Share

Seorang Putra Mahkota

Author: Minang KW
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Syu!

Stab!

Hoa Nhai dengan anggun dapat menghindari tinju besar yang terlihat berat itu namun sesungguhnya sangat cepat.

Si Mata Malaikat menggeram. Angin tinjunya hanya mengenai tempat kosong dan membuat permukaan tanah di mana sang gadis berdiri sebelumnya melesak sedalam satu jengkal sebesar buah kelapa dan dengan mengepulkan asap tipis.

Sebelum menjejakkan kakinya ke tanah, si Gadis Champa terlebih dahulu menendang dua pria di dekatnya.

Duakh! Duakh!

Dua anak buah si Mata Malaikat melenguh pendek dan terhempas ke tanah, lalu hening tak lagi bergerak.

Hoa Nhai berputar dengan sangat indah, lalu memasang senyuman manis di wajahnya dengan menatap si Mata Malaikat.

Melihat bagaimana cara bertarung sang gadis yang seakan-akan sengaja merendahkan dirinya, membuat si Mata Malaikat semakin meradang.

Meski berbadan besar, tinggi, dan sangat berotot, si Mata Malaikat memiliki gerakan yang sangat luwes dan cepat.

Dia telah kembali melompat tinggi, menyerang si gadis manis dengan dua pukulan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jakarta Kita
keren ceritanya author, jadi ini kembali ke jaman kerajaan minanga saat masih jaman leluhur ratu mudo puti pandan sahalai
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Patuih Tungga

    “Aku tidak memintamu berlutut di hadapanku, Amugar,” pemuda rupawan tersenyum manis. “Aku hanya memintamu melepaskan Gadih Champo dalam genggamanmu. Itu saja!”Sementara itu, empat pengawal pribadi sang pemuda rupawan yang sesungguhnya adalah Putra Mahkota Kerajaan Minangatamvan telah pun terlibat pertarungan dengan anak buah si Mata Malaikat.Pria tinggi berbadan besar tergelak hingga air liurnya bermuncratan, sementara Hoa Nhai mati-matian bertahan agar tulang lehernya tidak remuk dalam cengkeraman sang Pimpinan Penjahat.“Aku yakin, Dangmudo Basa,” ucap si Mata Malaikat dengan garang. “Kau bukan dalam posisi bisa mengaturku di sini!”“Oh!” Dangmudo Basa tersenyum lagi.Hanya saja, sepersekian detik berikutnya, ketika si Mata Malaikat memandang remeh dia yang masih muda, Dangmudo Basa mengedipkan sebelah matanya pada Hoa Nhai, disusul dengan gerakan tangan kanannya dalam bentuk cakar yang menderu dengan sangat cepat.Si Gadis Champa seolah memahami arti kedipan si pemuda rupawan lan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Senjata yang Merepotkan

    Meski telah dibantu oleh Kanteh, Kamba, Kirat, dan Kirawah, namun sepuluh pendekar masih saja kesulitan untuk melindungi para pedagang dan saudagar.Akan tetapi, sampai sejauh itu, belum ada korban jiwa di antara para pedagang dan saudagar. Sedangkan para Penjahat Bukit Tiga Puluh sudah banyak yang sudah terkapar, bergeletakkan saja di tanah.Siwan dengan kemarahan yang begitu besar menebaskan pedang pendeknya dengan kekuatan penuh.Tring!Namun tebasan kuat itu tertahan oleh pedang patah di tangan Kirat.Pria tiga puluh tahun yang sebaya dengan Siwan tersebut menyeringai meskipun angin tajam serangan Siwan yan terpecah juga menggores tipis pipi kirinya, dan menyayat pakaian di bahu kanannya.Hal yang sama juga terjadi kepada Siwan. Pedang patah di tangan Kirat yang menghentikan tebasan pedang pendeknya juga menghasilkan angin tajam yang terpecah dan menggores tangannya, bahkan memutus sejumput rambutnya.“Keparat!” makinya dengan menambah kekuatan tekanan pada pedangnya.“Biar kuteba

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Hitam dan Putih

    “Hei, terima kasih!” ucap Dangmudo Basa pada seseorang yang telah membantunya menghindari serangan si Mata Malaikat.Seseorang berpakaian serbabiru yang tidak lain adalah Feng Da Jian itu tersenyum. Lalu tatapan keduanya tertuju pada si Mata Malaikat yang serangannya dihadang oleh seorang berpakaian serbamerah yang tidak lain adalah Huang Fang Yin.Dangmudo Basa mengernyit, begitu juga dengan Hoa Nhai atas kemunculan seorang gadis cantik lainnya yang jelas-jelas menggunakan pakaian bergaya Tiongkok.Si Mata Malaikat menggeram kesal sebab cambuk hitamnya terpental atas tebasan pedang bergagang merah di tangan Huang.Whuuk!Srett!Cambuk terpental ke belakang sang pengguna dan memaksa kuda-kudanya bergeser hingga dua langkah yang juga ke arah belakang seolah tertarik oleh daya pental cambuknya sendiri.“Monyet mana lagi yang menghalangiku, hah?!”Radius satu meter di sekitar si Mata Malaikat seolah terhempas kuat ke arah luar akibat ledakan tenaga dalamnya yang begitu besar atas kemarah

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Untuk Hari Lain

    Si Mata Malaikat terpaksa mengubah serangannya menjadi bertahan. Cambuk sakti di tangannya ia putar cepat sedemikian rupa hingga menjadi tameng yang melindungnya.Whuuk! Whuuk!Dhumm! Crass!Setiap kilatan bilah pedang kebiru-biruan dalam jurus yang dilepas oleh Feng mengenai perisai dari cambuk sakti si Mata Malaikat, maka akan tercipta dentuman-dentuman yang membuat pijakan si pria besar menjadi bergetar.Sedangkan setiap bilah yang melenceng dari sasarannya menyebabkan terbentuknya lubang-lubang tusukan pedang di permukaan tanah.“Wow!” Dangmudo Basa cukup terkagum-kagum atas jurus indah yang digunakan oleh si pria berpakaian serbabiru.Huang tersenyum kecil mendengar kekaguman si pemuda rupawan. Setidaknya, dia merasa bangga atas kelihaian suaminya dalam menggunakan jurusnya.Sementara itu, Hoa Nhai cukup terkejut demi melihat jurus pedang indah namun juga sangat berbahaya yang dilepas oleh Feng terhadap si Mata Malaikat. Si Gadis Champa seakan-akan mengenali jurus yang digunakan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Sosok yang Merakyat

    “Tidak,” kata Dangmudo Basa. “Kalian memang pantas. Paling tidak, sikap dan kegigihan kalian bersepuluh melindungi para saudagar dan pedagang ini telah membuktikan bahwa kalian punya dedikasi tinggi atas pekerjaan yang kalian terima.”“Kami hanya mencoba yang terbaik, Paduko.”Dangmudo Basa dan keempat pendampingnya sama tersenyum.Sementara itu, para saudagar dan pedagang berbaris di belakang kesepuluh pendekar. Mereka sadar bahwa si pemuda rupawan adalah sosok penting di negeri tersebut.“Katakan pada kami,” ucap Kanteh pada kesepuluh pendekar. “Kemana tujuan yang hendak kalian tempuh sebenarnya?”“Tuan,” kata si pendekar yang sama mewakili rekan-rekannya. “Para saudagar dan pedagang ini hendak menuju ke Desa Hutan Tua yang ada di sebelah barat. Setelah dari sana, mereka akan bertolak ke Kotaraja di Batang Kuantan.”“Apakah tugas kalian sampai sejauh itu?”“Tidak, Tuan,” jawab sang pendekar. “Ekspedisi ini hanya sampai Desa Hutan Tua sahaja. Setelah itu, kami bersepuluh akan kembali

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Mengejar Hantu

    Feng dan Huang kembali saling melirik atas pertanyaan yang diajukan oleh Dangmudo Basa.Sementara Hoa Nhai, dia tersenyum-senyum saja sebab sudah cukup mengetahui perihal pasangan muda-mudi dari daratan Tiongkok tersebut, meskipun, baru inilah kali pertama baginya bertemu langsung dengan keduanya.Sang suami berpikir bahwa tidak ada salahnya denga berkata jujur pada Dangmudo Basa yang notabenenya adalah Putra Mahkota Minanga. Sang istri menghela napas lebih dalam sebelum akhirnya mengangguk kecil.“Dengar,” kata Feng. “Sebenarnya, kami berdua―”“Kakak!” Huang tak sengaja menoleh ke arah bibir hutan di sisi timur.Sepasang matanya membesar dan kemudian menyipit untuk dapat melihat dengan lebih baik.Dan apa yang dilihat oleh Huang barusan juga dilihat oleh Feng, serta yang lainnya di sana. Ada seseorang berpakaian serbahijau seperti mengawasi mereka dari balik sebuah pohon di arah timur tersebut.Sosok yang diperhatikan justru menjadi terkejut dan tidak menunggu lebih lama lantas berba

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tiga Lawan Satu

    “Hei!” Hoa Nhai mendengus halus.Namun bersamaan dengan itu, gerakan tubuhnya semakin melesat lebih cepat dan bertambah cepat.“Berhenti kau!”Sosok di depan yang berpakian serbahijau menoleh ke belakang untuk sesaat. “Jangan mengejarku!” serunya.Wuush!Sosok yang adalah pria itu juga semakin mempercepat larinya hingga tubuhnya menghilang dari pandangan, hanya meninggalkan jejak berupa kabut tipis.Si Gadis Champa dapat merasakan bahwa laki-laki yang mereka kejar itu hendak melakukan sesuatu untuk menjauh, maka sebelum sosok tersebut merapal kesaktiannya, dia telah lebih dahulu menjentikkan jarinya dengan cepat, bergantian.Syu! Syu!Syu! Syu!“Jangan lari!”Jentikan pertama menghancurkan sebuah pohon besar, begitu juga dengan jentikan kedua hingga membuka sebuah celah lebar di bibir hutan.Jentikan ketiga hanya mengenai permukaan tanah di luar bibir hutan bersamaan dengan munculnya sang gadis sendiri di sana. Dan jentikan keempat berdentum keras di permukaan air hingga membuat berga

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Bukan Sosok Jahat

    Feng, Huang, dan Hoa Nhai sama terkesiap mendapati betapa tenaga dalam yang dimiliki pria berpakaian serbahijau serta bertopengkan kulit tipis di wajahnya itu sangat kuat dengan mampu menahan serangan mereka bertiga sekaligus.“Ondeh mandeh…” gumam Kirat. “Lihat dia!”“Yaah!” balas Kamba. “Kurasa, jika dia mau, dia pasti bisa membalikkan serangan tiga orang itu dengan sangat mudah!”Dangmudo Basa menghela napas lebih dalam dan ada senyuman tipis di sudut bibirnya. Lantas dengan penuh rasa percaya diri, dia mendekati mereka.“Dunsanak,” sapanya pada si pria bertopeng kulit. “Jika kau bukan orang jahat yang dicari oleh kedua pasangan dari Tiongkok ini, lalu mengapa engkau melarikan diri dari kawasan itu tadi? Kau tahu, kau membuat kami semua jadi mencurigaimu.”Pria bertopeng melirik pada si Putra Mahkota Minanga. Ada sedikit keraguan di dirinya sebelum akhirnya dia melontarkan tenaga dalamnya lebih besar hingga membuat Feng, Huang, serta Hoa Nhai terpental.Ketiga orang itu berjumpalit

Latest chapter

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Kondisi yang Berbeda

    “Yah, di sini memang pas untuk dijadikan tempat beristirahat,” ucap Dangmudo Basa.Puncak perbukitan rendah terlihat memang bergelombang, akan tetapi, secara garis besar justru terlihat rata.“Lihat!” dia menunjuk ke arah tenggara. “Ujung perbukitan ini sepertinya melandai.”Puti Champo tidak begitu menggubris sang Putra Mahkota, dia terlihat asyik memandangi bebungaan liar di sekitar.“Baiklah,” Kirawah mengangguk. “Saya dan Kanteh akan mencari kayu bakar untuk membuat perapian.”“Mungkin pula ada kelinci-kelinci liar yang hidup di atas sini,” sambung Kanteh pula. “Setidaknya, sesuatu untuk kita makan malam ini.”Dangmudo Basa mengangguk dan kedua pengawalnya itu berpencar.Meski pepohonan besar tidak banyak yang terlihat di sana, tapi pastinya akan ada ranting-ranting mati yang bisa digunakan.“Aku tidak pernah tahu tempat ini sebelumnya,” sang Putra Mahkota melirik pada Saliah.Si pemuda lugu menghela napas lebih dalam. “Sa-Saya juga tidak,” balasnya. “Ta-Tapi … mungkin disebabkan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Bukan Sebuah Perlombaan

    “Me-Mereka pasti tidak mau jauh-jauh dari Pu-Putra Mahkota.”“Aah!” sang gadis mengangguk-angguk menanggapi ucapan Saliah.“Kau keberatan?” Dangmudo Basa tersenyum lebar sembari meluruskan punggung. “Nona Champo?”“Dasar manja!” kikik sang gadis. “Kemana-mana harus dikawal.”“Ayolah, Nona,” balas sang Putra Mahkota dengan wajah sedikit merah. “Beri sedikit muka untukku di sini. Lagi pula, sudah menjadi tugas mereka untuk selalu mendampingiku. Aku sendiri pun tidak bisa berbuat apa-apa.”Puti Champo terkikik tanpa suara seraya mengendikkan bahu.“Paduko,” ucap Kirawah begitu dia dan Kanteh telah berada di dekat Dangmudo Basa. “Lain kali, jangan pergi begitu saja.”“Ya!” Kanteh mengangguk-angguk. “Setidaknya, tolong pikirkan juga nasib kami jika hal semacam ini diketahui oleh Datuak Rajo Tuo.”Dangmudo Basa menyeringai pada Puti Bungo, “Kau dengar itu?”“He-emm, terserah!” jawab sang gadis acuh tak acuh.Dia melangkah ke sisi barat telaga.“Hei, hei!” Dangmudo Basa langsung menyusul. “J

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Di Bukit Tiga Puluh

    “Tidak ada lagi yang tersisa di sini!” Kanteh mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Kita turun sekarang!”Salah satu pengawal Putra Mahkota Minanga membawa sekitar seratus orang prajurit bersamanya menuruni lereng perbukitan, dari sudut utara.Sementara Kamba yang berada di sudut timur perbukitan besar itu juga melakukan hal yang sama, bersama seratus prajurit bersamanya.Juga, Kirawah di sisi barat dengan seratus prajurit yang mengikuti perintahnya.Mereka baru saja selesai menyisir semua sisi dari kawasan Bukit Tiga Puluh. Tidak ada lagi penjahat-penjahat di bawah pimpinan Amugar alias si Mata Malaikat yang bersarang ataupun bersembunyi di kawasan itu.Bahkan goa besar dan alami yang menjadi markas Amugar beserta kroni-kroninya juga ditemukan dan telah disisir dengan baik.Para prajurit membawa semua barang-barang milik Penjahat Bukit Tiga Puluh. Mulai dari perhiasan perak, emas, kain-kain sutra, dan benda-benda berharga lainnya.Barang-barang tersebut sejatinya adalah hasil rampasan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tapak Suci Bodhisatva

    Dengan menahan geram dan kekesalan luar biasa terhadap Hoaren, Daiyun mengangkat jasad sang kusir.“Apa yang harus aku lakukan, Guru?”“Amitabha,” sahut Guru Ma. “Orang-orang di Swarnadwipa lebih suka menguburkan jasad daripada mengkremasinya.”Sang Biksu Muda langsung mengerti apa yang harus dia lakukan.Akan tetapi, langkahnya tertahan sebab Hoaren melesat ke arahnya dengan melancarkan serangan dahsyat.“Kau tidak perlu menguburkan bangkai pria itu, Biksu busuk!”Wuush!Daiyun membelalak sebab mengenali jurus telapak yang dilepas oleh Hoaren.“Kau―”Teph!Hoaren sempat terkejut ketika mendapati jurus telapaknya ditahan seseorang, dan seseorang itu adalah Guru Ma sendiri.Dia menyeringai.“Sudah kuduga!”“Kau berlebihan, Tuan Muda Zhou,” ucap Guru Ma yang beradu telapak tangan kanan dengan telapak tangan kanan Hoaren. “Sangat berlebihan, shan cai, shan cai.”Swoosh!Dhumm!Akibat paksaan pada tekanan tenaga dalam oleh Hoaren, kekuatan itu pecah dan mementalkannya beberapa langkah ke

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tidak Pandang Bulu

    “Saya tidak yakin apakah di orang yang kalian kejar,” ujar Galang. “Akan tetapi, kendatipun dia menutupi sebagian wajahnya dan mencoba mengubah gaya bicaranya, saya masih bisa menduga bahwa dia bukanlah pribumi Sriwijaya.”Feng dan Huang saling pandang.“Tidak mungkin tidak,” Huang terlihat begitu geram. “Kak Jian, aku yakin, dia pasti si Hoaren!”Sang suami menghela napas dalam-dalam.“Aku juga berpikiran yang sama,” tanggapnya. “Komandan Galang … tidak ada orang yang mengenal kami di Swarnadwipa ini, kecuali mereka yang telah menjadi sahabat baru bagi kami. Terlebih lagi, seseorang dari Tiongkok. Selain Guru Ma dan Biksu Muda bernama Daiyun itu, tidak ada.”“Zhou Hoaren itu orang yang sangat licik,” sambung Huang pula pada sang komandan. “Dia sangat berbahaya!”Galang mengangguk-angguk dengan tangan merangkap di dada.Dia berada di dalam sel tahanan Feng dan Huang tanpa penjagaan dari prajurit lainnya.Lagi pula, dia sangat yakin bahwa orang-orang seperti suami-istri muda di hadapan

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Tekad Hoaren

    Datu Agung Sarta mendengus pelan, itu lebih terdengar seperti sedang menahan tawa.Komandan Galang menghela napas lebih dalam, lalu berkata, “Maaf, Datu, saya tidak bermaksud―”“Kalaupun benar,” sahut sang datu, “di mana salahnya? Sudah menjadi keharusan bagi mereka untuk melindungi suami-istri muda itu, bukan? Aku juga akan melakukan hal yang sama, Galang. Mencari dan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin, menghubungi seseorang berpengaruh yang dapat membantuku. Yaah, tidak ada yang salah. Jadi, biarkan saja mereka.”Sang komandan mengangguk-angguk. Setidaknya, pemikirannya menjadi semakin tercerahka oleh ucapan sang Datu Panglima.“Yang jadi pertanyaan sebenarnya adalah,” lanjut sang datu, “pada siapa mereka hendak meminta bantuan? Kita semua tahu, Guru Ma dan Biksu Muda itu belum setahun jagung di Andalas ini. Begitu juga dengan Feng dan Huang.”“Mungkinkah Dangmudo Basa?” tebak Galang. “Putra Mahkota Minanga?”Sang datu mendesah halus. “Sulit untuk dipastikan,” ujarnya. “Lagi pula,

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Memohon Petunjuk

    “Tidak ada hal yang bisa kita lakukan lagi jika Datu Telinga Utara berhasil membawa seseorang yang mengetahui segalanya ke sini.”Daiyun terlihat sedikit panik demi mendengar ucapan dari Feng barusan.Sementara, Guru Ma mengangguk-angguk kecil.“Guru Ma?” Huang berharap pria tua bersahaja yang satu itu punya jalan keluar yang baik bagi keduanya.Atas izin dari Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Guru Ma dan Daiyun diperbolehkan menjenguk Feng dan Huang di dalam penjara.“Amitabha …” ujar Guru Ma. “Jika Tuan Muda sudah berkata demikian, saya khawatir apa yang saya takutkan benar-benar terjadi.”Feng dan Huang saling pandang, sedangkan Daiyu sedikit bingung sebab tidak begitu memahami apa yang sedang dibahas oleh Guru Ma dengan dua sejoli bersama mereka.“Adik,” ujar Feng pada Huang, “kurasa, tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi.”“Aku tahu,” Huang mengangguk. “Lagi pula, kita membutuhkan Guru Ma untuk saat sekarang ini.”“Shan cai, shan cai …” seakan memahami apa yang perah dialami oleh Fe

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Kembali Ditahan

    Datu Telinga Utara berlalu dengan pandangan dingin dan seringai lebar di wajah terhadap Feng dan Huang.Seolah-olah, tatapan itu menegaskan bahwa pasangan muda itu tidak akan bisa kemana-mana.“Tunggu saja hari kalian!”Hanya kalimat itu yang didengar oleh Feng maupun Huang seiring sosok sang datu berlalu dari ruang besar. Kalimat tidak menyenangkan yang dipenuhi ancaman besar.“Maafkan aku, Tuan Muda Feng, Nona Huang.”Perhatian suami-istri muda beralih pada sosok yang baru saja berujar, Dapunta Hyang Sri Jayanasa.“Tapi kami telah menebus kesalahan tak berniat di Batu Limau ketika itu!”Sang raja mengernyit menanggapi ucapan Huang yang sedikit dibalut emosi.“Adik!” Feng lekas merangkul bahu sang istri.“Kami memperlihatkan itikad baik selama ini, Tuan Raja,” lanjut Huang dengan mata memerah. “Tanyakan saja pada komandan bernama Galang di sana!”Galang mereguk ludah. Tatapannya berpindah dari Huang ke sang raja, lalu kepada Datu Panglima.“Adik tenanglah!” pinta Feng dengan lembut.

  • Feng Huang - Kitab 3: Pedang Surga   Menjemput Saksi

    “Jika Yang Mulia mengizinkan,” kata Datu Arrumanda, “maka, sekarang juga patik akan berlayar ke Pulau Alai demi mendatangkan dua saksi kunci yang mengetahui kejadian sebenarnya di Batu Limau.”Dapunta Hyang sebenarnya meyakini bahwa Feng dan Huang bukanlah seburuk dan sekeji yang dituduhkan. Dia bisa saja melepas keduanya, membebaskan mereka dari segala tuduhan.Akan tetapi, hal ini tentu menjadi bertolak belakang dengan nama besarnya yang tersohor sebagai seorang pemimpin yang adil lagi arif.“Yang Mulia?”Sementara sang raja berpikir keras, Datu Maripualam pula dan yang lainnya di sana tidak tahu harus berkata apa lagi.Komandan Galang juga demikian. Padahal, dia dan Datu Panglima sengaja untuk menyimpan kejadian di luar tembok barat agar tidak dikait-kaitkan pada Feng dan Huang.Tapi tampaknya, peristiwa yang lebih besar lagi justru muncul ke permukaan, memberatkan pasangan suami-istri muda.Tatapan sang raja bertemu pandang dengan tatapan Feng dan Huang, bergantian. Dia menghela n

DMCA.com Protection Status