FALL
Mataku menyipit. "Masa?""Ya, ini pertama kalinya aku mengajak seseorang untuk menjadi fück buddy-ku; dan yang semalam, itu juga pertama kalinya untukku," balas Summer tepat menatap mataku. Lalu matanya menari-nari. "Berarti kita sama-sama yang pertama.""Ya." Aku tidak bisa menutupi senyumanku, lega mendengar pernyataannya. "Tapi aku belum menyetujui, loh!" "Oh iya, aku kan memberimu waktu lima hari. Sekarang," Summer bangun dari tidurnya, duduk di tepi ranjang, "kau ganti baju dulu, atau kita ganti baju bareng-bareng?"Aku berdecak, sudut mulutku mengedut. "Dasar penggoda.""Lagi pula, semalam aku sudah melihat tubuhmu. Kau begitu kekar, aku ingin menjilat semuanya."Aku mengerang, bangkit dari tidurku. "Aku mau mandi dulu.""Mau pinjam handuk merah mudaku?"Aku terkekeh. "Trims, aku punya handuk sendiri.""Oke deh, kau mandi, aku ganti baju di sini."Aku cuma mengangguk."Menggemaskan." Summer merapikan rambut ikal yang terjatuh di keningku. Kami malahan bertatapan, tersenyum.Jangan terlalu nyaman, Fall!Aku harus mandi," dehamku, dengan cepat masuk ke kamar mandi, lalu keluar lagi ketika teringat tidak membawa peralatan mandi.Tawa parau Summer memenuhi ruangan. "Buru-buru kabur dariku, ya?""Enggak," elakku sembari membuka koper, mengambil handuk. Di mana sikat gigiku?"Sikat gigi baru ada di laci kedua." Aku mendesah, mendekatinya. "Trims, Sug... Summer.""Ahh, kau mau memanggilku Sugar, kan? Seperti semalam. Katakan lagi, please." Summer mengerucutkan bibirnya.Sudut mulutku mengedut. "Aku selesai mandi, kau harus sudah selesai semuanya, ya!""Lihat saja nanti." Summer menjilat bibir atasnya.Aku menutup mata, menggeleng-geleng. Aku butuh jack off. "Aku mandi sekarang.""Butuh jack off, ya?" Summer mengedipkan sebelah matanya. Tahu dari mana dia? "Mau kubantu?"Aku hanya bisa mengerang. Tawa gadis penggodanya mengiringiku masuk ke dalam kamar mandi.•••"Aku sudah bilang, belum, kalau gaya bohemian cocok untukmu?" Kuulurkan tangan saat Summer bersiap ke luar dari dalam taksi."Belum, tapi dari tadi matamu selalu tertuju padaku. Belum lagi kalau ada lelaki yang memberikan tatapan tertarik padaku, kau seperti akan membunuh--""IKEA New York benar-benar keren," potongku, buru-buru menariknya masuk ke dalam area ruang tidur. Dia hanya terkekeh."Kau butuh apa saja?" tanya Summer."TV, lemari, meja kerja kecil, barang pecah belah, selimut, seprai, dan peralatan kamar mandi. "Aku duduk di ranjang. "Kalau kau?"Summer ikutan duduk, menyandarkan kepalanya di bahuku. "Aku ingin TV yang besar, laci Marie Condo, dan masih banyak lagi.""Laci Marie Condo," senyumku. 11-12 dengan ibuku ternyata. "Ya sudah, kita mulai sekarang.""Sunshine..." ujar suara dalam seorang pria.Mataku mencari asal suara itu. Bersamaan dengan dengan terdengar bunyi tercekat di sampingku.Pria yang... oke kuakui, lumayan gagah ini, berjalan mendekati tempat duduk kami sambil berkata, "Sekarang aku tahu alasannya, kenapa kau ngotot pindah?""Brad," senyum Summer, "dengan siapa kemari?""Honey," sahut wanita elegan, berjalan ke arah kami. "Oh, ada Summer rupanya, dengan teman prianya, lagi." Dia menggayut di lengan pria tersebut.Summer mengajakku berdiri dengan menarik tanganku. "Fall, kenalkan ini Brad Dantes dan Cora Smith."Aku menjabat tangan keduanya bergantian. "Fall Reed.""Besok malam, datanglah ke rumah," Brad mengacak lembut rambut Summer. Parahnya, Summer memberikan tatapan mendamba. "Kita makan malam keluarga. Ada yang ingin kusampaikan."Summer mengangguk, matanya berkilauan, dan tangannya meremas erat tanganku. "Ya.""Oke, senang bertemu denganmu, Reed." Brad menggangguk, rambut ikalnya terjatuh di keningnya. Summer makin mengetatkan genggamannya. "Sunshine, Reed, kami permisi dulu."Setelah mereka pergi, Summer hanya memberikan senyuman kaku padaku."Sejak kapan?" tanyaku."Apa yang sejak kapan?" Summer menunduk."Cintamu padanya tumbuh? Kenapa kau ingin menjadi fück buddy-ku, hmm? Kenapa kau nggak berusaha? Jelas wanita itu--""Karena aku hanyalah anak seorang kepala pelayan--yang enggak tahu siapa ayahnya," ucap Summer, "sedangkan dia, anak Mark Dantes sang multi bilyuner."Rupanya ini masalah perbedaan kasta. Kurasa lebih dari itu. "Brad terlihat menyayangimu.""Dari dulu dia hanya menganggapku adiknya. Lagipula, dia akan menikah di akhir bulan ini," isak Summer.Aku memeluknya, mengusap-usap punggungnya. "Hush, jangan menangis. Pulang dari sini, aku belikan gula-gula.""Dari mana kau tahu aku suka yang manis-manis?" senyum Summer."Please..." decakku, "bukannya di kamarmu ada sestoples penuh permen, hmm?""Hebat!" cengirnya, memelukku lebih erat. "Kau benar-benar pantas menjadi calon fück buddy-ku.Aku hanya bisa mengerang.•••Jari-jemari lentik gadis itu membelai dadaku, turun ke perut, dan bermain-main di situ. Kalau ini mimpi, ini terlalu nyaman dan terlalu nyata karena aku bisa mencium harum manis gula dan vanila.Gula dan vanila...?Kelopak mataku perlahan terangkat, bertatapan dengan wajah tersenyum Summer."Malam, Fall..."Summer di sini?Aku masih tidak percaya, menggeleng-gelengkan kepalaku sambil memejamkankan mata. Ketika terdengar suara tawa aneh-parau tersendat-sendatnya, mataku terbuka dengan cepat. Jelas ini nyata."Malam," senyumku serak. "Katanya kau akan tidur di rumah Ibumu?""Ya, tapi ada barang yang ingin kuambil, jadi aku kembali ke sini. Namun saat melihatmu tertidur dengan selimut terbuka, dan..." Matanya turun ke bawahku dan berlama-lama di sana.Otomatis aku mengikuti arah pandangannya.
Yep, Warrior-ku menyembul sempurna dari balik boxer-nya. Pandanganku kembali ke Summer, dan eranganku yang muncul ketika dia menjilat bibirnya.
Jelas Summer terkesiap, tawa kecilnya menyusul sedetik kemudian. Namun dia tidak ingin menatapku, malahan pada jendela di belakangku. Bahkan dari lampu temaram saja--terlihat perubahan warna pada pipinya.
Keanehan Summer yang lain. Tampak luar, dia terlihat sebagai gadis penggoda. Namun dari dalam, ada kesan lugu yang belum tersentuh. Ini jelas membingungkan.
Dia benar-benar gadis penuh tanda tanya.
"Malu, hmm?" godaku membelai rambutnya.
"Masa malu?" Kali ini Summer berani menatapku. "Aku cuma terpesona, punyamu cukup besar."
Cukup besar?
Yang benar saja!
"Warrior-ku termasuk besar, keras dan--"
"Warrior," kikik Summer, memelukku. "Nama yang gagah, tapi tidak cocok deng--"
"Katakan kau bercanda?" kelitikku di perutnya.
Tawa Summer menggema di ruangan, tubuhnya mengeliat-ngeliat, jari-jarinya juga ikut berperang, mengelitikiku balik. Jelas dia bukan tandinganku, karena tak lama kemudian terdengar teriakannya, "Ampuuun! Ampuun!" Kubebaskan jari-jariku dari perutnya. "Aku cuma bercanda, tahu," engahnya.
"Aku tahu itu," kecupku di hidungnya, "tapi Warrior terlanjur sakit hati. Minta maaf sama dia!" Dia malahan terbahak sampai-sampai wajahnya berulang kali mencium bantal. "Aku serius!" kekehku sembari bangkit dari tidurku dan terasa kandung kemihku yang penuh. Kakiku melompat ke lantai.
"Mau ke mana?" "Kamar mandi. Ikut?" godaku.Summer tersenyum dikulum. "Warrior mau buang air, ya?"Aku terkekeh. "Tentang itu, kau belum minta maaf selayaknya pada Warrior!""Iya, aku akan minta maaf dengan amaaat layak," senyumnya lebar."Tunggu di sini, ya, jangan pergi dulu!""Iya," angguknya sambil duduk di ranjang. "Aku juga masih mencari barang-barangku."Aku mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Saat aku kembali, Summer telah menghilang. Aku masih berpikir positif, mungkin dia sedang di luar menonton TV atau berada di kamar Samantha.
Namun setelah aku berkeliling apartemen dan membangunkan Samantha dan juga Corbin, Summer tidak ada di mana pun. Aku hanya bisa menyumpahi ketololanku. Lagi-lagi dia lari dariku.Tenang, Fall, telepon saja nomornya.Saat itu juga ponselku di kamar Summer berdering. Dengan cepat aku berlari dan membuka pesan yang sudah jelas dari Sugar.Why on earth, kau menamainya Sugar, Fall?Hell, aku juga tidak mengerti. Terjadi begitu saja saat kami bertukar nomor di taksi. Fall, sori... tadi Brad menghubungiku. Ternyata dia sudah berada di depan apartemen kita. Mungkin aku akan kembali untuk mengambil barang-barangku, mungkin juga tidak. Jadi, lanjutkan istirahatmu!Ps: maafkan aku Warrior! xxTawa getirku memenuhi ruangan ketika melihat tas berisi barang-barangnya yang dia tinggalkan di lantai demi cepat-cepat bertemu Brad. Bertemu dengan Brad fücking Dantes di tengah malam begini?Kali ini aku menyumpah.FALL"Hey, lagi asyik bengong, ya? Sudah masuk jam makan siang, nih," kata Clarissa Regan, gadis sintal pirang sekaligus rekan sefirmaku--yang tiba-tiba muncul di ruanganku yang masih berbau apak dan belum tertata rapi sepenuhnya.Ini jelas bukan aku."Sebentar, lima menit lagi. Aku enggak bakalan kabur dari acara mentraktir ini, kok."Mata hijau gioknya menyapu sekeliling ruanganku yang cukup besar bernuansa klasik ruangan kantor alias belum ada sentuhan personal. "Wow, ruangan ini jauh lebih rapi dari tadi pagi... tinggal kurang satu.""Apa?""Vas bunga, kalau bisa bunga hidup. Jadi sekalian mengharumkan ruangan. Soalnya, baru juga dua minggu tidak ditempati, ruangan ini sudah bau apak.""Memang," kataku dengan kening berkerut, "vas bunga hidup sepertinya agak tidak praktis.""Iya, sih, aku juga mengganti mawarku seminggu sekali, tapi ketidakpraktisan itu sebanding, bahkan lebih banyak
FALL"Sudah waktunya pulang," sahut Clarissa, bersandar di palang pintu dengan manisnya."Aku lupa waktu, bahkan tehku saja belum kuminum." Aku mematahkan leherku ke kiri dan ke kanan lalu berdiri dan melakukan sedikit peregangan. "Sepertinya besok aku harus mulai lari--dan daftar ke gym.""Aku juga sering lari, tapi tiap sabtu dan minggu." Jari Clarissa mengetuk-ngetuk dinding pintu. "Mau bareng nggak, kita kan searah?""Trims, tapi aku menunggu teman--""Teman yang tadi siang menciummu, kan?" Mata gioknya menari-nari; aku tersenyum dan mengangguk. "Waktu aku mau mengambil sesuatu di mobilku, temanmu itu bersiap masuk ke dalam Limosin."Aku memejamkan mata, menggeleng-geleng. Ya Tuhan, jangan bilang dia meninggalkanku lagi demi Brad. "Kau tahu dengan siapa?""Tidak.""Jam berapa?"Clarissa memainkan ujung rambut pirangnya. "Sejam yang lalu."Kulihat jam di dinding, ma
FALLJariku terus menari pada keyboard laptop, tapi mataku selalu kembali pada Summer yang sedang mengetik di ponselnya.Yeah, sambil menjilat lollipop-nya.Terkutuklah aku. Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa fokus?Benar katanya, dia tidak ribut apalagi menggangguku. Dia malahan duduk bersandar pada kepala ranjang, sibuk menulis sesuatu di bukunya, lalu kembali mengetik di ponselnya.Tapi kenapa aku ingin diganggu?Jam di dinding menunjukkan setengah sepuluh malam. Tanpa terasa sudah hampir dua jam kami tidak berbicara.Aku mendesah, mataku tertuju pada layar laptop dan terkekeh melihat ulah ketololanku. Aku langsung menghapus ketikan kacau tersebut."Ada yang lucu?" Summer menyelipkan pensil di daun telinga. Aku tersenyum, membetulkan letak kacamataku. Dia malahan memiringkan kepalanya. "Kau tidak mungkin bisa lebih tampan dari ini.""Sori?""Aku di kamar berdua saja dengan
FALL"Aku nggak..."Omonganku terpotong dengan getaran di ranjang. Tidak, ranjangku tidak bisa bergetar. Getaran terus-menerus ini berasal dari ponselnya. Kami meraba-raba sampai aku yang menemukannya di balik selimut. Saat melihat nama di layar ponselnya, aku tahu ini tidak akan berakhir baik."Dari siapa?" bisik Summer."Brad. Kau mau mengangkatnya?" tanyaku dengan nada yang kuusahakan biasa saja.Summer merapikan lingerie di tubuhnya, mengambil ponselnya dari tanganku, lalu turun dari ranjang. "Braad... oh halo juga, ya ini dengan Summer. Mabuk parah dan memanggil namaku...? Ehmm," dia mengangguk, "di Carillon Bar... ya, aku segera ke sana." Dia mengambil jubah di lantai, lalu memakainya. "Fall aku--""Kau nggak harus pergi..." aku berdiri, mendekatinya, "dia sudah dewasa, itu bukan tanggung jawabmu.""Sebentar saja, nanti setelah mengurusnya--""Kau akan kembali ke sini, begitu?"Summer meng
FALL"Reed!" seru Zeke, matanya tertuju pada sesuatu di belakangku, "bukannya itu gadis seksi yang menciummu kemarin?"Aku langsung menghentikan aktifitas makan siangku dan menoleh. Ternyata Summer dan temannya sedang berjalan ke arahku."Hai, Fall," senyum gadis cantik-eksotis yang rambut panjangnya sekelam malam, sahabat sekaligus rekan sekerja Summer, "kita bertemu lagi.""Hai juga, Raline." Aku berdiri, tersenyum. "Mau bergabung dengan kami? Tempatnya juga penuh..." mataku melirik Summer yang menatapku tanpa ekspresi, "Halo, Summer..."Yang membuatku terkejut, Summer hanya menjawabnya dengan anggukkan.Pada saat bersamaan, kakiku disenggol oleh Rhys yang duduk di sampingku."Mau bergabung?" ajakku."Trims, tapi kami sudah ditunggu," balas Raline, menunjuk meja di pojok yang dipenuhi teman-temannya."Oke," anggukku, "bollocks!" makiku tanpa sadar saat kakiku
FALLSepuluh menit setelah aku dan Nick tiba di bar RB, Corbin datang dengan tampang riang seperti biasanya. Kami berempat termasuk Cody, berbicara tentang apa pun. Sebenarnya lebih pada bagaimana kesan-kesanku bekerja di New York.Aku tahu maksud mereka, lebih pada gadis yang gagal kutiduri pada malam Minggu kemarin.Cody terkejut setengah mati setelah Corbin dan Nick bercerita tentang Summer--yang bisa-bisanya satu gedung apartemen sekaligus pekerjaan denganku, dan memasakkan hidangan lezat pada Corbin dan Nick."Pokoknya, setelah ada Summer ibuku bakalan tidur nyenyak karena tahu anaknya tidak akan lagi kekurangan gizi lagi," angguk Corbin, menenggak sesloki Jack-D.Aku berdecak. Cody dan Nick malahan terkekeh. Maklum, salah satu kesamaan aku dan Corbin, sama-sama anak mama dan tidak malu mengakuinya kepada siapa pun. Salut untuk kami.Nick berdeham. "Aku malahan berharap dia sering bolak-balik bert
FALLAku tidak melihat Summer di jam makan siang, begitu juga saat jam pulang kantor. Parahnya, Raline pun tidak terlihat di mana pun, apalagi aku tidak mengenal teman Summer yang lain.Aku merasa tidak enak padanya. Masih terngiang jelas di otakku saat Summer menggodaku dengan lingerie merah mudanya; dan aku mengatakan sesuatu yang menyakitinya.Apa kau nggak punya harga diri sedikit pun?Walaupun dia sakit hati atas omonganku, tapi dia tetap berbuat manis padaku dengan caranya sendiri. Bagian masakannya, aku suka. Namun bagian mengangguk dan jarang bicara ini, mengingatkanku saat dia pura-pura menjadi tuli dan bisu.Benar-benar aneh.Lagi-lagi Clarissa mengantarkan aku ke Rush. Dan aku merasa tidak enak padanya, tapi dia selalu beralasan karena kita searah; lagi pula dia merasa nyaman denganku, karena kami hampir selalu nyambung saat berbicara tentang sesuatu, dan hal yang terpenting, kami pure tem
FALL"Aku dan Clarissa hanya berteman. Dan aku tidur di sofa ruang tamu." Kukecup keningnya."Serius?" Ada nada tidak percaya dalam suaranya."Aku serius. Dan karena kau sangat menarik setengah mati, dan aku nggak mau menjadi fück buddy-mu; kau juga sepertinya tidak mau kita hanya berteman saja, maka, setelah kau sembuh, maukah kau berkencan denganku?"Summer memelukku erat disertai dengan tawa kecil. "Aku sudah sembuh sekarang."Aku ikutan tertawa dan kembali mengecup keningnya. "Enggak sabar berkencan denganku, hmm?"Summer mengangguk di dadaku, lalu menengadah. "Kenapa kau kemari?""Tadi pagi kau tidak balik lagi ke apartemenku, nggak ada di kantor, Raline juga sama. Jadi aku cemas. Menerka-nerka kau di mana? Sedang apa? Dan bersama siapa?""Masa?" senyum Summer."Ya. Sekarang giliran aku yang bertanya, apa kejadian yang membuatku kecewa akan terjadi lagi di kemudian hari?"