Share

Fake A Badboy
Fake A Badboy
Penulis: CessaLc

Nesya

"Kejar!"

Seorang gadis tengah berlari dengan susah payah, kaki mungilnya dia paksa untuk melangkah lebih lebar. Keringat bercucuran seiring anak tangga yang dilaluinya, dia berhenti sejenak sekedar menghirup oksigen dengan bebas.

"Tunggu lo!"

Gadis itu menoleh dan dengan cepat kembali menaiki satu demi satu anak tangga di gedung kosong tersebut. Air mata menetes deras, dia sangat takut.

Kakinya terus menapaki anak tangga kusam tersebut hingga sampailah dia di atap bangunan. Dia menatap ke bawah, tinggi. Sangat tinggi! Tubuhnya mulai bergetar, haruskah dia menjatuhkan tubuhnya? Dia meraih ponsel, mencoba menghubungi seseorang.

Sial!

Kenapa ponselnya harus mati di saat seperti ini?

"Itu dia!"

Gadis itu menoleh, secepat mungkin dia menghindar. Mata bulatnya memancarkan ketakutan, dia menggeleng saat ketiga orang itu mulai mendekat.

Dia semakin memundurkan langkah, mencoba kabur dari ketiga lelaki tersebut. Namun, seorang dari mereka mencekal pergelangan tangannya, mendorong dengan kasar hingga membuat gadis itu tersungkur. Gadis itu meringis kala lututnya bersentuhan dengan lantai yang kasar.

Dia tersentak saat tubuhnya ditarik paksa sehingga membuatnnya jatuh terlentang. Gadis itu beringsut mundur, memeluk lutut dengan erat.

"Tolong … kumohon jangan," lirihnya mengiba.

Tangisnya pecah saat seorang dari mereka menarik bajunya hingga robek, dia berusaha menutupi area bahunya yang terekspos. Mata bulat itu menatap orang di depannya dengan kecewa, bagaimana mungkin sahabatnya sendiri tega melakukan hal sekejam ini padanya? Apa yang membuat sahabatnya berubah?

Plak!

Gadis itu meringis kala sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, rasanya sangat sakit. Tangisnya semakin keras, selama ini fisiknya tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar.

"Gue cinta sama lo, Sya. Lo tau itu, tapi lo seakan gak peduli!" teriaknya lantang.

Plak!

Pria itu kembali menampar gadis di depannya, rasa kasihan seolah telah lenyap dalam dirinya. Melihat gadis itu yang hanya diam, membuat emosinya kian membuncah. Pria itu mendorongnya dengan keras, tidak peduli kulit gadis itu terluka karena kasarnya lantai.

"Gue lebih dulu ada di hidup lo, kenapa dia yang mendapatkan tempat spesial?"

"Jawab gue, Sya!" teriaknya sembari mencengkeram keras dagu gadis itu. Nesya hanya diam, dia tak mampu menjawab. Hanya air mata yang menjadi jawaban akan pertanyaan sahabatnya.

Dia memberontak saat dua orang lainnya memegangi tangannya, pergerakannya terkunci, Nesya tak mampu lagi melawan. Haruskah dia pasrah? Tuhan, takdir apa ini? Apakah hidupnya akan berakhir dengan cara tragis?

Nesya menatap pria di depannya dengan takut, terlebih ketika pria itu mulai melucuti pakaian dan merangkak ke arahnya. Nesya kembali memberontak. Namun, sayang, usahanya sia-sia. Tenaganya tidak seimbang dengan mereka, dia hanya seorang perempuan, terlebih dia sendirian.

Nesya menjerit saat sahabat yang dia percaya merenggut apa yang selama ini dia jaga. Merenggut apa yang bukan hak-nya. Menjadikan Nesya gadis kotor yang tidak berguna dan tidak diharapkan.

"Gilir, semua harus ngerasain," ujar salah satu diantara mereka. Ia menatap Nesya buas, tangannya bergerak memainkan miliknya.

Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, pria yang merupakan sahabat Nesya berjalan mendekat.

Jleb!

Napas Nesya tercekat saat sebilah pisau mendarat di perutnya, darah mulai mengalir. Mereka dengan tega meninggalkan Nesya seorang diri, membiarkan gadis itu meregang nyawa dengan perlahan.

Nesya menyentuh perutnya, mengangkat tangan yang kini penuh dengan darah. Dia tertawa pelan, tawa yang penuh kepedihan. Tangannya bergetar, dia mulai merangkai huruf demi huruf. Menuliskan nama ketiga sang pelaku, agar ketika jasadnya ditemukan, polisi mampu menangkap mereka dengan cepat.

Seorang pria mendekatinya dan mulai menghapus tulisan gadis lemah itu, dia menyeringai kemudian membersihkan jejaknya. Beberapa barang dia letakkan di samping gadis itu, agar polisi salah menangkap orang dan tidak ada yang mengetahui perbuatan bejatnya.

Dia merogoh saku celana kemudian mengarahkan benda tersebut ke kepala Nesya. Dia tersenyum licik, sebentar lagi mata bulat itu akan terpejam dengan erat.

"Selamat tinggal, Sayang," ujarnya dengan seringaian yang tercetak jelas di sudut bibirnya.

Dor!

***

"Kak Nesya!"

Seorang gadis berteriak dan mulai mengarahkan pandangan, dia mengelus dadanya. Hanya mimpi! Kenapa terasa sangat nyata? Apa yang sebenarnya terjadi?

Dia menatap langit dengan pilu, di tangannya tergenggam sebuah buku diary. Air mata menetes kala dia membuka lembar demi lembar buku tersebut, sebuah foto terselip tepat di tengah.

Dia mengambil foto itu, menatapnya dengan penuh kerinduan. Sekuat apa pun dia menyembunyikan lukanya, pada akhirnya luka itu terpampang jelas. Luka yang membuat hidupnya tidak berwarna, buta, tanpa adanya sebuah rasa.

Itu juga alasan mengapa Allana dulu menjadi seorang badgirl! Dia terluka, kecewa pada takdir yang tidak memihaknya.

Ting!

Dia menoleh, tangannya menggapai ponsel yang semula dia letakkan begitu saja. Ada sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal, tak ingin ambil pusing, Allana membiarkannya begitu saja.

Dia kembali menggapai benda pipih tersebut, masih dari nomor yang sama. Kali ini Allana berbaik hati membaca pesan tersebut. Baru saja dia mengetikkan balasan, seseorang menepuk bahunya pelan.

Allana terperanjat, dia menatap wanita paruh baya yang kini tengah tersenyum ke arahnya. Allana memejamkan mata saat merasakan elusan di pucuk kepalanya.

"Ada apa, Sayang? Kenapa kamu berteriak?" tanya wanita itu lembut.

"Hanya mimpi buruk, Mah," jawab Allana lembut. Dia menghapus sisa air mata di pipinya, sedikit malu karena dia terlambat. Mamahnya pasti sudah melihat.

"Tidur lagi, yah! Ini sudah larut malam."

Allana mengangguk dengan pelan, dia kemudian meletakkan kembali buku diary tersebut. Wanita itu tersenyum, ia mencium lembut pucuk kepala Allana.

"Good night, Sayang," ucapnya sembari melangkah keluar. Membiarkan anak gadisnya beristirahat dengan tenang.

"Good night too, Mah," timpal Allana tersenyum.

Dia memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuh yang hari ini cukup terkuras tenaganya. Tidak butuh waktu lama, Allana mulai terlelap, melupakan niatnya untuk membalas pesan tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status