungki efek triak-triak kemaren." "Ibu kemana?"
POV DutaPagi ini adalah pagi yang akan menentukan nasibku nanti. Mungkinkah aku dapat melawan Nita? Nita sangat mengerti tentang pariwisata dan perhotelan. Bakat marketingnya tidak bisa dipungkiri. Saat dia membantuku menjalani bisnis itu, dengan sekejap hotelku mengalami kemajuan, bahkan hingga menjadi target investor untuk ikut menanam modalnya. Sehingga aku tidak perlu lagi bekerja dengan mertuaku. Mungkinkah Nita akan merebut segalanya?"Gimana, Mar? Siap?" tanyaku pada Damar."Siap. Lo yakin akan menangin kerja sama ini?" Ada raut panik diwajah Damar."Y
Pov NitaMa … bangun ada tamu." Adnan beberapa kali mengetuk pintu kamarku. Kulihat waktu sudah pukul 21.00.Aku mengikat rambut, dengan riasan sisa tadi siang masih menempel di wajah."Iya, Mama keluar." Aku membuka pintu kulihat Adnan sudah tidak ada, mungkin di ruang tamu.Ada lima orang sedang berkumpul di sana. Satu wanita yang wajahnya tak asing sedang hangat berbicara dengan Papa dan Adnan. Aku menghampiri mereka."Nanda, hai akhirnya kamu ke sini juga. Maaf ya, aku baru bangun tidur," ucapku lalu duduk di sebelahnya."Dengan siapa?" tanyaku."Calon suamiku," jawabnya dengan menunjuk seseorang yang duduk di depannya. Pan
POV Vira Baru sehari aku ditinggal dengan mertuaku ampun deh! Bawel banget. Bisa-bisa aku gila kalau seperti ini. Mbak Nita kuat banget punya mertua kayak begini. Rasanya ingin kukasih racun tikus mertua gila ini. Ya Tuhan … seharian ini kerjanya ceramah terus, sampai kupingku terasa budeg. Ingin melawan tapi percuma, tenagaku sedang lemah, luka bekas jahitan juga belum terlalu kering. Sebegitu hinanya ternyata istri kedua dimata orang, bahkan dimata mertuaku. Mas Duta kenapa tidak menyuruh suster aja untuk membantuku, kenapa harus memanggil Ibunya yang kaya macan ini? Tidak pernah terbayang dalam hidupku aku akan berhubungan dengan mertua sadis. Sepertinya kalau terus seperti ini aku tidak akan kuat dengan Mas Duta. Kesung