Home / Romansa / Finding the Sun (Bahasa Indonesia) / 7. Guru Les Kesayangan Gita

Share

7. Guru Les Kesayangan Gita

Gita sedang terduduk di kursi belajarnya. Terdapat setumpuk buku-buku latihan soal ujian di atas meja belajar. Tinggal beberapa bulan lagi sampai Gita melaksanakan ujian akhir sekolah dan tes masuk perguruan tinggi negeri. Meskipun Papa menyuruhnya untuk kuliah di luar negeri tetapi Gita menolak. Dia bilang tidak ingin jauh dengan keluarga. Meskipun alasan sesungguhnya tidak demikian.

Dia melirik ke kasur di belakang tempatnya duduk. Pengalaman itu masih nyata bagi Gita. Saat ketika Bima menyentuh dirinya dan daerah yang tidak pernah disentuh oleh orang lain. Tatapan Bima, suaranya dan respon tubuhnya terhadap perlakuan Bima masih terekam nyata di memori otaknya. Semuanya berlangsung secara cepat. Tetapi hal tersebut  tidak akan pernah dilupakan oleh Gita seumur hidupnya.

Diceknya handphone kesayangannya. Belum ada tanda-tanda seseorang akan membalas pesannya. Tak lama dering handphone menyala. Nama “Ka Bima” tertangkap di layar handphonenya. Tanpa menunggu jeda Gita langsung mengangkat panggilan tersebut.

“Halo!” sapa Gita.

“Kamu belum tidur?” tanya Bima.

“Belum Ka, aku masih belajar!” cerita Gita.

“Jangan kemaleman tidurnya, jangan lupa istirahat, latihan soalnya bisa nanti kok!” ucap Bima.

Mereka berbincang lumayan hangat dan lama. Sampai suara sepeda motor memasuki pagar rumah terdengar dari luar jendela. Gita menghampiri jendela kamarnya. Dia kenal siapa pemilik sepeda motor tersebut. Hatinya senang, telihat dari senyum yang mengembang di bibirnya.

“Ka udah dulu ya, akhirnya kakakku pulang!” kata Gita sambil menutup telepon dari Bima. Tak lama dia segera berjalan ke arah kamar Satria. Dia tahu kesanalah Satria akan menuju.

***

“Dimakan dong Ra, yang ada nasinya nangis tuh!” ucap Della.

Amara menggelengkan kepalanya. Della mendesah. Sia-sia saja rupanya dia mengajak sahabatnya untuk makan malam. Awalnya Della yang sedang menonton film di kamarnya mendengar isakan tangisan. Berhubung hari itu malam jumat, dia pikir ada arwah penasaran yang sedang bergentayangan di kamarnya. Segera dia membaca surat-surat yang berhasil dia hapal. Tetapi tangisan itu tak kunjung reda. Hingga akhirnya dia tahu suara itu dari kamar sebelah.

Setelah berhasil memaksa masuk ke kamar Amara, dia akhirnya mengajak sahabatnya itu untuk makan GFC (General Fried Chicken) di luar. Menurut Della makanan adalah penghibur seseorang ketika memiliki masalah. Tetapi nampaknya Amara tidak berniat sedikitpun untuk mencicipi makanannya tersebut.

“Makan Ra, pamali tahu makan ayam ga diabisin!” ucap Della.

Pamali merupakan ungkapan yang menunjukan pantangan dalam istilah sunda. Biasanya itu merujuk agar seseorang tidak melakukan hal tersebut, dan aka nada sanksi dari pencipta jika melanggarnya.

“Aku ga lapar Dell!” ucap Amara.

“Yaudah aku aja deh yang makan, gimana?” tanya Della.

Amara mengangguk. Akhirnya Della memindahkan ayam-ayam tersebut ke atas piringnya dan mulai memakannya. Sejujurnya dia iba dengan Amara, tetapi dia tidak mau jika malam hari harus bermimpi sekelompok ayam yang marah karena tidak menghabiskan makanan.

Amara memperhatikan Della, selama ini tidak pernah terlihat sahabatnya itu memiliki masalah meskipun tidak memiliki kekasih. Seakan akan hidupnya enjoy saja. Bukan berarti Della tidak menyukai lawan jenis atau belum pernah berpacaran. Semester pertama Della sempat berpacaran dengan seorang mahasiswa jurusan teknik di kampusnya. Della yang tomboy tidak menyangka jika ada seseorang yang menyukainya. Tetapi tak lama Della mengetahui jika pacarnya tersebut memiliki kekasih yang lain. Dengan lapang dada Della menerima keputusan tersebut dan berprinsip tidak akan pacaran sampai benar-benar menemukan orang yang serius di hidupnya.

“Menurut kamu, aku dan Bima bagaimana?” tanya Amara pada akhirnya.

“Apanya yang bagaimana? Kalian bucin. Di kampus sering ketemu di luar kampus juga!” jawab Della.

“Bukan itu sih!” bantah Amara.

“Terus?” tanya della sambil memasukan potongan ayam ke dalam mulutnya.

“Aku sayang sama dia!” ucap Amara.

“iya tau!” jawab Della.

“Dia sayang ga?” tanya Amara pada Della.

“kok nanya aku? Tanya dia aja lah!” ucap Della.

“Jadi dia ga sayang?” tanya Amara.

Della berhenti makan. Sejujurnya dia bingung melihat Amara yang uring-uringan dan tidak jelas seperti ini. Dia tahu Amara sedang dilanda masalah. Dia juga tahu masalahnya ada pada Bima. Tetapi respon Amara sepertinya berlebihan. Tapi dia mengenal Amara beberapa tahun, dia paham sikap Amara.

“Sayang kok dia sayang!” jawab Della agar membuat Amara kembali normal.

“Kalau sayang kok dia kaya gitu Dell!” Kata Amara.

“Ra, sebenernya ada apa?” tanya Della pada akhirnya.

Amara mengigit bibir. Dia bingung haruskah dia cerita masalah Bima? Termasuk menceritakan chat tersebut? Dan foto tersebut?

“Aku ga akan maksa kamu buat cerita! Itu hak kamu.” Kata Della seakan membaca isi hati Amara.

“Menurut kamu, apa Bima selingkuh Dell?” akhirnya Amara membuka topik tersebut.

***

 Gita memeluk lengan Satria. Terlihat keakraban mereka berdua sebagai kakak dan adik yang harmonis. Sesekali Satria terlihat mengelus kepala Gita. Respon Gita pun sangat baik karena dia selalu tersenyum saat dielus kepalanya oleh satu-satunya kakak yang paling dia sayang tersebut.

“Gimana latihan ujiannya?” tanya Satria.

“Gita dapet guru privat yang kesini setiap minggu. Gurunya baik, ngajarinnya juga enak Ka!” ucap Gita.

“Gurunya dari tempat les mana?” tanya Satria.

“Bukan ka, bukan dari tempat les. Anaknya teman mama. Dia kuliah, tapi karena sedang skripsi sekalian ngeles privat!” kata Gita.

“Laki-laki? Atau Perempuan?” tanya Satria.

“Laki-laki ka.” Kata Gita sambil wajahnya memerah.

“Jangan-jangan kamu suka sama dia?” ucap Satria sambil mengerutkan alisnya.

“Apaan sih ka!” Gita cemberut, dilepaskan juga lengan Satria.

“Ya gapapa kalau suka.” kata Satria.

“Eh, beneran ka?” tanya Gita.

“Langkahin dulu kakanya! Hahahahaha!” Satria tertawa lepas.

Gita terlihat cemberut karena ejekan kakaknya. Kemudian dia bertanya, “Ka, kakak bakal di sini terus kan? Ga akan pergi lagi?”

Satria tersenyum. Sayangnya dari matanya terlihat adanya kesedihan. Dia bangkit dari kasur tempatnya duduk bersama adik kesayangannya.

“Kakak bakalan tetep tinggal di kosan. Maaf ya!” ucapnya sambil mengelus kepala adiknya.

Muka Gita murung. Terlihat wajahnya yang kesepian. Satria memang sudah sekitar satu tahun lamanya ngekos. Meskipun rumahnya di Bandung dia keluar dari rumah tahun lalu. Sesekali pulang jika ibundanya menyuruhnya pulang. Atau sekedar menengok adiknya.

“Aku bakal ngekos juga nanti ketika kuliah!” ucap Gita.

“Kalau kamu masih kuliah di Bandung mendingan di sini aja. Makan tinggal makan, tidur tinggal tidur kan.” Kata Satria.

“Terus kenapa kakak milih buat keluar dari rumah?” tanya Gita.

“Aku beda. Kamu jagain mama di sini!” ucap Satria.

“Ga adil dong. Kakak egois. Aku juga mau tinggal sendiri!” kata Gita.

Satria memencet hidung Gita. Gita berusaha untuk melepaskan cubitan tersebut. Dielusnya hidung mancungnya. Sekali lagi Satria  tertawa.

“Siapa nama guru lesmu itu?” tanya Satria.

“Namanya ka Bima.” Kata Gita.

Rainfall

Jangan lupa klik tanda + agar cerita ini masuk ke library ya Tuliskan juga komentar dan kesan kalian setelah membaca novel ini. Terimakasih

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status