Setelah tawar menawar kemarin, Mama benar-benar menepati janjinya. Uang sakuku kembali seperti semula. Suasana hatiku sangat bagus hari ini. Bahkan ketika aku antri membeli sarapan untuk Alan, aku tidak protes atau mengeluh.
Tapi aku rasa dia dalam suasana hati yang buruk, dia tidak banyak mengomel seperti sebelumnya.
Mungkin dia mendapat balasan karena sering mempersulitku, melihatnya begitu, suasana hatiku semakin baik. Aku berusaha menjaga wajahku agar tidak tersenyum.
Aku pergi setelah memberikan sarapan padanya.
Rani dan Siska sedang di perpustakaan saat ini, jadi aku datang menghampiri mereka. Tebakan ku benar, mereka sedang asik mengobrol. Melihatku datang Rani melambai
"Aku pikir kamu bakalan lama tadi" itu adalah kalimat pertamanya saat aku tiba di sana.
Aku ingin sekali menjawabnya dengan mengatakan 'itu karena Alan sedang marasakan karmanya' tapi aku menahannya. Mengingat dua kejadian yang lalu, aku menjadi lebih berhati-hati. Bisa jadi dia memang keturunan cenayang.
"Jangan bahas itu, gak penting" kataku sembari tersenyum. "Kayaknya kalian lagi asik ngobrol tadi, lagi ngobrolin apa?" tanyaku pada mereka.
Sekarang gantian, Rani yang tersenyum lebar "Nanti malam jam tujuh, datang ke Cafe Melati"
"Kamu putus lagi?!" ini adalah hal pertama yang melintas di kepalaku.
"Gak lah!" jawabnya dengan tegas. "Aku ingin memperkenalkan kalian dengan pacarku."
"Pacarmu? emangnya kalian berdua sudah seserius itu?" Siska bertanya dengan penasaran. Wajar jika dia melakukannya, sebab sebelumnya Rani tak pernah secara langsung memperkenalkan pacarnya pada kami.
Rani tersenyum malu kali ini, "Kali ini berbeda, aku rasa aku menyukainya"
Kami berdua saling memandang.
"Kalian berdua harus pergi!" tuntut Rani. Ahirnya aku dan Siska hanya bisa mengangguk pasrah.
•••
Sesampainya di sana, aku melihat Rani duduk dengan seorang laki-laki, mereka sedang mengobrol. Laki-laki tersebut duduk membelakangi ku. Jadi, aku tidak bisa melihat wajahnya.
Dari postur tubuh, dia cukup tinggi, aku rasa dia pasti cukup tampan untuk menaklukkan Rani. Aku berjalan menghampiri mereka.
"Hai" sapaku pada mereka.
Rani menoleh melihatku, dia tersenyum senang. "Aku pikir kamu gak bakalan datang seperti Siska"
"Siska tidak datang?" tanyaku padanya.
"Mm, dia baru saja menghubungi ku" ujarnya. "Ouh iya, perkenalkan ini pacarku Rafael. Rafael ini sahabatku Ella" ucapnya sambil berusaha tersenyum manis, jika saja Rafael tidak ada aku akan langsung menertawakannya.
Rafael, pacarnya Rani cukup tampan, punggungnya tegak dan badannya atletik, aku tidak heran bila Rani mengatakan behwa dia menyukai pacarnya yang ini.
Setelah sesi perkenalan singkat antara aku dan pacarnya, kami lanjut untuk makan malam. Selesai makan malam aku langsung pergi dengan terburu-buru. Tadinya, jika Siska ada aku bisa mengobrol dengannya. Tapi karena dia tidak ada, aku tidak ingin menjadi obat nyamuk untuk mereka.
Kebetulan cafe tersebut dekat dengan mall, jadi aku berniat untuk berkeliling sebentar. Dari jauh aku melihat wajah yang tidak asing bagiku, itu Alan dia sedang bersama teman-temannya.
Sebelum dia melihatku, aku berniat untuk pergi, karena setiap kali bertemu dengannya hal buruk selalu datang.
"Midiana!" seru seseorang di belakangku.
Aku berbalik dan melihatnya, Alan mengangkat tangannya ia melambai dan menyuruhku mendekat.
"Ternyata itu benar-benar kamu" katanya sambil tersenyum. "Aku melihatmu langsung berbalik ketika melihatku, apa kamu sedang menghindari ku?"
Sepertinya suasana hatinya sudah membaik saat ini.
"Tentu saja tidak! Kenapa aku harus menghindari mu" kataku sambil tersenyum.
"Ah, perempuan ini yang kemarin bilang kamu gay kan?" tanya seseorang dibelakang Alan.
Aku hanya bisa tersenyum malu, mereka memergokiku ketika menggosip tentang Alan, aku rasa itu bukan kesan yang baik.
"Kamu muncul tepat waktu" ucap Alan sambil menyerahkan sebuah tas dipelukanku "Pegang ini." Kemudian ia menoleh kebelakang dan mengambil buku ditangan laki-laki yang bicara tadi "ini juga" lanjutnya.
Tanganku penuh sekarang.
"Kamu bisa duduk di kursi sana sambil menunggu kami" katanya sambil menunjuk bangku panjang tempat menunggu. "Kami ingin kesuatu tempat, dan tidak mungkin membawa ini"
Aku ingin sekali mengutuk Alan!
"Kenapa, kamu keberatan?"
Aku hanya bisa tertawa garing "hahaha, tidak apa-apa kalian pergi saja, aku memang berencana untuk duduk di sana tadi."
Ketika mereka kembali lagi itu sudah hampir jam sembilan malam. Mereka pergi kurang lebih satu jam. Aku bisa merasakan tatapan iba dari teman-teman Alan.
Sepertinya mereka tahu bahwa teman mereka sangat kekanak-kanakan dan sengaja melakukannya.
"Kau sepertinya menunggu terlalu lama, kamu baik-baik saja?" tanya seseorang yang tidak kukenal namanya.
Aku langsung melambaikan tangan dengan cepat "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja" balasku sambil tersenyum.
Aku menyerahkan buku ke tangan pria itu, "Karena kalian sudah di sini, aku harus pergi dulu. Selamat tinggal" kataku sealami mungkin, menahan rasa jengkel.
Aku akan menghentikan sebuah taksi ketika sebuah tangan menarikku
Aku melihat Alan berdiri di depanku, "Aku antar pulang" ucapnya.
Apakah dia berpura-pura punya hati nurani sekarang?
"Tidak perlu, tapi terima kasih"
Dia tetap menyeretku ke tempat parkir motor, aku ingin melepaskan tangannya tapi dia memegang terlalu erat.
"Karena aku membuatmu pulang selarut ini, maka aku harus memastikan kamu akan pulang dengan selamat"
Aku ingin sekali bertengkar dan berdebat dengannya tapi aku rasa ini bukan waktu dan tempat yang cocok.
"Naik" perintahnya sambil memberikan sebuah helm padaku.
Aku naik di atas sepeda motornya yang cukup tinggi. Setelah beberapa saat dia masih tidak jalan "Kenapa?" tanyaku.
"Pegangan"
Aku akan memeluknya ketika dia mengintrupeksiku lagi.
"Tapi jangan peluk, pegang jaketnya saja" aku bisa mendengar senyuman dibalik suaranya.
Alan sialan!
Saat ini kami sedang berjalan menuju aula, mungkin ada beberapa pengumuman yang akan di sampaikan oleh pihak sekolah mengenai perayaan ulang tahun sekolah.Aku meminjam kamera milik Rani, ia memang sengaja membawanya karena tahu bahwa para guru dan siswa hari ini akan sibuk mempersiapkan perayaan ulang tahun sekolah, jadi otomatis hari ini tidak belajar. Bahkan, Alan tidak menanggapi pesanku yang menanyakan menu apa yang dia inginkan hari ini, dia pasti sibuk.Sambil memegang kamera, aku membidik beberapa tempat dan memotretnya. Aku menyadari bahwa tingkat pemotretan ku telah meningkat pesat, Rani bahkan memujiku karena hasil fotonya yang bagus "Hasil potretanmu semakin bagus, aku tidak tahu kamu bisa memotret dengan baik" ujarnya dengan senyum menyanjung." Kau baru tahu" kataku dengan nada pamer. Aku dan Rani tertawa, les kosong benar-benar saat yang menyenangkan."Kalian sedang apa disana?" Tanya Siska yang
Karena hari ini adalah hari ulang tahun sekolah, ada banyak kegiatan yang diadakan. Mengenai kejadian kemarin, aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan tidak kelihatan terlalu mencolok.Siska menyeretku ke lapangan basket, Rani sudah berada disana dia sedang duduk di barisan paling depan. Aku tahu ini pasti pilihan Rani, sebab pacarnya akan ikut bertanding nanti.Lapangan basket sangat ramai saat ini, ada banyak siswi perempuan yang tengah menunggu permainan, semua orang kelihatan bersemangat."Kenapa penontonnya sangat ramai hari ini?" biasanya ada banyak penonton tapi kali ini lebih banyak lagi."Kau tidak tahu?" tanya Siska padaku "Alan akan bermain hari ini, dia sangat populer bahkan di kalangan siswi dari SMA lain!" kata Siska sambil cekikikan. Pantas saja lapangan sangat ramai hari ini, padahal aku ingin menghindarinya. Tapi, yasudah lah lagi pula aku tidak mungkin bisa menghindarinya selamany
Karena ada siswa-siswi dari sekolah lain, antriannya menjadi cukup panjang, aku mengantri agak lama. Kakiku rasanya pegal. Aku berbalik melihat Alan yang sedang bermain handphone dan duduk dengan santainya. Dia telah menganti baju olahraganya menjadi kaos polos putih biasa, rambutnya sedikit basah mungkin dia mencuci wajahnya sebelumnya. Aku berjalan kearahnya dan meletakkan salad yang di inginkannya, sebenarnya aku sedikit malu atas kejadian kemarin. Tapi dia tidak peduli, tanpa mendongak dia mulai melahap sarapannya. Aku melihat sekeliling, semua meja telah terisi. "Kamu bisa duduk disini" kata Alan tiba-tiba, aku tidak percaya dia akan mengatakan itu. "Atau kamu masih malu karena memotretku diam-diam semalam?" katanya sambil mendongak. "Sebenarnya, kamu tidak perlu malu. Kamu bukan yang pertama melakukannya, ada banyak siswi lain yang pernah melakukan itu
Rasa bersalah akibat insiden kemarin masih saja membebani pikiranku, aku berencana untuk meminta maaf kepada lelaki itu nanti.Setibanya di depan gerbang sekolah, aku tiba-tiba merasa agak cemas. Aku menarik napas perlahan dan berjalan masuk ke dalam.Di kelas, aku baru saja meletakkan tas dan duduk, ketika beberapa siswi perempuan di kelas kami datang ke mejaku.Laras dan beberapa teman-temannya mulai menanyaiku seperti seorang reporter yang mewawancarai seorang saksi TKP. Laras menarik kursi di sampingku. "Kamu gak bohongkan La?" tanyanya membuatku bingung.Firasatku jadi tidak enak. Aku melirik kebelakang pada Siska dan Rani yang sedang menundukkan kepala mereka. "Bohong mengenai apa ya?" tanyaku agak gugup."Itu loh, mengenai Alan itu gay! Kamu melihatnya dengan mata kepala kamu sendirikan?" Laras berusaha memastikan.Aku terkejut mendengarnya, "Kamu dengar dari mana?" tanyaku gugup, pasalnya kemarin hanya ada
Dua hari sebelumnyaSemuanya bermula, ketika aku dalam perjalanan kembali kerumah. Saat itu aku secara tidak sengaja melihat Alan, most wanted sekolah kami sedang bersama seorang laki-laki. Mereka berdiri berdekatan, laki-laki itu menunjuk pada Alan, mereka seperti sedang mempertengkarkan sesuatu.Tiba-tiba saja lelaki itu memeluk Alan dengan ekspresi wajah yang sangat sedih.Mendadak aku teringat novel BL yang aku baca semalam, sebuat plot muncul di kepalaku 'Alan bintang sekolah ternyata seorang gay!' aku langsung mengenyahkan pikiran itu dalam kepalaku, aku tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah gay hanya karena mereka berpelukan.Jadi aku putuskan untuk terus melihat dan mencoba mendengarkan apa yang mereka katakan supaya pikiranku bisa tenang, sayang saja jika laki-laki setampan Alan adalah gay, pikirku.Tiba-tiba aku melihat laki-laki lawan bicaranya mencoba untuk mencium Alan!
Nilai kuis matematikaku sangat buruk akhir-akhir ini, Mama yang mengetahui hal tersebut akhirnya memotong uang sakuku yang tidak seberapa.Ngomong-ngomong, sudah seminggu sejak insiden itu, tapi Alan tidak pernah mendatangiku lagi ataupun menyuruhku untuk melakukan sesuatu.Jika bukan karena seseorang akan sesekali datang dan menanyaiku mengenai kebenaran rumor tersebut, aku akan berpikir bahwa kejadian hari itu hanya mimpi. Aku telah memberi tahu pada Rani, dan Siska apa yang dikatakan Alan padaku Minggu lalu. Berbeda dari reksiku, mereka malah senang mendengarnya. Mereka bilang ini adalah kesempatan yang bagus untukku.Kesempatan apa coba? Kesempatan merasakan jadi babu gitu?Rani adalah yang paling senang diantara semuanya. Walaupun dia telah gugur sebelum bertempur, dia tetap senang karena Alan bukan gay. Lagi pula dia sekarang sedang berpacaran dengan kapten basket SMA lain sekarang. Ini adalah pacar ke tiganya bulan ini.
Sepulang dari sekolah aku akan naik keatas ketika suara Mama menghentikanku. "Ella sini dulu, Mama mau ngomong."Aku masih kesal pada Mama karena memotong uang jajanku seenaknya, "Kenapa Ma?" jawabku sedikit malas.Mama tersenyum padaku, aku tahu Mama pasti menginginkanku untuk sesuatu lagi, "Minggu depan ada acara di kantornya papa, Ella ikut ya..." kata Mama dengan nada membujuk."Enggak" ujarku tanpa berpikir panjang aku langsung menolak. Ini bukan yang pertama kalinya mama menyuruhku untuk ikut, mama sering melakukannya tapi aku selalu menolak. Aku langsung berjalan keatas."Nanti kalau Ella mau, uang jajannya Mama tambahin deh"Langkah kaki ku melambat"Terus, Mama bakalan beli sepaket buku Bumi, Bulan dan Matahari kesukaan kamu. "Aku berhenti"Nanti sore Mama juga bakalan buat brownis coklat favorit kamu" aku bisa mendengar