Nilai kuis matematikaku sangat buruk akhir-akhir ini, Mama yang mengetahui hal tersebut akhirnya memotong uang sakuku yang tidak seberapa.
Ngomong-ngomong, sudah seminggu sejak insiden itu, tapi Alan tidak pernah mendatangiku lagi ataupun menyuruhku untuk melakukan sesuatu.
Jika bukan karena seseorang akan sesekali datang dan menanyaiku mengenai kebenaran rumor tersebut, aku akan berpikir bahwa kejadian hari itu hanya mimpi. Aku telah memberi tahu pada Rani, dan Siska apa yang dikatakan Alan padaku Minggu lalu. Berbeda dari reksiku, mereka malah senang mendengarnya. Mereka bilang ini adalah kesempatan yang bagus untukku.
Kesempatan apa coba? Kesempatan merasakan jadi babu gitu?
Rani adalah yang paling senang diantara semuanya. Walaupun dia telah gugur sebelum bertempur, dia tetap senang karena Alan bukan gay. Lagi pula dia sekarang sedang berpacaran dengan kapten basket SMA lain sekarang. Ini adalah pacar ke tiganya bulan ini.
Meski begitu, masih banyak orang yang berpikir bahwa Alan memang gay. Jika tidak, bagaimana dia bisa menolak para wanita cantik yang suka padanya.
Sudahlah, aku tidak akan peduli lagi.
Saat ini kami sedang di perpustakaan sekolah. Jika kalian berpikir bahwa kami disini sedang belajar atau membaca, maka jawabannya adalah tidak. Cuacanya panas hari ini, dan kelas akan terasa pengap. Tetapi berbeda dengan kelas, perpustakaan dan UKS sekolah dilengkapi dengan AC, jadi kami sesekali datang kesini ketika jam istirahat sekolah.
"Menurut kamu, kenapa Alan tidak datang dan menagih janjimu?" tanya Rani dengan nada menggosip. Seminggu terakhir ini pula, Rani selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Aku sampai bosan mendengarnya.
"Diakan bukan hantu" jawab Siska dengan nada becanda.
"Ih, serius!"
"Aku juga serius! Bukannya yang suka menagih janji itu hantu ya..."
Aku menyela pembicaraan mereka "Bagus kalau begitu, setidaknya aku tidak akan jadi babu dadakan" ujarku dengan nada sumringah.
"Kamu masih gak paham, ya La?" tanya Rani dengan nada tidak percaya. "Ini itu kesempatan buat kamu! siapa tahu kalian bisa saling dekat dan jadi-"
"Stop stop stop." ucapku menghentikan perkataannya "Alan itu bukan tipe cowo aku, oke! Dia terlalu lembut. Aku ingin cowo yang atletis dan maskulin!"
Aku dan Alan?
Tidak-tidak, kami benar-benar tidak mungkin. Walaupun dia tampan, tapi aku tidak tertarik untuk menjadi pacarnya.
"Jadi maksud kamu Alan gak atletik dan maskulin gitu?" tanya Rani padaku "jangan bilang kamu gak pernah lihat foto Alan yang diforum sekolah!" sambungnya.
Foto di forum sekolah? Menurut ku tempat itu lebih mirip 'forum gosip sekolah'
"Oh, foto yang diambil diam-diam itu?! Saat Alan lagi di kolam renang dan ABS nya kelihatan itu, kan!" balas Siska sambil cengar-cengir.
Aku kembali memotong mereka lagi, "Bukannya aku bermaksud merendahkan, tapi tetap saja, dia itu terlihat terlalu lembut dan polos untuk tipe cowo idealku" bukannya apa-apa, tapi untuk ukuran laki-laki, kulitnya benar-benar kelihatan halus dan bersih, lebih baik dariku. Pake skincare apa sih dia?
"Uhuk uhuk uhuk..."
"Kamu kenapa?" tanyaku pada Siska yang mendadak batuk, tanpa memerhatikan keanehan suasana. "Kamu tidak tersedak air liurmu sendiri kan?"
Aku meperhatikan mata Rani yang juga mulai berkedip terus-menerus, "Kalian kenapa sih? Mata kamu kenapa berkedip terus?!" tanyaku agak bingung.
Sampai aku merasakan sesosok bayangan menimpaku. Firasat ku jadi tidak enak. Sama seperti firasat yang aku rasakan di cafe waktu itu. Aku menoleh, wajah tanpa ekspresi Alan terpampang di depanku.
Lagi!
"Ak-aku bisa jelaskan" ucapku terbata-bata padanya. Bagaimana bisa setiap kali aku mengatakan hal buruk tentangnya, dia selalu muncul. Apa mungkin dia keturunan cenayang?
Aku bahkan tidak tahu kapan dia datang dan sudah berapa lama dia disini. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, kami baru saja berdiskusi untuk mengajak kamu makan dan meminta maaf secara resmi padamu." aku masih mencoba menjelaskan.
Alan tidak mengubah ekspresi wajahnya. "Aku rasa, orang sepertimu tidak bisa berubah" ucapnya dingin. "Sekarang aku tahu apa yang bisa kamu lakukan untukku" ujarnya dengan senyuman licik, firasatku jadi tidak enak, "mulai besok, kamu akan datang dan mengantri makanan untukku selama tiga bulan!" sambungnya dengan nada memerintahkan.
Mataku membulat mendengarnya, "Ti-tiga bulan?! Tap-tapi aku tidak punya uang, ak—"
Alan langsung memotong ku, "Tenang saja, aku tidak akan memerasmu, kamu bisa mendapatkan uangnya dariku, dan jangan lupa janjimu, kamu akan melakukan apapun untukku, apapun." ucapnya menekankan kata apapun.
"Kamu bisa melakukannya sendiri" aku masih ingin berkompromi.
"Aku ini laki-laki yang lembut, aku tidak mungkin berdiri dan mengantri di kantin. Kakiku yang lembut ini tidak akan kuat." jawabnya dengan nada mengejek yang biasa dilakukannya.
Setelah mengatakan itu, Alan berbalik dan pergi tak menghiraukan teriakan ku padanya.
Dia pasti melakukannya dengan sengaja! Dia pasti dendam padaku!
Aku tidak hanya harus mengantri untuk membeli makan siangnya, tapi aku juga harus mengantarkannya!
Siska tertawa, suasana yang tegang akhirnya sedikit mencair. "Aku rasa mulai hari ini kamu pasti akan berhenti membicarakan Alan. Setiap kali kamu berbicara buruk tentangnya, dia pasti selalu muncul."
Apa yang Siska katakan memang benar, aku mungkin akan berhenti berbicara buruk tentangnya mulai sekarang. Aku tidak ingin berada dalam masalah lagi.
Sepulang dari sekolah aku akan naik keatas ketika suara Mama menghentikanku. "Ella sini dulu, Mama mau ngomong."Aku masih kesal pada Mama karena memotong uang jajanku seenaknya, "Kenapa Ma?" jawabku sedikit malas.Mama tersenyum padaku, aku tahu Mama pasti menginginkanku untuk sesuatu lagi, "Minggu depan ada acara di kantornya papa, Ella ikut ya..." kata Mama dengan nada membujuk."Enggak" ujarku tanpa berpikir panjang aku langsung menolak. Ini bukan yang pertama kalinya mama menyuruhku untuk ikut, mama sering melakukannya tapi aku selalu menolak. Aku langsung berjalan keatas."Nanti kalau Ella mau, uang jajannya Mama tambahin deh"Langkah kaki ku melambat"Terus, Mama bakalan beli sepaket buku Bumi, Bulan dan Matahari kesukaan kamu. "Aku berhenti"Nanti sore Mama juga bakalan buat brownis coklat favorit kamu" aku bisa mendengar
Setelah tawar menawar kemarin, Mama benar-benar menepati janjinya. Uang sakuku kembali seperti semula. Suasana hatiku sangat bagus hari ini. Bahkan ketika aku antri membeli sarapan untuk Alan, aku tidak protes atau mengeluh.Tapi aku rasa dia dalam suasana hati yang buruk, dia tidak banyak mengomel seperti sebelumnya.Mungkin dia mendapat balasan karena sering mempersulitku, melihatnya begitu, suasana hatiku semakin baik. Aku berusaha menjaga wajahku agar tidak tersenyum.Aku pergi setelah memberikan sarapan padanya.Rani dan Siska sedang di perpustakaan saat ini, jadi aku datang menghampiri mereka. Tebakan ku benar, mereka sedang asik mengobrol. Melihatku datang Rani melambai"Aku pikir kamu bakalan lama tadi" itu adalah kalimat pertamanya saat aku tiba di sana.Aku ingin sekali menjawabnya dengan mengatakan 'itu karena Alan sedang marasakan karmanya' tapi aku menahannya. Mengingat dua k
Saat ini kami sedang berjalan menuju aula, mungkin ada beberapa pengumuman yang akan di sampaikan oleh pihak sekolah mengenai perayaan ulang tahun sekolah.Aku meminjam kamera milik Rani, ia memang sengaja membawanya karena tahu bahwa para guru dan siswa hari ini akan sibuk mempersiapkan perayaan ulang tahun sekolah, jadi otomatis hari ini tidak belajar. Bahkan, Alan tidak menanggapi pesanku yang menanyakan menu apa yang dia inginkan hari ini, dia pasti sibuk.Sambil memegang kamera, aku membidik beberapa tempat dan memotretnya. Aku menyadari bahwa tingkat pemotretan ku telah meningkat pesat, Rani bahkan memujiku karena hasil fotonya yang bagus "Hasil potretanmu semakin bagus, aku tidak tahu kamu bisa memotret dengan baik" ujarnya dengan senyum menyanjung." Kau baru tahu" kataku dengan nada pamer. Aku dan Rani tertawa, les kosong benar-benar saat yang menyenangkan."Kalian sedang apa disana?" Tanya Siska yang
Karena hari ini adalah hari ulang tahun sekolah, ada banyak kegiatan yang diadakan. Mengenai kejadian kemarin, aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan tidak kelihatan terlalu mencolok.Siska menyeretku ke lapangan basket, Rani sudah berada disana dia sedang duduk di barisan paling depan. Aku tahu ini pasti pilihan Rani, sebab pacarnya akan ikut bertanding nanti.Lapangan basket sangat ramai saat ini, ada banyak siswi perempuan yang tengah menunggu permainan, semua orang kelihatan bersemangat."Kenapa penontonnya sangat ramai hari ini?" biasanya ada banyak penonton tapi kali ini lebih banyak lagi."Kau tidak tahu?" tanya Siska padaku "Alan akan bermain hari ini, dia sangat populer bahkan di kalangan siswi dari SMA lain!" kata Siska sambil cekikikan. Pantas saja lapangan sangat ramai hari ini, padahal aku ingin menghindarinya. Tapi, yasudah lah lagi pula aku tidak mungkin bisa menghindarinya selamany
Karena ada siswa-siswi dari sekolah lain, antriannya menjadi cukup panjang, aku mengantri agak lama. Kakiku rasanya pegal. Aku berbalik melihat Alan yang sedang bermain handphone dan duduk dengan santainya. Dia telah menganti baju olahraganya menjadi kaos polos putih biasa, rambutnya sedikit basah mungkin dia mencuci wajahnya sebelumnya. Aku berjalan kearahnya dan meletakkan salad yang di inginkannya, sebenarnya aku sedikit malu atas kejadian kemarin. Tapi dia tidak peduli, tanpa mendongak dia mulai melahap sarapannya. Aku melihat sekeliling, semua meja telah terisi. "Kamu bisa duduk disini" kata Alan tiba-tiba, aku tidak percaya dia akan mengatakan itu. "Atau kamu masih malu karena memotretku diam-diam semalam?" katanya sambil mendongak. "Sebenarnya, kamu tidak perlu malu. Kamu bukan yang pertama melakukannya, ada banyak siswi lain yang pernah melakukan itu
Rasa bersalah akibat insiden kemarin masih saja membebani pikiranku, aku berencana untuk meminta maaf kepada lelaki itu nanti.Setibanya di depan gerbang sekolah, aku tiba-tiba merasa agak cemas. Aku menarik napas perlahan dan berjalan masuk ke dalam.Di kelas, aku baru saja meletakkan tas dan duduk, ketika beberapa siswi perempuan di kelas kami datang ke mejaku.Laras dan beberapa teman-temannya mulai menanyaiku seperti seorang reporter yang mewawancarai seorang saksi TKP. Laras menarik kursi di sampingku. "Kamu gak bohongkan La?" tanyanya membuatku bingung.Firasatku jadi tidak enak. Aku melirik kebelakang pada Siska dan Rani yang sedang menundukkan kepala mereka. "Bohong mengenai apa ya?" tanyaku agak gugup."Itu loh, mengenai Alan itu gay! Kamu melihatnya dengan mata kepala kamu sendirikan?" Laras berusaha memastikan.Aku terkejut mendengarnya, "Kamu dengar dari mana?" tanyaku gugup, pasalnya kemarin hanya ada
Dua hari sebelumnyaSemuanya bermula, ketika aku dalam perjalanan kembali kerumah. Saat itu aku secara tidak sengaja melihat Alan, most wanted sekolah kami sedang bersama seorang laki-laki. Mereka berdiri berdekatan, laki-laki itu menunjuk pada Alan, mereka seperti sedang mempertengkarkan sesuatu.Tiba-tiba saja lelaki itu memeluk Alan dengan ekspresi wajah yang sangat sedih.Mendadak aku teringat novel BL yang aku baca semalam, sebuat plot muncul di kepalaku 'Alan bintang sekolah ternyata seorang gay!' aku langsung mengenyahkan pikiran itu dalam kepalaku, aku tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah gay hanya karena mereka berpelukan.Jadi aku putuskan untuk terus melihat dan mencoba mendengarkan apa yang mereka katakan supaya pikiranku bisa tenang, sayang saja jika laki-laki setampan Alan adalah gay, pikirku.Tiba-tiba aku melihat laki-laki lawan bicaranya mencoba untuk mencium Alan!