FALL
Mataku menyipit. "Masa?""Ya, ini pertama kalinya aku mengajak seseorang untuk menjadi fück buddy-ku; dan yang semalam, itu juga pertama kalinya untukku," balas Summer tepat menatap mataku. Lalu matanya menari-nari. "Berarti kita sama-sama yang pertama.""Ya." Aku tidak bisa menutupi senyumanku, lega mendengar pernyataannya. "Tapi aku belum menyetujui, loh!" "Oh iya, aku kan memberimu waktu lima hari. Sekarang," Summer bangun dari tidurnya, duduk di tepi ranjang, "kau ganti baju dulu, atau kita ganti baju bareng-bareng?"Aku berdecak, sudut mulutku mengedut. "Dasar penggoda.""Lagi pula, semalam aku sudah melihat tubuhmu. Kau begitu kekar, aku ingin menjilat semuanya."Aku mengerang, bangkit dari tidurku. "Aku mau mandi dulu.""Mau pinjam handuk merah mudaku?"Aku terkekeh. "Trims, aku punya handuk sendiri.""Oke deh, kau mandi, aku ganti baju di sini."Aku cuma mengangguk."Menggemaskan." Summer merapikan rambut ikal yang terjatuh di keningku. Kami malahan bertatapan, tersenyum.Jangan terlalu nyaman, Fall!Aku harus mandi," dehamku, dengan cepat masuk ke kamar mandi, lalu keluar lagi ketika teringat tidak membawa peralatan mandi.Tawa parau Summer memenuhi ruangan. "Buru-buru kabur dariku, ya?""Enggak," elakku sembari membuka koper, mengambil handuk. Di mana sikat gigiku?"Sikat gigi baru ada di laci kedua." Aku mendesah, mendekatinya. "Trims, Sug... Summer.""Ahh, kau mau memanggilku Sugar, kan? Seperti semalam. Katakan lagi, please." Summer mengerucutkan bibirnya.Sudut mulutku mengedut. "Aku selesai mandi, kau harus sudah selesai semuanya, ya!""Lihat saja nanti." Summer menjilat bibir atasnya.Aku menutup mata, menggeleng-geleng. Aku butuh jack off. "Aku mandi sekarang.""Butuh jack off, ya?" Summer mengedipkan sebelah matanya. Tahu dari mana dia? "Mau kubantu?"Aku hanya bisa mengerang. Tawa gadis penggodanya mengiringiku masuk ke dalam kamar mandi.•••"Aku sudah bilang, belum, kalau gaya bohemian cocok untukmu?" Kuulurkan tangan saat Summer bersiap ke luar dari dalam taksi."Belum, tapi dari tadi matamu selalu tertuju padaku. Belum lagi kalau ada lelaki yang memberikan tatapan tertarik padaku, kau seperti akan membunuh--""IKEA New York benar-benar keren," potongku, buru-buru menariknya masuk ke dalam area ruang tidur. Dia hanya terkekeh."Kau butuh apa saja?" tanya Summer."TV, lemari, meja kerja kecil, barang pecah belah, selimut, seprai, dan peralatan kamar mandi. "Aku duduk di ranjang. "Kalau kau?"Summer ikutan duduk, menyandarkan kepalanya di bahuku. "Aku ingin TV yang besar, laci Marie Condo, dan masih banyak lagi.""Laci Marie Condo," senyumku. 11-12 dengan ibuku ternyata. "Ya sudah, kita mulai sekarang.""Sunshine..." ujar suara dalam seorang pria.Mataku mencari asal suara itu. Bersamaan dengan dengan terdengar bunyi tercekat di sampingku.Pria yang... oke kuakui, lumayan gagah ini, berjalan mendekati tempat duduk kami sambil berkata, "Sekarang aku tahu alasannya, kenapa kau ngotot pindah?""Brad," senyum Summer, "dengan siapa kemari?""Honey," sahut wanita elegan, berjalan ke arah kami. "Oh, ada Summer rupanya, dengan teman prianya, lagi." Dia menggayut di lengan pria tersebut.Summer mengajakku berdiri dengan menarik tanganku. "Fall, kenalkan ini Brad Dantes dan Cora Smith."Aku menjabat tangan keduanya bergantian. "Fall Reed.""Besok malam, datanglah ke rumah," Brad mengacak lembut rambut Summer. Parahnya, Summer memberikan tatapan mendamba. "Kita makan malam keluarga. Ada yang ingin kusampaikan."Summer mengangguk, matanya berkilauan, dan tangannya meremas erat tanganku. "Ya.""Oke, senang bertemu denganmu, Reed." Brad menggangguk, rambut ikalnya terjatuh di keningnya. Summer makin mengetatkan genggamannya. "Sunshine, Reed, kami permisi dulu."Setelah mereka pergi, Summer hanya memberikan senyuman kaku padaku."Sejak kapan?" tanyaku."Apa yang sejak kapan?" Summer menunduk."Cintamu padanya tumbuh? Kenapa kau ingin menjadi fück buddy-ku, hmm? Kenapa kau nggak berusaha? Jelas wanita itu--""Karena aku hanyalah anak seorang kepala pelayan--yang enggak tahu siapa ayahnya," ucap Summer, "sedangkan dia, anak Mark Dantes sang multi bilyuner."Rupanya ini masalah perbedaan kasta. Kurasa lebih dari itu. "Brad terlihat menyayangimu.""Dari dulu dia hanya menganggapku adiknya. Lagipula, dia akan menikah di akhir bulan ini," isak Summer.Aku memeluknya, mengusap-usap punggungnya. "Hush, jangan menangis. Pulang dari sini, aku belikan gula-gula.""Dari mana kau tahu aku suka yang manis-manis?" senyum Summer."Please..." decakku, "bukannya di kamarmu ada sestoples penuh permen, hmm?""Hebat!" cengirnya, memelukku lebih erat. "Kau benar-benar pantas menjadi calon fück buddy-ku.Aku hanya bisa mengerang.•••Jari-jemari lentik gadis itu membelai dadaku, turun ke perut, dan bermain-main di situ. Kalau ini mimpi, ini terlalu nyaman dan terlalu nyata karena aku bisa mencium harum manis gula dan vanila.Gula dan vanila...?Kelopak mataku perlahan terangkat, bertatapan dengan wajah tersenyum Summer."Malam, Fall..."Summer di sini?Aku masih tidak percaya, menggeleng-gelengkan kepalaku sambil memejamkankan mata. Ketika terdengar suara tawa aneh-parau tersendat-sendatnya, mataku terbuka dengan cepat. Jelas ini nyata."Malam," senyumku serak. "Katanya kau akan tidur di rumah Ibumu?""Ya, tapi ada barang yang ingin kuambil, jadi aku kembali ke sini. Namun saat melihatmu tertidur dengan selimut terbuka, dan..." Matanya turun ke bawahku dan berlama-lama di sana.Otomatis aku mengikuti arah pandangannya.
Yep, Warrior-ku menyembul sempurna dari balik boxer-nya. Pandanganku kembali ke Summer, dan eranganku yang muncul ketika dia menjilat bibirnya.
Jelas Summer terkesiap, tawa kecilnya menyusul sedetik kemudian. Namun dia tidak ingin menatapku, malahan pada jendela di belakangku. Bahkan dari lampu temaram saja--terlihat perubahan warna pada pipinya.
Keanehan Summer yang lain. Tampak luar, dia terlihat sebagai gadis penggoda. Namun dari dalam, ada kesan lugu yang belum tersentuh. Ini jelas membingungkan.
Dia benar-benar gadis penuh tanda tanya.
"Malu, hmm?" godaku membelai rambutnya.
"Masa malu?" Kali ini Summer berani menatapku. "Aku cuma terpesona, punyamu cukup besar."
Cukup besar?
Yang benar saja!
"Warrior-ku termasuk besar, keras dan--"
"Warrior," kikik Summer, memelukku. "Nama yang gagah, tapi tidak cocok deng--"
"Katakan kau bercanda?" kelitikku di perutnya.
Tawa Summer menggema di ruangan, tubuhnya mengeliat-ngeliat, jari-jarinya juga ikut berperang, mengelitikiku balik. Jelas dia bukan tandinganku, karena tak lama kemudian terdengar teriakannya, "Ampuuun! Ampuun!" Kubebaskan jari-jariku dari perutnya. "Aku cuma bercanda, tahu," engahnya.
"Aku tahu itu," kecupku di hidungnya, "tapi Warrior terlanjur sakit hati. Minta maaf sama dia!" Dia malahan terbahak sampai-sampai wajahnya berulang kali mencium bantal. "Aku serius!" kekehku sembari bangkit dari tidurku dan terasa kandung kemihku yang penuh. Kakiku melompat ke lantai.
"Mau ke mana?" "Kamar mandi. Ikut?" godaku.Summer tersenyum dikulum. "Warrior mau buang air, ya?"Aku terkekeh. "Tentang itu, kau belum minta maaf selayaknya pada Warrior!""Iya, aku akan minta maaf dengan amaaat layak," senyumnya lebar."Tunggu di sini, ya, jangan pergi dulu!""Iya," angguknya sambil duduk di ranjang. "Aku juga masih mencari barang-barangku."Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Saat aku kembali, Summer telah menghilang. Aku masih berpikir positif, mungkin dia sedang di luar menonton TV atau berada di kamar Samantha.
Namun setelah aku berkeliling apartemen dan membangunkan Samantha dan juga Corbin, Summer tidak ada di mana pun. Aku hanya bisa menyumpahi ketololanku. Lagi-lagi dia lari dariku.Tenang, Fall, telepon saja nomornya.Saat itu juga ponselku di kamar Summer berdering. Dengan cepat aku berlari dan membuka pesan yang sudah jelas dari Sugar.Why on earth, kau menamainya Sugar, Fall?Hell, aku juga tidak mengerti. Terjadi begitu saja saat kami bertukar nomor di taksi. Fall, sori... tadi Brad menghubungiku. Ternyata dia sudah berada di depan apartemen kita. Mungkin aku akan kembali untuk mengambil barang-barangku, mungkin juga tidak. Jadi, lanjutkan istirahatmu!Ps: maafkan aku Warrior! xxTawa getirku memenuhi ruangan ketika melihat tas berisi barang-barangnya yang dia tinggalkan di lantai demi cepat-cepat bertemu Brad. Bertemu dengan Brad fücking Dantes di tengah malam begini?Kali ini aku menyumpah.FALL"Hey, lagi asyik bengong, ya? Sudah masuk jam makan siang, nih," kata Clarissa Regan, gadis sintal pirang sekaligus rekan sefirmaku--yang tiba-tiba muncul di ruanganku yang masih berbau apak dan belum tertata rapi sepenuhnya.Ini jelas bukan aku."Sebentar, lima menit lagi. Aku enggak bakalan kabur dari acara mentraktir ini, kok."Mata hijau gioknya menyapu sekeliling ruanganku yang cukup besar bernuansa klasik ruangan kantor alias belum ada sentuhan personal. "Wow, ruangan ini jauh lebih rapi dari tadi pagi... tinggal kurang satu.""Apa?""Vas bunga, kalau bisa bunga hidup. Jadi sekalian mengharumkan ruangan. Soalnya, baru juga dua minggu tidak ditempati, ruangan ini sudah bau apak.""Memang," kataku dengan kening berkerut, "vas bunga hidup sepertinya agak tidak praktis.""Iya, sih, aku juga mengganti mawarku seminggu sekali, tapi ketidakpraktisan itu sebanding, bahkan lebih banyak
FALL"Sudah waktunya pulang," sahut Clarissa, bersandar di palang pintu dengan manisnya."Aku lupa waktu, bahkan tehku saja belum kuminum." Aku mematahkan leherku ke kiri dan ke kanan lalu berdiri dan melakukan sedikit peregangan. "Sepertinya besok aku harus mulai lari--dan daftar ke gym.""Aku juga sering lari, tapi tiap sabtu dan minggu." Jari Clarissa mengetuk-ngetuk dinding pintu. "Mau bareng nggak, kita kan searah?""Trims, tapi aku menunggu teman--""Teman yang tadi siang menciummu, kan?" Mata gioknya menari-nari; aku tersenyum dan mengangguk. "Waktu aku mau mengambil sesuatu di mobilku, temanmu itu bersiap masuk ke dalam Limosin."Aku memejamkan mata, menggeleng-geleng. Ya Tuhan, jangan bilang dia meninggalkanku lagi demi Brad. "Kau tahu dengan siapa?""Tidak.""Jam berapa?"Clarissa memainkan ujung rambut pirangnya. "Sejam yang lalu."Kulihat jam di dinding, ma
FALLJariku terus menari pada keyboard laptop, tapi mataku selalu kembali pada Summer yang sedang mengetik di ponselnya.Yeah, sambil menjilat lollipop-nya.Terkutuklah aku. Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa fokus?Benar katanya, dia tidak ribut apalagi menggangguku. Dia malahan duduk bersandar pada kepala ranjang, sibuk menulis sesuatu di bukunya, lalu kembali mengetik di ponselnya.Tapi kenapa aku ingin diganggu?Jam di dinding menunjukkan setengah sepuluh malam. Tanpa terasa sudah hampir dua jam kami tidak berbicara.Aku mendesah, mataku tertuju pada layar laptop dan terkekeh melihat ulah ketololanku. Aku langsung menghapus ketikan kacau tersebut."Ada yang lucu?" Summer menyelipkan pensil di daun telinga. Aku tersenyum, membetulkan letak kacamataku. Dia malahan memiringkan kepalanya. "Kau tidak mungkin bisa lebih tampan dari ini.""Sori?""Aku di kamar berdua saja dengan
FALL"Aku nggak..."Omonganku terpotong dengan getaran di ranjang. Tidak, ranjangku tidak bisa bergetar. Getaran terus-menerus ini berasal dari ponselnya. Kami meraba-raba sampai aku yang menemukannya di balik selimut. Saat melihat nama di layar ponselnya, aku tahu ini tidak akan berakhir baik."Dari siapa?" bisik Summer."Brad. Kau mau mengangkatnya?" tanyaku dengan nada yang kuusahakan biasa saja.Summer merapikan lingerie di tubuhnya, mengambil ponselnya dari tanganku, lalu turun dari ranjang. "Braad... oh halo juga, ya ini dengan Summer. Mabuk parah dan memanggil namaku...? Ehmm," dia mengangguk, "di Carillon Bar... ya, aku segera ke sana." Dia mengambil jubah di lantai, lalu memakainya. "Fall aku--""Kau nggak harus pergi..." aku berdiri, mendekatinya, "dia sudah dewasa, itu bukan tanggung jawabmu.""Sebentar saja, nanti setelah mengurusnya--""Kau akan kembali ke sini, begitu?"Summer meng
FALL"Reed!" seru Zeke, matanya tertuju pada sesuatu di belakangku, "bukannya itu gadis seksi yang menciummu kemarin?"Aku langsung menghentikan aktifitas makan siangku dan menoleh. Ternyata Summer dan temannya sedang berjalan ke arahku."Hai, Fall," senyum gadis cantik-eksotis yang rambut panjangnya sekelam malam, sahabat sekaligus rekan sekerja Summer, "kita bertemu lagi.""Hai juga, Raline." Aku berdiri, tersenyum. "Mau bergabung dengan kami? Tempatnya juga penuh..." mataku melirik Summer yang menatapku tanpa ekspresi, "Halo, Summer..."Yang membuatku terkejut, Summer hanya menjawabnya dengan anggukkan.Pada saat bersamaan, kakiku disenggol oleh Rhys yang duduk di sampingku."Mau bergabung?" ajakku."Trims, tapi kami sudah ditunggu," balas Raline, menunjuk meja di pojok yang dipenuhi teman-temannya."Oke," anggukku, "bollocks!" makiku tanpa sadar saat kakiku
FALLSepuluh menit setelah aku dan Nick tiba di bar RB, Corbin datang dengan tampang riang seperti biasanya. Kami berempat termasuk Cody, berbicara tentang apa pun. Sebenarnya lebih pada bagaimana kesan-kesanku bekerja di New York.Aku tahu maksud mereka, lebih pada gadis yang gagal kutiduri pada malam Minggu kemarin.Cody terkejut setengah mati setelah Corbin dan Nick bercerita tentang Summer--yang bisa-bisanya satu gedung apartemen sekaligus pekerjaan denganku, dan memasakkan hidangan lezat pada Corbin dan Nick."Pokoknya, setelah ada Summer ibuku bakalan tidur nyenyak karena tahu anaknya tidak akan lagi kekurangan gizi lagi," angguk Corbin, menenggak sesloki Jack-D.Aku berdecak. Cody dan Nick malahan terkekeh. Maklum, salah satu kesamaan aku dan Corbin, sama-sama anak mama dan tidak malu mengakuinya kepada siapa pun. Salut untuk kami.Nick berdeham. "Aku malahan berharap dia sering bolak-balik bert
FALLAku tidak melihat Summer di jam makan siang, begitu juga saat jam pulang kantor. Parahnya, Raline pun tidak terlihat di mana pun, apalagi aku tidak mengenal teman Summer yang lain.Aku merasa tidak enak padanya. Masih terngiang jelas di otakku saat Summer menggodaku dengan lingerie merah mudanya; dan aku mengatakan sesuatu yang menyakitinya.Apa kau nggak punya harga diri sedikit pun?Walaupun dia sakit hati atas omonganku, tapi dia tetap berbuat manis padaku dengan caranya sendiri. Bagian masakannya, aku suka. Namun bagian mengangguk dan jarang bicara ini, mengingatkanku saat dia pura-pura menjadi tuli dan bisu.Benar-benar aneh.Lagi-lagi Clarissa mengantarkan aku ke Rush. Dan aku merasa tidak enak padanya, tapi dia selalu beralasan karena kita searah; lagi pula dia merasa nyaman denganku, karena kami hampir selalu nyambung saat berbicara tentang sesuatu, dan hal yang terpenting, kami pure tem
FALL"Aku dan Clarissa hanya berteman. Dan aku tidur di sofa ruang tamu." Kukecup keningnya."Serius?" Ada nada tidak percaya dalam suaranya."Aku serius. Dan karena kau sangat menarik setengah mati, dan aku nggak mau menjadi fück buddy-mu; kau juga sepertinya tidak mau kita hanya berteman saja, maka, setelah kau sembuh, maukah kau berkencan denganku?"Summer memelukku erat disertai dengan tawa kecil. "Aku sudah sembuh sekarang."Aku ikutan tertawa dan kembali mengecup keningnya. "Enggak sabar berkencan denganku, hmm?"Summer mengangguk di dadaku, lalu menengadah. "Kenapa kau kemari?""Tadi pagi kau tidak balik lagi ke apartemenku, nggak ada di kantor, Raline juga sama. Jadi aku cemas. Menerka-nerka kau di mana? Sedang apa? Dan bersama siapa?""Masa?" senyum Summer."Ya. Sekarang giliran aku yang bertanya, apa kejadian yang membuatku kecewa akan terjadi lagi di kemudian hari?"
SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku
SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb
SUMMER"Dengar, aku tidak mau tahu sebelum jam pulang, ide-ide segar kalian tentang pakaian dalam edisi musim dingin harus tersedia di mejaku. Selamat siang," ujar Raline, mengakhiri rapat dadakan ini."Siang, Raline," balas rekan-rekanku sambil merapikan map, berkas-berkas, dan laptop lalu bersiap keluar dari ruangan rapat untuk makan siang.Raline memang keren. Dia mengubah beberapa sistem di sini, salah satunya sesama karyawan Femme Fatale harus saling memanggil nama depan atau nama panggilan yang tidak rasis tanpa terkecuali. Alasannya agar bekerja lebih nyaman, lebih produktif, dan tidak ada rasisme juga kesenjangan sosial."Kecuali kau," desah Raline padaku."Aku?""Ya. Ada apa dengan tema hijau, merah dan Sinterklas, hmm?""Musim dingin, kan, selalu berkaitan dengan Natal," belaku."Merek kita itu, merek pakaian dalam manis sekaligus provokatif--yang membuat lelaki tulen mana pun yang me
Still... Adult content.SUMMERAku duduk di tepi ranjang, Warrior-nya sudah berada di hadapanku. Aku menggenggam batangnya, menjilat kepalanya yang sehalus sutra, dan perlahan mulutku masuk ke dalam, bersamaan dengan tangannya yang masuk ke sela-sela rambutku, dan yang lain meremas bahuku.Tidak butuh waktu lama, dia sudah memujiku. Pinggulnya juga bergerak seirama dengan isapanku. Saat kulihat wajahnya, dia sedang menatapku dengan bergairah dan rahang menegang.Fall menyumpah, mengusap keningku. "Luar biasa seksi, seksi..." dia menggeleng-geleng, pinggulnya masih bergerak, mulutku juga, walaupun hanya masuk sampai setengah Warrior-nya. Lalu tangannya bergerak ke buah dadaku, meremasnya, memainkan puncaknya.Sudah pasti aku mengerang, salah satu tanganku yang asalnya mencengkram pahanya naik ke bokongnya, meremasnya. Dan hal itu malahan membuat Fall menggila, mempercepat gerakannya, lalu menggumamkan ses
Warning: Adult content.SUMMER"Bajingan," makiku pelan dengan air mata berlinang."Sudah kuduga," Fall terkekeh kering, dengan sigap memakai kembali kemejanya, "kau lebih memilih memakiku daripada menjawab pertanyaanku.""Kau mau bagaimana, huh, dari awal kau juga sudah mengetahui kalau aku tergila-gila padanya... mencin--""Please, jangan katakan apa-apa lagi," bisik Fall, mengepalkan tangannya. "Salah... ini sudah salah dari awal. Summer Reese," dia memejamkan matanya, lalu membukanya, "jangan memberikan atensimu lagi padaku, jangan mengganggu--""Fuck you!" teriakku."Aku bersumpah tadi hampir ingin melakukannya," kekehnya, memakai celana panjang, "tapi kalau aku melakukannya, aku pasti terjebak dengan kegilaan ini.""Kau mau apa, eh? Cinta mati dariku? Kau juga belum mencintaiku, kan?""Touché! Sebelum cinta ini datang, aku memilih menjauh. Karena apa...? Kau terlalu mudah untuk
SUMMER"Aku mengantuk, tolong kecilkan suaranya." Fall menguap, tapi dari tadi tangannya mencengkeram dengkulku.Aku tertawa dalam hati, mengecilkan suara TV yang sedang memutar film Jeepers Creepers. "Jadi mau bobo saja, nih?" Dia mengangguk manja. "Di sini atau di kamar...""Kita sudah di kamar." Fall turun dari ranjang, melepas kemejanya, melipatnya, lalu menaruhnya di nakas. Terus begitu, sampai yang tersisa di tubuhnya hanya boxer-brief putih yang membuatku menelan ludah."Maksudku kamarmu. Katanya kau nggak mau tidur di sini sebelum kita--""Tadi di luar kau bilang, merindukanku, kan?" Tubuh Fall masuk ke dalam selimut."Iya juga," cengirku, "besok aku bobo di sana, ya?" Dia menggeleng. "Sombong! Kalau besok aku kangen lagi, gimana?""Kita pikirkan besok," kekehnya, menepuk-nepuk bantal, tidur di sampingku. "Ayo kita bobo, Sugar." Dia mengelitiki pinggangku agar tidur di ranjang."Henti
SUMMERYa Tuhan, aku rindu berciuman dengannya, apalagi yang bergairah seperti ini. Dengan lihainya dia memainkan bibirku, mengisap dengan lembut sekaligus keras yang membuatku mendesah. Aku balik menciumnya, lidahku menjelajahi rongga mulutnya, rasa rempahnya makin terasa. Dia habis makan apa tadi? Atau minum apa... bersama Clarissa?Ketika pikiranku sibuk berkelana apa ada hal lain lagi yang Fall lalukan bersama Clarissa, dia menggeram dan memeluk tubuhku erat-erat. Ternyata taksi yang kami kendarai berhenti mendadak, membuatku terdorong ke depan. Untung saja dia melindungiku. Dan tentu saja dia mengomeli si pengemudi taksi tersebut--karena bisa menyebabkan aku celaka.Padahal, sekarang aku ada di pangkuannya, mengangkang dengan gaun tertarik sampai paha atas, bak gadis nakal yang siap dipakai kapan pun. Kalau ibuku melihat kami, pasti..."Sudah sampai," cengir Fall, tapi tangannya malahan mengusap pahaku, membuatku mengangguk malu
SUMMERSekarang jarinya kembali meraba pipiku, mengusap-usap lembut. "Beri aku kesempatan untuk merayumu, memberikan kencan yang pantas sebelum akhirnya menembakmu." Kepala Fall miring ke kiri, tersenyum geli. Rupanya dia mengikuti arah kepalaku."Harusnya kau berpikir itu sebelum--""Bloody hell, kau tipe gadis yang selalu mengingatkan kesalahan kekasihnya, ya?""Kita belum jadian.""Touché!" cengir Fall. "Kalau kau tidak mau berurusan lagi denganku, kau pasti bilang, in your dream, go to hell, atau--""Poinnya?" Aku mendesah berlebihan, menahan malu."Beri aku waktu sebulan untuk pendekatan denganmu, kalau akhirnya kau menolakku, aku akan menuruti keinginanmu. Bahkan menjadi fück buddy-mu."Aku hanya menatapnya tidak percaya. Apa aku harus mengambil kesempatan yang kuinginkan dari Fall sejak awal?Tidak, waktu itu keinginanku hanya one night stand saja, ingin melepaskan semua keterikatan,
SUMMERJangan pergi kepadanya?Astaga, aku jadi teringat kejadian di saat Fall melarangku bertemu dengan Brad, tapi aku tetap ngotot dan akhirnya dia marah besar.Apa kau akan bahagia tanpa kehadiran Fall di hidupmu?"Jangan urusi kehidupan--""Please," potong Fall, berdiri, dan memberikan tatapan memelas yang membuatku ingin mengatakan, I got you, Baby.Apa yang ada di otakmu, Summer?"Kalau aku pergi...?""Buatku, sudah cukup berat menyukai seorang gadis yang mencintai pria lain selama... berapa lama, hmm?""Aku mengaguminya semenjak balita, tapi aku memutuskan untuk menjadi istrinya saat kelas tujuh."Fall tertawa kering, memijit batang hidungnya. "Lima belas tahun kau mencintainya, siapa aku yang cuma mengenalmu belum sampai seminggu?" Dia menatapku, matanya memerah. "Apa aku benar?""Kau benar." Mataku mengerjap-ngerjap, menah