FALL
Jariku terus menari pada keyboard laptop, tapi mataku selalu kembali pada Summer yang sedang mengetik di ponselnya. Yeah, sambil menjilat lollipop-nya.Terkutuklah aku. Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa fokus?Benar katanya, dia tidak ribut apalagi menggangguku. Dia malahan duduk bersandar pada kepala ranjang, sibuk menulis sesuatu di bukunya, lalu kembali mengetik di ponselnya. Tapi kenapa aku ingin diganggu?Jam di dinding menunjukkan setengah sepuluh malam. Tanpa terasa sudah hampir dua jam kami tidak berbicara.Aku mendesah, mataku tertuju pada layar laptop dan terkekeh melihat ulah ketololanku. Aku langsung menghapus ketikan kacau tersebut."Ada yang lucu?" Summer menyelipkan pensil di daun telinga. Aku tersenyum, membetulkan letak kacamataku. Dia malahan memiringkan kepalanya. "Kau tidak mungkin bisa lebih tampan dari ini.""Sori?""Aku di kamar berdua saja denganFALL"Aku nggak..."Omonganku terpotong dengan getaran di ranjang. Tidak, ranjangku tidak bisa bergetar. Getaran terus-menerus ini berasal dari ponselnya. Kami meraba-raba sampai aku yang menemukannya di balik selimut. Saat melihat nama di layar ponselnya, aku tahu ini tidak akan berakhir baik."Dari siapa?" bisik Summer."Brad. Kau mau mengangkatnya?" tanyaku dengan nada yang kuusahakan biasa saja.Summer merapikan lingerie di tubuhnya, mengambil ponselnya dari tanganku, lalu turun dari ranjang. "Braad... oh halo juga, ya ini dengan Summer. Mabuk parah dan memanggil namaku...? Ehmm," dia mengangguk, "di Carillon Bar... ya, aku segera ke sana." Dia mengambil jubah di lantai, lalu memakainya. "Fall aku--""Kau nggak harus pergi..." aku berdiri, mendekatinya, "dia sudah dewasa, itu bukan tanggung jawabmu.""Sebentar saja, nanti setelah mengurusnya--""Kau akan kembali ke sini, begitu?"Summer meng
FALL"Reed!" seru Zeke, matanya tertuju pada sesuatu di belakangku, "bukannya itu gadis seksi yang menciummu kemarin?"Aku langsung menghentikan aktifitas makan siangku dan menoleh. Ternyata Summer dan temannya sedang berjalan ke arahku."Hai, Fall," senyum gadis cantik-eksotis yang rambut panjangnya sekelam malam, sahabat sekaligus rekan sekerja Summer, "kita bertemu lagi.""Hai juga, Raline." Aku berdiri, tersenyum. "Mau bergabung dengan kami? Tempatnya juga penuh..." mataku melirik Summer yang menatapku tanpa ekspresi, "Halo, Summer..."Yang membuatku terkejut, Summer hanya menjawabnya dengan anggukkan.Pada saat bersamaan, kakiku disenggol oleh Rhys yang duduk di sampingku."Mau bergabung?" ajakku."Trims, tapi kami sudah ditunggu," balas Raline, menunjuk meja di pojok yang dipenuhi teman-temannya."Oke," anggukku, "bollocks!" makiku tanpa sadar saat kakiku
FALLSepuluh menit setelah aku dan Nick tiba di bar RB, Corbin datang dengan tampang riang seperti biasanya. Kami berempat termasuk Cody, berbicara tentang apa pun. Sebenarnya lebih pada bagaimana kesan-kesanku bekerja di New York.Aku tahu maksud mereka, lebih pada gadis yang gagal kutiduri pada malam Minggu kemarin.Cody terkejut setengah mati setelah Corbin dan Nick bercerita tentang Summer--yang bisa-bisanya satu gedung apartemen sekaligus pekerjaan denganku, dan memasakkan hidangan lezat pada Corbin dan Nick."Pokoknya, setelah ada Summer ibuku bakalan tidur nyenyak karena tahu anaknya tidak akan lagi kekurangan gizi lagi," angguk Corbin, menenggak sesloki Jack-D.Aku berdecak. Cody dan Nick malahan terkekeh. Maklum, salah satu kesamaan aku dan Corbin, sama-sama anak mama dan tidak malu mengakuinya kepada siapa pun. Salut untuk kami.Nick berdeham. "Aku malahan berharap dia sering bolak-balik bert
FALLAku tidak melihat Summer di jam makan siang, begitu juga saat jam pulang kantor. Parahnya, Raline pun tidak terlihat di mana pun, apalagi aku tidak mengenal teman Summer yang lain.Aku merasa tidak enak padanya. Masih terngiang jelas di otakku saat Summer menggodaku dengan lingerie merah mudanya; dan aku mengatakan sesuatu yang menyakitinya.Apa kau nggak punya harga diri sedikit pun?Walaupun dia sakit hati atas omonganku, tapi dia tetap berbuat manis padaku dengan caranya sendiri. Bagian masakannya, aku suka. Namun bagian mengangguk dan jarang bicara ini, mengingatkanku saat dia pura-pura menjadi tuli dan bisu.Benar-benar aneh.Lagi-lagi Clarissa mengantarkan aku ke Rush. Dan aku merasa tidak enak padanya, tapi dia selalu beralasan karena kita searah; lagi pula dia merasa nyaman denganku, karena kami hampir selalu nyambung saat berbicara tentang sesuatu, dan hal yang terpenting, kami pure tem
FALL"Aku dan Clarissa hanya berteman. Dan aku tidur di sofa ruang tamu." Kukecup keningnya."Serius?" Ada nada tidak percaya dalam suaranya."Aku serius. Dan karena kau sangat menarik setengah mati, dan aku nggak mau menjadi fück buddy-mu; kau juga sepertinya tidak mau kita hanya berteman saja, maka, setelah kau sembuh, maukah kau berkencan denganku?"Summer memelukku erat disertai dengan tawa kecil. "Aku sudah sembuh sekarang."Aku ikutan tertawa dan kembali mengecup keningnya. "Enggak sabar berkencan denganku, hmm?"Summer mengangguk di dadaku, lalu menengadah. "Kenapa kau kemari?""Tadi pagi kau tidak balik lagi ke apartemenku, nggak ada di kantor, Raline juga sama. Jadi aku cemas. Menerka-nerka kau di mana? Sedang apa? Dan bersama siapa?""Masa?" senyum Summer."Ya. Sekarang giliran aku yang bertanya, apa kejadian yang membuatku kecewa akan terjadi lagi di kemudian hari?"
FALLSummer menghirup napas dalam-dalam, lalu memiringkan kepalanya.Dadaku berdentum bak genderang saat menunggu jawabannya yang terasa berabad-abad. Aku bahkan kembali mengulangi pertanyaanku dengan nada ringan dan sedikit menggoda, berharap Summer dapat memberikan respons yang positif.Sepertinya itu hanya keinginanku saja.Bibirnya tidak mengatakan sepatah kata pun; tapi matanya, bloody hell tidak dapat berdusta.Sampai kapan pun dia tidak akan bisa melupakan Brad-nya.Dan kau hanya dijadikan apa...?Terlalu menyakitkan untuk menyebutkannya. Yang jelas, harga diri juga hatiku kembali tersakiti.Aku memberikan senyuman masam padanya. Dia menunduk, tapi bisa kulihat kalau matanya berair.Mungkin sama sepertiku.Aku tidak berkata apa-apa padanya, kembali melanjutkan makan siangku diselingi mengobrol ringan dengan semuanya. Padahal yang ingin kulakukan hanya p
SUMMERAku ingin jam pulang kerja cepat berakhir. Tidak sabar bertemu dengan Pria Inggris-ku.Waktu tadi siang, dia menanyakan tentang berapa kencan yang kuinginkan sebelum dia menembakku. Jujur, aku tidak ingin dia menembakku.Tapi kau depresi ingin bercinta dengan Fall, Summer!Mau bagaimana lagi, aku siap untuk seks, karena penantianku pada Brad sudah mencapai ujung; aku harus melanjutkan hidup. Melupakannya. Salah satu caranya dengan melepaskan keperawanku dengan one night stand.Mencari pria yang pantas mendapatkan ceriku tidak semudah membalikkan telapak tangan. Rasa ragu dan takut itu ada, namun saat bertemu dengan Fall, hati kecilku berkata...Dia pria untukmu, Summer.Tapi balik lagi, Aku belum siap untuk ikatan. Bagaimana kalau aku mengacau?Tetapi, ketika melihat asisten manis juga mantan tunangannya yang tak kalah bergaya--mencoba menarik perhatian Fall, darahku mendidih se
SUMMERAku berbalik, pemandangan yang kulihat benar-benar membuat mata dan hatiku perih. Mereka berpelukan dengan erat...Sementara aku?Di apartemennya, menunggunya dengan bertanya-tanya dan hati tak tenang."Sunshine, sepertinya Reed berkencan dengan gadis... sial, aku yakin aku kenal gadis itu."Aku tidak bertanya apa maksud dari omongan Brad, malahan membuka pintu dan keluar dari Limosin.Ingin sekali kulempar kedua orang itu dengan pumps Louboutin-ku, tapi aku menahannya, malahan berjalan mendekati mereka.Kepala kedua orang itu teralih ke arahku. Fall terkesiap. Clarissa tersenyum. Hanya Tuhan yang tahu apa arti senyumannya."Sugar, aku..." Fall mendekatiku, sudah pasti dengan mata membulat, raut bersalah."Apa alasanmu, hmm?" Sekuat tenaga kutahan air yang ingin keluar dari mataku."Maafkan aku, ya Tuhan, maafkan aku." Fall berusaha menggenggam tanganku