"Aku akan tiba sekitar dua puluh menit lagi, lakukan sekarang juga." Sabrina memutuskan sambungan telepon dengan seseorang yang telah sepakat membantunya. Malam ini, usahanya bisa dipastikan berhasil. Omran sudah masuk ke dalam jebakan. Pria itu frustasi setelah apa yang dia saksikan hari ini. Rasa cemburu bercampur amarah terhadap Fatma membuatnya memutuskan untuk pergi ke klub malam seorang diri. Rasa kecewa yang semakin membesar saat dia menyadari bahwa Fatma tidak sedikitpun menghargai statusnya sebagai seorang suami. Namun, Omran tidak mampu memutuskan untuk meninggalkan wanita itu dengan sebuah kata perceraian. Dia berharap Fatma benar-benar bisa membuka diri. Entah sebuah kesialan atau justru keberuntungan, bagi Omran sebuah pernikahan bersama wanita yang begitu dia cintai adalah salah satu mimpinya yang berhasil terwujud. Namun, dia tidak pernah berpikir jika hubungannya bersama Fatma akan sedingin ini.
Omran bersandar pada sandaran sofa dengan tangan terlipat di depa
Hal pertama yang menyambut pandangan Fatma adalah begitu banyak pasangan muda mudi bercumbu di tiap-tiap sudut ruangan. Mereka seolah tak lagi merasa risih dengan banyaknya pasang mata yang menyaksikan. Seketika Fatma merasakan sesuatu bergejolak di dalam perutnya. Aroma alkohol berpadu asap-asap rokok menguar menembus indra penciuman. Mau tak mau wanita itu sesekali menahan napas sambil mengedarkan pandangan. Tak sedikit pria-pria hidung belang melihatnya dengan tatapan lapar. Namun, Fatma masih mampu untuk mengelak.Dia tidak begitu yakin Omran berada di dalam ruangan itu. Merasa usahanya sia-sia, Fatma mencoba untuk beralih keluar dari tempat itu. Namun, di detik selanjutnya dia menyaksikan sesuatu yang membuat dadanya memanas."Aw!" pekik seorang wanita ja**ng yang saat itu menggoyang-goyangkan bokongnya di pangkuan Omran yang terlihat menikmati sensasi yang diberikan wanita itu." Fatma menarik rambut panjang wanita itu hingga sang wanita terjerembab di lanta
Brak! Ponsel yang tadi berada di dalam genggaman Fatma tanpa sengaja terjatuh seiring hadirnya gelenyar aneh yang wanita itu rasakan. Tubuh kekar sang suami membuat Fatma terkungkung dalam pelukan itu. Fatma ingin melawan, tapi detak jantung yang dia rasakan dari dada Omran membuat Fatma seolah tidak memiliki kekuatan untuk menghindar. Rasanya sama persis ketika mendiang Omar memeluknya. "Satu malam saja," ucap Omran dengan suara parau. Aroma alkohol berpadu dengan parfum maskulin dari tubuh pria itu menguar indra pencium Fatma. Otak Fatma seketika menjadi kosong. Omran menyergapnya dengan napas yang begitu hangat membelai ceruk lehernya yang jenjang. Dia tahu seperti apa cerita malam ini akan berakhir. Sialnya, Fatma bahkan tidak mampu melawan diri sendiri untuk tidak terhanyut dalam permainan yang dimulai oleh suaminya. Dia pasrah, karena percuma saja mengumpulkan akal sehat yang berulang kali terserak akibat sentuhan-sentuhan Omran. Lagi-lagi set
Omran menggeliat dengan beban pikiran yang terasa ringan sejak malam berlalu. Dia merasakan telah melalui malam yang indah bersama sang istri. Meskipun akal sehatnya memaksa Omran untuk mengakui bahwa apa yang terjadi semalam hanyalah sebuah mimpi indah, Omran rela untuk tidak terbangun sama sekali dari tidurnya jika dihadapkan mimpi seindah itu.Pria itu mengerjap, menyebabkan bulu matanya mengibas perlahan saat kedua kelopak itu terbuka menyesuaikan penglihatan dengan cahaya matahari yang merembes dari celah tirai jendela. Kepalanya sedikit berdenyut dan Omran memilih untuk menutup matanya lagi. Tapi, di detik selanjutnya dia justru melebarkan kedua kelopak mata dan sontak bangkit dengan posisi duduk di atas tempat tidur, ketika menyadari bahwa saat ini dia berada di dalam ruangan yang tidak dia kenali. Omran mengedarkan pandangan ke seluruh tubuhnya sendiri. Tubuh bagian bawah masih ditutupi oleh selimut putih yang cukup tebal.Kemudian, dia memijat pang
Dinding putih tebal tepat berada di belakang WC umum, biasanya digunakan sebagai gudang penumpukan barang-barang bekas pakai. Bangunan itu sengaja dibangun terpisah dari bangunan utama. Hanya saja posisinya yang menempel langsung dengan toilet membuat tampilannya seolah-olah menyatu dengan bangunan rumah sakit. Tapi, sejak belasan tahun terakhir ini nampak seperti rumah tua yang ditumbuhi gulma-gulma liar. Bisa dipastikan hanya ada kehidupan hewan-hewan kecil serangga dan melata di dalam sana.Orang-orang telah didoktrin bahwa di dalam ruang itu terdapat sosok penunggu yang akan terdengar bersenandung di kala malam hari tiba. Tidak ada yang berniat untuk mendekat, apalagi berminat untuk membersihkannya.Tidak sedikit yang membuktikan desas-desus itu. Suara rintihan, senandung, tangisan, bahkan tawa yang menakutkan. Siapa yang peduli? Mereka yang berada di lingkungan itu hanya bekerja sesuai instruksi. Tidak ada inisiatif ataupun keinginan untuk melakukan se
Tuan Ayyoub dan Faissal saling melemparkan pandangan ketika mereka sudah berada dalam posisi bersisian. Seolah memiliki pemikiran yang sama, keduanya saling memberikan isyarat. Ada sesuatu yang seolah-olah tersembunyi di dalam rumah sakit ini. Entah apa, mungkin mereka butuh waktu untuk memastikannya.Sebenarnya masalah kecil seperti ini sudah biasa terjadi di manapun. Namun, perasaan Tuan Ayyoub justru berkata lain. Demi memecahkan rasa penasarannya, Tuan Ayyoub melangkah menuju toilet yang dimaksud setelah memastikan para petugas kebersihan sudah beralih tempat. Kondisinya terlihat bersih dan tidak semengerikan seperti apa yang diceritakan oleh kedua petugas kebersihan tadi. Hanya saja, aroma yang ditimbulkan terasa pengap ketika Tuan Ayyoub membuka pintu toilet tersebut. Keadaan seperti itu sudah cukup menjelaskan jika ruang toilet itu sudah jarang difungsikan oleh warga rumah sakit. Mungkin sesekali pengunjung menggunakannya karena tidak mengetahui cerita mistis yan
Fatima merasakan kesedihan yang mendalam sehingga dia terpaksa membiarkan tangisannya tumpah seperti ini. Bayang-bayang pria di masa lalu kembali melintas di dalam benaknya. Dia merasakan pria itu masih ada di sisinya dan masih mencintainya. Namun, jika memang cinta itu masih ada, mengapa Tuan Ayyoub tidak berusaha mencari dan menyelamatkan Fatima yang tersiksa seperti saat ini.Andaipun Tuan Ayyoub sudah berusaha menemukan Fatima, apakah cintanya masih sedalam dulu setelah melihat keadaan Fatima yang terlihat begitu buruk seperti sekarang? Fatima begitu merindu masa-masa yang telah berlalu. Atau mungkin pria itu kini sudah memiliki keluarga baru."A-Ayyoub ... Fff-Fatma," ucapnya terbata-bata dengan air mata yang membasahi bantal busuk dan berbau itu.Fatima akhirnya lelah dalam keadaan kelaparan dan kehausan. Sepertinya, pria yang selalu datang membawakannya makanan melupakan tugasnya malam ini. Biasanya, Fatima akan mengenali aroma makanan yang datang m
Tuan Ayyoub menyapu pandangannya ke sekitar. Ada beberapa bagian bangunan yang menurutnya perlu dibenahi."Aku pikir sepertinya tempat ini perlu dilakukan perombakan total." Tuan Ayyoub berjalan ke arah berlawanan dari arah yang ditunjukkan Dokter Habiba sebelumnya. Tadinya, Dokter Habiba berusaha menggiring pria itu menuju ruang pribadinya. Namun, Tuan Ayyoub justru semakin mendekat ke bagian belakang bangunan. Sesekali melirik bagian toilet umum yang tampilannya sedikit berbeda dari apa yang dia saksikan semalam. Untuk saat ini dia tidak ingin membahas itu, meskipun ada hal yang menurutnya tidak wajar.Tatapan Tuan Ayyoub beralih ke arah mata Faissal. Keduanya seolah saling memahami satu sama lain, mereka berkedip sekilas memberikan isyarat. Toilet yang semalam terlihat baik-baik saja, kini tampilannya seolah menunjukkan ruangan yang tidak layak pakai dengan cara disegel, dan Tuan Ayyoub yakin jika penyegelan itu baru saja dilakukan."Sebaiknya kita beralih te
"Aku sangat berterima kasih kepadamu, Dok. Pengabdianmu terhadap rumah sakit perlu diperhitungkan. Kau pantas mendapatkan penghargaan lebih dari ini. Sepertinya aku tertarik untuk sering berkunjung ke sini," ucap Tuan Ayyoub tersenyum ke arah Dokter Habiba. Wanita itu berpikir jika akan mendapatkan kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan sang pria pujaan. Dengan malu-malu Dokter Habiba menyelipkan rambut ke sisi telinganya sambil tersenyum."Dengan senang hati," balasnya."Apa kau sudah memiliki pasangan, Dok?" tanya Tuan Ayyoub. Pertanyaan itu tentu membuat Dokter Habiba semakin takjub. Tidakkah itu merupakan sebuah pertanyaan pancingan untuknya sebagai lawan jenis. Sebelum Dokter Habiba menjawab, Tuan Ayyoub lebih dulu melanjutkan ucapannya, "Aku juga sebenarnya berpikir untuk memiliki pendamping."'Tapi sayangnya hanya Fatima yang boleh menempati posisi itu.' Tuan Ayyoub melanjutkan kalimat terakhirnya di dalam hati.Dokter Habiba terlanjur percaya di
Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh ... Salam Sejahtera ... Dear, Sahabat Readers. Terima kasih atas kesediaan kalian mengikuti kisah FATMA BOUSSETTA ini dari awal hingga akhir. Semoga ada banyak pesan moral yang bisa kalian ambil dari kisah ini. Kisah ini sebagian besar diambil dari kisah nyata kehidupan milik mertua Author yang berasal dari Negara Maroko (Maghriby). Fatma Boussetta kini sudah berusia 87 tahun dan masih terlihat bugar, meskipun saat ini hidupnya ditunjang dengan pacemaker (sebuah alat pacu jantung yang menggunakan tenaga baterai yang ditanamkan melalui pembedahan ke dalam dada). Mohon kiranya Sahabat Readers berkenan meluangkan waktu untuk memberikan doa kepada beliau agar memiliki kesehatan serta umur yang panjang. Kisah ini sudah mendapatkan persetujuan dari beliau untuk dipublikasikan oleh Author. Semoga para Sahabat Readers menyukai kisah ini dan jangan lupa untuk terus memberikan dukungan d
"Maju satu langkah lagi, maka aku akan melenyapkan nyawa istrimu." Tuan Gamal memberikan ancaman yang serius. Ujung kayu itu sudah menyentuh perut tawanannya. Dia siap menghujamkan benda itu jika dirinya merasa terancam. Salah satu penjaga mendekati Tuan Gamal, kemudian membisikkan sesuatu. "Bagus, kau sudah menyiapkan helikopter itu." Tuan Gamal tersenyum puas, dengan satu kibasan tangan dia mengisyaratkan penjaga itu untuk berdiri tepat di belakang tubuh tawanannya. "Brengs**k!" umpat Omran. Tidak ada yang bisa dia lakukan, selain mengikuti kemauan Tuan Gamal. "Jangan banyak mengulur waktu, lepaskan cucuku sekarang juga!" ucap Tuan Besar Benmoussa. Matanya melirik ke arah wanita yang bersimbah darah terduduk dan terikat di kursi tua itu. Tuan Benmoussa tidak bisa membayangkan betapa sakit yang dirasakan cucu kesayangannya. Tapi dia bisa memastikan wanita itu masih bergerak. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala saat ujung kayu terasa menyentuh perutnya. Se
["Bu, aku tidak bisa menemuimu, ada banyak orang-orang suruhan Keluarga Benmoussa sedang berkeliran mencari keberadaanku."] Pesan singkat diterima oleh Meryem yang berasal dari ponsel milik Sabrina. Sebenarnya Meryem ingin menyiksa Fatma secara bergantian bersama Sabrina--putri kesayangannya. Namun, sepertinya hal itu tidak memungkinkan saat ini."Ibu akan memastikan kamu mendapatkan apa yang semestinya kamu dapatkan, Sayang." Maryem kemudian mengirimkan video rekaman penyiksaan yang dia lakukan terhadap tawanannya.["Aku serahkan semuanya kepadamu, Bu. Aku menyesal tidak bisa membalaskan dendam itu dengan tanganku sendiri. Maafkan aku."]"Tenanglah, Sayang ... Sepertinya Keluarga Ahbity dan Benmoussa sudah masuk ke dalam perangkap, sebentar lagi ayahmu akan bernegosiasi dengan mereka. Ibu bisa pastikan setelah ini kita bisa hidup bebas." Meryem begitu bangga dengan pencapaiannya hari ini. Suara ringisan dan penyiksaan itu seolah membuatnya semakin bersemangat m
Tuan Khaleed segera menghubungi Tuan Ayyoub melalui sambungan telepon untuk memastikan bahwa Fatma sudah tiba di kediaman mereka. Namun, sayangnya Tuan Ayyoub justru mengatakan bahwa putrinya dan Faissal tidak dapat dihubungi, setelah tadi Fatma sempat menghubunginya dan mengatakan bahwa mereka baru saja mendarat melalui bandara yang berada di Tangier.Kegelisahan tiba-tiba saja membuat semua orang kini tidak mampu mengenyahkan pikiran buruk mereka tentang Fatma. Sabrina mungkin belum lari terlalu jauh. Tapi, tidak menutup kemungkinan dia bisa melancarkan aksinya melalui orang lain.Kepanikan semakin menyerang membabi buta di dalam benak Omran kala cuaca buruk tiba-tiba saja menyelimuti langit Paris, sehingga tidak memungkinkan bagi Omran dan kedua orang tuanya untuk segera menyusul Fatma menggunakan jet pribadi yang mereka miliki. Waktu seolah tidak berpihak pada mereka. Di kala Fatma sedang terancam, seolah langkah mereka harus berhenti tanpa bisa melakukan apa-apa s
"Apa kamu tidak sedang bercanda, Omar?" tanya Nyonya Adeline yang kini merasakan sendi-sendinya melemah sehingga dia seolah tidak lagi mampu berpijak. "Maaf, Ma ... Kami memiliki sebuah alasan menyembunyikannya yang kini alasan itu sudah tidak penting lagi." Omran menatap ke arah Sabrina yang kikuk, secepat mungkin wanita itu merubah raut wajahnya seolah terlihat bersalah, sehingga Omran yakin untuk tidak perlu membuka jati diri Sabrina yang menyamar sebagai Cassandra. "Kami benar-benar menikah sejak beberapa bulan yang lalu." Omran meneruskan ucapannya. "Ja-jadi ... Fatma mengandung janin siapa?" tanya Nyonya Adeline. "Janin si brengsek ini!" Omran menoleh kasar ke arah Dokter Farouk. "... Dia pasti sudah menjebak Fatma, karena aku yakin Fatma tidak serendah itu jika bukan karena dijebak," lanjutnya. "Benarkah itu, Dok?" tanya Soraya berusaha tegar. "Ibu sering melihat kebersamaan mereka di kantin." Bibi Halima menegaskan opini yang belum dipastikan kebe
"Wanita itu meninggalkanku," ucap Omran dengan suara yang lemah."Wanita itu meninggalkanku!" Dia mengulangi kalimat itu dengan suara yang sedikit lebih keras. Sesaat kemudian dia bangkit sambil meneriakkan kalimat yang sama, " Wanita itu meninggalkanku!" Kali ini suara Omran terdengar lebih keras lagi, bersamaan dengan kerasnya suara pecahan kaca meja rias yang baru saya dia pukul menggunakan genggaman tangannya."Aaaakh ..." Nyonya Adeline yang terkejut ikut berteriak histeris sambil memejamkan mata dengan kedua tangan mengepal menutupi wajah. Ketika matanya terbuka, dia harus kembali berteriak untuk kedua kali. Darah segar mengalir dari kepalan tangan Omran. Namun, pria itu seolah-olah tidak merasakan sakit sama sekali. Tentu, jika dibandingkan dengan luka itu, hatinya merasakan sakit yang jauh lebih besar.Tuan Khaleed refleks memeluk Nyonya Adeline yang terlihat syok."Omran! Kamu sadar apa yang baru saja kamu lakukan?" Tuan Khaleed meninggikan inton
***"Faissal, sepertinya rencana akan sedikit berubah. Aku pikir ada baiknya kita kembali ke Tangier bersama," ucap Fatma setelah membiarkan keheningan di antara mereka beberapa saat. Bukan tanpa sebab dia memutuskan ini. Dia sempat tersulut oleh sikap Sabrina sehingga harus memberikan beberapa petunjuk bagi wanita ular itu lebih cepat dari apa yang sudah dia rencanakan. Fatma yakin, Sabrina sudah bertindak dengan melibatkan Tuan Gamal dan Meryem dalam persoalan ini. Semestinya dia bisa menunda memberikan petunjuk, setidaknya sampai benar-benar siap. Namun, yang terpenting sekarang adalah berada satu langkah lebih cepat dari Sabrina dan kedua orang tuanya."Aku mengerti," jawab Faissal. Saat itu juga mereka menuju bandara. Ada beberapa itinerary yang dirubah melalui pemesanan tiket khusus yang dilakukan oleh Fatma. Sebenarnya ada cara yang lebih praktis, yakni dengan menggunakan jet pribadi milik Keluarga Besar Benmoussa, tapi sepertinya hal itu justru menjadi keputusa
"Apa? Aku berkata yang sesungguhnya, 'kan? Dengar Fatma, aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih egois dari pada kamu selama aku hidup. Jadi kamu pikir, dengan meminta perpisahan maka kamu akan bahagia?" Omran tak kuasa untuk mengungkapkan segala beban di dalam hatinya. Keberanian itu muncul begitu saja sejak dia mendengar pengakuan Fatma di hadapan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak mampu mencerna ucapan wanita itu.Sementara Fatma menutup kedua telinganya, Omran masih terus mencercanya dengan kenyataan yang tidak bisa terelakkan."Kamu berkhianat! Itu alasannya. Mari kita permudah ini, Omran! Hiduplah dengan normal bersama wanita ular itu.""... Kamu tahu kesalahanmu, kamu tahu siapa dia, dan kamu tahu semua ini tidak benar, lalu kamu dengan mudah melakukannya. Kamu tidak pantas untuk menerima cintaku!" Fatma menatap Omran dengan tatapan nyalang, seolah membuat lidah pria itu terkunci. Dia tahu, kesalahannya terhadap sang istri sulit untuk dimaafk
Wajah Sabrina memerah dengan rasa panik yang menguasai dirinya. Wanita itu merasa kecolongan dengan kenyataan yang baru saja dia dengar. Pantas saja sikap Omran terlihat berbeda ketika bersinggungan dengan Fatma. Rupanya mereka sudah merahasiakan pernikahan itu. Namun, hal yang masih belum dimengerti oleh Sabrina adalah bagaimana bisa Omran membiarkan istrinya yang sedang hamil pergi meninggalkan Paris. Tidak diragukan lagi bahwa Omran mengetahui kondisi Fatma yang sedang hamil. Akan tetapi, tampaknya pria itu tidak terlihat bahagia. Ada begitu banyak spekulasi di dalam kepala Sabrina, salah satunya adalah dugaan bahwa Omran tidak tahu bahwa janin yang dikandung Fatma adalah darah dagingnya sendiri. Meskipun selalu memandang rendah Fatma, hati kecil Sabrina tidak bisa mengelak bahwa Fatma tidak mungkin hamil dari pria lain selain dari suami sah nya. Kesetiaan wanita itu dalam ikatan pernikahan tidak bisa diragukan. Dugaan itulah yang paling masuk akal di antara dugaan-