Kim Na Ra POV
“Seonbae[1], kau tidak perlu berharap lagi padaku. Aku secara resmi akan memperkenalkan pacarku padamu, Kim Na Ra.”
WHAT? Apa katanya? PACARKU? Sejak kapan aku menjadi pacarnya? Mataku membulat mendengar pernyataan Mike barusan. Iblis! Laki-laki ini benar-benar iblis! Kulihat perempuan di sebelahnya terkejut dan terperangah tak percaya.
“DIA? Perempuan biasa ini? Pacarmu?” Perempuan itu tertawa sinis merendahkanku. Suaranya melengking menusuk telinga! Apalagi dia berbicara setengah berteriak dengan kata-kata tajamnya, membuat semua mata tertuju padaku. Sepertinya perempuan ini perlu disumpal mulutnya supaya tidak asal bicara!
“Iya. Dia pacarku, jadi kau tidak perlu mengejar-ngejarku lagi.” Kulihat beberapa perempuan di kursi penonton terbelalak tak percaya. Mereka seolah menahan napas kecewa.
“Tunggu! Ini hanya kesalahpahaman. Aku bukan pacarnya.” Aku buru-buru menolak pengakuan Mike tadi. Mike GILA!
"Jagiya[2], kenapa kau tidak mau mengakuiku? Kau tidak perlu malu. Tenang saja, dia tidak akan mengganggumu. Kau tidak perlu mengkhawatirkan anggota Jung Won Fans Club yang mulai menggila, seperti DIA contohnya. Aku jamin tidak akan ada yang berani mengganggumu.” Tangan Mike mengelus lembut kepalaku dan merapikan anak rambut yang menutupi mataku. CIH! Berlaga romantis!
WAIT! Jung Won Fans Club? Kulihat wajah Mike lekat-lekat. Cha Eun Woo? Tampan? Fans Club? ASTAGA! Dia Cha Jung Won yang disukai Ji Hyun? Kuedarkan pandanganku di sekitar lapangan basket. Takut jika Ji Hyun ada di depanku dan dia akan salah paham. Untungnya dia tidak ada. Wajah perempuan itu memerah menahan amarah. Apalagi setelah Mike berani-beraninya merangkul pinggangku. Ergh! tidak sopan! Gadis itu pun pergi meninggalkan aku dan Mike si iblis dengan perasaan kesal disertai makian dan umpatan.
“Apa yang kau lakukan? Lepas!” hardikku.
“Ikuti aku!”
“Ya~~![3]"
Mike menarik paksa lenganku. Ia membawaku menjauh dari lapangan basket.
“Lepas! Kau senang sekali memaksa orang!” hardikku lagi. Ia melepaskan genggamannya pada lenganku.
“Sorry,” ucapnya.
“Michyeoss-eo[4]? Sejak kapan kau dan aku berpacaran?”
“Sejak semalam,” jawabnya ringan tanpa beban. Dasar freak!
“Hah? Apa kau sudah tidak waras? Kapan kau memintaku menjadi pacarmu?”
“Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa aku menyukaimu?” Mike mendekatkan posisi wajahnya persis di pinggir telingaku. Dasar mesum!
“Kau tidak perlu dekat-dekat denganku!” Kutoyor kepalanya supaya menjauh dariku.
“Aku mengatakan seperti itu karena kau terus memaksa ingin mengantarkanku, tidak ada hubungannya sama sekali dengan BERPACARAN.” Kukepalkan kedua lenganku pertanda kesal.
“Kalau hari ini aku memintamu menjadi pacarku bagaimana?”
Begitulah awal mula kekacauan hidupku karena laki-laki bernama Cha Jung Won alias Mike! Karena sikap semena-menanya, aku terjebak dalam status kekasih kontraknya selama di sekolah dan menjadi model fotonya di luar sekolah.
Pertemuan pertama kami bermula di pertengahan semester 1 kelas XI. Aku dan Mike sama-sama terlambat masuk sekolah. Kami bersekolah di sekolah yang berbeda, aku sekolah di Seoul National High School dan Mike sekolah di Seoul International High School. Sekolah kami bersebrangan dalam satu gerbang yang sama. Sekolahku berada di sebelah barat sedangkan SIHS di sebelah timur. Batas antar sekolah hanya dibatasi oleh jalur koridor tengah yang memanjang dari arah utara ke selatan. Keadaan seperti ini membuat banyak siswa yang saling jatuh cinta dengan tetangga (maksudnya antara siswa sekolahku dan SIHS, termasuk Mike yang berpura-pura jatuh cinta padaku).
Kala itu, bunyi alarm di ponselku memecah keheningan pagi. Dengan setengah terpaksa kubuka mata dan kuraih ponsel di atas meja di samping tempat tidur. Jam di layar ponsel menunjuk pada angka setengah tujuh kurang lima menit dan hari itu aku terlambat sekolah. Aku langsung terbangun dari tidur singkatku. Ya, karena aku pulang kerja pukul dua belas malam dan bergadang mengerjakan tugas sampai pukul tiga dini hari.
Aku sibuk gedebak-gedebuk di rumah atap yang sempit. Mungkin kalian bertanya-tanya mengapa aku menyewa sebuah rumah atap? Ya, diri ini tinggal sendiri semenjak Eomma[5] meninggal karena mengidap penyakit kanker paru-paru. Aku tidak meratapi kepergiannya karena yakin Eomma jauh lebih bahagia di atas sana. Bagaimana dengan Appa[6]? Entahlah aku tidak tahu di mana ia berada sekarang. Sejak kecil aku tidak pernah melihatnya dan tak tahu bagaimana rupanya.
Apa aku tidak memiliki keluarga selain Eomma? Tentu saja punya. Aku memiliki Imo[7] (bibi/tante) dari Eomma, tetapi hati ini tak ingin membebani hidupnya yang bisa dikatakan tidak memiliki harta berlebih. Apalagi Imo harus mengurus Halmeoni[8] dan empat anaknya yang masih kecil. Mana mungkin aku tega hidup dengannya, sementara untuk menghidupi keluarganya pun ia masih serba kekurangan. Oleh sebab itu, kupilih untuk hidup mandiri tepatnya sendiri.
Sekarang jam di lenganku menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Aku buru-buru mengenakan sepatu dan lari pontang-panting menuju gang depan untuk naik bus. Jujur saja, diriku bisa siap-siap sekolah secepat ini karena tidak sempat mandi. Aku hanya sempat mencuci muka dan sikat gigi. Ah, sudahlah, lebih baik badan ini tidak mandi dari pada terlambat.
Di dalam bus, kuikat rambut yang lurus ini menjadi satu ikatan. Aku bukan tipe gadis yang cantik jelita seperti member girlband yang digandrungi di Seoul saat ini. Aku hanya gadis standar sama seperti teman-teman perempuan yang lain. Tidak seperti orang Korea pada umumnya, mata ini berbentuk bulat coklat dengan bulu mata yang lentik juga memiliki lipatan mata tanpa harus menggunakan scoots. Wajahku bulat telur dan ada lesung pipi di kedua pipiku. Alisku kecoklatan terbentuk dan tebal. Hidungku mancung kecil dan bibirku tipis berwarna merah alami. Fisikku cukup untuk ukuran perempuan yakni 160 cm. Meskipun banyak orang mengatakan bahwa kakiku pendek. Rambutku kecoklatan dan kulitku berwarna putih. Entah aku mendapatkan fisik seperti ini dari siapa, karena kurasa wajah ini tidak mirip dengan Eomma mungkin mirip dengan Appa. Ah, entahlah!
Setelah perjalanan selama 20 menit aku sampai di depan gerbang sekolah dan aigo! Gerbang sudah terkunci rapat. Aku sempat memohon-mohon pada penjaga sekolah dengan raut wajah memelas, tetapi hasilnya nihil. Aku menghela napas pasrah karena kali ini aku benar-benar tidak bisa selamat dari Jun Pyo Seonsaengnim[9] (guru). Ya, aku terlambat lima belas menit. Penjaga sekolah menahanku di poskonya bersama dengan beberapa siswa lain termasuk siswa SIHS. Kami diminta menunggu Jun Pyo Seonsaengnim dan Park Moon Seonsaengnim (salah satu monster SIHS) untuk mendapat hukuman.
Tanpa disadari, tiba-tiba tepat di sebelahku berdiri seorang siswa laki-laki yang dapat dikategorikan sebagai laki-laki tampan, sangat tampan! Ia memakai seragam SIHS berbeda denganku yang memakai seragam Seoul National High School (SNHS). Laki-laki ini cukup asing. Selama satu tahun sekolah di sini, aku tidak pernah melihatnya.
"Mungkin siswa baru," pikirku.
Laki-laki itu menatapku dengan tatapan aneh seolah aku adalah makhluk luar angkasa yang asing di matanya. Entah apa yang salah denganku? Mungkinkah aku bau karena tadi tidak sempat mandi? Akan tetapi, aku sempat menyemprotkan parfum di tubuh ini atau jangan-jangan ada kerak di mataku? Aku segera memalingkan wajah dan membersihkan kedua mataku. Setelah kubersihkan tidak ada apa-apa.
Anehnya, laki-laki itu masih saja menatapku dengan tatapannya yang dingin dan agak menyebalkan, membuat aku risih, dan tidak nyaman. Kubalas tatapannya tajam dengan harapan ia segera menghentikan pandangannya padaku. Namun, ia sama sekali tidak menurunkan pandangan matanya. Pemuda itu malah maju dan mendekatkan tubuh atletisnya persis di depan wajahku.
"Aneh! Laki-laki ini benar-benar aneh!" rutukku penuh kekesalan.
Jun Pyo Seonsaengnim dan Park Moon Seonsaengnim datang dengan raut wajah tegasnya.
"Kim Na Ra!" Jun Pyo Seonsaengnim tiba-tiba memanggil namaku di depan siswa lain dan membuat semua mata tertuju padaku.
"Ye (iya), Seonsaengnim?" sahutku terbata. Aku memang dikenal sebagai siswa yang selalu menaati peraturan sekolah. Sebelumnya, aku tidak pernah terlambat. Pasti hari ini aku diomeli oleh Jun Pyo Seonsaengnim.
"Kamu siswa berprestasi di sekolah ini, kenapa bisa terlambat? Kim Na Ra, kamu tidak memberi contoh yang baik bagi siswa lain. Padahal kamu Wakil Ketua OSIS di sini." Kalimat yang dilontarkan Jun Pyo Seonsaengnim cukup memekik hatiku. Ya, aku memang belum bisa memberikan contoh yang baik.
Aku menggigit bibir bawah. "Joesong habnida (mohon maaf) Seonsaengnim, saya terlambat bangun karena tidur larut malam."
"Lain kali jangan diulangi lagi!" tegas Jun Pyo Seonsaengnim.
"Ye[10], Seonsaengnim," jawabku lesu. Entahlah, aku merasa pusing, mungkin karena beberapa hari ini aku selalu tidur larut malam. Tuntutan sekolah dan pekerjaan membuat tubuhku drop.
Sama halnya seperti Jun Pyo Seonsaengnim, Park Moon Seonsaengnim pun menasihati siswa SIHS termasuk si laki-laki aneh. Aku tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Park Moon Seonsaengnim karena rasa pusing ini semakin menyiksa kepalaku. Kemudian, Jun Pyo Seonsaengnim mengumumkan hukuman yang harus kami jalani yakni membersihkan halaman sekolah yang penuh dengan sampah daun kering karena saat ini musim gugur. Setelah itu, kami juga harus membersihkan toilet sekolah.
Aku berjalan dengan langkah terseok-seok dan tangan memijit-mijit kening. Si laki-laki aneh tiba-tiba menopang tubuhku. Aku sempat risih dan heran, tetapi rasa lemas di tubuh ini tak dapat kutahan. Lagi-lagi tatapan laki-laki itu masih sama. Ia melihatku seperti barang aneh. Entahlah mungkin wajahku aneh di matanya.
Hari ini kecerewetanku tiba-tiba hilang. Aku yang biasanya marah jika dipegang atau disentuh laki-laki kali ini lebih memilih diam. Rasanya kaki dan tanganku mulai tak bisa digerakkan dan semua tiba-tiba berubah menjadi gelap.
Entah apa yang terjadi sebelumnya, aku tidak ingat. Aku hanya sadar sekarang tubuh ini berada di ruang kesehatan sekolah bersama laki-laki aneh yang kulihat di pos penjaga sekolah tadi. Kuhela napas kasar karena lagi-lagi dia menatapku seperti itu. Ia menatapku seperti barang aneh, seperti makhluk asing, dan entahlah apa itu namanya yang jelas semua yang aneh-aneh.
"Hei kau! Kenapa melihatku seperti itu?" tanyaku sarkastik.
"Lemah!" Laki-laki itu mendesis pelan, tetapi aku tetap bisa mendengarnya karena dia persis di depanku.
"Apa katamu?" Entah karena alasan apa, aku paling tidak suka dipanggil lemah! Aku tidak lemah, tidak. Tidak ada yang boleh menganggapku lemah. Aku selalu kuat menghadapi pahit getirnya kehidupan ini. Selama lima tahun, aku kuat hidup mandiri dan sekarang tiba-tiba laki-laki aneh ini sok tahu mengatakan aku lemah. Tentu saja aku tidak menerima perkataannya!
"Lemah!" ucap laki-laki itu, tanpa perasaan bersalah. Sungguh, dia sangat menyebalkan.
"Aku tidak lemah!" jawabku ketus.
"Buktinya kau terbaring di sini." Laki-laki itu lagi-lagi menjawab dengan santai seolah bisa menilai orang dengan seenaknya.
"Ya ~!” Aku berteriak marah. “Kau, kau benar-benar menyebalkan!" Aku semakin tak bisa menahan emosi. Laki-laki ini benar-benar membuat kesabaranku menguap.
"Dasar tidak tahu diri! Sudah ditolong malah mengatakan saya menyebalkan! Kau pikir badanmu tidak berat huh?" cerocos laki-laki itu nyaris tanpa titik tanpa koma.
"Kau menggendongku?" Aku heran. Aku benar-benar tidak ingat kalau dia menggendongku. Kapan? Mungkin sekarang alisku bertaut pertanda aku sedang mengingat sesuatu.
"Ye, wae[11] (ya, kenapa)? Sekarang kau mau bilang saya kurang ajar karena sudah menggendongmu?" tebak laki-laki itu semakin sok tahu!
"Aniyo[12] (tidak)! Siapa yang mau mengatakan begitu? Sok tahu!" Aku kembali menekuk wajahku.
"Sudah mengatakan saya menyebalkan, sekarang kau mengatakan saya sok tahu! Dasar perempuan tidak tahu terima kasih!" Laki-laki itu kemudian keluar dari ruang kesehatan sekolah meninggalkanku. Aargh! Menyebalkan!
===================[1] Panggilan sopan untuk kakak kelas yang tidak terlalu akrab
[2] Sayang
[3] Hei/ungkapan kekesalan
[4] Apa kau sudah gila?
[5] Ibu
[6] Ayah
[7] Bibi/Tante
[8] Nenek
[9] guru
[10] Ya
[11] Kenapa
[12] Tidak
Cha Jung Won POV “Jeogiyo[1]! Bolehkah aku tahu siapa namamu?” tanya seorang perempuan dengan rambut ikal padaku. Wajahnya cukup manis. “Cha Jung Won,” ucapku. Aku mengenalkan nama depanku seperti sebelumnya karena di sekolah memang aku di kenal dengan nama Cha Jung Won bukan Mike. “Seonbae, aksi basketmu sangat hebat!” pujinya. Kulihat beberapa anggota fans clubku terlihat geram. Perempuan ini tidak sadar serigala-serigala betina di kursi penonton siap menerkam. “Seonbae, apa kau sudah memiliki kekasih?” tanyanya lagi. “SUDAH NONA,” ucap seorang perempuan di belakangku. Siapa lagi kalau bukan Yoon Na. Mata Yoon Na menguliti perempuan berambut ikal itu dengan sinis dan tajam. “Ah~mianhe[2]! Kau kekasih Jung Won Seonbae? Kalian benar-benar pasangan serasi,” ucap perempuan itu terbata. Kemudian, ia meninggalkan aku dan Yoon Na. “Kau tidak perlu mengaku-ngaku menjadi pacarku!” pintaku seraya menatap tajam. “Jagiya[sayang], aku tidak mengaku-ngaku. Aku sangat yakin sebentar lagi ka
Kim Na Ra POV Setelah tubuh ini terasa lebih baik, aku langsung kembali ke kelas. Aku masih sangat kesal dengan lelaki aneh itu. Semoga saja kami tak pernah bertemu lagi. Kenapa dia dapat menilai orang seenaknya hanya dengan sekali lihat? Dia benar-benar menyebalkan! "Na Ra, kau baik-baik saja? Tadi aku tak sengaja melihatmu digendong siswa SIHS ke ruang kesehatan," tanya Lee Ki dengan ekskpresi wajah penuh kekhawatiran. "Aku baik-baik saja, Lee Ki kau tidak perlu mencemaskanku." Aku tersenyum lalu duduk di kursiku. Seberapa keras aku berusaha menjaga jarak darinya, Lee Ki selalu saja berusaha dekat denganku. "Kenapa kau bisa pingsan seperti tadi? Kalau kau tidak enak badan harusnya kau istirahat saja di rumah, tidak perlu memaksakan diri masuk sekolah." Lee Ki mengomeliku seperti biasanya. Beberapa kali ia menempelkan punggung tangannya di dahiku. Aku segera menurunkan tangan Lee Ki. "Lee Ki, kumohon berhenti mengkhawatirkanku seperti ini. Aku benar-benar tidak nyaman." Sekali-s
Cha Jung Won POV Waktu bergulir tanpa henti. Waktu cepat sekali membawaku sampai di muka kelas. Ruang kelas yang terlihat lebih rapi dibandingkan ruang kelas sekolahku dulu. Jika dulu aku selalu jadi kaum minoritas dengan mata sipit, di sini wajah kami terasa sama. Untung saja wajahku cukup memikat sehingga teman-temanku di London tidak pernah membuatku merasa menjadi minoritas. Mereka baik padaku, pun sebaliknya. Ah, jadi teringat masa lalu. "Neo nugu ni[1]?" Tiba-tiba suara Seonsaengnim perempuan yang terdengar cempreng membingungkanku. "Siapa? Siapa yang siapa?" Aku menoleh ke arah belakangku. Melarak-lirik sekeliling, barang kali ada si siapa yang di maksud Seonsaengnim itu. "Kau!" Aku diam sejenak mengartikan tiap huruf yang keluar dari mulut guru itu. Kenapa aku tiba-tiba bodoh begini? Apa semua karena Kim Na Ra, gadis sombong itu? Ah, sudahlah Mike fokus pada sekolahmu saja. “Oh, saya? Joneun[2] Cha Jung Won, Seonsaengnim." Terdengar beberapa keributan kecil di bagian temp
Kim Na Ra POV “Na Ra, benarkan yang aku katakan, Cha Jung Won fans club benar-benar ada!” ujar Ji Hyun menggebu-gebu. Ji Hyun selalu punya banyak waktu untuk membicarakan laki-laki tampan seperti sekarang. Bahkan, sejak laki-laki itu sekolah sebulan yang lalu, tidak henti-hentinya dia bercerita tentang laki-laki itu. Ji Hyun mengatakan bahwa sikap Cha Jung Won sangat dingin sedingin es pada perempuan. Meskipun dingin, Jung Won termasuk siswa cerdas dalam mata pelajaran apapun. Pesonanya yang luar biasa di atas rata-rata membuat setiap wanita jatuh cinta dan masih banyak cerita lainnya. “Lalu? Kau juga jatuh cinta padanya?” cecarku. Aku sangat yakin kali ini Ji Hyun tidak hanya sekadar suka pada Jung Won hanya karena laki-laki itu tampan. Sepertinya Ji Hyun benar-benar sudah jatuh cinta pada Jung Won. “Ani, Anieyo! Jinjja anieyo[1]!” ucapnya gugup. Aku tahu jika saat ini Ji Hyun sedang berbohong padaku. “Benarkah? Apa kau tidak membohongiku? Jujur saja kau menyukainya lebih dari sek
Cha Jung Won POV Aku sudah sekolah di SIHS selama satu bulan. Benar dugaanku, fans club season 2 benar-benar muncul. Sama halnya seperti di London, anggota fans club di sini juga beragam mulai dari gadis paling cantik sampai gadis paling biasa saja. Kalian tahu? Tiap pagi selalu saja ada kado di atas mejaku mulai dari coklat, baju, sepatu, makanan, minuman, dan masih banyak yang lainnya. Kalau mereka langsung memberikannya padaku pasti sudah aku tolak mentah-mentah. Mereka pikir aku tidak mampu? Sampai harus diberikan sumbangan? Selama sebulan ini aku hanya dekat dengan Heo Joon Jae. Salah satu teman sekelasku. Aku memang tipe laki-laki yang dingin terhadap perempuan. Rasanya enggan kalau harus memberikan harapan palsu. Sumbangan-sumbangan itu pasti aku berikan pada Joon Jae atau aku bagikan pada temen-temen di kelas. Kulihat Joon Jae masih sibuk memilah-milah sumbangan mana yang akan ia bawa sebelum akhirnya sumbangan itu berpindah tangan ke teman-teman yang lain. Dia memilih kaos b
Kim Na Ra POV Sepulang sekolah aku langsung mandi dan ganti baju. Aku bersiap untuk kerja paruh waktu di sebuah coffeshop terkenal di daerah Namdaemun-ro, Myeong-dong. Untuk sampai ke sana, hanya perlu waktu sekita 15-20 menit saja mengingat lokasi runah atapku yang berada di Insadong. Aku mengenakan seragam kerja dan memoles wajah dengan make up. Kucepol rambut panjangku dengan jepit hitam. Kuambil tas kecil dan berjalan menuju gang depan rumah atapku. Aku berjalan beberapa meter ke halte bus. Tak berapa lama bus tujuanku tiba dan aku langsung menaikinya. Sesampainya di tempat kerja, aku langsung membereskan cangkir-cangkir kopi yang sudah tidak dipakai oleh pelanggan, mengambilkan pesanan, dan melayani tamu. Badanku terasa pegal. Jam di lenganku menunjukkan pukul sembilan malam. Aku beristirahat sejenak di tempat kasir menggantikan temanku yang ingin ke toilet. Seorang pelanggan mengantre di depan meja kasir memesan tiga gelas sexagintuple vanilla bean mocha frappuccino. Daebak!
Cha Jung Won POV “K A U?” Mata gadis itu terbelalak saat menatapku. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa gadis ini harus bekerja seperti ini? Apakah orangtuanya menelantarkannya? “Ikut aku!” Aku mencengkram lengannya dengan cukup kencang. “Ke mana? Ini sudah malam aku mau pulang! Kau jangan macam-macam padaku.” Ini pertama kalinya gadis itu berbicara dengan memakai kosakata banmal padaku. Namun, aku tidak peduli! Lagi pula aku juga sudah terbiasa memakai kosakata banmal padanya. “Ternyata kau orang yang terlalu percaya diri! Siapa juga yang mau berbuat macam-macam padamu? Aku hanya akan mengantarmu pulang.” Gadis ini sungguh terlalu percaya diri. Aku hanya kasihan padanya. Ini sudah malam, tak baik seorang gadis keluyuran malam-malam. “Mengantarku? Untuk apa kau repot-repot mengantarku? Kau dan aku tidak seakrab itu untuk saling mengantar.” Gadis ini benar-benar keras kepala. Padahal, aku hanya berniat baik, tetapi dia sama sekali tak melihat kebaikanku. “Sekarang sudah larut ma
Cha Jung Won POV “Saranghae[2]~~ Jung Won,” ucap Yoon Na. Perempuan ini benar-benar tidak mempunyai rasa malu. Berani sekali mengungkapkan perasaannya pada laki-laki. “Aku sudah tahu!” jawabku. “Lalu?” Kening Yoon Na berkerut. “Apa kau sudah selesai berbicara denganku? Sekarang aku sibuk. Aku mau latihan basket. Minggu depan ada lomba.” tukasku. “Jung Won ah~~ aku sudah mengungkapkan isi hatiku padamu dan kau seenaknya saja meninggalkanku?” Yoon Na memegang lenganku. Gadis ini selalu saja memegangku seenak jidatnya. Sudah jelas, aku paling tidak suka dipegang-pegang. “Lepas! Apa kau tidak malu mengejarku?” Kuhempaskan lengannya kasar. “Tidak. Sama sekali tidak. Aku tidak akan pernah menyerah sampai kau benar-benar membalas perasaanku.” Yoon Na sama sekali tak terintimidasi dengan sikap kasarku. Argh! Aku benar-benar tertekan dengan fandom seperti dia. “What ever! I don’t care anything about you! Bikyeo![3]” Aku pergi meninggalkan Yoon Na yang berdiri dipinggir lapangan basket.