Kim Na Ra POV
“Na Ra, benarkan yang aku katakan, Cha Jung Won fans club benar-benar ada!” ujar Ji Hyun menggebu-gebu. Ji Hyun selalu punya banyak waktu untuk membicarakan laki-laki tampan seperti sekarang. Bahkan, sejak laki-laki itu sekolah sebulan yang lalu, tidak henti-hentinya dia bercerita tentang laki-laki itu. Ji Hyun mengatakan bahwa sikap Cha Jung Won sangat dingin sedingin es pada perempuan. Meskipun dingin, Jung Won termasuk siswa cerdas dalam mata pelajaran apapun. Pesonanya yang luar biasa di atas rata-rata membuat setiap wanita jatuh cinta dan masih banyak cerita lainnya.
“Lalu? Kau juga jatuh cinta padanya?” cecarku. Aku sangat yakin kali ini Ji Hyun tidak hanya sekadar suka pada Jung Won hanya karena laki-laki itu tampan. Sepertinya Ji Hyun benar-benar sudah jatuh cinta pada Jung Won.
“Ani, Anieyo! Jinjja anieyo[1]!” ucapnya gugup. Aku tahu jika saat ini Ji Hyun sedang berbohong padaku.
“Benarkah? Apa kau tidak membohongiku? Jujur saja kau menyukainya lebih dari sekadar fangirl kan?” ucapku seraya memakan menu set di kantin. Kusuapkan bulgogi ke mulutku. Sungguh, bulgogi ini sangat nikmat apalagi ditambah dengan harganya yang sangat ramah di kantong siswa sepertiku. Jujur saja, aku hanya bisa perbaikan gizi ketika makan di sekolah. Jika di luaran sana, aku lebih sering memakan ramyeon atau kimbap saja.
“Ah~~ Molla[2]! Jangan mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan aneh, Na Ra!”
“ Ah, ternyata Ji Hyun-ku benar-benar sudah jatuh cinta. Kau tidak usah malu, aku pasti akan mendukungmu, tenang saja.” Selama ini Ji Hyun hanya senang membicarakan laki-laki tampan tapi dia tidak pernah benar-benar menyukainya. Bahkan, selama ini dia tidak pernah berpacaran.
“Kau sendiri bagaimana? Apa kau menyukai seseorang?” tanya Ji Hyun seolah mengalihkan perhatianku.
“Hm, ani.” Aku menggeleng. Jujur saja, aku masih terbayang cinta pertamaku yang tak terbalaskan. Laki-laki itu kakak kelasku di Sekolah Terpadu Nanyang. Dulu aku masih gadis dekil yang tidak bisa berdandan yang duduk di kelas 7 sedangkan dia duduk di kelas 11. Dia adalah laki-laki paling popular di sekolah. Ketampanannya bertambah karena dia mahir bermain musik dan atlet basket. Selain itu, dia juga ketua OSIS. Perfect! Sejak dia lulus, aku tidak pernah bertemu lagi dengannya. Dari gossip yang kudengar, dia pindah ke luar negeri dengan orangtuanya.
“Na Ra? Apa yang kau lamunkan? Kau masih memikirkan Seung Jo Seonbae?”
“Ng? Sedikit. Lagi pula dia tidak mungkin mengingatku, bahkan mungkin tidak pernah mengenalku.” Sesakit itu? Ya, sesakit itu rasa cinta yang bertepuk sebelah tangan.
"Aku tak mengira kau masih menyukainya. Lupakanlah dia Na Ra! Sudah 4 tahun kau tak pernah tahu kabar Seung Jo Seonbae. Apa kau tak mau mencoba menjalin hubungan dengan laki-laki lain? Lee Ki misalnya. Bukankah Lee Ki pernah menyatakan perasaannya padamu?" Ah, Ji Hyun andai melupakan semudah itu, pasti sudah lama kulakukan. Sayangnya, aku tak mampu menghilangkan Seung Jo Seonbae dari hatiku.
"Aku belum tertarik untuk berpacaran Ji Hyun. Lagipula aku tak memiliki perasaan apapun pada Lee Ki selain hanya teman satu kelas dan partner di OSIS." Aku kembali menyendokkan nasi dan lauk ke mulutku. Hening beberapa saat karena kami sibuk dengan makanan masing-masing sampai akhirnya Ji Hyun kembali membicarakan Cha Jung Won.
“Na Ra, sudah tiga hari ini di motor Jung Won tersimpan banyak hadiah. Mulai dari cake, minuman mahal, sepatu, kaos, smartwatch, coklat, ah jinjja dia benar-benar laki-laki paling popular saat ini di SIHS. Lalu yang membuatnya semakin keren, dia tidak pernah mau menerima hadiah-hadiah itu. Bahkan, dia menganggap semua itu hanya sumbangan yang tak layak untuk dipertimbangkan. Ah, dia benar-benar pintar menjaga image. Dia lebih senang membagikan hadiah-hadiah itu di kelas,” cerocos Ji Hyun panjang lebar. Kalau sudah membicarakan Cha Jung Won, Ji Hyun ahlinya.
“Sombong!” komentarku.
“Kesombongannya tertutup dengan wajah tampannya Na Ra.” Ji Hyun mulai menggila. Sudah jelas laki-laki itu sombong, kenapa dia masih menyukainya?
“Baiklah aku tidak akan berdebat denganmu, sulit bicara dengan orang yang sedang jatuh cinta,” ledekku.
“Ani! Anieyo! Aku tidak jatuh cinta Na Ra.” Ji Hyun memberengutkan wajahnya.
“HAHA. Geojismal[3]! Sudah jelas kau jatuh cinta masih saja mengelak!” ledekku.
“Ah~~~ molla!” Ji Hyun semakin memberengutkan wajahnya.
***
Suara bel pulang berbunyi dengan kencang. Aku langsung membereskan buku-bukuku dan bergegas untuk pulang. Song Yi teman sekelasku mengajakku untuk rapat OSIS mengenai lomba basket antar sekolah yang akan dilaksanakan di sekolahku. Selaku wakil ketua OSIS aku wajib ikut dalam rapat ini.
“Saya mau dengar laporan dari tim dana dan sponsorship,” ucap Lee Ki selaku Ketua OSIS di SNHS.
“Sejauh ini dana yang sudah terkumpul sebesar 3.000.000 won. 1.200.000 won dari sponsor, sisanya dari uang pendaftaran lomba. Dana yang sudah digunakan 1.354.400 won untuk pembelian hadiah, medali, konsumsi, dan tips juri," jelas Song Yi.
“Bagaimana dengan laporan dari tim dekorasi dan acara?”
“Untuk dekorasi kami memerlukan dana sekitar 300.000 won untuk membayar vendor.”
“Undangan acara sudah disebar?” tanya Lee Ki.
“Sudah.”
“Rapat cukup sampai di sini. Minggu depan di hari Senin kita akan rapat kembali,” pungkas Lee Ki. Anggota OSIS membubarkan diri. Tiba-tiba Lee Ki menghalau jalanku.
“Na Ra tunggu. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” ucap Lee Ki. Kutebak Lee Ki pasti ingin bertanya mengenai jawabanku. Sudah lama dia mengungkapkan perasaannya padaku. Aku bingung karena hatiku masih milik Seung Jo Seonbae. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Lee Ki. Dia tampan, pintar, kaya, good boy, ketua OSIS pula. Namun, entah kenapa aku tidak dapat menerima hatinya. Lagi pula aku tidak berminat untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Aku hanya ingin lebih fokus belajar, kerja, dan yang paling penting hatiku masih milik Seung Jo Seonbae.
“Apa yang ingin kau katakan?” tanyaku.
“Sampai kapan kau akan menghindariku? Aku hanya ingin kepastian darimu. Aku lelah mengejarmu. Setiap kali aku bertanya tentang jawabanmu, kau selalu menghindar! Apa kekuranganku untukmu? Perempuan lain mengantre ingin menjadi pacarku, kenapa kau malah bersikap sebaliknya?” Jelas sekali Lee Ki terlihat putus asa. Wajar saja ia sudah mengejarku sejak duduk di kelas X. Apa aku harus menolaknya hari ini?
“Lebih baik kita bicarakan ini lain kali.” Lagi, kucoba menghindar. Aku benar-benar tak ingin pertemanan kami berantakan hanya karena aku menolaknya. Benarkah yang kulakukan atau justru perbuatanku ini seolah mempermainkan hati Lee Ki seperti pendapat Song Yi?
“Tidak ada lain kali. Aku mau jawabanmu sekarang. Sudah cukup waktuku menunggumu selama 1 tahun Na Ra.” Lee Ki mencengkram lenganku. Mungkin memang lebih baik kuakhiri penantiannya hari ini.
“Mianhe, aku tidak bisa menerima perasaanmu. Mulai sekarang kau tidak perlu memperhatikanku lagi. Kau bisa mendapatkan perempuan mana pun di sekolah ini kecuali aku.” Aku langsung pergi meninggalkan Lee Ki. Ia sempat memanggil namaku. Namun, aku tak menghiraukannya.
***
Suara klakson motor yang cukup kencang memekak telingaku. Aku terkejut dan terjatuh. Aku segera bangun dan menghampiri si pengendara motor yang seenaknya. Apa dia tidak memiliki mata? Sampai-sampai ia hampir menabrakku? Ah, benar-benar menyebalkan!
“Ya~~! Turun!” hardikku. Si pengendara membuka helm full face-nya. “Kau?” Mataku membulat ketika tahu si pengendara motor adalah laki-laki aneh yang super menyebalkan itu. Padahal sudah satu bulan kami tak bertemu, kenapa sekarang harus bertemu? Ergh!
“Kau mau mati hah?” bentaknya.
“Kau, kau berani membentakku? Cepat minta maaf!” timpalku. Laki-laki ini benar-benar menguras habis emosiku.
“What ever! Minggir!” Si laki-laki aneh menghempaskan lengannya di depanku. Dasar idiot!
“Jalanan ini masih luas, kau tidak perlu repot-repot mengusirku!” Entah karena alasan apa? Aku selalu terbawa emosi jika bertemu dengan laki-laki ini. Sampai saat ini aku tidak tahu namanya siapa? Omo! Untuk apa aku tahu namanya? Tidak perlu. Dia manusia paling idiot yang pernah kutemui.
“Naik!” perintahnya padaku.
“Hah?” Apa pendengaranku bermasalah? Apa katanya? Naik? untuk apa dia memintaku naik ke motornya?
“Ppalli[4]!” Malaikat mana yang tiba-tiba merasukinya? Mengapa laki-laki ini tiba-tiba baik? Tapi sebenarnya dia memang baik, pernah menolongku juga, tapi sayang menyebalkan!
“Andwae[5]!” Aku langsung pergi meninggalkan dia. Sebenarnya dia itu siapa? Dia benar-benar aneh!
***
[1] Tidak, sumpah tidak kok (kurang lebih begitu artinya kalau diartikan dalam bahasa Indonesia)
[2] Enggak tahu ah! (kurang lebih begitu artinya kalau diartikan dalam bahasa Indonesia)
[3] bohong
[4] cepetan
[5] Enggak mau
Cha Jung Won POV Aku sudah sekolah di SIHS selama satu bulan. Benar dugaanku, fans club season 2 benar-benar muncul. Sama halnya seperti di London, anggota fans club di sini juga beragam mulai dari gadis paling cantik sampai gadis paling biasa saja. Kalian tahu? Tiap pagi selalu saja ada kado di atas mejaku mulai dari coklat, baju, sepatu, makanan, minuman, dan masih banyak yang lainnya. Kalau mereka langsung memberikannya padaku pasti sudah aku tolak mentah-mentah. Mereka pikir aku tidak mampu? Sampai harus diberikan sumbangan? Selama sebulan ini aku hanya dekat dengan Heo Joon Jae. Salah satu teman sekelasku. Aku memang tipe laki-laki yang dingin terhadap perempuan. Rasanya enggan kalau harus memberikan harapan palsu. Sumbangan-sumbangan itu pasti aku berikan pada Joon Jae atau aku bagikan pada temen-temen di kelas. Kulihat Joon Jae masih sibuk memilah-milah sumbangan mana yang akan ia bawa sebelum akhirnya sumbangan itu berpindah tangan ke teman-teman yang lain. Dia memilih kaos b
Kim Na Ra POV Sepulang sekolah aku langsung mandi dan ganti baju. Aku bersiap untuk kerja paruh waktu di sebuah coffeshop terkenal di daerah Namdaemun-ro, Myeong-dong. Untuk sampai ke sana, hanya perlu waktu sekita 15-20 menit saja mengingat lokasi runah atapku yang berada di Insadong. Aku mengenakan seragam kerja dan memoles wajah dengan make up. Kucepol rambut panjangku dengan jepit hitam. Kuambil tas kecil dan berjalan menuju gang depan rumah atapku. Aku berjalan beberapa meter ke halte bus. Tak berapa lama bus tujuanku tiba dan aku langsung menaikinya. Sesampainya di tempat kerja, aku langsung membereskan cangkir-cangkir kopi yang sudah tidak dipakai oleh pelanggan, mengambilkan pesanan, dan melayani tamu. Badanku terasa pegal. Jam di lenganku menunjukkan pukul sembilan malam. Aku beristirahat sejenak di tempat kasir menggantikan temanku yang ingin ke toilet. Seorang pelanggan mengantre di depan meja kasir memesan tiga gelas sexagintuple vanilla bean mocha frappuccino. Daebak!
Cha Jung Won POV “K A U?” Mata gadis itu terbelalak saat menatapku. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa gadis ini harus bekerja seperti ini? Apakah orangtuanya menelantarkannya? “Ikut aku!” Aku mencengkram lengannya dengan cukup kencang. “Ke mana? Ini sudah malam aku mau pulang! Kau jangan macam-macam padaku.” Ini pertama kalinya gadis itu berbicara dengan memakai kosakata banmal padaku. Namun, aku tidak peduli! Lagi pula aku juga sudah terbiasa memakai kosakata banmal padanya. “Ternyata kau orang yang terlalu percaya diri! Siapa juga yang mau berbuat macam-macam padamu? Aku hanya akan mengantarmu pulang.” Gadis ini sungguh terlalu percaya diri. Aku hanya kasihan padanya. Ini sudah malam, tak baik seorang gadis keluyuran malam-malam. “Mengantarku? Untuk apa kau repot-repot mengantarku? Kau dan aku tidak seakrab itu untuk saling mengantar.” Gadis ini benar-benar keras kepala. Padahal, aku hanya berniat baik, tetapi dia sama sekali tak melihat kebaikanku. “Sekarang sudah larut ma
Cha Jung Won POV “Saranghae[2]~~ Jung Won,” ucap Yoon Na. Perempuan ini benar-benar tidak mempunyai rasa malu. Berani sekali mengungkapkan perasaannya pada laki-laki. “Aku sudah tahu!” jawabku. “Lalu?” Kening Yoon Na berkerut. “Apa kau sudah selesai berbicara denganku? Sekarang aku sibuk. Aku mau latihan basket. Minggu depan ada lomba.” tukasku. “Jung Won ah~~ aku sudah mengungkapkan isi hatiku padamu dan kau seenaknya saja meninggalkanku?” Yoon Na memegang lenganku. Gadis ini selalu saja memegangku seenak jidatnya. Sudah jelas, aku paling tidak suka dipegang-pegang. “Lepas! Apa kau tidak malu mengejarku?” Kuhempaskan lengannya kasar. “Tidak. Sama sekali tidak. Aku tidak akan pernah menyerah sampai kau benar-benar membalas perasaanku.” Yoon Na sama sekali tak terintimidasi dengan sikap kasarku. Argh! Aku benar-benar tertekan dengan fandom seperti dia. “What ever! I don’t care anything about you! Bikyeo![3]” Aku pergi meninggalkan Yoon Na yang berdiri dipinggir lapangan basket.
Kim Na Ra POV Han Na Seonsaeng-nim sedang sibuk menjelaskan materi Seni Rupa di layar proyektor. Kali ini aku benar-benar tak dapat berkonsentrasi dengan baik. Pikiranku melayang-layang tak karuan. Aku masih sibuk memikirkan si laki-laki aneh yang semalam sukses mengantarkanku pulang. Dia terheran-heran melihat aku yang hidup di rumah atap. Berulang kali dia bertanya ke mana orangtuaku, tetapi aku malas menjawabnya. Untuk apa? Itu urusan pribadiku. Lagi pula dia bukan siapa-siapa! Dia adalah laki-laki teraneh yang pernah aku temui. Tatapannya selalu aneh padaku. Seperti ada banyak pertanyaan yang muncul di otaknya tentangku. Padahal, kami sama sekali tidak pernah saling mengenal satu sama lain. Kenapa dia harus penasaran tentang hidupku? “Kim Na Ra!” Teriakan Han Na Seonsaeng-nim membuyarkan lamunanku. “Ye~~ Seosaeng-nim?” tanyaku gelagapan. “Kau sama sekali tidak memerhatikan pembelajaran! Saya sedang menjelaskan pelajaran! TOLONG PERHATIKAN!” Han Na Seonsaeng-nim memelototkan ma
Cha Jung Won POV Peluh menetes satu demi satu di keningku. Aku baru saja menyelesaikan pertandingan dengan hasil memuaskan. Tim basketku masuk final. Tim cheers bersorak riang, begitu pula dengan tim supporter dari sekolahku. “DAEBAK! Jung Won! Kau benar-benar luar biasa!” puji Joon Jae. Matanya berbinar-binar. Aku akui, hari ini aku sangat luar biasa karena berhasil membuat harum nama sekolah baruku. Padahal hal ini sudah sering terjadi ketika aku masih di London. “Jung Won chughahae![1] selangkah lagi kau bisa membuat sekolah kami menjadi juara,” puji Se Gyeong. Salah satu fans-ku selain Yoon Na. “Gomawo[2]!” jawabku. “Ini untukmu!” Se Gyeong menyodorkan sebotol minuman isotonic padaku. “Tidak perlu!” tolakku. Se Gyeong membawa kembali minumannya dan duduk kembali di kursi penonton. Kulihat raut wajahnya kecewa, biarlah daripada aku menerimanya lalu dia berharap lebih padaku, itu lebih kejam. “Terima saja minuman dari Se Gyeong! Apa susahnya? Kau terlalu jual mahal Jung Won!”
Kim Na Ra POV “Seonbae, kau tidak perlu berharap lagi padaku. Aku secara resmi akan memperkenalkan pacarku padamu, Kim Na Ra.” WHAT? Apa katanya? PACARKU? Sejak kapan aku menjadi pacarnya? Mataku membulat mendengar pernyataan Mike barusan. Iblis! Laki-laki ini benar-benar iblis! Kulihat perempuan di sebelahnya terkejut dan terperangah tak percaya. “DIA? Perempuan biasa ini? Pacarmu?” Perempuan itu tertawa sinis merendahkanku. Suaranya melengking menusuk telinga! Apalagi dia berbicara setengah berteriak, membuat semua mata tertuju padaku. Apa lagi kata-katanya sangat tajam. Sepertinya perempuan ini perlu disumpal mulutnya supaya tidak asal bicara! “Iya. Dia pacarku, jadi kau tidak perlu mengejar-ngejarku lagi.” Kulihat beberapa perempuan di kursi penonton terbelalak tak percaya. Mereka seolah menahan napas kecewa. “Tunggu! Ini hanya kesalahpahaman. Aku bukan pacarnya.” Aku buru-buru menolak pengakuan Mike tadi. Mike GILA! “Jagiya! Kenapa kau tidak mau mengakuiku? Kau tidak perlu m
Kim Na Ra POV “Deal?” tanya Mike seraya menyodorkan tangan kanannya padaku. “Deal!” sahutku. Setelah kejadian kemarin, sepulang sekolah Mike tiba-tiba datang ke kompleks rumah atapku. Lelaki ini memang benar-benar menyebalkan! Sikapnya benar-benar di luar ekspektasi. Tanpa basa-basi dia memintaku menjadi kekasihnya. Awalnya jelas kutolak, tetapi setelah diskusi yang sangat panjang termasuk pasal-pasal larangan yang boleh dan tidak boleh dilakukan akhirnya aku pun setuju dengan kontrak berpacaran selama enam bulan. “Mengenai ucapanmu kemarin, apakah itu benar?” tanyaku. “Mueo?[2]” Dia malah balik bertanya. Kedua alis tebalnya bertaut. “Ucapanmu tentang aku yang selalu hadir dalam mimpimu.” “Maj-a![3] Kau memang selalu muncul dalam mimpiku. Mungkin itu cara Tuhan menunjukkan bahwa kau tercipta untuk menjadi modelku.” Lelaki itu menyilangkan kakinya dengan santai di atas sofa rumah atapku. “Ergh! Aku tidak menyukai foto!” timpalku cemberut. “Tapi mulai hari ini kau harus menyukai