Home / All / Fall for Summer / Chapter 1. Unreal & Hella Hot!

Share

Fall for Summer
Fall for Summer
Author: NS Jade

Chapter 1. Unreal & Hella Hot!

FALL

Telunjukku memencet bel kamar 373 selama dua kali, dan wajah konyol sobatku Corbin yang muncul ketika pintu terbuka. Sambil tertawa-tawa, kami berjabat tangan ala 'bro' yang menggunakan kecepatan tangan, tonjokkan, siku, dan bahu selama beberapa detik.

Yeah, benar-benar kekanak-kanakkan.

Akhirnya aku masuk ke dalam apartemennya yang baru, dan langsung menanyakan kabar masing-masing. Aku menceritakan tentang keadaan keluarganya, memberikan surat dan brownies cokelat yang dititipkan ibunya. Saat dia membaca surat lalu melakukan panggilan, aku berjalan-jalan melihat keadaan apartemen yang lebih besar dan modern dari apartemennya yang lama.

Intinya, ada 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang dapur, dan kamar mandi luar.

Aroma cat bercampur dengan pengharum ruangan yang manis tercium--saat kakiku melangkah memasuki kamar yang pintunya terbuka yang ternyata lumayan luas dan punya kamar mandi sendiri. Ranjang beludru abu-abunya baru, gorden merah mudanya juga, namun jelas kamar ini belum ditempati oleh pemiliknya.

 

"Sejak aku pertama kali datang kemari, kamar ini sudah ada yang punya, Man," sahut Corbin dari belakangku, "tapi aku belum bertemu si peghuni baru itu."

Aku berbalik, memilih mengambil sekaleng Coke dingin dibanding Budweiser dari tangannya, lalu berjalan ke luar kamar. "Katanya ada kamar kosong untukku?" 

Terdengar derap langkah Corbin yang mengikutiku. "Memang ada, tapi di kamar 371, dan kau bisa menempatinya dua hari lagi. Sementara itu, kau tidur di sofa ya, Love," godanya, meniru aksen British-ku.

Aku terkekeh. "Jadi, aku hanya tidur ditemani TV, nih? Enggak bisa tidur di kamar barusan?"

"Sayangnya enggak bisa. Sam bilang, itu ranjang baru, dan memang semua barangnya baru. Pokoknya, temannya Sam sudah mewanti-wanti padanya. Ini saja pintunya dibuka karena diangin-anginkan. Rileks," dia menyeringai, "aku akan berkorban untukmu, Dear." 

"Jadi teman seapartemenmu itu wanita? Dan kau akan menidurinya? Wow, pengorbanan yang sangat berat," ledekku.

"Whoa, kau nggak lihat apa, di depan kamarnya berjajar f*ck me heels semua? Dan perlu kau tahu, aku sudah menidurinya di sofa yang kau duduki itu. Yeah, percis di situ."

"Bloody hell, Mate!" makiku sambil berdiri, lalu pindah ke sofa panjang.

Corbin terbahak. "Di situ juga sudah, loh."

Aku mengerang, tapi tidak pindah tempat duduk. "Coba katakan, di mana lagi kau sudah menyetubuhi gadis kurang beruntung itu?"

"Baru di dua tempat itu saja--"

"Baruchel... Baruchel..." decakku menyebut nama belakangnya, "kau nggak takut apa, nanti Sam jadi jatuh cinta padamu? Kau tahu kan wanita, selalu pakai perasaan. Well, di mana dia sekarang?"

"Sedang pergi ke rumah temannya. Yeah, aku juga berpikir seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, dia seksi, ada, bersedia, dan tidak menginginkan ikatan. Katakan saja 'friends with benefits'."

Aku menarik penutup kaleng Coke, lalu meneguknya. "Perlu kuingatkan lagi apa, berapa 'friends with benefits'-mu yang ingin lebih dari sekadar teman?"

"Sial, kau benar juga!" Corbin menggeleng-geleng. "Hey, kalau dia sudah menjadi terlalu melekat padaku, kita bisa tukar kamar, kan?"

Aku memperlihatkan tampang malas padanya. Dia malahan tergelak sembari membuka-buka koperku. "Whoa, ada apa ini?"

"Aku mencari tiga stoples kue cokelat dari ibumu."

Aku tergelak. "Cuma dua stoples, Wanker--idiot!"

"Begini saja, aku dapat tiga, dan aku akan membantumu pindahan sampai selesai, bahkan aku akan mengantarmu ke supermarket dan IKEA."

"Nah--tidak. Itu sudah menjadi kewajibanmu, Mate." 

Corbin menaruh empat stoples kue cokelat di meja, lalu mengambil tiga stoples dan memeluknya. "Well, bagaimana kalau ditambah dengan mentraktirmu ke bar temanku nanti malam?"

"Masukkan koper-koperku ke kamarmu, sekarang!" kekehku.

Corbin menaruh kue-kuenya di meja, lalu berdiri tegap ala serdadu dan memberi hormat. "Siap, Sir."

"Dan kau yang tidur di sofa, Love," ledekku.

"Apa pun untukmu, Sir." Corbin masih memberi hormat.

Aku berjalan bolak-balik di hadapannya. "Tunggu apa lagi, cepat laksanakan!" Lalu aku tergelak. Dia juga ikutan sembari mengacak rambut ikalku. 

"Aku senang kau berhasil pindah kemari, Man."

"Aku juga, Mate. Kita bisa menaklukkan Manhattan bersama," balasku, menepuk punggungnya.

"Yeah, dan gadis-gadisnya juga," cengir Corbin.

"Setuju!"

•••

Corbin mengajakku bertemu dengan teman-temannya di bar yang bernama Retro Blast alias RB.

Bar ini menyajikan musik di bawah tahun 2000-an. Itu juga kata Cody Banks, pria pelontos dengan wajah garang-lelah, bertubuh atletis, yang juga pemilik tempat ini dan tiba-tiba curhat padaku--karena mengetahui aku pengacara family law yang juga mengurus masalah perdata dan perceraian.

Yang membuat pria yang sudah dua kali menduda ini pilu, dia harus kehilangan hak asuh putra semata wayangnya pada mantan istrinya.

Corbin menepuk bahu Cody. "Sayang banget, Dude, Reed enggak ada di sini saat kau bercerai. Kalau dia yang mengurusnya, kau enggak akan bangkrut dan bisa mendapatkan hak asuh Chris."

Mata Cody membelalak. "Sialan, Reed, kenapa kau enggak datang dari dulu?"

Aku terkekeh. "Rileks--"

"Mungkin nanti, kalau kau menikah lagi lalu punya anak dan akan bercerai, Reed bisa membantumu," potong Corbin dengan nada geli.

"Smart-ass! Aku kapok nikah lagi," cetus Cody yang membuat aku dan Corbin tergelak seketika.

"Dia kapok nikah lagi karena Anita membuatnya membayar $500000 (sekitar 7.3 milyar), dan $2400 (sekitar 35 juta) perbulan untuk tunjangan Chris yang cuma bisa dia temui dua kali dalam sebulan!" Corbin menggeleng-geleng.

"Jangan sebut nama wanita tukang selingkuh itu di depanku lagi!" Cody memejamkan matanya.

"Sial, Itu jumlah yang cukup besar, Banks. Apalagi anakmu masih balita. Kau bisa dapat lebih dari sekadar dua kali--untuk bertemu dengan anakmu dalam sebulan." Kutepuk punggungnya tanda simpati; lalu memberinya saran. 

Wajah Cody berubah semringah. "Kau benar-benar membuka mataku. Terima kasih." 

Corbin berdeham. "Banks... sudah hampir sejam kau konsultasi dengan Fall William Reed, pengacara paling terkenal di Chi-town. Bayarannya--"

"Iya iya... aku mengerti," gerutu Cody. "Kalian bisa minum sepuasnya, termasuk untuk gadis-gadis yang nanti akan kalian rayu."

Tawa Corbin mengudara bersamaan dengan intro "Beautiful Ones"-nya Suede dari home band RB.  

Aku suka lagu ini.

Dan karena itu, alih-alih aku menyindir Corbin yang biasanya kulakukan, aku hanya berdecak geli melihat kelakuannya yang sudah tahu pasti--dengan mengajakku ke sini, akan mendapatkan minuman gratis.

"Sekali lagi trims, Reed, kau sudah mau mendengarkan keluh kesahku--saat seharusnya bersenang senang," ucap Cody.

"Enggak masalah," senyumku, "temannya Corbin, berarti temanku juga." 

Cody terkekeh, pandangannya beralih-alih antara aku dan Corbin. "Lihat, itu baru namanya respek, Man!"

Corbin menaikkan alis pirang gelapnya berulang kali dengan tersenyum bangga. "Sekarang kau lihat kan, Banks, orang yang bertahan menjadi temanku, berarti orang yang sangat sabar dan superbaik hati." 

"Touchè! Aku supersabar banget terhadapmu," gerutu Cody, yang membuat aku dan Corbin terbahak bersamaan.

Tak berapa lama dari itu, datang Nick Lawrence, manajer di salah satu restoran terkenal--yang sudah menjadi sahabat lamanya Cody. Umurnya 36 tahun, setahun lebih tua dari Cody, tapi dia terlihat jauh lebih muda dari usianya. Apa ini karena tampangnya yang ala pemain telenovela? Atau karena dia belum menikah, jadi tidak terlalu banyak beban pikiran?

Kami bercakap-cakap. Ternyata Nick teman seapartmenku di 371. Dan aku akan menempati kamar bekas Fin yang akan pindah esok hari. 

Tak lama kemudian, Corbin pergi berburu wanita. Hebatnya, dalam lima menit dia kembali dengan empat gadis di gandengannya. 

Benar-benar Don Juan sejati.

Kami berdua tahu, kami sama-sama pria atletis yang menarik. Perbedaan kami hanyalah, matanya biru, rambut pirangnya agak gondrong dan lurus, dan tinggi badannya 190 senti; sedangkan tinggiku lebih pendek 4 senti darinya, mata abu-abuku terkadang seperti biru muda, dan rambut cokelat ikalku paling sulit diatur kalau tidak pakai pomade.

Perbedaan terbesar kami, dia perayu ulung, manwhore kelas hiu, dan belum pernah menjalin hubungan dengan siapa pun, setidaknya semenjak aku mengenalnya dari umur lima belas tahun; sedangkan seumur hidupku, aku baru empat kali berpacaran, yang salah satunya serius, dan belum pernah one night stand.

Nama para gadis itu Jessica, Kylee, Amanda, dan Lanie. Semuanya berumur di bawah 25 tahun dan bertubuh langsing. 

Kecuali Amanda yang depan belakang montok. 

Mereka duduk di sofa, di sela-sela kami. Amanda langsung lengket dengan Corbin. Saat Jessica tahu bahwa Cody pemilik tempat ini, dia menempel seperti lem pada Cody. 

Aku hanya terkekeh masam. Dasar Gadis pengeruk harta.

Dari awal, Lanie sudah memperlihatkan ketertarikannya padaku, tapi saat dia tahu aku seorang pengacara, bukan hanya Lanie yang menggelendot padaku, tapi Kylee yang asalnya asyik mengobrol dengan Nick, ikut-ikutan memberi perhatian padaku. 

Poor Nick.

Cuma dalam waktu kurang dari dua puluh menit, Corbin dan Amanda sudah tidak tahan. 

Sebelum pergi, Corbin duduk di sampingku, menjepit leherku dengan lengannya. "Aku berkorban untukmu, Bro, agar kau bisa menguasai kerajaanku malam ini."

"Wow, jasamu yang sangat besar ini nggak akan pernah kulupakan," sindirku dengan wajah serius.

Corbin tergelak sembari mengacak rambutku. Yeah, dia tahu betul kalau aku paling benci saat rambutku diacak-acak. Dia memberi kunci kamarnya ke tanganku, menyebutkan kode pintu apartemennya yang langsung kuhapal di luar kepala, lalu bangkit dari kursinya. "Jangan lupa besok pagi, siapkan sarapan sekaligus dua cangkir espreso untukku."

"Siap, Sir," anggukku, mengerti benar gaya Corbin saat one night stand, mengucapkan selamat pagi dan terima kasih, lalu kabur. Sarapan pagi dengan wanita yang sudah ditiduri semalaman, hanya akan membawa ke hal-hal yang tidak diinginkan.

Setelah Corbin dan Amanda pergi, para gadis lari ke toilet.

Nick mengeluh tentang kebiasaan wanita yang selalu pergi bersamaan saat ke toilet. Yang langsung disetujui oleh aku dan Cody. 

Terdengar lagu "Come Undone" dari Duran-Duran, yang dibawakan dengan merdu oleh home band. Kepalaku bersandar pada sofa merah tua sambil menyesap dirty martini dan sesekali mengobrol dengan santai. 

"Woww!" seru Nick, mengusap-usap dagunya.

"She's unreal, Man," sambung Cody, menggeleng-geleng.

"Yas, unreal and hella hot!" balas Nick.

Mataku menyapu sekeliling, ternyata pandangan para kaum Adam tertuju ke depan. Saat mataku mengikuti, apa yang kulihat langsung meninjuku.

 

Benar kata mereka, gadis pirang itu unreal dan hella hot!

Ke mana dia pergi, dia bersinar, seperti ada lampu sorot yang mengikutinya. Apalagi saat dia berdiri di pertengahan, melihat-lihat tempat duduk, mungkin mencari temannya?

Atau pacarnya?

Bloody hell, mana banyak pria yang tiba-tiba berdiri dan menawarkan tempat duduk padanya lagi, yang syukurnya dia tolak.

Gadis pirang itu berjalan beberapa langkah, hingga bersisa kira-kira 10 kaki dari tempat dudukku. 

Para serigala itu masih mengerumuninya, tapi pandangannya kembali menyapu sekeliling dan berhenti padaku. 

GLOSSARY:

• Absobloodylootely (slang) - Yes.

• Bloody - Damn.

• Bro Before Hoes - Etiket bahwa pria tidak boleh mengabaikan teman prianya untuk mengejar atau membina hubungan dengan wanita. 

• Chi-town (slang) - Chicago.

• Don Juan- Istilah untuk seorang pria yang handal dalam menaklukkan banyak wanita lalu melakukan hubungan seksual dengan para wanita tersebut.

• Hella (slang) - Sangat.

• JK - Just Kidding.

• Manwhore - Gigolo (konteks di sini lebih ke pria hidung belang).

• Mate - Teman.

• Nah - Tidak.

• Smart-Ass - Sok pintar; sok tahu.

• Touchè - Ya; tepat.

• Unreal (slang) - Luar biasa.

• Yas (slang) - Ya.

• Wanker - Idiot.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ini, luar biasa!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status