Dua hari sebelumnya
Semuanya bermula, ketika aku dalam perjalanan kembali kerumah. Saat itu aku secara tidak sengaja melihat Alan, most wanted sekolah kami sedang bersama seorang laki-laki. Mereka berdiri berdekatan, laki-laki itu menunjuk pada Alan, mereka seperti sedang mempertengkarkan sesuatu.
Tiba-tiba saja lelaki itu memeluk Alan dengan ekspresi wajah yang sangat sedih.
Mendadak aku teringat novel BL yang aku baca semalam, sebuat plot muncul di kepalaku 'Alan bintang sekolah ternyata seorang gay!' aku langsung mengenyahkan pikiran itu dalam kepalaku, aku tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah gay hanya karena mereka berpelukan.
Jadi aku putuskan untuk terus melihat dan mencoba mendengarkan apa yang mereka katakan supaya pikiranku bisa tenang, sayang saja jika laki-laki setampan Alan adalah gay, pikirku.
Tiba-tiba aku melihat laki-laki lawan bicaranya mencoba untuk mencium Alan!
Jantungku hampir copot melihatnya!
Untungnya Alan berhasil menghindar dengan gesit. Wajahnya tampak dingin, aku bahkan bisa merasakan bahwa dia marah. Alan mendorong laki-laki itu dengan kejam dan ia mengucapkan beberapa kata sebelum akhirnya berbalik pergi dengan dingin.
Pastinya apapun yang dia katakan bukanlah hal baik, bisa kulihat dari ekspresi laki-laki tersebut yang sangat sedih dan putus asa.
Mungkin mereka putus?
Jadi hari ini aku secara tidak sengaja memergoki pasangan gay sedang bertengkar. Benar-benar luar biasa! Ini berita eksklusif. Meski begitu aku tidak berencana untuk menyebarkan rumor mengenai keburukan orang lain, itu bukan gayaku.
***
Keesokan harinya aku bertemu dengan teman-temanku. Rani bilang dia ingin mengatakan sesuatu pada kami.
Sesampainya di cafe, aku langsung masuk. Aku melihat mereka telah tiba duluan, mereka telah memesan minuman. Rani melambai padaku, Aku menghampiri mereka dan duduk di kursi sebelah Rani.
Cafe ini dekat dengan sekolah kami, tempat ini menjadi salah satu langganan kami karna harganya yang cukup terjangkau dibanding dengan cefe lain, walau tidak terlalu besar tempatnya terasa nyaman.
Cafenya cukup ramai hari ini bahkan meja di samping meja kami sudah diisi beberapa orang. Pencahayaan cafenya lembut dan agak remang-remang, jadi aku tidak bisa melihat siapa yang sedang duduk disana. Melihat kami semua sudah berkumpul, Rani mulai berbicara "Aku ingin bertanya sesuatu yang serius pada kalian" ucapnya dengan mimik wajah yang serius "menurut kalian Alan itu bagaimana?" lanjutnya.A
Aku bertanya-tanya, itu pastinya bukan Alan Pratama, laki-laki gay kemarin kan?!
"Alan? Alan Pratama, yang most wanted itu?" tanya Siska ratu gosip.
"Iya" balas Rani.
Aku sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Dia tampan, pintar, dan kaya lagi. Oke banget menurutku." balas Siska seperti sedang menimbang keuntungan dan kerugian.
Aku yang sudah lama terdiampun akhirnya angkat bicara "Kamu gak berniat ngejar Alan kan? ingat, kamu dalam sebulan ini sudah dua kali ganti pacar." kataku mewanti-wanti.
Rani menunjukkan smirk nya "Iya, aku rencananya mau ngejar Alan, gimana dong?"
Sudah kuduga!
Rani memang sering berganti pacar, wajahnya adalah yang paling cantik di antara kami semua. "Kamu berani sekali Ran. Tahukan kalau Alan selalu menolak perempuan yang mengejar dia, mungkin kamu bakalan menjadi yang kesekian" Siska meledek.
Tak surut niatnya sedikitpun Rani membalas "Aku malah merasa tertantang" masih dengan senyuman jaimnya. "Kalau berhasil aku nunggu traktirannya saja. Tapi kalo gagal aku bakalan siapin tisu buat kamu gratis, tidak perlu bayar" ucap siska sambil terkekeh.
"Sebaiknya jangan" kataku pada mereka.
"Kenapa?" tanya mereka serempak.
"Jangan terkejut oke, siapin diri kalian." mereka memandangku dengan semakin penasaran. "Aku tidak bermaksud menjelek-jelekan siapapun, tapi Alan itu gay!"
Mata mereka membulat sepenuhnya.
"Sembarang kamu!" jelas Siska tidak percaya.
"Kemarin aku liat Alan lagi pelukan sama laki-laki" kataku memberikan informasi setengah-tengah.
"Pelukan sama sesama laki-laki belum tentu gay, walaupun memang agak aneh" suara Rani mengecil di akhir perkataannya.
Aku akhirnya mengatakan hal yang aku tahan dari tadi. "Tapi laki-laki itu mau mencium Alan! mereka bertengkar seperti pasangan." Rani, dan Siska tahu betul kalo aku tidak akan berbohong dan menyebarkan rumor palsu mengenai orang lain. Jadi perlahan mereka akhirnya percaya dan menanyakan detailnya padaku.
Dengan itu, gugurlah niat Rani untuk mengejar Alan.
Baru saja aku akan menghiburnya, sebelum sebuah suara dingin mengintrupeksiku.
"Setidaknya, jika kamu memang berencana menyebarkan rumor mengenai orang lain, usahakan supaya orang itu tidak menyaksikanmu melakukannya."
Aku menoleh, jantungku berdebar kencang menebak siapa orang itu.
Wajah Alan si bintang sekolah berada tepat di belakangku. Rupanya merekalah yang berada di samping meja kami, yang artinya dari awal sampai akhir pembicaraan, mereka mendengarnya.
Teman-teman satu mejanya juga menunjukkan beragam eskpresi padaku.
Aku terkejut melihatnya ada di sana, aku menjadi takut dan ingin meminta maaf padanya. Walaupun aku benar-benar menyaksikan kejadian itu kemarin, tetap saja aku tidak seharusnya membicarakan hal tersebut di tempat terbuka.
Aku bahkan tidak sempat mengucap sepatah kata pun karena ia tidak memberiku kesempatan
Sambil mandangku dengan jengkel, ia berkata "Aku tidak akan bertengkar dengan perempuan, jadi lain kali jangan sampai aku melihatmu melakukannya lagi" katanya dengan nada mengancam. Ia mengambil ranselnya dan berjalan keluar dari cafe. Teman-temannya juga melihatku sebentar kemudian menyusul pergi tanpa berkata apa-apa.
Dibanding dengan Rani aku rasa aku yang lebih membutuhkan kata-kata penghiburan.
•••
Malam itu aku tidak bisa tidur, aku merasa bersalah. Keesokkan harinya, ketika aku bangun aku bisa melihat kantong hitam di bawah mataku.
Aku berencana meminta maaf pada Alan nanti, mungkin dengan begitu hati nuraniku bisa lebih tenang.
Nilai kuis matematikaku sangat buruk akhir-akhir ini, Mama yang mengetahui hal tersebut akhirnya memotong uang sakuku yang tidak seberapa.Ngomong-ngomong, sudah seminggu sejak insiden itu, tapi Alan tidak pernah mendatangiku lagi ataupun menyuruhku untuk melakukan sesuatu.Jika bukan karena seseorang akan sesekali datang dan menanyaiku mengenai kebenaran rumor tersebut, aku akan berpikir bahwa kejadian hari itu hanya mimpi. Aku telah memberi tahu pada Rani, dan Siska apa yang dikatakan Alan padaku Minggu lalu. Berbeda dari reksiku, mereka malah senang mendengarnya. Mereka bilang ini adalah kesempatan yang bagus untukku.Kesempatan apa coba? Kesempatan merasakan jadi babu gitu?Rani adalah yang paling senang diantara semuanya. Walaupun dia telah gugur sebelum bertempur, dia tetap senang karena Alan bukan gay. Lagi pula dia sekarang sedang berpacaran dengan kapten basket SMA lain sekarang. Ini adalah pacar ke tiganya bulan ini.
Sepulang dari sekolah aku akan naik keatas ketika suara Mama menghentikanku. "Ella sini dulu, Mama mau ngomong."Aku masih kesal pada Mama karena memotong uang jajanku seenaknya, "Kenapa Ma?" jawabku sedikit malas.Mama tersenyum padaku, aku tahu Mama pasti menginginkanku untuk sesuatu lagi, "Minggu depan ada acara di kantornya papa, Ella ikut ya..." kata Mama dengan nada membujuk."Enggak" ujarku tanpa berpikir panjang aku langsung menolak. Ini bukan yang pertama kalinya mama menyuruhku untuk ikut, mama sering melakukannya tapi aku selalu menolak. Aku langsung berjalan keatas."Nanti kalau Ella mau, uang jajannya Mama tambahin deh"Langkah kaki ku melambat"Terus, Mama bakalan beli sepaket buku Bumi, Bulan dan Matahari kesukaan kamu. "Aku berhenti"Nanti sore Mama juga bakalan buat brownis coklat favorit kamu" aku bisa mendengar
Setelah tawar menawar kemarin, Mama benar-benar menepati janjinya. Uang sakuku kembali seperti semula. Suasana hatiku sangat bagus hari ini. Bahkan ketika aku antri membeli sarapan untuk Alan, aku tidak protes atau mengeluh.Tapi aku rasa dia dalam suasana hati yang buruk, dia tidak banyak mengomel seperti sebelumnya.Mungkin dia mendapat balasan karena sering mempersulitku, melihatnya begitu, suasana hatiku semakin baik. Aku berusaha menjaga wajahku agar tidak tersenyum.Aku pergi setelah memberikan sarapan padanya.Rani dan Siska sedang di perpustakaan saat ini, jadi aku datang menghampiri mereka. Tebakan ku benar, mereka sedang asik mengobrol. Melihatku datang Rani melambai"Aku pikir kamu bakalan lama tadi" itu adalah kalimat pertamanya saat aku tiba di sana.Aku ingin sekali menjawabnya dengan mengatakan 'itu karena Alan sedang marasakan karmanya' tapi aku menahannya. Mengingat dua k
Saat ini kami sedang berjalan menuju aula, mungkin ada beberapa pengumuman yang akan di sampaikan oleh pihak sekolah mengenai perayaan ulang tahun sekolah.Aku meminjam kamera milik Rani, ia memang sengaja membawanya karena tahu bahwa para guru dan siswa hari ini akan sibuk mempersiapkan perayaan ulang tahun sekolah, jadi otomatis hari ini tidak belajar. Bahkan, Alan tidak menanggapi pesanku yang menanyakan menu apa yang dia inginkan hari ini, dia pasti sibuk.Sambil memegang kamera, aku membidik beberapa tempat dan memotretnya. Aku menyadari bahwa tingkat pemotretan ku telah meningkat pesat, Rani bahkan memujiku karena hasil fotonya yang bagus "Hasil potretanmu semakin bagus, aku tidak tahu kamu bisa memotret dengan baik" ujarnya dengan senyum menyanjung." Kau baru tahu" kataku dengan nada pamer. Aku dan Rani tertawa, les kosong benar-benar saat yang menyenangkan."Kalian sedang apa disana?" Tanya Siska yang
Karena hari ini adalah hari ulang tahun sekolah, ada banyak kegiatan yang diadakan. Mengenai kejadian kemarin, aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan tidak kelihatan terlalu mencolok.Siska menyeretku ke lapangan basket, Rani sudah berada disana dia sedang duduk di barisan paling depan. Aku tahu ini pasti pilihan Rani, sebab pacarnya akan ikut bertanding nanti.Lapangan basket sangat ramai saat ini, ada banyak siswi perempuan yang tengah menunggu permainan, semua orang kelihatan bersemangat."Kenapa penontonnya sangat ramai hari ini?" biasanya ada banyak penonton tapi kali ini lebih banyak lagi."Kau tidak tahu?" tanya Siska padaku "Alan akan bermain hari ini, dia sangat populer bahkan di kalangan siswi dari SMA lain!" kata Siska sambil cekikikan. Pantas saja lapangan sangat ramai hari ini, padahal aku ingin menghindarinya. Tapi, yasudah lah lagi pula aku tidak mungkin bisa menghindarinya selamany
Karena ada siswa-siswi dari sekolah lain, antriannya menjadi cukup panjang, aku mengantri agak lama. Kakiku rasanya pegal. Aku berbalik melihat Alan yang sedang bermain handphone dan duduk dengan santainya. Dia telah menganti baju olahraganya menjadi kaos polos putih biasa, rambutnya sedikit basah mungkin dia mencuci wajahnya sebelumnya. Aku berjalan kearahnya dan meletakkan salad yang di inginkannya, sebenarnya aku sedikit malu atas kejadian kemarin. Tapi dia tidak peduli, tanpa mendongak dia mulai melahap sarapannya. Aku melihat sekeliling, semua meja telah terisi. "Kamu bisa duduk disini" kata Alan tiba-tiba, aku tidak percaya dia akan mengatakan itu. "Atau kamu masih malu karena memotretku diam-diam semalam?" katanya sambil mendongak. "Sebenarnya, kamu tidak perlu malu. Kamu bukan yang pertama melakukannya, ada banyak siswi lain yang pernah melakukan itu
Rasa bersalah akibat insiden kemarin masih saja membebani pikiranku, aku berencana untuk meminta maaf kepada lelaki itu nanti.Setibanya di depan gerbang sekolah, aku tiba-tiba merasa agak cemas. Aku menarik napas perlahan dan berjalan masuk ke dalam.Di kelas, aku baru saja meletakkan tas dan duduk, ketika beberapa siswi perempuan di kelas kami datang ke mejaku.Laras dan beberapa teman-temannya mulai menanyaiku seperti seorang reporter yang mewawancarai seorang saksi TKP. Laras menarik kursi di sampingku. "Kamu gak bohongkan La?" tanyanya membuatku bingung.Firasatku jadi tidak enak. Aku melirik kebelakang pada Siska dan Rani yang sedang menundukkan kepala mereka. "Bohong mengenai apa ya?" tanyaku agak gugup."Itu loh, mengenai Alan itu gay! Kamu melihatnya dengan mata kepala kamu sendirikan?" Laras berusaha memastikan.Aku terkejut mendengarnya, "Kamu dengar dari mana?" tanyaku gugup, pasalnya kemarin hanya ada