Meski telah dibantu oleh Kanteh, Kamba, Kirat, dan Kirawah, namun sepuluh pendekar masih saja kesulitan untuk melindungi para pedagang dan saudagar.Akan tetapi, sampai sejauh itu, belum ada korban jiwa di antara para pedagang dan saudagar. Sedangkan para Penjahat Bukit Tiga Puluh sudah banyak yang sudah terkapar, bergeletakkan saja di tanah.Siwan dengan kemarahan yang begitu besar menebaskan pedang pendeknya dengan kekuatan penuh.Tring!Namun tebasan kuat itu tertahan oleh pedang patah di tangan Kirat.Pria tiga puluh tahun yang sebaya dengan Siwan tersebut menyeringai meskipun angin tajam serangan Siwan yan terpecah juga menggores tipis pipi kirinya, dan menyayat pakaian di bahu kanannya.Hal yang sama juga terjadi kepada Siwan. Pedang patah di tangan Kirat yang menghentikan tebasan pedang pendeknya juga menghasilkan angin tajam yang terpecah dan menggores tangannya, bahkan memutus sejumput rambutnya.“Keparat!” makinya dengan menambah kekuatan tekanan pada pedangnya.“Biar kuteba
“Hei, terima kasih!” ucap Dangmudo Basa pada seseorang yang telah membantunya menghindari serangan si Mata Malaikat.Seseorang berpakaian serbabiru yang tidak lain adalah Feng Da Jian itu tersenyum. Lalu tatapan keduanya tertuju pada si Mata Malaikat yang serangannya dihadang oleh seorang berpakaian serbamerah yang tidak lain adalah Huang Fang Yin.Dangmudo Basa mengernyit, begitu juga dengan Hoa Nhai atas kemunculan seorang gadis cantik lainnya yang jelas-jelas menggunakan pakaian bergaya Tiongkok.Si Mata Malaikat menggeram kesal sebab cambuk hitamnya terpental atas tebasan pedang bergagang merah di tangan Huang.Whuuk!Srett!Cambuk terpental ke belakang sang pengguna dan memaksa kuda-kudanya bergeser hingga dua langkah yang juga ke arah belakang seolah tertarik oleh daya pental cambuknya sendiri.“Monyet mana lagi yang menghalangiku, hah?!”Radius satu meter di sekitar si Mata Malaikat seolah terhempas kuat ke arah luar akibat ledakan tenaga dalamnya yang begitu besar atas kemarah
Si Mata Malaikat terpaksa mengubah serangannya menjadi bertahan. Cambuk sakti di tangannya ia putar cepat sedemikian rupa hingga menjadi tameng yang melindungnya.Whuuk! Whuuk!Dhumm! Crass!Setiap kilatan bilah pedang kebiru-biruan dalam jurus yang dilepas oleh Feng mengenai perisai dari cambuk sakti si Mata Malaikat, maka akan tercipta dentuman-dentuman yang membuat pijakan si pria besar menjadi bergetar.Sedangkan setiap bilah yang melenceng dari sasarannya menyebabkan terbentuknya lubang-lubang tusukan pedang di permukaan tanah.“Wow!” Dangmudo Basa cukup terkagum-kagum atas jurus indah yang digunakan oleh si pria berpakaian serbabiru.Huang tersenyum kecil mendengar kekaguman si pemuda rupawan. Setidaknya, dia merasa bangga atas kelihaian suaminya dalam menggunakan jurusnya.Sementara itu, Hoa Nhai cukup terkejut demi melihat jurus pedang indah namun juga sangat berbahaya yang dilepas oleh Feng terhadap si Mata Malaikat. Si Gadis Champa seakan-akan mengenali jurus yang digunakan
“Tidak,” kata Dangmudo Basa. “Kalian memang pantas. Paling tidak, sikap dan kegigihan kalian bersepuluh melindungi para saudagar dan pedagang ini telah membuktikan bahwa kalian punya dedikasi tinggi atas pekerjaan yang kalian terima.”“Kami hanya mencoba yang terbaik, Paduko.”Dangmudo Basa dan keempat pendampingnya sama tersenyum.Sementara itu, para saudagar dan pedagang berbaris di belakang kesepuluh pendekar. Mereka sadar bahwa si pemuda rupawan adalah sosok penting di negeri tersebut.“Katakan pada kami,” ucap Kanteh pada kesepuluh pendekar. “Kemana tujuan yang hendak kalian tempuh sebenarnya?”“Tuan,” kata si pendekar yang sama mewakili rekan-rekannya. “Para saudagar dan pedagang ini hendak menuju ke Desa Hutan Tua yang ada di sebelah barat. Setelah dari sana, mereka akan bertolak ke Kotaraja di Batang Kuantan.”“Apakah tugas kalian sampai sejauh itu?”“Tidak, Tuan,” jawab sang pendekar. “Ekspedisi ini hanya sampai Desa Hutan Tua sahaja. Setelah itu, kami bersepuluh akan kembali
Feng dan Huang kembali saling melirik atas pertanyaan yang diajukan oleh Dangmudo Basa.Sementara Hoa Nhai, dia tersenyum-senyum saja sebab sudah cukup mengetahui perihal pasangan muda-mudi dari daratan Tiongkok tersebut, meskipun, baru inilah kali pertama baginya bertemu langsung dengan keduanya.Sang suami berpikir bahwa tidak ada salahnya denga berkata jujur pada Dangmudo Basa yang notabenenya adalah Putra Mahkota Minanga. Sang istri menghela napas lebih dalam sebelum akhirnya mengangguk kecil.“Dengar,” kata Feng. “Sebenarnya, kami berdua―”“Kakak!” Huang tak sengaja menoleh ke arah bibir hutan di sisi timur.Sepasang matanya membesar dan kemudian menyipit untuk dapat melihat dengan lebih baik.Dan apa yang dilihat oleh Huang barusan juga dilihat oleh Feng, serta yang lainnya di sana. Ada seseorang berpakaian serbahijau seperti mengawasi mereka dari balik sebuah pohon di arah timur tersebut.Sosok yang diperhatikan justru menjadi terkejut dan tidak menunggu lebih lama lantas berba
“Hei!” Hoa Nhai mendengus halus.Namun bersamaan dengan itu, gerakan tubuhnya semakin melesat lebih cepat dan bertambah cepat.“Berhenti kau!”Sosok di depan yang berpakian serbahijau menoleh ke belakang untuk sesaat. “Jangan mengejarku!” serunya.Wuush!Sosok yang adalah pria itu juga semakin mempercepat larinya hingga tubuhnya menghilang dari pandangan, hanya meninggalkan jejak berupa kabut tipis.Si Gadis Champa dapat merasakan bahwa laki-laki yang mereka kejar itu hendak melakukan sesuatu untuk menjauh, maka sebelum sosok tersebut merapal kesaktiannya, dia telah lebih dahulu menjentikkan jarinya dengan cepat, bergantian.Syu! Syu!Syu! Syu!“Jangan lari!”Jentikan pertama menghancurkan sebuah pohon besar, begitu juga dengan jentikan kedua hingga membuka sebuah celah lebar di bibir hutan.Jentikan ketiga hanya mengenai permukaan tanah di luar bibir hutan bersamaan dengan munculnya sang gadis sendiri di sana. Dan jentikan keempat berdentum keras di permukaan air hingga membuat berga
Feng, Huang, dan Hoa Nhai sama terkesiap mendapati betapa tenaga dalam yang dimiliki pria berpakaian serbahijau serta bertopengkan kulit tipis di wajahnya itu sangat kuat dengan mampu menahan serangan mereka bertiga sekaligus.“Ondeh mandeh…” gumam Kirat. “Lihat dia!”“Yaah!” balas Kamba. “Kurasa, jika dia mau, dia pasti bisa membalikkan serangan tiga orang itu dengan sangat mudah!”Dangmudo Basa menghela napas lebih dalam dan ada senyuman tipis di sudut bibirnya. Lantas dengan penuh rasa percaya diri, dia mendekati mereka.“Dunsanak,” sapanya pada si pria bertopeng kulit. “Jika kau bukan orang jahat yang dicari oleh kedua pasangan dari Tiongkok ini, lalu mengapa engkau melarikan diri dari kawasan itu tadi? Kau tahu, kau membuat kami semua jadi mencurigaimu.”Pria bertopeng melirik pada si Putra Mahkota Minanga. Ada sedikit keraguan di dirinya sebelum akhirnya dia melontarkan tenaga dalamnya lebih besar hingga membuat Feng, Huang, serta Hoa Nhai terpental.Ketiga orang itu berjumpalit
“Dunsanak,” ujar Dangmudo Basa. “Jika engkau mengetahui sesuatu tentang seseorang bernama Hoaren yang dicari oleh dua pendekar dari Tiongkok ini, bukankah akan lebih baik engkau sampaikan? Setidaknya, ini dapat membantu mereka.”Saliah mencoba menghela napas panjang hingga dua kali. Kegugupan begitu nyata di dirinya meski wajahnya tertutup topeng kulit tipis.Seolah-olah, dia memang begitu canggung jika harus berbicara dengan seseorang. Dan juga, seakan memberi tahu pada semua orang bahwa dia selama ini hanya tinggal seorang diri. Atau, telah tinggal sangat lama di satu tempat yang sangat terpecil di mana tiada seorang pun yang menemaninya.“Tuan,” kata Feng pula dengan sangat bersopan. “Sepertinya tadi Anda cukup terkejut mendengar kami menyebut nama Hoaren. Jika benar Anda mengetahui sesuatu tentang pria yang satu itu, mohon beri tahu kami, dan kami akan sangat berterima kasih padamu.”“Du-Dua hari yang lalu,” ucap Saliah. “A-Aku sedang berada di Lubuk Linggau, di satu warung makan.