Cha Jung Won POV
Aku sudah sekolah di SIHS selama satu bulan. Benar dugaanku, fans club season 2 benar-benar muncul. Sama halnya seperti di London, anggota fans club di sini juga beragam mulai dari gadis paling cantik sampai gadis paling biasa saja. Kalian tahu? Tiap pagi selalu saja ada kado di atas mejaku mulai dari coklat, baju, sepatu, makanan, minuman, dan masih banyak yang lainnya. Kalau mereka langsung memberikannya padaku pasti sudah aku tolak mentah-mentah. Mereka pikir aku tidak mampu? Sampai harus diberikan sumbangan?
Selama sebulan ini aku hanya dekat dengan Heo Joon Jae. Salah satu teman sekelasku. Aku memang tipe laki-laki yang dingin terhadap perempuan. Rasanya enggan kalau harus memberikan harapan palsu. Sumbangan-sumbangan itu pasti aku berikan pada Joon Jae atau aku bagikan pada temen-temen di kelas. Kulihat Joon Jae masih sibuk memilah-milah sumbangan mana yang akan ia bawa sebelum akhirnya sumbangan itu berpindah tangan ke teman-teman yang lain. Dia memilih kaos berwarna maroon, topi, smartswatch, cake mangga, dan cokelat royce. Sisanya ia berikan pada teman-teman lain di belakang.
“Neo jimsim-iya[1] tidak mau salah satu dari hadiah ini?” tanya Joon Jae sambil menunjukkan beberapa barang padaku. Pemuda berlesung pipi itu masih sibuk memilah-milah barang di atas meja sambil sesekali menggodaku.
“Aku tidak perlu sumbangan! Jika aku mau, aku bisa membelinya sendiri.” Kuabaikan Joon Jae. Aku lebih sibuk memainkan kameraku sambil sesekali memotret pemandangan di kelas ini. Di meja depan terlihat siswa kutu buku sedang sibuk membaca tanpa memedulikan keriuhan kelas. Dengan sengaja, aku memotretnya. Lalu ada juga beberapa siswa perempuan di meja tengah sibuk berbincang seputar kekasih atau pun lelaki idaman mereka.
“Omo[2]! Kau bilang ini sumbangan? Ya~! Cha Jung Won, mereka memberikan semua ini dengan CINTA. Mungkin saja semua mereka lakukan karena mereka suka denganmu.” Joon Jae mulai berceramah membuatku seolah lelaki pesakitan yang tak tahu berterimakasih.
“Untuk apa aku terima? Aku tidak pernah meminta mereka memberikan apapun padaku.” Kembali kuputarbalik ucapan Joon Jae. Aku tak merasa ini suatu kesalahan, toh perempuan-perempuan itu sendiri yang datang dan memberikanku barang-barang yang sebenarnya tak kuperlukan sama sekali.
“Waaa, Waaaa, aku merinding melihat kekejamanmu. Kau benar-benar kejam Cha Jung Won!” teriak Nam Gil dengan ekspresi berlebihan dan menjijikan. “Menu set sama white chocolate mocca ini untukku ya?” Ia langsung menyambar keduanya dan menyedot minuman itu dalam sekali sedotan.
“Ambil saja. Chingu-ra[3] ada yang mau? Ambil saja!” teriakku. Siswa lain langsung berkerubut di depan mejaku mengambil barang, makanan, atau minuman yang mereka sukai. Mereka bagaikan semut yang mendapatkan gula-gula dan saat kejadian itu berlangsung aku kembali memotretnya.
“Neo jin-jja[4] tidak mau menerima cinta dari salah satu fans-mu? Yoon Na Seonbae cham yebbeoyo[6]. Dia primadona di sini! Baru sekarang dia mengejar laki-laki. Kau benar-benar beruntung karena Yoon Na Seonbae menyukaimu!” cerocos Joon Jae. Aku tahu Yoon Na menyukaiku, tapi aku tidak berminat untuk menjalin hubungan dengan perempuan. Aku hanya ingin fokus menjadi fotografer.
“No way!” jawabku ketus. Aku kembali melihat-lihat layar kamera-ku seraya memperhatikan beberapa hasil bidikanku. Hasilnya cukup menarik meski tetap pesona Kim Na Ra tak pernah bisa hilang. Dia tetap menempati peringkat pertama untuk menjadi muse di karya-karyaku. Konsentrasiku terganggu ketika Joon Jae dengan seenaknya mengambil kameraku. Dasar teman kurang ajar!
“Wae? Aigo[7]! Jung Won apakah kau gay? Ya Tuhan, sadarkanlah dia!” Kujitak kepala Joon Jae. Sembarangan!
“Aw! Jenjang[9]! Ya~ Cha Jung Won!” Joon Jae berbicara seraya meringis kesakitan. Rasakan!
“Kau selalu saja berasumsi! Jaga ucapanmu! Aku masih NORMAL!” Kurebut kembali kameraku dari tangan Joon Jae.
“Kau sendiri yang membuatku curiga, fans-mu itu cantik-cantik. Sepanjang sejarah aku sekolah di sini, baru kali ini ada fans club untuk laki-laki tampan. Anggotanya hampir seluruh siswa popular di sini, tapi tidak ada satu pun yang kau lirik, dan itu sangat-sangat mencurigakan!” ucapnya penuh penekanan. Ia mulai memasukkan beberapa cokelat ke mulutnya.
“Aku belum minat berpacaran!” tegasku. "Kalau kau suka dengan Yoon Na atau fans-fans-ku yang lain, kau sajalah yang berpacaran dengan mereka. Aku ikhlas!"
“Jeongmal? Jika suatu hari kau jatuh cinta, tetapi ternyata orang yang kau sukai tidak mencintaimu, kau akan menyesal Jung Won. Sebaiknya kau ingat ucapanku.” Ucapan yang terlontar dari mulut besar Joon Jae seolah-olah menyumpahiku. Dasar teman kurang ajar!
"Ya~ kau menyumpahiku?"
"Tidak. Aku hanya mengingatkan kau sebagai teman yang baik, Jung Won! Ingat, karma itu nyata." Joon Jae tersenyum penuh kemenangan lalu kembali memakan cokelat dan mulai membuka cake mangga pilihannya. Joon Jae sialan!
Karena malas berdebat dengan Joon Jae, kupilih menyediri di meja paling belakang. Sebenarnya di kelasku juga ada satu perempuan yang selalu diam-diam memperhatikanku. Dia memang tidak bergabung dalam anggota Jung Won fans club, tetapi aku tahu dia memiliki perasaan lebih untukku. Nama gadis itu, Ji Hyun. Dia cukup cantik dengan postur tubuhnya yang ideal. Kuakui gadis berambut cokelat ini sangat cocok menjadi model. Namun sayangnya, dia bukan muse yang aku cari. Dia selalu berusaha mengajakku untuk berbincang meski lebih sering kuabaikan.
“Jung Won annyeong[10], perkenalkan namaku Ji Hyun. Kau mau ke mana?” tanya Ji Hyun waktu hari pertama aku masuk sekolah saat jam istirahat.
“Kantin,” jawabku singkat.
“Aku temani ya?” Kulirik raut wajahnya sekilas. Tersirat dengan jelas gadis ini tertarik padaku. Ia tipikal orang yang tak bisa menyembunyikan ekskpresi wajahnya. Matanya seolah berbinar saat menatapku. Gadis ini harus segera kuhempaskan!
“Hmm.” Aku masih berjalan menuju kantin yang sebenarnya aku sendiri tidak tahu kantin ada di mana? Aku sempat melarak-lirik ke sana ke mari sebelum akhirnya dapat melihat papan penunjuk arah yang bertuliskan arah kantin.
“Kau dulu sekolah di mana?” tanya gadis itu. Aku berdecak dalam hati, ini adalah trik paling basi yang sering gadis-gadis lakukan saat mendekatiku. Aku sudah hafal semua trik-trik konyol ini.
“London,” jawabku. “Aku pergi dulu!” Aku langsung pergi menghindari Ji Hyun.
Hari ini kulihat Ji Hyun masih sering mencuri-curi pandang padaku. Risih sebenarnya, tapi aku malas untuk menegur ataupun menyapanya. Aku takut dia salah paham. Apalagi Ji Hyun terkenal sangat menyukai laki-laki tampan. Sampai-sampai dia selalu tahu nama dan kelas laki-laki tampan di SIHS dan SNHS.
Membicarakan SNHS, sejak kejadian terlambat dan pertengkaran tteokbokk-i waktu itu, aku belum pernah bertemu lagi dengan si gadis muse. Dia seolah raib entah ke mana? Mungkin karena kami tidak satu sekolah makanya kami tidak pernah bertemu. Di kantin pun aku tidak pernah bertemu dengannya. Lho? Kenapa aku malah membicarakan dia? Fokuslah, Jung Won!
“Jung Won makan sama-sama yuk!” Sebuah suara mengejutkanku. Apalagi tiba-tiba saja dua buah tangan lentik berkulit putih tiba-tiba saja bergelayut manja di lenganku. Sudah dapat ditebak siapa pelakunya? Tentu saja, Yoon Na.
“Tidak perlu, Seonbae. Aku lebih nyaman makan sendiri,” tolakku seraya melepaskan diri dari cengkraman Yoon Na. Karena jarak kami cukup dekat, aku dapat mencium aroma parfum di sekitar Yoon Na.
“Ayolah Jung Won sekali saja, mau ya?” rengeknya. Lagi, gadis tak tahu malu itu bergelayut manja di lenganku. Demi Tuhan, dia sangat mengganggu!
“Seonbae makan bersama Joon Jae saja ya! Bye!” Sekali lagi kulepaskan tanganku dari cengkraman Yoon Na. Aku langsung pergi tanpa memedulikan Yoon Na yang mulai mengumpat dan berteriak-teriak memanggil namaku.
Kim Na Ra, gadis itu sepertinya akan panjang umur. Baru saja saat istirahat aku memikirnya, tiba-tiba saja sepulang sekolah kami tanpa sengaja bertemu. Lalu, entah karena alasan apa aku malah mengajaknya untuk naik motor bersamaku. Sayangnya, ajakanku DITOLAK! Padahal di sekolah perempuan lain mengantre ingin berboncengan denganku. Malah ada sebagian yang pura-pura sakit supaya aku mau mengantarkan mereka. Mereka pikir aku bodoh? Sampai tidak bisa membedakan mana yang sakit dengan drama queen?
Sebenarnya aku penasaran dengan Kim Na Ra, kenapa dia bisa tiba-tiba muncul di mimpiku padahal hari pertama kami bertemu ya di Seoul. Anehnya, aku sudah dua kali memimpikannya sejak aku tinggal di London. Sangat aneh bukan? Itu sebabnya aku penasaran dengannya. Apa aku dan dia memang pernah bertemu sebelumnya?
***
[1] Kamu serius
[2] Oh tidak
[3] Teman-teman
[4] Kamu benar-benar
[5] Panggilan kakak kepada perempuan yang lebih tua
[6] Sangat cantik
[7] Mirip dengan astaga dalam bahasa Korea
[9] Sialan
[10] hai
Kim Na Ra POV Sepulang sekolah aku langsung mandi dan ganti baju. Aku bersiap untuk kerja paruh waktu di sebuah coffeshop terkenal di daerah Namdaemun-ro, Myeong-dong. Untuk sampai ke sana, hanya perlu waktu sekita 15-20 menit saja mengingat lokasi runah atapku yang berada di Insadong. Aku mengenakan seragam kerja dan memoles wajah dengan make up. Kucepol rambut panjangku dengan jepit hitam. Kuambil tas kecil dan berjalan menuju gang depan rumah atapku. Aku berjalan beberapa meter ke halte bus. Tak berapa lama bus tujuanku tiba dan aku langsung menaikinya. Sesampainya di tempat kerja, aku langsung membereskan cangkir-cangkir kopi yang sudah tidak dipakai oleh pelanggan, mengambilkan pesanan, dan melayani tamu. Badanku terasa pegal. Jam di lenganku menunjukkan pukul sembilan malam. Aku beristirahat sejenak di tempat kasir menggantikan temanku yang ingin ke toilet. Seorang pelanggan mengantre di depan meja kasir memesan tiga gelas sexagintuple vanilla bean mocha frappuccino. Daebak!
Cha Jung Won POV “K A U?” Mata gadis itu terbelalak saat menatapku. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa gadis ini harus bekerja seperti ini? Apakah orangtuanya menelantarkannya? “Ikut aku!” Aku mencengkram lengannya dengan cukup kencang. “Ke mana? Ini sudah malam aku mau pulang! Kau jangan macam-macam padaku.” Ini pertama kalinya gadis itu berbicara dengan memakai kosakata banmal padaku. Namun, aku tidak peduli! Lagi pula aku juga sudah terbiasa memakai kosakata banmal padanya. “Ternyata kau orang yang terlalu percaya diri! Siapa juga yang mau berbuat macam-macam padamu? Aku hanya akan mengantarmu pulang.” Gadis ini sungguh terlalu percaya diri. Aku hanya kasihan padanya. Ini sudah malam, tak baik seorang gadis keluyuran malam-malam. “Mengantarku? Untuk apa kau repot-repot mengantarku? Kau dan aku tidak seakrab itu untuk saling mengantar.” Gadis ini benar-benar keras kepala. Padahal, aku hanya berniat baik, tetapi dia sama sekali tak melihat kebaikanku. “Sekarang sudah larut ma
Cha Jung Won POV “Saranghae[2]~~ Jung Won,” ucap Yoon Na. Perempuan ini benar-benar tidak mempunyai rasa malu. Berani sekali mengungkapkan perasaannya pada laki-laki. “Aku sudah tahu!” jawabku. “Lalu?” Kening Yoon Na berkerut. “Apa kau sudah selesai berbicara denganku? Sekarang aku sibuk. Aku mau latihan basket. Minggu depan ada lomba.” tukasku. “Jung Won ah~~ aku sudah mengungkapkan isi hatiku padamu dan kau seenaknya saja meninggalkanku?” Yoon Na memegang lenganku. Gadis ini selalu saja memegangku seenak jidatnya. Sudah jelas, aku paling tidak suka dipegang-pegang. “Lepas! Apa kau tidak malu mengejarku?” Kuhempaskan lengannya kasar. “Tidak. Sama sekali tidak. Aku tidak akan pernah menyerah sampai kau benar-benar membalas perasaanku.” Yoon Na sama sekali tak terintimidasi dengan sikap kasarku. Argh! Aku benar-benar tertekan dengan fandom seperti dia. “What ever! I don’t care anything about you! Bikyeo![3]” Aku pergi meninggalkan Yoon Na yang berdiri dipinggir lapangan basket.
Kim Na Ra POV Han Na Seonsaeng-nim sedang sibuk menjelaskan materi Seni Rupa di layar proyektor. Kali ini aku benar-benar tak dapat berkonsentrasi dengan baik. Pikiranku melayang-layang tak karuan. Aku masih sibuk memikirkan si laki-laki aneh yang semalam sukses mengantarkanku pulang. Dia terheran-heran melihat aku yang hidup di rumah atap. Berulang kali dia bertanya ke mana orangtuaku, tetapi aku malas menjawabnya. Untuk apa? Itu urusan pribadiku. Lagi pula dia bukan siapa-siapa! Dia adalah laki-laki teraneh yang pernah aku temui. Tatapannya selalu aneh padaku. Seperti ada banyak pertanyaan yang muncul di otaknya tentangku. Padahal, kami sama sekali tidak pernah saling mengenal satu sama lain. Kenapa dia harus penasaran tentang hidupku? “Kim Na Ra!” Teriakan Han Na Seonsaeng-nim membuyarkan lamunanku. “Ye~~ Seosaeng-nim?” tanyaku gelagapan. “Kau sama sekali tidak memerhatikan pembelajaran! Saya sedang menjelaskan pelajaran! TOLONG PERHATIKAN!” Han Na Seonsaeng-nim memelototkan ma
Cha Jung Won POV Peluh menetes satu demi satu di keningku. Aku baru saja menyelesaikan pertandingan dengan hasil memuaskan. Tim basketku masuk final. Tim cheers bersorak riang, begitu pula dengan tim supporter dari sekolahku. “DAEBAK! Jung Won! Kau benar-benar luar biasa!” puji Joon Jae. Matanya berbinar-binar. Aku akui, hari ini aku sangat luar biasa karena berhasil membuat harum nama sekolah baruku. Padahal hal ini sudah sering terjadi ketika aku masih di London. “Jung Won chughahae![1] selangkah lagi kau bisa membuat sekolah kami menjadi juara,” puji Se Gyeong. Salah satu fans-ku selain Yoon Na. “Gomawo[2]!” jawabku. “Ini untukmu!” Se Gyeong menyodorkan sebotol minuman isotonic padaku. “Tidak perlu!” tolakku. Se Gyeong membawa kembali minumannya dan duduk kembali di kursi penonton. Kulihat raut wajahnya kecewa, biarlah daripada aku menerimanya lalu dia berharap lebih padaku, itu lebih kejam. “Terima saja minuman dari Se Gyeong! Apa susahnya? Kau terlalu jual mahal Jung Won!”
Kim Na Ra POV “Seonbae, kau tidak perlu berharap lagi padaku. Aku secara resmi akan memperkenalkan pacarku padamu, Kim Na Ra.” WHAT? Apa katanya? PACARKU? Sejak kapan aku menjadi pacarnya? Mataku membulat mendengar pernyataan Mike barusan. Iblis! Laki-laki ini benar-benar iblis! Kulihat perempuan di sebelahnya terkejut dan terperangah tak percaya. “DIA? Perempuan biasa ini? Pacarmu?” Perempuan itu tertawa sinis merendahkanku. Suaranya melengking menusuk telinga! Apalagi dia berbicara setengah berteriak, membuat semua mata tertuju padaku. Apa lagi kata-katanya sangat tajam. Sepertinya perempuan ini perlu disumpal mulutnya supaya tidak asal bicara! “Iya. Dia pacarku, jadi kau tidak perlu mengejar-ngejarku lagi.” Kulihat beberapa perempuan di kursi penonton terbelalak tak percaya. Mereka seolah menahan napas kecewa. “Tunggu! Ini hanya kesalahpahaman. Aku bukan pacarnya.” Aku buru-buru menolak pengakuan Mike tadi. Mike GILA! “Jagiya! Kenapa kau tidak mau mengakuiku? Kau tidak perlu m
Kim Na Ra POV “Deal?” tanya Mike seraya menyodorkan tangan kanannya padaku. “Deal!” sahutku. Setelah kejadian kemarin, sepulang sekolah Mike tiba-tiba datang ke kompleks rumah atapku. Lelaki ini memang benar-benar menyebalkan! Sikapnya benar-benar di luar ekspektasi. Tanpa basa-basi dia memintaku menjadi kekasihnya. Awalnya jelas kutolak, tetapi setelah diskusi yang sangat panjang termasuk pasal-pasal larangan yang boleh dan tidak boleh dilakukan akhirnya aku pun setuju dengan kontrak berpacaran selama enam bulan. “Mengenai ucapanmu kemarin, apakah itu benar?” tanyaku. “Mueo?[2]” Dia malah balik bertanya. Kedua alis tebalnya bertaut. “Ucapanmu tentang aku yang selalu hadir dalam mimpimu.” “Maj-a![3] Kau memang selalu muncul dalam mimpiku. Mungkin itu cara Tuhan menunjukkan bahwa kau tercipta untuk menjadi modelku.” Lelaki itu menyilangkan kakinya dengan santai di atas sofa rumah atapku. “Ergh! Aku tidak menyukai foto!” timpalku cemberut. “Tapi mulai hari ini kau harus menyukai
Cha Jung Won POV "Jung Won! Kau sudah membaca papan pengumuman di lantai bawah?" tanya Joon Jae seraya menepuk pundakku. Aku yang sedang sibuk memainkan kameraku sambil sesekali memotret ke arah luar jendela langsung menoleh ke sumber suara. "Belum, kenapa?" sahutku seraya menggedikkan bahu. Kusimpan kameraku di atas meja lalu duduk berhadapan dengan Joon Jae. "Ada pengumuman lomba fotografi. Bukankah kau sangat menyukai fotografi?" timpal Joon Jae antusias. Tanpa memedulikan Joon Jae, aku langsung keluar dari kelas menuju lokasi papan pengumuman di lantai 1. Aku berjalan setengah berlari melewati koridor kelas XI dan menuruni empat buah anak tangga yang dibuat melingkar. Ada beberapa siswi perempuan yang histeris saat melihatku lewat. Ada juga yang diam-diam mengambil gambar wajahku di ponselnya. Ah, aku tidak peduli dengan penggemar-penggemarku yang semakin bertambah semenjak aksi basketku mencuat. Hal terpenting saat ini adalah aku harus segera sampai di lantai 1 untuk melihat p