Still... Adult content.
SUMMER
Aku duduk di tepi ranjang, Warrior-nya sudah berada di hadapanku. Aku menggenggam batangnya, menjilat kepalanya yang sehalus sutra, dan perlahan mulutku masuk ke dalam, bersamaan dengan tangannya yang masuk ke sela-sela rambutku, dan yang lain meremas bahuku.Tidak butuh waktu lama, dia sudah memujiku. Pinggulnya juga bergerak seirama dengan isapanku. Saat kulihat wajahnya, dia sedang menatapku dengan bergairah dan rahang menegang. Fall menyumpah, mengusap keningku. "Luar biasa seksi, seksi..." dia menggeleng-geleng, pinggulnya masih bergerak, mulutku juga, walaupun hanya masuk sampai setengah Warrior-nya. Lalu tangannya bergerak ke buah dadaku, meremasnya, memainkan puncaknya. Sudah pasti aku mengerang, salah satu tanganku yang asalnya mencengkram pahanya naik ke bokongnya, meremasnya. Dan hal itu malahan membuat Fall menggila, mempercepat gerakannya, lalu menggumamkan sesSUMMER"Dengar, aku tidak mau tahu sebelum jam pulang, ide-ide segar kalian tentang pakaian dalam edisi musim dingin harus tersedia di mejaku. Selamat siang," ujar Raline, mengakhiri rapat dadakan ini."Siang, Raline," balas rekan-rekanku sambil merapikan map, berkas-berkas, dan laptop lalu bersiap keluar dari ruangan rapat untuk makan siang.Raline memang keren. Dia mengubah beberapa sistem di sini, salah satunya sesama karyawan Femme Fatale harus saling memanggil nama depan atau nama panggilan yang tidak rasis tanpa terkecuali. Alasannya agar bekerja lebih nyaman, lebih produktif, dan tidak ada rasisme juga kesenjangan sosial."Kecuali kau," desah Raline padaku."Aku?""Ya. Ada apa dengan tema hijau, merah dan Sinterklas, hmm?""Musim dingin, kan, selalu berkaitan dengan Natal," belaku."Merek kita itu, merek pakaian dalam manis sekaligus provokatif--yang membuat lelaki tulen mana pun yang me
SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb
SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku
FALLTelunjukku memencet bel kamar 373 selama dua kali, dan wajah konyol sobatku Corbin yang muncul ketika pintu terbuka. Sambil tertawa-tawa, kami berjabat tangan ala 'bro' yang menggunakan kecepatan tangan, tonjokkan, siku, dan bahu selama beberapa detik.Yeah, benar-benar kekanak-kanakkan.Akhirnya aku masuk ke dalam apartemennya yang baru, dan langsung menanyakan kabar masing-masing. Aku menceritakan tentang keadaan keluarganya, memberikan surat dan brownies cokelat yang dititipkan ibunya. Saat dia membaca surat lalu melakukan panggilan, aku berjalan-jalan melihat keadaan apartemen yang lebih besar dan modern dari apartemennya yang lama.Intinya, ada 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang dapur, dan kamar mandi luar.Aroma cat bercampur dengan pengharum ruangan yang manis tercium--saat kakiku melangkah memasuki kamar yang pintunya terbuka yang ternyata lumayan luas dan punya kamar mandi
FALLGadis itu tersenyum, lalu mengedipkan sebelah matanya.Padaku?"Dia mengedip padaku, Man," sambung Cody."Nah--tidak. Sudah jelas aku yang tepat sejajar dengannya. Dia mengedip padaku, tahu!" balas Nick.Gadis itu bertolak pinggang, mengedip lagi sambil menunjukku.Aku menoleh ke kiri dan kanan. Ternyata semua serigala merasa--gadis itu mengedip dan menunjuk pada mereka.Apa aku yang terlalu percaya diri?Atau mereka?Kepala gadis itu miring ke kiri, memanggilku dengan menjentikan telunjuknya."Aku?" Cody menunjuk dirinya sendiri, tapi gadis pirang itu menggeleng. Kami semua jelas menertawainya.Akhirnya aku dan Nick menunjuk diri sendiri dengan bersamaan. Gadis itu tergelak, karena serigala lain ikut menunjuk diri sendiri.Masa bodoh deh, dipilih atau tidak, aku memutuskan menghampiri gadis yang sekarang sedang tersenyum dan mengangguk padaku. Astaga,
FALLAku menghirup napas dalam-dalam, menggosok-gosok telapak tanganku pada kain chino di pahaku. "Ayo ayo..." ajakku gugup, berdiri, dan mengulurkan tanganku yang langsung dia sambut dengan mata menari-nari.Saat yang bersamaan terdengar erangan di belakangku.Ketika berbalik, aku disuguhi cengiran dan jempol dari Nick, juga gaya konyol Cody. Dan tentu saja tampang cemberut dari Lanie.Bloody hell, aku benar-benar melupakannya. Dan ini semua gara-gara gadis yang tangannya sekarang berada di genggamanku. Aku balas memberikan jempol pada Nick dan Cody, sebelum kami berjalan ke luar dari RB.Kuremas tangannya pelan. "Ke mana, kita? Aku belum punya tempat tinggal. Kamar temanku juga lumayan jorok. Gimana kalau tempatmu?"Sam menggeleng. "O-té.""Hotel? Di mana?" senyumku geli. Dia balas tersenyum, menunjuk ujung jalan, lalu belok kiri. "Jalan saja, nih? Atau naik taksi?"Sa
FALLSam tersenyum, mendekatiku. Jelas aku mundur. Lalu pandangannya teralih ke bawahku dan terkesiap.Otomatis aku mengikuti pandangannya. Dan apa yang kulihat membuatku merutuk.Luar biasa, Fall! Saking terkejutnya, kau sampai tidak merasakan telah menginjak pecahan cangkir."Jangan ke mana-mana!" seru Sam dengan nada panik."Memang aku mau ke mana?" balasku kesal sambil melihat keadaan kakiku. Ternyata, banyak pecahan cangkir kecil-kecil bertebaran menusuk telapak kaki kananku.Sam mengambil kursi terdekat. "Duduk di sini, biar aku yang ambil pecahannya." Kuikuti arahannya.Dia berjongkok dan mengangkat kakiku di depan wajahnya. "Whoa, telapak kakimu sudah seperti kepala shower!" Sudut mulutku mengedut mendengar pernyataannya. "Yang dua ini cukup dalam. Sebentar, aku ambil kotak P3K dulu.""Enggak usah!" bentakku, tapi dia malahan berlari tidak mempedulikanku. Sam datang dengan peralatannya,
FALLMataku menyipit. "Masa?""Ya, ini pertama kalinya aku mengajak seseorang untuk menjadi fück buddy-ku; dan yang semalam, itu juga pertama kalinya untukku," balas Summer tepat menatap mataku. Lalu matanya menari-nari. "Berarti kita sama-sama yang pertama.""Ya." Aku tidak bisa menutupi senyumanku, lega mendengar pernyataannya. "Tapi aku belum menyetujui, loh!""Oh iya, aku kan memberimu waktu lima hari. Sekarang," Summer bangun dari tidurnya, duduk di tepi ranjang, "kau ganti baju dulu, atau kita ganti baju bareng-bareng?"Aku berdecak, sudut mulutku mengedut. "Dasar penggoda.""Lagi pula, semalam aku sudah melihat tubuhmu. Kau begitu kekar, aku ingin menjilat semuanya."Aku mengerang, bangkit dari tidurku. "Aku mau mandi dulu.""Mau pinjam handuk merah mudaku?"Aku terkekeh. "Trims, aku punya handuk sendiri.""Oke deh, kau mandi, aku ganti baju di sini."
SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku
SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb
SUMMER"Dengar, aku tidak mau tahu sebelum jam pulang, ide-ide segar kalian tentang pakaian dalam edisi musim dingin harus tersedia di mejaku. Selamat siang," ujar Raline, mengakhiri rapat dadakan ini."Siang, Raline," balas rekan-rekanku sambil merapikan map, berkas-berkas, dan laptop lalu bersiap keluar dari ruangan rapat untuk makan siang.Raline memang keren. Dia mengubah beberapa sistem di sini, salah satunya sesama karyawan Femme Fatale harus saling memanggil nama depan atau nama panggilan yang tidak rasis tanpa terkecuali. Alasannya agar bekerja lebih nyaman, lebih produktif, dan tidak ada rasisme juga kesenjangan sosial."Kecuali kau," desah Raline padaku."Aku?""Ya. Ada apa dengan tema hijau, merah dan Sinterklas, hmm?""Musim dingin, kan, selalu berkaitan dengan Natal," belaku."Merek kita itu, merek pakaian dalam manis sekaligus provokatif--yang membuat lelaki tulen mana pun yang me
Still... Adult content.SUMMERAku duduk di tepi ranjang, Warrior-nya sudah berada di hadapanku. Aku menggenggam batangnya, menjilat kepalanya yang sehalus sutra, dan perlahan mulutku masuk ke dalam, bersamaan dengan tangannya yang masuk ke sela-sela rambutku, dan yang lain meremas bahuku.Tidak butuh waktu lama, dia sudah memujiku. Pinggulnya juga bergerak seirama dengan isapanku. Saat kulihat wajahnya, dia sedang menatapku dengan bergairah dan rahang menegang.Fall menyumpah, mengusap keningku. "Luar biasa seksi, seksi..." dia menggeleng-geleng, pinggulnya masih bergerak, mulutku juga, walaupun hanya masuk sampai setengah Warrior-nya. Lalu tangannya bergerak ke buah dadaku, meremasnya, memainkan puncaknya.Sudah pasti aku mengerang, salah satu tanganku yang asalnya mencengkram pahanya naik ke bokongnya, meremasnya. Dan hal itu malahan membuat Fall menggila, mempercepat gerakannya, lalu menggumamkan ses
Warning: Adult content.SUMMER"Bajingan," makiku pelan dengan air mata berlinang."Sudah kuduga," Fall terkekeh kering, dengan sigap memakai kembali kemejanya, "kau lebih memilih memakiku daripada menjawab pertanyaanku.""Kau mau bagaimana, huh, dari awal kau juga sudah mengetahui kalau aku tergila-gila padanya... mencin--""Please, jangan katakan apa-apa lagi," bisik Fall, mengepalkan tangannya. "Salah... ini sudah salah dari awal. Summer Reese," dia memejamkan matanya, lalu membukanya, "jangan memberikan atensimu lagi padaku, jangan mengganggu--""Fuck you!" teriakku."Aku bersumpah tadi hampir ingin melakukannya," kekehnya, memakai celana panjang, "tapi kalau aku melakukannya, aku pasti terjebak dengan kegilaan ini.""Kau mau apa, eh? Cinta mati dariku? Kau juga belum mencintaiku, kan?""Touché! Sebelum cinta ini datang, aku memilih menjauh. Karena apa...? Kau terlalu mudah untuk
SUMMER"Aku mengantuk, tolong kecilkan suaranya." Fall menguap, tapi dari tadi tangannya mencengkeram dengkulku.Aku tertawa dalam hati, mengecilkan suara TV yang sedang memutar film Jeepers Creepers. "Jadi mau bobo saja, nih?" Dia mengangguk manja. "Di sini atau di kamar...""Kita sudah di kamar." Fall turun dari ranjang, melepas kemejanya, melipatnya, lalu menaruhnya di nakas. Terus begitu, sampai yang tersisa di tubuhnya hanya boxer-brief putih yang membuatku menelan ludah."Maksudku kamarmu. Katanya kau nggak mau tidur di sini sebelum kita--""Tadi di luar kau bilang, merindukanku, kan?" Tubuh Fall masuk ke dalam selimut."Iya juga," cengirku, "besok aku bobo di sana, ya?" Dia menggeleng. "Sombong! Kalau besok aku kangen lagi, gimana?""Kita pikirkan besok," kekehnya, menepuk-nepuk bantal, tidur di sampingku. "Ayo kita bobo, Sugar." Dia mengelitiki pinggangku agar tidur di ranjang."Henti
SUMMERYa Tuhan, aku rindu berciuman dengannya, apalagi yang bergairah seperti ini. Dengan lihainya dia memainkan bibirku, mengisap dengan lembut sekaligus keras yang membuatku mendesah. Aku balik menciumnya, lidahku menjelajahi rongga mulutnya, rasa rempahnya makin terasa. Dia habis makan apa tadi? Atau minum apa... bersama Clarissa?Ketika pikiranku sibuk berkelana apa ada hal lain lagi yang Fall lalukan bersama Clarissa, dia menggeram dan memeluk tubuhku erat-erat. Ternyata taksi yang kami kendarai berhenti mendadak, membuatku terdorong ke depan. Untung saja dia melindungiku. Dan tentu saja dia mengomeli si pengemudi taksi tersebut--karena bisa menyebabkan aku celaka.Padahal, sekarang aku ada di pangkuannya, mengangkang dengan gaun tertarik sampai paha atas, bak gadis nakal yang siap dipakai kapan pun. Kalau ibuku melihat kami, pasti..."Sudah sampai," cengir Fall, tapi tangannya malahan mengusap pahaku, membuatku mengangguk malu
SUMMERSekarang jarinya kembali meraba pipiku, mengusap-usap lembut. "Beri aku kesempatan untuk merayumu, memberikan kencan yang pantas sebelum akhirnya menembakmu." Kepala Fall miring ke kiri, tersenyum geli. Rupanya dia mengikuti arah kepalaku."Harusnya kau berpikir itu sebelum--""Bloody hell, kau tipe gadis yang selalu mengingatkan kesalahan kekasihnya, ya?""Kita belum jadian.""Touché!" cengir Fall. "Kalau kau tidak mau berurusan lagi denganku, kau pasti bilang, in your dream, go to hell, atau--""Poinnya?" Aku mendesah berlebihan, menahan malu."Beri aku waktu sebulan untuk pendekatan denganmu, kalau akhirnya kau menolakku, aku akan menuruti keinginanmu. Bahkan menjadi fück buddy-mu."Aku hanya menatapnya tidak percaya. Apa aku harus mengambil kesempatan yang kuinginkan dari Fall sejak awal?Tidak, waktu itu keinginanku hanya one night stand saja, ingin melepaskan semua keterikatan,
SUMMERJangan pergi kepadanya?Astaga, aku jadi teringat kejadian di saat Fall melarangku bertemu dengan Brad, tapi aku tetap ngotot dan akhirnya dia marah besar.Apa kau akan bahagia tanpa kehadiran Fall di hidupmu?"Jangan urusi kehidupan--""Please," potong Fall, berdiri, dan memberikan tatapan memelas yang membuatku ingin mengatakan, I got you, Baby.Apa yang ada di otakmu, Summer?"Kalau aku pergi...?""Buatku, sudah cukup berat menyukai seorang gadis yang mencintai pria lain selama... berapa lama, hmm?""Aku mengaguminya semenjak balita, tapi aku memutuskan untuk menjadi istrinya saat kelas tujuh."Fall tertawa kering, memijit batang hidungnya. "Lima belas tahun kau mencintainya, siapa aku yang cuma mengenalmu belum sampai seminggu?" Dia menatapku, matanya memerah. "Apa aku benar?""Kau benar." Mataku mengerjap-ngerjap, menah