Tepat di saat si Mata Malaikat melompat dari punggung kudanya, Feng dan Huang muncul di sisi timur laut kawasan hutan berbukit-bukit. Keduanya sama menghentikan langkah.“Sepertinya telah terjadi sesuatu di sini,” ucap Feng.“Orang-orang dengan gerobak-gerobak itu sepertinya para pedagang atau saudagar,” kata Huang pula. “Kakak, mungkin orang banyak yang menghadang mereka itu adalah para penjahat yang hendak merampok mereka.”“Adik!” Feng menahan lembut bahu istrinya. “Jangan gegabah, ingat apa yang dikatakan Datuk Gomo pada kita beberapa hari yang lalu!”Huang menghela napas dalam-dalam. “Kau benar, Kak Jian.”Feng tersenyum dan mengangguk. “Untuk saat ini, ada baiknya kita memerhatikan saja terlebih dahulu sebelum kita terlanjur bertindak dan ternyata salah memahami.”Huang tersenyum memerhatikan sang suami yang sedang mengawasi kondisi di bawah sana.Maafkan aku, Suamiku, bisiknya di dalam hati. Aku tahu, sebagai istrimu dan kita baru saja menikah, aku belum sekali jua menunaikan t
Syu!Stab!Hoa Nhai dengan anggun dapat menghindari tinju besar yang terlihat berat itu namun sesungguhnya sangat cepat.Si Mata Malaikat menggeram. Angin tinjunya hanya mengenai tempat kosong dan membuat permukaan tanah di mana sang gadis berdiri sebelumnya melesak sedalam satu jengkal sebesar buah kelapa dan dengan mengepulkan asap tipis.Sebelum menjejakkan kakinya ke tanah, si Gadis Champa terlebih dahulu menendang dua pria di dekatnya.Duakh! Duakh!Dua anak buah si Mata Malaikat melenguh pendek dan terhempas ke tanah, lalu hening tak lagi bergerak.Hoa Nhai berputar dengan sangat indah, lalu memasang senyuman manis di wajahnya dengan menatap si Mata Malaikat.Melihat bagaimana cara bertarung sang gadis yang seakan-akan sengaja merendahkan dirinya, membuat si Mata Malaikat semakin meradang.Meski berbadan besar, tinggi, dan sangat berotot, si Mata Malaikat memiliki gerakan yang sangat luwes dan cepat.Dia telah kembali melompat tinggi, menyerang si gadis manis dengan dua pukulan
“Aku tidak memintamu berlutut di hadapanku, Amugar,” pemuda rupawan tersenyum manis. “Aku hanya memintamu melepaskan Gadih Champo dalam genggamanmu. Itu saja!”Sementara itu, empat pengawal pribadi sang pemuda rupawan yang sesungguhnya adalah Putra Mahkota Kerajaan Minangatamvan telah pun terlibat pertarungan dengan anak buah si Mata Malaikat.Pria tinggi berbadan besar tergelak hingga air liurnya bermuncratan, sementara Hoa Nhai mati-matian bertahan agar tulang lehernya tidak remuk dalam cengkeraman sang Pimpinan Penjahat.“Aku yakin, Dangmudo Basa,” ucap si Mata Malaikat dengan garang. “Kau bukan dalam posisi bisa mengaturku di sini!”“Oh!” Dangmudo Basa tersenyum lagi.Hanya saja, sepersekian detik berikutnya, ketika si Mata Malaikat memandang remeh dia yang masih muda, Dangmudo Basa mengedipkan sebelah matanya pada Hoa Nhai, disusul dengan gerakan tangan kanannya dalam bentuk cakar yang menderu dengan sangat cepat.Si Gadis Champa seolah memahami arti kedipan si pemuda rupawan lan
Meski telah dibantu oleh Kanteh, Kamba, Kirat, dan Kirawah, namun sepuluh pendekar masih saja kesulitan untuk melindungi para pedagang dan saudagar.Akan tetapi, sampai sejauh itu, belum ada korban jiwa di antara para pedagang dan saudagar. Sedangkan para Penjahat Bukit Tiga Puluh sudah banyak yang sudah terkapar, bergeletakkan saja di tanah.Siwan dengan kemarahan yang begitu besar menebaskan pedang pendeknya dengan kekuatan penuh.Tring!Namun tebasan kuat itu tertahan oleh pedang patah di tangan Kirat.Pria tiga puluh tahun yang sebaya dengan Siwan tersebut menyeringai meskipun angin tajam serangan Siwan yan terpecah juga menggores tipis pipi kirinya, dan menyayat pakaian di bahu kanannya.Hal yang sama juga terjadi kepada Siwan. Pedang patah di tangan Kirat yang menghentikan tebasan pedang pendeknya juga menghasilkan angin tajam yang terpecah dan menggores tangannya, bahkan memutus sejumput rambutnya.“Keparat!” makinya dengan menambah kekuatan tekanan pada pedangnya.“Biar kuteba
“Hei, terima kasih!” ucap Dangmudo Basa pada seseorang yang telah membantunya menghindari serangan si Mata Malaikat.Seseorang berpakaian serbabiru yang tidak lain adalah Feng Da Jian itu tersenyum. Lalu tatapan keduanya tertuju pada si Mata Malaikat yang serangannya dihadang oleh seorang berpakaian serbamerah yang tidak lain adalah Huang Fang Yin.Dangmudo Basa mengernyit, begitu juga dengan Hoa Nhai atas kemunculan seorang gadis cantik lainnya yang jelas-jelas menggunakan pakaian bergaya Tiongkok.Si Mata Malaikat menggeram kesal sebab cambuk hitamnya terpental atas tebasan pedang bergagang merah di tangan Huang.Whuuk!Srett!Cambuk terpental ke belakang sang pengguna dan memaksa kuda-kudanya bergeser hingga dua langkah yang juga ke arah belakang seolah tertarik oleh daya pental cambuknya sendiri.“Monyet mana lagi yang menghalangiku, hah?!”Radius satu meter di sekitar si Mata Malaikat seolah terhempas kuat ke arah luar akibat ledakan tenaga dalamnya yang begitu besar atas kemarah
Si Mata Malaikat terpaksa mengubah serangannya menjadi bertahan. Cambuk sakti di tangannya ia putar cepat sedemikian rupa hingga menjadi tameng yang melindungnya.Whuuk! Whuuk!Dhumm! Crass!Setiap kilatan bilah pedang kebiru-biruan dalam jurus yang dilepas oleh Feng mengenai perisai dari cambuk sakti si Mata Malaikat, maka akan tercipta dentuman-dentuman yang membuat pijakan si pria besar menjadi bergetar.Sedangkan setiap bilah yang melenceng dari sasarannya menyebabkan terbentuknya lubang-lubang tusukan pedang di permukaan tanah.“Wow!” Dangmudo Basa cukup terkagum-kagum atas jurus indah yang digunakan oleh si pria berpakaian serbabiru.Huang tersenyum kecil mendengar kekaguman si pemuda rupawan. Setidaknya, dia merasa bangga atas kelihaian suaminya dalam menggunakan jurusnya.Sementara itu, Hoa Nhai cukup terkejut demi melihat jurus pedang indah namun juga sangat berbahaya yang dilepas oleh Feng terhadap si Mata Malaikat. Si Gadis Champa seakan-akan mengenali jurus yang digunakan
“Tidak,” kata Dangmudo Basa. “Kalian memang pantas. Paling tidak, sikap dan kegigihan kalian bersepuluh melindungi para saudagar dan pedagang ini telah membuktikan bahwa kalian punya dedikasi tinggi atas pekerjaan yang kalian terima.”“Kami hanya mencoba yang terbaik, Paduko.”Dangmudo Basa dan keempat pendampingnya sama tersenyum.Sementara itu, para saudagar dan pedagang berbaris di belakang kesepuluh pendekar. Mereka sadar bahwa si pemuda rupawan adalah sosok penting di negeri tersebut.“Katakan pada kami,” ucap Kanteh pada kesepuluh pendekar. “Kemana tujuan yang hendak kalian tempuh sebenarnya?”“Tuan,” kata si pendekar yang sama mewakili rekan-rekannya. “Para saudagar dan pedagang ini hendak menuju ke Desa Hutan Tua yang ada di sebelah barat. Setelah dari sana, mereka akan bertolak ke Kotaraja di Batang Kuantan.”“Apakah tugas kalian sampai sejauh itu?”“Tidak, Tuan,” jawab sang pendekar. “Ekspedisi ini hanya sampai Desa Hutan Tua sahaja. Setelah itu, kami bersepuluh akan kembali
Feng dan Huang kembali saling melirik atas pertanyaan yang diajukan oleh Dangmudo Basa.Sementara Hoa Nhai, dia tersenyum-senyum saja sebab sudah cukup mengetahui perihal pasangan muda-mudi dari daratan Tiongkok tersebut, meskipun, baru inilah kali pertama baginya bertemu langsung dengan keduanya.Sang suami berpikir bahwa tidak ada salahnya denga berkata jujur pada Dangmudo Basa yang notabenenya adalah Putra Mahkota Minanga. Sang istri menghela napas lebih dalam sebelum akhirnya mengangguk kecil.“Dengar,” kata Feng. “Sebenarnya, kami berdua―”“Kakak!” Huang tak sengaja menoleh ke arah bibir hutan di sisi timur.Sepasang matanya membesar dan kemudian menyipit untuk dapat melihat dengan lebih baik.Dan apa yang dilihat oleh Huang barusan juga dilihat oleh Feng, serta yang lainnya di sana. Ada seseorang berpakaian serbahijau seperti mengawasi mereka dari balik sebuah pohon di arah timur tersebut.Sosok yang diperhatikan justru menjadi terkejut dan tidak menunggu lebih lama lantas berba