"Kejar!"
Seorang gadis tengah berlari dengan susah payah, kaki mungilnya dia paksa untuk melangkah lebih lebar. Keringat bercucuran seiring anak tangga yang dilaluinya, dia berhenti sejenak sekedar menghirup oksigen dengan bebas. "Tunggu lo!" Gadis itu menoleh dan dengan cepat kembali menaiki satu demi satu anak tangga di gedung kosong tersebut. Air mata menetes deras, dia sangat takut. Kakinya terus menapaki anak tangga kusam tersebut hingga sampailah dia di atap bangunan. Dia menatap ke bawah, tinggi. Sangat tinggi! Tubuhnya mulai bergetar, haruskah dia menjatuhkan tubuhnya? Dia meraih ponsel, mencoba menghubungi seseorang. Sial! Kenapa ponselnya harus mati di saat seperti ini? "Itu dia!" Gadis itu menoleh, secepat mungkin dia menghindar. Mata bulatnya memancarkan ketakutan, dia menggeleng saat ketiga orang itu mulai mendekat. Dia semakin memundurkan langkah, mencoba kabur dari ketiga lelaki tersebut. Namun, seorang dari mereka mencekal pergelangan tangannya, mendorong dengan kasar hingga membuat gadis itu tersungkur. Gadis itu meringis kala lututnya bersentuhan dengan lantai yang kasar. Dia tersentak saat tubuhnya ditarik paksa sehingga membuatnnya jatuh terlentang. Gadis itu beringsut mundur, memeluk lutut dengan erat. "Tolong … kumohon jangan," lirihnya mengiba. Tangisnya pecah saat seorang dari mereka menarik bajunya hingga robek, dia berusaha menutupi area bahunya yang terekspos. Mata bulat itu menatap orang di depannya dengan kecewa, bagaimana mungkin sahabatnya sendiri tega melakukan hal sekejam ini padanya? Apa yang membuat sahabatnya berubah? Plak! Gadis itu meringis kala sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, rasanya sangat sakit. Tangisnya semakin keras, selama ini fisiknya tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar. "Gue cinta sama lo, Sya. Lo tau itu, tapi lo seakan gak peduli!" teriaknya lantang. Plak! Pria itu kembali menampar gadis di depannya, rasa kasihan seolah telah lenyap dalam dirinya. Melihat gadis itu yang hanya diam, membuat emosinya kian membuncah. Pria itu mendorongnya dengan keras, tidak peduli kulit gadis itu terluka karena kasarnya lantai. "Gue lebih dulu ada di hidup lo, kenapa dia yang mendapatkan tempat spesial?" "Jawab gue, Sya!" teriaknya sembari mencengkeram keras dagu gadis itu. Nesya hanya diam, dia tak mampu menjawab. Hanya air mata yang menjadi jawaban akan pertanyaan sahabatnya. Dia memberontak saat dua orang lainnya memegangi tangannya, pergerakannya terkunci, Nesya tak mampu lagi melawan. Haruskah dia pasrah? Tuhan, takdir apa ini? Apakah hidupnya akan berakhir dengan cara tragis? Nesya menatap pria di depannya dengan takut, terlebih ketika pria itu mulai melucuti pakaian dan merangkak ke arahnya. Nesya kembali memberontak. Namun, sayang, usahanya sia-sia. Tenaganya tidak seimbang dengan mereka, dia hanya seorang perempuan, terlebih dia sendirian. Nesya menjerit saat sahabat yang dia percaya merenggut apa yang selama ini dia jaga. Merenggut apa yang bukan hak-nya. Menjadikan Nesya gadis kotor yang tidak berguna dan tidak diharapkan. "Gilir, semua harus ngerasain," ujar salah satu diantara mereka. Ia menatap Nesya buas, tangannya bergerak memainkan miliknya. Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, pria yang merupakan sahabat Nesya berjalan mendekat. Jleb! Napas Nesya tercekat saat sebilah pisau mendarat di perutnya, darah mulai mengalir. Mereka dengan tega meninggalkan Nesya seorang diri, membiarkan gadis itu meregang nyawa dengan perlahan. Nesya menyentuh perutnya, mengangkat tangan yang kini penuh dengan darah. Dia tertawa pelan, tawa yang penuh kepedihan. Tangannya bergetar, dia mulai merangkai huruf demi huruf. Menuliskan nama ketiga sang pelaku, agar ketika jasadnya ditemukan, polisi mampu menangkap mereka dengan cepat. Seorang pria mendekatinya dan mulai menghapus tulisan gadis lemah itu, dia menyeringai kemudian membersihkan jejaknya. Beberapa barang dia letakkan di samping gadis itu, agar polisi salah menangkap orang dan tidak ada yang mengetahui perbuatan bejatnya. Dia merogoh saku celana kemudian mengarahkan benda tersebut ke kepala Nesya. Dia tersenyum licik, sebentar lagi mata bulat itu akan terpejam dengan erat. "Selamat tinggal, Sayang," ujarnya dengan seringaian yang tercetak jelas di sudut bibirnya. Dor! *** "Kak Nesya!" Seorang gadis berteriak dan mulai mengarahkan pandangan, dia mengelus dadanya. Hanya mimpi! Kenapa terasa sangat nyata? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia menatap langit dengan pilu, di tangannya tergenggam sebuah buku diary. Air mata menetes kala dia membuka lembar demi lembar buku tersebut, sebuah foto terselip tepat di tengah. Dia mengambil foto itu, menatapnya dengan penuh kerinduan. Sekuat apa pun dia menyembunyikan lukanya, pada akhirnya luka itu terpampang jelas. Luka yang membuat hidupnya tidak berwarna, buta, tanpa adanya sebuah rasa. Itu juga alasan mengapa Allana dulu menjadi seorang badgirl! Dia terluka, kecewa pada takdir yang tidak memihaknya. Ting! Dia menoleh, tangannya menggapai ponsel yang semula dia letakkan begitu saja. Ada sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal, tak ingin ambil pusing, Allana membiarkannya begitu saja. Dia kembali menggapai benda pipih tersebut, masih dari nomor yang sama. Kali ini Allana berbaik hati membaca pesan tersebut. Baru saja dia mengetikkan balasan, seseorang menepuk bahunya pelan. Allana terperanjat, dia menatap wanita paruh baya yang kini tengah tersenyum ke arahnya. Allana memejamkan mata saat merasakan elusan di pucuk kepalanya. "Ada apa, Sayang? Kenapa kamu berteriak?" tanya wanita itu lembut. "Hanya mimpi buruk, Mah," jawab Allana lembut. Dia menghapus sisa air mata di pipinya, sedikit malu karena dia terlambat. Mamahnya pasti sudah melihat. "Tidur lagi, yah! Ini sudah larut malam." Allana mengangguk dengan pelan, dia kemudian meletakkan kembali buku diary tersebut. Wanita itu tersenyum, ia mencium lembut pucuk kepala Allana. "Good night, Sayang," ucapnya sembari melangkah keluar. Membiarkan anak gadisnya beristirahat dengan tenang. "Good night too, Mah," timpal Allana tersenyum. Dia memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuh yang hari ini cukup terkuras tenaganya. Tidak butuh waktu lama, Allana mulai terlelap, melupakan niatnya untuk membalas pesan tersebut.Semua siswa-siswi SMK Darma Bakti berbondong-bondong menuju lapangan upacara, mereka saling berdesakkan, saling dorong hanya untuk melihat dua siswa yang tengah berkelahi. Para siswi memekik histeris saat melihat ketua OSIS mereka tergeletak, sementara sang pelaku dengan santainya menghisap puntung rokok. Sesekali Gerall terbatuk karena menghirup terlalu banyak asap, dirinya memang tidak menyukai barang berbahaya tersebut. Namun, Gerall tetap memaksakan diri mengkonsumsinya. Seorang badboy selalu identik dengan rokok bukan? "Woy! Bagi air," ujarnya lantang. Gerall dengan santai merebut botol air mineral dari seorang siswi. Meneguknya dengan rakus kemudian mengembalikan botol bekas tersebut pada sang pemilik. "Jangan dibuang! Mending pake tempat minum lo, biar jadi ciuman," ujarnya sembari mengendipkan sebelah matanya genit. Para siswi memekik histeris, Gerall hanya terkekeh pelan sembari menghampiri tubuh rivalnya yang masih tergeletak. "Bangun, woy! Panas, elah. Betah amat ti
"Semua orang punya topeng masing-masing, tinggal bagaimana cara kita memakainnya." Gerall Yuan Elfateh ***Allana menghempaskan tubuhnya di tempat tidur, Allana tidak habis pikir ada orang seperti Gerall. Gerall memang nakal, petakilan dan hama di hidupnya. Namun, baru kali ini Allana melihat cowok itu meneteskan air mata.Setelah hampir dua tahun Allana mengenal Gerall. Ah, lebih tepatnya Gerall yang mengenalnya karena Allana baru mengenal Gerall setahun yang lalu. Allana menemukan sisi lain seorang Gerall.Gerall memang tidak seburuk yang Allana kira, tetapi kejadian tadi membuat Allana faham jika Gerall tidak bercanda dengan ucapannya. Ah, mengingat itu membuat mood Allana rusak saja."Gerall Yuan Elfateh, gue baru tahu siapa lo sebenarnya. Gue kira lo sama aja kayak badboy lain. Lo beda banget Gerall, gue salut sama lo," ujarnya sembari menatap langit-langit kamar dengan lukisan galaksi Andromeda dan b
"Gerall!" teriak Allana karena kini mereka tengah dalam perjalanan."Apa?" ujar Gerall yang juga berteriak."Tadi itu beneran kakak lo?""Iya!""Kok, bisa masuk penjara?"Allana memekik kaget saat Gerall menghentikan motornya tiba-tiba. Untung jalanan sedang sepi. Jika tidak, mereka pasti sudah kecelakaan. Eh, ngomong-ngomong ini di mana? Ini bukan jalan menuju rumahnya."Kalau lo mau tau, lo harus jadi pacar gue.""Jangan mimpi!""Terserah, pada akhirnya lo akan tetap jadi pacar gue," ujar Gerall santai.Allana mendelik, memukul punggung Gerall cukup keras. Gerall hanya tertawa kecil, pukulan Allana bukan apa-apa baginya."Ayo ikut.""Ke mana?""Ke kuburan," jawab Gerall sekenanya."Hah?""Jangan berisik ini kuburan!"Allana mengedarkan pandangannya. Benar, ini memang tempat pemakaman, tapi untuk apa Gerall mengajaknya ke sini? Apa Gerall akan membunuhnya lalu mengubur tubuhnya di sini? Baiklah Allana, kurangi menonton film tentang psikopat."Gue mau ngenalin lo sama orang tua gue,"
"Jangan buka-bukaan sama gue! Takutnya khilap." Gerall Yuan Elfateh ***Seorang gadis tengah berjalan dengan santai di koridor yang masih sepi, mungkin hanya Allana murid yang baru tiba di sekolah, bahkan gerbang juga belum dibuka. Mengingat ini masih pukul 6 pagi dan cuaca sedikit mendung.Jika kalian bertanya bagaimana cara Allana masuk? Allana memanjat lewat belakang. Allana tidak sebaik yang orang kira, di sekolah image-nya memang sangat baik. Namun, siapa yang tahu jika Allana mantan seorang badgirl.Allana membulatkan mata saat menatap seseorang di ujung koridor. Gerall tengah berjalan ke arahnya, dengan cepat Allana bersembunyi ke dalam toilet. Semenjak kejadian di mana Gerall masuk ke kamarnya, Allana mencoba menghindari Gerall.Sepertinya Allana harus berlama-lama di dalam toilet, karena Gerall juga memasuki toilet yang sama. Allana merutuki kebodohannya karena masuk tolitet pria, karena terlalu pan
Allana dengan telaten mengobati luka di tangan Gerall, kini mereka tengah berada di UKS. Jam masuk masih lama, mereka tak perlu khawatir telat. Allana mengeluarkan kotak dari tas, memberikannya pada Gerall yang hanya menatapnya bingung.Melihat Gerall yang hanya diam, Allana membuka kotak tersebut kemudian menyodorkan satu potong sandwich. Dengan senang hati Gerall menerimanya dan terjadilah aksi suap-suapan."Lo ada masalah? Cerita sama gue," ujar Allana memulai obrolan.Gerall hanya menggeleng pelan karena mulutnya tengah mengunyah. Senakal apa pun dirinya, Gerall tidak pernah berbicara saat tengah mengunyah. Selain takut keselek, ibunya pernah mengatakan jika itu perbuatan yang tidak sopan.Gerall kembali membuka mulut saat Allana kembali menyodorkan sandwich ke mulutnya. Mimpi apa Gerall semalam sampai mendapatkan keberuntungan seperti ini."Sekarang gue temen lo."Gerall mengangguk dengan antusias, tidak menyangka jika Allana mau berteman dengan orang seperti dirinya. Setidaknya
Gerall tengah berdiri dengan malas, panas sinar matahari membuat kulit putihnya nampak memerah. Gerall tengah dijemur bersama ratusan murid lainnya. Telinga seakan berdengung, mendengarkan pidato kepala sekolah yang hampir memakan waktu selama satu jam.Semua murid mungkin menganggap hari senin adalah hari yang paling mereka benci, di mana mereka harus panas-panasan saat mengikuti upacara. Hari yang sangat jauh dengan waktu weekend, begitupun dengan Gerall.Sebagai seorang badboy, membolos saat upacara adalah rutinitasnya. Namun, sayang. Kali ini Gerall tidak beruntung, Allana memergokinya saat tengah meroko di warung belakang.Sial memang!Padahal jika mereka menyadari makna penting dalam upacara, mereka tidak akan mengeluh seperti itu. Para pahlawan rela mengorbankan nyawanya untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi para murid seakan tak menyadari itu."Gila, gak cape apa ceramah mulu? Yang denger juga gak ada," ujar Gerall sembari mengamati para murid yang sibuk sendiri.Ada yang sibuk
Gerall tengah berlari mendorong brankar Allana, Gerall meniru cara Kapten Yoo di drama Korea Descendants Of The Sun. Bedanya di sini tidak ada dokter yang menaiki tubuh Allana.Karena terlalu panik, ruang UGD bahkan sampai terlewat. Anehnya mereka malah berhenti tepat di depan ruang mayat, alhasil mereka harus putar balik layaknya orang yang sedang menghindari razia. Gerall melepaskan brankar Allana saat sudah sampai di depan pintu UGD. Sebelum suster memintanya agar tidak ikut masuk, Gerall terlebih dahulu duduk di salah satu kursi tunggu. Gerall sudah tau, sekeras apa pun keinginannya masuk, mereka tidak akan memberikan izin. Daripada melakukan drama dan memperlambat penanganan, Gerall lebih baik duduk. Sedikit ngos-ngosan karena memang sudah terlebih dahulu diisi banyak drama yang menyebabkan hambatan. Pemikirannya tidak sesuai dengan fakta! Ini yang disebut realita tak semanis ekspektasi. Tujuannya mengikuti cara Kapten Yoo agar bisa lebih cepat melakukan penanganan. Namun, y
"Diri mencoba mengiklaskan. Namun, rasa rindu sering kali menghantui." Gerall Yuan Elfateh ***Gerall tengah duduk termenung, pikirannya berkelana pada kejadian dua tahun lalu. Kejadian kelam yang berhasil memporak-porandakan kebahagiaan keluarganya.Gerall mencoba melupakan kejadian kelam itu. Namun, hati kecilnya selalu merasakan rindu yang memaksa untuk kembali mengingat. Semua tak semudah yang Gerall pikirkan.Gerall menggapai pigura yang selalu terpajang rapih di atas meja belajar. Menatap dengan penuh haru barang tersebut. Tangannya terulur mengusap lembut foto kedua orang tuanya, mereka tersenyum cerah ke arah kamera.Di bagian belakang pigura, terdapat tulisan penuh makna. Rasa bangga keluarga akan dirinya yang mengikuti jejak sang kakak. Derill dan Gerall laksana pinang dibelah dua, dari sikap, kebiasaan sampai prestasi, keduanya selalu memiliki kesamaan."Kami masih sama, ayah, bunda," ujar Gera