Saat ini kami sedang berjalan menuju aula, mungkin ada beberapa pengumuman yang akan di sampaikan oleh pihak sekolah mengenai perayaan ulang tahun sekolah.
Aku meminjam kamera milik Rani, ia memang sengaja membawanya karena tahu bahwa para guru dan siswa hari ini akan sibuk mempersiapkan perayaan ulang tahun sekolah, jadi otomatis hari ini tidak belajar. Bahkan, Alan tidak menanggapi pesanku yang menanyakan menu apa yang dia inginkan hari ini, dia pasti sibuk.
Sambil memegang kamera, aku membidik beberapa tempat dan memotretnya. Aku menyadari bahwa tingkat pemotretan ku telah meningkat pesat, Rani bahkan memujiku karena hasil fotonya yang bagus "Hasil potretanmu semakin bagus, aku tidak tahu kamu bisa memotret dengan baik" ujarnya dengan senyum menyanjung." Kau baru tahu" kataku dengan nada pamer. Aku dan Rani tertawa, les kosong benar-benar saat yang menyenangkan.
"Kalian sedang apa disana?" Tanya Siska yang berjalan didepan. "Kita di suruh ke aula, cepat!" akhirnya aku dan Rani mempercepat langkah kami
Ketika tiba di aula, banyak siswa-siswi yang telah sampai duluan. Siska telah memilih tempat duduk barisan depan untuk kami. Aku baru saja duduk ketika tanpa sengaja mendengar nama yang familiar dari percakapan dua gadis yang di belakang kami. Mungkin karena nama tersebut cukup familiar ditelinga ku akhir-akhir ini.
"Kenapa kamu di sini? bukannya tadi kamu berada di UKS?"
"Aku datang untuk melihat seseorang, kau tahukan Alan Pratama akan berpidato nanti, jadi aku datang untuk melihatnya" aku bisa merasakan kegembiraan dari suaranya. "Aku bisa dekat dan melihatnya secara langsung, aku sangat bersemangat!"
"Tapi beberapa hari yang lalu aku mendengar bahwa dia itu adalah gay"
"Itu hanya rumor! aku tidak tahu orang bodoh mana yang menuduh idolaku begitu, jika aku tahu siapa yang melakukannya, aku akan mencabik-cabiknya!" ucapnya dengan penuh dendam.
Mereka pasti penggemar fanatik Alan, aku tidak tahu dia punya banyak penggemar. Aku pura-pura tidak mendengar, jika dia mereka tahu itu aku...
Aku langsung bergidik membayangkannya.
Perlahan-lahan suara bising mulai menghilang. Seperti apa yang dikatakan oleh kedua perempuan itu, Alan maju kedepan, dia memakai kemeja Osis, rambutnya disisir kebelakang, dia kelihatan sangat rapi saat ini.
Lampu sorot tertuju padanya. Ia mulai berbicara, orang-orang memfokuskan pandangan kepadanya. Inilah tempat yang cocok untuk orang seperti Alan, di atas panggung. Aku terlalu terlena dalam lamunanku, Rani menyenggol ku, "kenapa kamu?"
"Hah?" balasku linglung, "tidak kenapa-kenapa..." kataku cepat.
Aku dan Rani kembali fokus kedepan,
"... Karena besok ada beberapa kegiatan yang akan diselenggarakan, nama-nama yang telah di pilih diharapkan datang tepat waktu. Selain itu, sekolah juga mengundang sekolah lain yang mungkin akan berpartisipasi dalam kegiatan..."
Aku tidak terlalu memerhatikan apa yang dia katakan selanjutnya, mungkin karena efek lampu sorot, dia kelihatan lebih tampan daripada biasanya, aku berpikir untuk mendokumentasikan pemandangan ini.
Tanpa sadar aku mengangkat kamera ditangan ku, aku membidik posisi yang paling pas untuk memotret dan...
Cekrek
suara kamera yang di sertai lampu blitz.
Ruangan yang tadinya sunyi semakin sunyi sekarang, Alan bahkan sudah menghentikan pidatonya. Semua pandangan mengarah padaku sekarang.
Aku baru sadar apa yang telah aku lakukan barusan, wajahku terasa panas, rasanya aku ingin sekali menghilangdari muka bumi ini.
•••
Aku tidak ingat bagaimana aku bisa keluar dari situasi yang memalukan tersebut. Dan jangan tanya aku, aku tidak ingin mengingatnya lagi...
Sekarang kami sedang berada di rumah Rani. Rani dan Siska sedang tertawa terbahak-bahak, mereka sudah seperti itu sejak tadi.
"Stop!" kataku meninggikan nada suara. Bukannya berhenti, tawa mereka malah semakin kuat. "Behenti!" ucapku geram.
"Oke-oke," balas Rani sambil menghapus air di sudut matanya.
"Mmpff" Siska masih tertawa kecil, "aku tidak tahu kalau kamu bisa malu-maluin begini" sambungnya.
"Mungkin jiwa seni Ella sedang keluar tadi...hahaha" balas Rani meledek.
Aku menutupi wajahku dengan batal sambil menendang-nendang selimut, "Aaaaa, malu banget sumpah! mau mati saja rasanya" kataku hampir menangis.
Pintu tiba-tiba terbuka "Rani, Ella, Siska, turun untuk makan malam. Tante sudah buat sarapan" kata Tante Mala, mamanya Rani. "Mama kalian tadi sudah Tante telpon, lain kali kalau ingin nginap, bilang-bilang sama orang rumah dulu ya..." lanjut Tante Mala menasehati.
Aku dan Siska serempak mengangguk, kemudian tante Mala keluar dan menutup pintu. Kami berencana menginap malam ini.
Kejadian tadi masih terbayang di benakku, aku berencana untuk tidak datang ke sekolah besok. Aku masih memikirkannya ketika sebuah pesan masuk di ponselku
Alan Pratama
Datang tepat waktu besok, kamu masih harus hadir dan mengantri untuk sarapanku, ingat, kartu makanku ada pada mu.
Aku semakin yakin dia memang keturunan cenayang.
Karena hari ini adalah hari ulang tahun sekolah, ada banyak kegiatan yang diadakan. Mengenai kejadian kemarin, aku mencoba untuk bersikap biasa saja dan tidak kelihatan terlalu mencolok.Siska menyeretku ke lapangan basket, Rani sudah berada disana dia sedang duduk di barisan paling depan. Aku tahu ini pasti pilihan Rani, sebab pacarnya akan ikut bertanding nanti.Lapangan basket sangat ramai saat ini, ada banyak siswi perempuan yang tengah menunggu permainan, semua orang kelihatan bersemangat."Kenapa penontonnya sangat ramai hari ini?" biasanya ada banyak penonton tapi kali ini lebih banyak lagi."Kau tidak tahu?" tanya Siska padaku "Alan akan bermain hari ini, dia sangat populer bahkan di kalangan siswi dari SMA lain!" kata Siska sambil cekikikan. Pantas saja lapangan sangat ramai hari ini, padahal aku ingin menghindarinya. Tapi, yasudah lah lagi pula aku tidak mungkin bisa menghindarinya selamany
Karena ada siswa-siswi dari sekolah lain, antriannya menjadi cukup panjang, aku mengantri agak lama. Kakiku rasanya pegal. Aku berbalik melihat Alan yang sedang bermain handphone dan duduk dengan santainya. Dia telah menganti baju olahraganya menjadi kaos polos putih biasa, rambutnya sedikit basah mungkin dia mencuci wajahnya sebelumnya. Aku berjalan kearahnya dan meletakkan salad yang di inginkannya, sebenarnya aku sedikit malu atas kejadian kemarin. Tapi dia tidak peduli, tanpa mendongak dia mulai melahap sarapannya. Aku melihat sekeliling, semua meja telah terisi. "Kamu bisa duduk disini" kata Alan tiba-tiba, aku tidak percaya dia akan mengatakan itu. "Atau kamu masih malu karena memotretku diam-diam semalam?" katanya sambil mendongak. "Sebenarnya, kamu tidak perlu malu. Kamu bukan yang pertama melakukannya, ada banyak siswi lain yang pernah melakukan itu
Rasa bersalah akibat insiden kemarin masih saja membebani pikiranku, aku berencana untuk meminta maaf kepada lelaki itu nanti.Setibanya di depan gerbang sekolah, aku tiba-tiba merasa agak cemas. Aku menarik napas perlahan dan berjalan masuk ke dalam.Di kelas, aku baru saja meletakkan tas dan duduk, ketika beberapa siswi perempuan di kelas kami datang ke mejaku.Laras dan beberapa teman-temannya mulai menanyaiku seperti seorang reporter yang mewawancarai seorang saksi TKP. Laras menarik kursi di sampingku. "Kamu gak bohongkan La?" tanyanya membuatku bingung.Firasatku jadi tidak enak. Aku melirik kebelakang pada Siska dan Rani yang sedang menundukkan kepala mereka. "Bohong mengenai apa ya?" tanyaku agak gugup."Itu loh, mengenai Alan itu gay! Kamu melihatnya dengan mata kepala kamu sendirikan?" Laras berusaha memastikan.Aku terkejut mendengarnya, "Kamu dengar dari mana?" tanyaku gugup, pasalnya kemarin hanya ada
Dua hari sebelumnyaSemuanya bermula, ketika aku dalam perjalanan kembali kerumah. Saat itu aku secara tidak sengaja melihat Alan, most wanted sekolah kami sedang bersama seorang laki-laki. Mereka berdiri berdekatan, laki-laki itu menunjuk pada Alan, mereka seperti sedang mempertengkarkan sesuatu.Tiba-tiba saja lelaki itu memeluk Alan dengan ekspresi wajah yang sangat sedih.Mendadak aku teringat novel BL yang aku baca semalam, sebuat plot muncul di kepalaku 'Alan bintang sekolah ternyata seorang gay!' aku langsung mengenyahkan pikiran itu dalam kepalaku, aku tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah gay hanya karena mereka berpelukan.Jadi aku putuskan untuk terus melihat dan mencoba mendengarkan apa yang mereka katakan supaya pikiranku bisa tenang, sayang saja jika laki-laki setampan Alan adalah gay, pikirku.Tiba-tiba aku melihat laki-laki lawan bicaranya mencoba untuk mencium Alan!
Nilai kuis matematikaku sangat buruk akhir-akhir ini, Mama yang mengetahui hal tersebut akhirnya memotong uang sakuku yang tidak seberapa.Ngomong-ngomong, sudah seminggu sejak insiden itu, tapi Alan tidak pernah mendatangiku lagi ataupun menyuruhku untuk melakukan sesuatu.Jika bukan karena seseorang akan sesekali datang dan menanyaiku mengenai kebenaran rumor tersebut, aku akan berpikir bahwa kejadian hari itu hanya mimpi. Aku telah memberi tahu pada Rani, dan Siska apa yang dikatakan Alan padaku Minggu lalu. Berbeda dari reksiku, mereka malah senang mendengarnya. Mereka bilang ini adalah kesempatan yang bagus untukku.Kesempatan apa coba? Kesempatan merasakan jadi babu gitu?Rani adalah yang paling senang diantara semuanya. Walaupun dia telah gugur sebelum bertempur, dia tetap senang karena Alan bukan gay. Lagi pula dia sekarang sedang berpacaran dengan kapten basket SMA lain sekarang. Ini adalah pacar ke tiganya bulan ini.
Sepulang dari sekolah aku akan naik keatas ketika suara Mama menghentikanku. "Ella sini dulu, Mama mau ngomong."Aku masih kesal pada Mama karena memotong uang jajanku seenaknya, "Kenapa Ma?" jawabku sedikit malas.Mama tersenyum padaku, aku tahu Mama pasti menginginkanku untuk sesuatu lagi, "Minggu depan ada acara di kantornya papa, Ella ikut ya..." kata Mama dengan nada membujuk."Enggak" ujarku tanpa berpikir panjang aku langsung menolak. Ini bukan yang pertama kalinya mama menyuruhku untuk ikut, mama sering melakukannya tapi aku selalu menolak. Aku langsung berjalan keatas."Nanti kalau Ella mau, uang jajannya Mama tambahin deh"Langkah kaki ku melambat"Terus, Mama bakalan beli sepaket buku Bumi, Bulan dan Matahari kesukaan kamu. "Aku berhenti"Nanti sore Mama juga bakalan buat brownis coklat favorit kamu" aku bisa mendengar
Setelah tawar menawar kemarin, Mama benar-benar menepati janjinya. Uang sakuku kembali seperti semula. Suasana hatiku sangat bagus hari ini. Bahkan ketika aku antri membeli sarapan untuk Alan, aku tidak protes atau mengeluh.Tapi aku rasa dia dalam suasana hati yang buruk, dia tidak banyak mengomel seperti sebelumnya.Mungkin dia mendapat balasan karena sering mempersulitku, melihatnya begitu, suasana hatiku semakin baik. Aku berusaha menjaga wajahku agar tidak tersenyum.Aku pergi setelah memberikan sarapan padanya.Rani dan Siska sedang di perpustakaan saat ini, jadi aku datang menghampiri mereka. Tebakan ku benar, mereka sedang asik mengobrol. Melihatku datang Rani melambai"Aku pikir kamu bakalan lama tadi" itu adalah kalimat pertamanya saat aku tiba di sana.Aku ingin sekali menjawabnya dengan mengatakan 'itu karena Alan sedang marasakan karmanya' tapi aku menahannya. Mengingat dua k