FALL
"Reed!" seru Zeke, matanya tertuju pada sesuatu di belakangku, "bukannya itu gadis seksi yang menciummu kemarin?"Aku langsung menghentikan aktifitas makan siangku dan menoleh. Ternyata Summer dan temannya sedang berjalan ke arahku. "Hai, Fall," senyum gadis cantik-eksotis yang rambut panjangnya sekelam malam, sahabat sekaligus rekan sekerja Summer, "kita bertemu lagi.""Hai juga, Raline." Aku berdiri, tersenyum. "Mau bergabung dengan kami? Tempatnya juga penuh..." mataku melirik Summer yang menatapku tanpa ekspresi, "Halo, Summer..."Yang membuatku terkejut, Summer hanya menjawabnya dengan anggukkan. Pada saat bersamaan, kakiku disenggol oleh Rhys yang duduk di sampingku. "Mau bergabung?" ajakku."Trims, tapi kami sudah ditunggu," balas Raline, menunjuk meja di pojok yang dipenuhi teman-temannya."Oke," anggukku, "bollocks!" makiku tanpa sadar saat kakiku
FALLSepuluh menit setelah aku dan Nick tiba di bar RB, Corbin datang dengan tampang riang seperti biasanya. Kami berempat termasuk Cody, berbicara tentang apa pun. Sebenarnya lebih pada bagaimana kesan-kesanku bekerja di New York.Aku tahu maksud mereka, lebih pada gadis yang gagal kutiduri pada malam Minggu kemarin.Cody terkejut setengah mati setelah Corbin dan Nick bercerita tentang Summer--yang bisa-bisanya satu gedung apartemen sekaligus pekerjaan denganku, dan memasakkan hidangan lezat pada Corbin dan Nick."Pokoknya, setelah ada Summer ibuku bakalan tidur nyenyak karena tahu anaknya tidak akan lagi kekurangan gizi lagi," angguk Corbin, menenggak sesloki Jack-D.Aku berdecak. Cody dan Nick malahan terkekeh. Maklum, salah satu kesamaan aku dan Corbin, sama-sama anak mama dan tidak malu mengakuinya kepada siapa pun. Salut untuk kami.Nick berdeham. "Aku malahan berharap dia sering bolak-balik bert
FALLAku tidak melihat Summer di jam makan siang, begitu juga saat jam pulang kantor. Parahnya, Raline pun tidak terlihat di mana pun, apalagi aku tidak mengenal teman Summer yang lain.Aku merasa tidak enak padanya. Masih terngiang jelas di otakku saat Summer menggodaku dengan lingerie merah mudanya; dan aku mengatakan sesuatu yang menyakitinya.Apa kau nggak punya harga diri sedikit pun?Walaupun dia sakit hati atas omonganku, tapi dia tetap berbuat manis padaku dengan caranya sendiri. Bagian masakannya, aku suka. Namun bagian mengangguk dan jarang bicara ini, mengingatkanku saat dia pura-pura menjadi tuli dan bisu.Benar-benar aneh.Lagi-lagi Clarissa mengantarkan aku ke Rush. Dan aku merasa tidak enak padanya, tapi dia selalu beralasan karena kita searah; lagi pula dia merasa nyaman denganku, karena kami hampir selalu nyambung saat berbicara tentang sesuatu, dan hal yang terpenting, kami pure tem
FALL"Aku dan Clarissa hanya berteman. Dan aku tidur di sofa ruang tamu." Kukecup keningnya."Serius?" Ada nada tidak percaya dalam suaranya."Aku serius. Dan karena kau sangat menarik setengah mati, dan aku nggak mau menjadi fück buddy-mu; kau juga sepertinya tidak mau kita hanya berteman saja, maka, setelah kau sembuh, maukah kau berkencan denganku?"Summer memelukku erat disertai dengan tawa kecil. "Aku sudah sembuh sekarang."Aku ikutan tertawa dan kembali mengecup keningnya. "Enggak sabar berkencan denganku, hmm?"Summer mengangguk di dadaku, lalu menengadah. "Kenapa kau kemari?""Tadi pagi kau tidak balik lagi ke apartemenku, nggak ada di kantor, Raline juga sama. Jadi aku cemas. Menerka-nerka kau di mana? Sedang apa? Dan bersama siapa?""Masa?" senyum Summer."Ya. Sekarang giliran aku yang bertanya, apa kejadian yang membuatku kecewa akan terjadi lagi di kemudian hari?"
FALLSummer menghirup napas dalam-dalam, lalu memiringkan kepalanya.Dadaku berdentum bak genderang saat menunggu jawabannya yang terasa berabad-abad. Aku bahkan kembali mengulangi pertanyaanku dengan nada ringan dan sedikit menggoda, berharap Summer dapat memberikan respons yang positif.Sepertinya itu hanya keinginanku saja.Bibirnya tidak mengatakan sepatah kata pun; tapi matanya, bloody hell tidak dapat berdusta.Sampai kapan pun dia tidak akan bisa melupakan Brad-nya.Dan kau hanya dijadikan apa...?Terlalu menyakitkan untuk menyebutkannya. Yang jelas, harga diri juga hatiku kembali tersakiti.Aku memberikan senyuman masam padanya. Dia menunduk, tapi bisa kulihat kalau matanya berair.Mungkin sama sepertiku.Aku tidak berkata apa-apa padanya, kembali melanjutkan makan siangku diselingi mengobrol ringan dengan semuanya. Padahal yang ingin kulakukan hanya p
SUMMERAku ingin jam pulang kerja cepat berakhir. Tidak sabar bertemu dengan Pria Inggris-ku.Waktu tadi siang, dia menanyakan tentang berapa kencan yang kuinginkan sebelum dia menembakku. Jujur, aku tidak ingin dia menembakku.Tapi kau depresi ingin bercinta dengan Fall, Summer!Mau bagaimana lagi, aku siap untuk seks, karena penantianku pada Brad sudah mencapai ujung; aku harus melanjutkan hidup. Melupakannya. Salah satu caranya dengan melepaskan keperawanku dengan one night stand.Mencari pria yang pantas mendapatkan ceriku tidak semudah membalikkan telapak tangan. Rasa ragu dan takut itu ada, namun saat bertemu dengan Fall, hati kecilku berkata...Dia pria untukmu, Summer.Tapi balik lagi, Aku belum siap untuk ikatan. Bagaimana kalau aku mengacau?Tetapi, ketika melihat asisten manis juga mantan tunangannya yang tak kalah bergaya--mencoba menarik perhatian Fall, darahku mendidih se
SUMMERAku berbalik, pemandangan yang kulihat benar-benar membuat mata dan hatiku perih. Mereka berpelukan dengan erat...Sementara aku?Di apartemennya, menunggunya dengan bertanya-tanya dan hati tak tenang."Sunshine, sepertinya Reed berkencan dengan gadis... sial, aku yakin aku kenal gadis itu."Aku tidak bertanya apa maksud dari omongan Brad, malahan membuka pintu dan keluar dari Limosin.Ingin sekali kulempar kedua orang itu dengan pumps Louboutin-ku, tapi aku menahannya, malahan berjalan mendekati mereka.Kepala kedua orang itu teralih ke arahku. Fall terkesiap. Clarissa tersenyum. Hanya Tuhan yang tahu apa arti senyumannya."Sugar, aku..." Fall mendekatiku, sudah pasti dengan mata membulat, raut bersalah."Apa alasanmu, hmm?" Sekuat tenaga kutahan air yang ingin keluar dari mataku."Maafkan aku, ya Tuhan, maafkan aku." Fall berusaha menggenggam tanganku
SUMMERJangan pergi kepadanya?Astaga, aku jadi teringat kejadian di saat Fall melarangku bertemu dengan Brad, tapi aku tetap ngotot dan akhirnya dia marah besar.Apa kau akan bahagia tanpa kehadiran Fall di hidupmu?"Jangan urusi kehidupan--""Please," potong Fall, berdiri, dan memberikan tatapan memelas yang membuatku ingin mengatakan, I got you, Baby.Apa yang ada di otakmu, Summer?"Kalau aku pergi...?""Buatku, sudah cukup berat menyukai seorang gadis yang mencintai pria lain selama... berapa lama, hmm?""Aku mengaguminya semenjak balita, tapi aku memutuskan untuk menjadi istrinya saat kelas tujuh."Fall tertawa kering, memijit batang hidungnya. "Lima belas tahun kau mencintainya, siapa aku yang cuma mengenalmu belum sampai seminggu?" Dia menatapku, matanya memerah. "Apa aku benar?""Kau benar." Mataku mengerjap-ngerjap, menah
SUMMERSekarang jarinya kembali meraba pipiku, mengusap-usap lembut. "Beri aku kesempatan untuk merayumu, memberikan kencan yang pantas sebelum akhirnya menembakmu." Kepala Fall miring ke kiri, tersenyum geli. Rupanya dia mengikuti arah kepalaku."Harusnya kau berpikir itu sebelum--""Bloody hell, kau tipe gadis yang selalu mengingatkan kesalahan kekasihnya, ya?""Kita belum jadian.""Touché!" cengir Fall. "Kalau kau tidak mau berurusan lagi denganku, kau pasti bilang, in your dream, go to hell, atau--""Poinnya?" Aku mendesah berlebihan, menahan malu."Beri aku waktu sebulan untuk pendekatan denganmu, kalau akhirnya kau menolakku, aku akan menuruti keinginanmu. Bahkan menjadi fück buddy-mu."Aku hanya menatapnya tidak percaya. Apa aku harus mengambil kesempatan yang kuinginkan dari Fall sejak awal?Tidak, waktu itu keinginanku hanya one night stand saja, ingin melepaskan semua keterikatan,
SUMMER Selama perjalanan satu jam lebih dengan subway menuju pantai Brighton di Brooklyn, aku memberikan silent treatment pada Fall. Tidak, sih, aku masih berbicara tapi hanya yang perlu-perlu saja. Seperti saat dia bertanya naik subway jurusan apa, mau kamar hotel tipe apa, dan hal-hal penting lainnya. Pertanyaan tentang hal-hal yang menjurus kejadian semalam, aku menjawabnya dengan bungkam. "Sugar-ku, kok, ngambeknya lama banget?" tanya Fall dengan nada manja, menaruh tas-tas kami di lantai hotel Brooklyn Bay. Jelas kuberikan tampang sebal padanya, lalu kualihkan dengan melihat kamar yang cukup besar bertemakan sedikit khas Rusia, dilihat dari lukisan di dinding yang memperlihatkan salju di Kremlin, juga terdapat boneka kayu Matryoshkas di samping meja TV. Fall malahan menggeleng-geleng, membuka pintu balkon, dan menghirup udara akhir musim panas di area yang kebanyakan dihuni oleh orang Rusia. Aku malahan makin kesal dibuatnya. Bagaimana tidak kesal, kalau semalam rencanaku
SUMMER"Ada apa dengan tampang cemberut manismu ini, hmm?" sudut-sudut mulut Fall membentuk senyuman sedikit geli dan takjub.Mataku menyapu ruangan restoran Tocqueville bernuansa Perancis yang meneriakkan kemewahan tingkat tinggi, dengan kaca yang memenuhi salah satu dinding yang membuat efek ruangan lebih luas, belum lagi lampu gantung gelas opaline, juga lilin putih dengan alas ukiran perak berkilauan di depanku ini.Ya, semuanya tampak sempurna dan romantis. Namun saat pelayan muda itu menggoda Fall secara terang-terangan di hadapanku, suasana hatiku berubah seketika. "Kau tahu, kan, kenapa?""Harusnya aku yang cemberut, Sugar. Saat aku membukakan pintu taksi itu untukmu, semua pasang mata tertuju padamu. Apalagi para Wanker--idiot itu berlama-lama menatap," pandangannya tertuju ke dadaku, membuatku tak kuasa menggoyangkan buah dadaku. "Kau membunuhku," erangnya. Aku hanya tergelak. Kali ini wajahnya terfokus padaku, dan dia memb
SUMMER"Dengar, aku tidak mau tahu sebelum jam pulang, ide-ide segar kalian tentang pakaian dalam edisi musim dingin harus tersedia di mejaku. Selamat siang," ujar Raline, mengakhiri rapat dadakan ini."Siang, Raline," balas rekan-rekanku sambil merapikan map, berkas-berkas, dan laptop lalu bersiap keluar dari ruangan rapat untuk makan siang.Raline memang keren. Dia mengubah beberapa sistem di sini, salah satunya sesama karyawan Femme Fatale harus saling memanggil nama depan atau nama panggilan yang tidak rasis tanpa terkecuali. Alasannya agar bekerja lebih nyaman, lebih produktif, dan tidak ada rasisme juga kesenjangan sosial."Kecuali kau," desah Raline padaku."Aku?""Ya. Ada apa dengan tema hijau, merah dan Sinterklas, hmm?""Musim dingin, kan, selalu berkaitan dengan Natal," belaku."Merek kita itu, merek pakaian dalam manis sekaligus provokatif--yang membuat lelaki tulen mana pun yang me
Still... Adult content.SUMMERAku duduk di tepi ranjang, Warrior-nya sudah berada di hadapanku. Aku menggenggam batangnya, menjilat kepalanya yang sehalus sutra, dan perlahan mulutku masuk ke dalam, bersamaan dengan tangannya yang masuk ke sela-sela rambutku, dan yang lain meremas bahuku.Tidak butuh waktu lama, dia sudah memujiku. Pinggulnya juga bergerak seirama dengan isapanku. Saat kulihat wajahnya, dia sedang menatapku dengan bergairah dan rahang menegang.Fall menyumpah, mengusap keningku. "Luar biasa seksi, seksi..." dia menggeleng-geleng, pinggulnya masih bergerak, mulutku juga, walaupun hanya masuk sampai setengah Warrior-nya. Lalu tangannya bergerak ke buah dadaku, meremasnya, memainkan puncaknya.Sudah pasti aku mengerang, salah satu tanganku yang asalnya mencengkram pahanya naik ke bokongnya, meremasnya. Dan hal itu malahan membuat Fall menggila, mempercepat gerakannya, lalu menggumamkan ses
Warning: Adult content.SUMMER"Bajingan," makiku pelan dengan air mata berlinang."Sudah kuduga," Fall terkekeh kering, dengan sigap memakai kembali kemejanya, "kau lebih memilih memakiku daripada menjawab pertanyaanku.""Kau mau bagaimana, huh, dari awal kau juga sudah mengetahui kalau aku tergila-gila padanya... mencin--""Please, jangan katakan apa-apa lagi," bisik Fall, mengepalkan tangannya. "Salah... ini sudah salah dari awal. Summer Reese," dia memejamkan matanya, lalu membukanya, "jangan memberikan atensimu lagi padaku, jangan mengganggu--""Fuck you!" teriakku."Aku bersumpah tadi hampir ingin melakukannya," kekehnya, memakai celana panjang, "tapi kalau aku melakukannya, aku pasti terjebak dengan kegilaan ini.""Kau mau apa, eh? Cinta mati dariku? Kau juga belum mencintaiku, kan?""Touché! Sebelum cinta ini datang, aku memilih menjauh. Karena apa...? Kau terlalu mudah untuk
SUMMER"Aku mengantuk, tolong kecilkan suaranya." Fall menguap, tapi dari tadi tangannya mencengkeram dengkulku.Aku tertawa dalam hati, mengecilkan suara TV yang sedang memutar film Jeepers Creepers. "Jadi mau bobo saja, nih?" Dia mengangguk manja. "Di sini atau di kamar...""Kita sudah di kamar." Fall turun dari ranjang, melepas kemejanya, melipatnya, lalu menaruhnya di nakas. Terus begitu, sampai yang tersisa di tubuhnya hanya boxer-brief putih yang membuatku menelan ludah."Maksudku kamarmu. Katanya kau nggak mau tidur di sini sebelum kita--""Tadi di luar kau bilang, merindukanku, kan?" Tubuh Fall masuk ke dalam selimut."Iya juga," cengirku, "besok aku bobo di sana, ya?" Dia menggeleng. "Sombong! Kalau besok aku kangen lagi, gimana?""Kita pikirkan besok," kekehnya, menepuk-nepuk bantal, tidur di sampingku. "Ayo kita bobo, Sugar." Dia mengelitiki pinggangku agar tidur di ranjang."Henti
SUMMERYa Tuhan, aku rindu berciuman dengannya, apalagi yang bergairah seperti ini. Dengan lihainya dia memainkan bibirku, mengisap dengan lembut sekaligus keras yang membuatku mendesah. Aku balik menciumnya, lidahku menjelajahi rongga mulutnya, rasa rempahnya makin terasa. Dia habis makan apa tadi? Atau minum apa... bersama Clarissa?Ketika pikiranku sibuk berkelana apa ada hal lain lagi yang Fall lalukan bersama Clarissa, dia menggeram dan memeluk tubuhku erat-erat. Ternyata taksi yang kami kendarai berhenti mendadak, membuatku terdorong ke depan. Untung saja dia melindungiku. Dan tentu saja dia mengomeli si pengemudi taksi tersebut--karena bisa menyebabkan aku celaka.Padahal, sekarang aku ada di pangkuannya, mengangkang dengan gaun tertarik sampai paha atas, bak gadis nakal yang siap dipakai kapan pun. Kalau ibuku melihat kami, pasti..."Sudah sampai," cengir Fall, tapi tangannya malahan mengusap pahaku, membuatku mengangguk malu
SUMMERSekarang jarinya kembali meraba pipiku, mengusap-usap lembut. "Beri aku kesempatan untuk merayumu, memberikan kencan yang pantas sebelum akhirnya menembakmu." Kepala Fall miring ke kiri, tersenyum geli. Rupanya dia mengikuti arah kepalaku."Harusnya kau berpikir itu sebelum--""Bloody hell, kau tipe gadis yang selalu mengingatkan kesalahan kekasihnya, ya?""Kita belum jadian.""Touché!" cengir Fall. "Kalau kau tidak mau berurusan lagi denganku, kau pasti bilang, in your dream, go to hell, atau--""Poinnya?" Aku mendesah berlebihan, menahan malu."Beri aku waktu sebulan untuk pendekatan denganmu, kalau akhirnya kau menolakku, aku akan menuruti keinginanmu. Bahkan menjadi fück buddy-mu."Aku hanya menatapnya tidak percaya. Apa aku harus mengambil kesempatan yang kuinginkan dari Fall sejak awal?Tidak, waktu itu keinginanku hanya one night stand saja, ingin melepaskan semua keterikatan,
SUMMERJangan pergi kepadanya?Astaga, aku jadi teringat kejadian di saat Fall melarangku bertemu dengan Brad, tapi aku tetap ngotot dan akhirnya dia marah besar.Apa kau akan bahagia tanpa kehadiran Fall di hidupmu?"Jangan urusi kehidupan--""Please," potong Fall, berdiri, dan memberikan tatapan memelas yang membuatku ingin mengatakan, I got you, Baby.Apa yang ada di otakmu, Summer?"Kalau aku pergi...?""Buatku, sudah cukup berat menyukai seorang gadis yang mencintai pria lain selama... berapa lama, hmm?""Aku mengaguminya semenjak balita, tapi aku memutuskan untuk menjadi istrinya saat kelas tujuh."Fall tertawa kering, memijit batang hidungnya. "Lima belas tahun kau mencintainya, siapa aku yang cuma mengenalmu belum sampai seminggu?" Dia menatapku, matanya memerah. "Apa aku benar?""Kau benar." Mataku mengerjap-ngerjap, menah