SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb
SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku
FALLTelunjukku memencet bel kamar 373 selama dua kali, dan wajah konyol sobatku Corbin yang muncul ketika pintu terbuka. Sambil tertawa-tawa, kami berjabat tangan ala 'bro' yang menggunakan kecepatan tangan, tonjokkan, siku, dan bahu selama beberapa detik.Yeah, benar-benar kekanak-kanakkan.Akhirnya aku masuk ke dalam apartemennya yang baru, dan langsung menanyakan kabar masing-masing. Aku menceritakan tentang keadaan keluarganya, memberikan surat dan brownies cokelat yang dititipkan ibunya. Saat dia membaca surat lalu melakukan panggilan, aku berjalan-jalan melihat keadaan apartemen yang lebih besar dan modern dari apartemennya yang lama.Intinya, ada 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang dapur, dan kamar mandi luar.Aroma cat bercampur dengan pengharum ruangan yang manis tercium--saat kakiku melangkah memasuki kamar yang pintunya terbuka yang ternyata lumayan luas dan punya kamar mandi
FALLGadis itu tersenyum, lalu mengedipkan sebelah matanya.Padaku?"Dia mengedip padaku, Man," sambung Cody."Nah--tidak. Sudah jelas aku yang tepat sejajar dengannya. Dia mengedip padaku, tahu!" balas Nick.Gadis itu bertolak pinggang, mengedip lagi sambil menunjukku.Aku menoleh ke kiri dan kanan. Ternyata semua serigala merasa--gadis itu mengedip dan menunjuk pada mereka.Apa aku yang terlalu percaya diri?Atau mereka?Kepala gadis itu miring ke kiri, memanggilku dengan menjentikan telunjuknya."Aku?" Cody menunjuk dirinya sendiri, tapi gadis pirang itu menggeleng. Kami semua jelas menertawainya.Akhirnya aku dan Nick menunjuk diri sendiri dengan bersamaan. Gadis itu tergelak, karena serigala lain ikut menunjuk diri sendiri.Masa bodoh deh, dipilih atau tidak, aku memutuskan menghampiri gadis yang sekarang sedang tersenyum dan mengangguk padaku. Astaga,
FALLAku menghirup napas dalam-dalam, menggosok-gosok telapak tanganku pada kain chino di pahaku. "Ayo ayo..." ajakku gugup, berdiri, dan mengulurkan tanganku yang langsung dia sambut dengan mata menari-nari.Saat yang bersamaan terdengar erangan di belakangku.Ketika berbalik, aku disuguhi cengiran dan jempol dari Nick, juga gaya konyol Cody. Dan tentu saja tampang cemberut dari Lanie.Bloody hell, aku benar-benar melupakannya. Dan ini semua gara-gara gadis yang tangannya sekarang berada di genggamanku. Aku balas memberikan jempol pada Nick dan Cody, sebelum kami berjalan ke luar dari RB.Kuremas tangannya pelan. "Ke mana, kita? Aku belum punya tempat tinggal. Kamar temanku juga lumayan jorok. Gimana kalau tempatmu?"Sam menggeleng. "O-té.""Hotel? Di mana?" senyumku geli. Dia balas tersenyum, menunjuk ujung jalan, lalu belok kiri. "Jalan saja, nih? Atau naik taksi?"Sa
FALLSam tersenyum, mendekatiku. Jelas aku mundur. Lalu pandangannya teralih ke bawahku dan terkesiap.Otomatis aku mengikuti pandangannya. Dan apa yang kulihat membuatku merutuk.Luar biasa, Fall! Saking terkejutnya, kau sampai tidak merasakan telah menginjak pecahan cangkir."Jangan ke mana-mana!" seru Sam dengan nada panik."Memang aku mau ke mana?" balasku kesal sambil melihat keadaan kakiku. Ternyata, banyak pecahan cangkir kecil-kecil bertebaran menusuk telapak kaki kananku.Sam mengambil kursi terdekat. "Duduk di sini, biar aku yang ambil pecahannya." Kuikuti arahannya.Dia berjongkok dan mengangkat kakiku di depan wajahnya. "Whoa, telapak kakimu sudah seperti kepala shower!" Sudut mulutku mengedut mendengar pernyataannya. "Yang dua ini cukup dalam. Sebentar, aku ambil kotak P3K dulu.""Enggak usah!" bentakku, tapi dia malahan berlari tidak mempedulikanku. Sam datang dengan peralatannya,
FALLMataku menyipit. "Masa?""Ya, ini pertama kalinya aku mengajak seseorang untuk menjadi fück buddy-ku; dan yang semalam, itu juga pertama kalinya untukku," balas Summer tepat menatap mataku. Lalu matanya menari-nari. "Berarti kita sama-sama yang pertama.""Ya." Aku tidak bisa menutupi senyumanku, lega mendengar pernyataannya. "Tapi aku belum menyetujui, loh!""Oh iya, aku kan memberimu waktu lima hari. Sekarang," Summer bangun dari tidurnya, duduk di tepi ranjang, "kau ganti baju dulu, atau kita ganti baju bareng-bareng?"Aku berdecak, sudut mulutku mengedut. "Dasar penggoda.""Lagi pula, semalam aku sudah melihat tubuhmu. Kau begitu kekar, aku ingin menjilat semuanya."Aku mengerang, bangkit dari tidurku. "Aku mau mandi dulu.""Mau pinjam handuk merah mudaku?"Aku terkekeh. "Trims, aku punya handuk sendiri.""Oke deh, kau mandi, aku ganti baju di sini."
FALL"Hey, lagi asyik bengong, ya? Sudah masuk jam makan siang, nih," kata Clarissa Regan, gadis sintal pirang sekaligus rekan sefirmaku--yang tiba-tiba muncul di ruanganku yang masih berbau apak dan belum tertata rapi sepenuhnya.Ini jelas bukan aku."Sebentar, lima menit lagi. Aku enggak bakalan kabur dari acara mentraktir ini, kok."Mata hijau gioknya menyapu sekeliling ruanganku yang cukup besar bernuansa klasik ruangan kantor alias belum ada sentuhan personal. "Wow, ruangan ini jauh lebih rapi dari tadi pagi... tinggal kurang satu.""Apa?""Vas bunga, kalau bisa bunga hidup. Jadi sekalian mengharumkan ruangan. Soalnya, baru juga dua minggu tidak ditempati, ruangan ini sudah bau apak.""Memang," kataku dengan kening berkerut, "vas bunga hidup sepertinya agak tidak praktis.""Iya, sih, aku juga mengganti mawarku seminggu sekali, tapi ketidakpraktisan itu sebanding, bahkan lebih banyak