"Kejar!"
Seorang gadis tengah berlari dengan susah payah, kaki mungilnya dia paksa untuk melangkah lebih lebar. Keringat bercucuran seiring anak tangga yang dilaluinya, dia berhenti sejenak sekedar menghirup oksigen dengan bebas. "Tunggu lo!" Gadis itu menoleh dan dengan cepat kembali menaiki satu demi satu anak tangga di gedung kosong tersebut. Air mata menetes deras, dia sangat takut. Kakinya terus menapaki anak tangga kusam tersebut hingga sampailah dia di atap bangunan. Dia menatap ke bawah, tinggi. Sangat tinggi! Tubuhnya mulai bergetar, haruskah dia menjatuhkan tubuhnya? Dia meraih ponsel, mencoba menghubungi seseorang. Sial! Kenapa ponselnya harus mati di saat seperti ini? "Itu dia!" Gadis itu menoleh, secepat mungkin dia menghindar. Mata bulatnya memancarkan ketakutan, dia menggeleng saat ketiga orang itu mulai mendekat. Dia semakin memundurkan langkah, mencoba kabur dari ketiga lelaki tersebut. Namun, seorang dari mereka mencekal pergelangan tangannya, mendorong dengan kasar hingga membuat gadis itu tersungkur. Gadis itu meringis kala lututnya bersentuhan dengan lantai yang kasar. Dia tersentak saat tubuhnya ditarik paksa sehingga membuatnnya jatuh terlentang. Gadis itu beringsut mundur, memeluk lutut dengan erat. "Tolong … kumohon jangan," lirihnya mengiba. Tangisnya pecah saat seorang dari mereka menarik bajunya hingga robek, dia berusaha menutupi area bahunya yang terekspos. Mata bulat itu menatap orang di depannya dengan kecewa, bagaimana mungkin sahabatnya sendiri tega melakukan hal sekejam ini padanya? Apa yang membuat sahabatnya berubah? Plak! Gadis itu meringis kala sebuah tamparan keras mendarat di pipinya, rasanya sangat sakit. Tangisnya semakin keras, selama ini fisiknya tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar. "Gue cinta sama lo, Sya. Lo tau itu, tapi lo seakan gak peduli!" teriaknya lantang. Plak! Pria itu kembali menampar gadis di depannya, rasa kasihan seolah telah lenyap dalam dirinya. Melihat gadis itu yang hanya diam, membuat emosinya kian membuncah. Pria itu mendorongnya dengan keras, tidak peduli kulit gadis itu terluka karena kasarnya lantai. "Gue lebih dulu ada di hidup lo, kenapa dia yang mendapatkan tempat spesial?" "Jawab gue, Sya!" teriaknya sembari mencengkeram keras dagu gadis itu. Nesya hanya diam, dia tak mampu menjawab. Hanya air mata yang menjadi jawaban akan pertanyaan sahabatnya. Dia memberontak saat dua orang lainnya memegangi tangannya, pergerakannya terkunci, Nesya tak mampu lagi melawan. Haruskah dia pasrah? Tuhan, takdir apa ini? Apakah hidupnya akan berakhir dengan cara tragis? Nesya menatap pria di depannya dengan takut, terlebih ketika pria itu mulai melucuti pakaian dan merangkak ke arahnya. Nesya kembali memberontak. Namun, sayang, usahanya sia-sia. Tenaganya tidak seimbang dengan mereka, dia hanya seorang perempuan, terlebih dia sendirian. Nesya menjerit saat sahabat yang dia percaya merenggut apa yang selama ini dia jaga. Merenggut apa yang bukan hak-nya. Menjadikan Nesya gadis kotor yang tidak berguna dan tidak diharapkan. "Gilir, semua harus ngerasain," ujar salah satu diantara mereka. Ia menatap Nesya buas, tangannya bergerak memainkan miliknya. Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, pria yang merupakan sahabat Nesya berjalan mendekat. Jleb! Napas Nesya tercekat saat sebilah pisau mendarat di perutnya, darah mulai mengalir. Mereka dengan tega meninggalkan Nesya seorang diri, membiarkan gadis itu meregang nyawa dengan perlahan. Nesya menyentuh perutnya, mengangkat tangan yang kini penuh dengan darah. Dia tertawa pelan, tawa yang penuh kepedihan. Tangannya bergetar, dia mulai merangkai huruf demi huruf. Menuliskan nama ketiga sang pelaku, agar ketika jasadnya ditemukan, polisi mampu menangkap mereka dengan cepat. Seorang pria mendekatinya dan mulai menghapus tulisan gadis lemah itu, dia menyeringai kemudian membersihkan jejaknya. Beberapa barang dia letakkan di samping gadis itu, agar polisi salah menangkap orang dan tidak ada yang mengetahui perbuatan bejatnya. Dia merogoh saku celana kemudian mengarahkan benda tersebut ke kepala Nesya. Dia tersenyum licik, sebentar lagi mata bulat itu akan terpejam dengan erat. "Selamat tinggal, Sayang," ujarnya dengan seringaian yang tercetak jelas di sudut bibirnya. Dor! *** "Kak Nesya!" Seorang gadis berteriak dan mulai mengarahkan pandangan, dia mengelus dadanya. Hanya mimpi! Kenapa terasa sangat nyata? Apa yang sebenarnya terjadi? Dia menatap langit dengan pilu, di tangannya tergenggam sebuah buku diary. Air mata menetes kala dia membuka lembar demi lembar buku tersebut, sebuah foto terselip tepat di tengah. Dia mengambil foto itu, menatapnya dengan penuh kerinduan. Sekuat apa pun dia menyembunyikan lukanya, pada akhirnya luka itu terpampang jelas. Luka yang membuat hidupnya tidak berwarna, buta, tanpa adanya sebuah rasa. Itu juga alasan mengapa Allana dulu menjadi seorang badgirl! Dia terluka, kecewa pada takdir yang tidak memihaknya. Ting! Dia menoleh, tangannya menggapai ponsel yang semula dia letakkan begitu saja. Ada sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal, tak ingin ambil pusing, Allana membiarkannya begitu saja. Dia kembali menggapai benda pipih tersebut, masih dari nomor yang sama. Kali ini Allana berbaik hati membaca pesan tersebut. Baru saja dia mengetikkan balasan, seseorang menepuk bahunya pelan. Allana terperanjat, dia menatap wanita paruh baya yang kini tengah tersenyum ke arahnya. Allana memejamkan mata saat merasakan elusan di pucuk kepalanya. "Ada apa, Sayang? Kenapa kamu berteriak?" tanya wanita itu lembut. "Hanya mimpi buruk, Mah," jawab Allana lembut. Dia menghapus sisa air mata di pipinya, sedikit malu karena dia terlambat. Mamahnya pasti sudah melihat. "Tidur lagi, yah! Ini sudah larut malam." Allana mengangguk dengan pelan, dia kemudian meletakkan kembali buku diary tersebut. Wanita itu tersenyum, ia mencium lembut pucuk kepala Allana. "Good night, Sayang," ucapnya sembari melangkah keluar. Membiarkan anak gadisnya beristirahat dengan tenang. "Good night too, Mah," timpal Allana tersenyum. Dia memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuh yang hari ini cukup terkuras tenaganya. Tidak butuh waktu lama, Allana mulai terlelap, melupakan niatnya untuk membalas pesan tersebut.Semua siswa-siswi SMK Darma Bakti berbondong-bondong menuju lapangan upacara, mereka saling berdesakkan, saling dorong hanya untuk melihat dua siswa yang tengah berkelahi. Para siswi memekik histeris saat melihat ketua OSIS mereka tergeletak, sementara sang pelaku dengan santainya menghisap puntung rokok. Sesekali Gerall terbatuk karena menghirup terlalu banyak asap, dirinya memang tidak menyukai barang berbahaya tersebut. Namun, Gerall tetap memaksakan diri mengkonsumsinya. Seorang badboy selalu identik dengan rokok bukan? "Woy! Bagi air," ujarnya lantang. Gerall dengan santai merebut botol air mineral dari seorang siswi. Meneguknya dengan rakus kemudian mengembalikan botol bekas tersebut pada sang pemilik. "Jangan dibuang! Mending pake tempat minum lo, biar jadi ciuman," ujarnya sembari mengendipkan sebelah matanya genit. Para siswi memekik histeris, Gerall hanya terkekeh pelan sembari menghampiri tubuh rivalnya yang masih tergeletak. "Bangun, woy! Panas, elah. Betah amat ti
"Semua orang punya topeng masing-masing, tinggal bagaimana cara kita memakainnya." Gerall Yuan Elfateh ***Allana menghempaskan tubuhnya di tempat tidur, Allana tidak habis pikir ada orang seperti Gerall. Gerall memang nakal, petakilan dan hama di hidupnya. Namun, baru kali ini Allana melihat cowok itu meneteskan air mata.Setelah hampir dua tahun Allana mengenal Gerall. Ah, lebih tepatnya Gerall yang mengenalnya karena Allana baru mengenal Gerall setahun yang lalu. Allana menemukan sisi lain seorang Gerall.Gerall memang tidak seburuk yang Allana kira, tetapi kejadian tadi membuat Allana faham jika Gerall tidak bercanda dengan ucapannya. Ah, mengingat itu membuat mood Allana rusak saja."Gerall Yuan Elfateh, gue baru tahu siapa lo sebenarnya. Gue kira lo sama aja kayak badboy lain. Lo beda banget Gerall, gue salut sama lo," ujarnya sembari menatap langit-langit kamar dengan lukisan galaksi Andromeda dan b
"Gerall!" teriak Allana karena kini mereka tengah dalam perjalanan."Apa?" ujar Gerall yang juga berteriak."Tadi itu beneran kakak lo?""Iya!""Kok, bisa masuk penjara?"Allana memekik kaget saat Gerall menghentikan motornya tiba-tiba. Untung jalanan sedang sepi. Jika tidak, mereka pasti sudah kecelakaan. Eh, ngomong-ngomong ini di mana? Ini bukan jalan menuju rumahnya."Kalau lo mau tau, lo harus jadi pacar gue.""Jangan mimpi!""Terserah, pada akhirnya lo akan tetap jadi pacar gue," ujar Gerall santai.Allana mendelik, memukul punggung Gerall cukup keras. Gerall hanya tertawa kecil, pukulan Allana bukan apa-apa baginya."Ayo ikut.""Ke mana?""Ke kuburan," jawab Gerall sekenanya."Hah?""Jangan berisik ini kuburan!"Allana mengedarkan pandangannya. Benar, ini memang tempat pemakaman, tapi untuk apa Gerall mengajaknya ke sini? Apa Gerall akan membunuhnya lalu mengubur tubuhnya di sini? Baiklah Allana, kurangi menonton film tentang psikopat."Gue mau ngenalin lo sama orang tua gue,"
"Jangan buka-bukaan sama gue! Takutnya khilap." Gerall Yuan Elfateh ***Seorang gadis tengah berjalan dengan santai di koridor yang masih sepi, mungkin hanya Allana murid yang baru tiba di sekolah, bahkan gerbang juga belum dibuka. Mengingat ini masih pukul 6 pagi dan cuaca sedikit mendung.Jika kalian bertanya bagaimana cara Allana masuk? Allana memanjat lewat belakang. Allana tidak sebaik yang orang kira, di sekolah image-nya memang sangat baik. Namun, siapa yang tahu jika Allana mantan seorang badgirl.Allana membulatkan mata saat menatap seseorang di ujung koridor. Gerall tengah berjalan ke arahnya, dengan cepat Allana bersembunyi ke dalam toilet. Semenjak kejadian di mana Gerall masuk ke kamarnya, Allana mencoba menghindari Gerall.Sepertinya Allana harus berlama-lama di dalam toilet, karena Gerall juga memasuki toilet yang sama. Allana merutuki kebodohannya karena masuk tolitet pria, karena terlalu pan
Allana dengan telaten mengobati luka di tangan Gerall, kini mereka tengah berada di UKS. Jam masuk masih lama, mereka tak perlu khawatir telat. Allana mengeluarkan kotak dari tas, memberikannya pada Gerall yang hanya menatapnya bingung.Melihat Gerall yang hanya diam, Allana membuka kotak tersebut kemudian menyodorkan satu potong sandwich. Dengan senang hati Gerall menerimanya dan terjadilah aksi suap-suapan."Lo ada masalah? Cerita sama gue," ujar Allana memulai obrolan.Gerall hanya menggeleng pelan karena mulutnya tengah mengunyah. Senakal apa pun dirinya, Gerall tidak pernah berbicara saat tengah mengunyah. Selain takut keselek, ibunya pernah mengatakan jika itu perbuatan yang tidak sopan.Gerall kembali membuka mulut saat Allana kembali menyodorkan sandwich ke mulutnya. Mimpi apa Gerall semalam sampai mendapatkan keberuntungan seperti ini."Sekarang gue temen lo."Gerall mengangguk dengan antusias, tidak menyangka jika Allana mau berteman dengan orang seperti dirinya. Setidaknya
Gerall tengah berdiri dengan malas, panas sinar matahari membuat kulit putihnya nampak memerah. Gerall tengah dijemur bersama ratusan murid lainnya. Telinga seakan berdengung, mendengarkan pidato kepala sekolah yang hampir memakan waktu selama satu jam.Semua murid mungkin menganggap hari senin adalah hari yang paling mereka benci, di mana mereka harus panas-panasan saat mengikuti upacara. Hari yang sangat jauh dengan waktu weekend, begitupun dengan Gerall.Sebagai seorang badboy, membolos saat upacara adalah rutinitasnya. Namun, sayang. Kali ini Gerall tidak beruntung, Allana memergokinya saat tengah meroko di warung belakang.Sial memang!Padahal jika mereka menyadari makna penting dalam upacara, mereka tidak akan mengeluh seperti itu. Para pahlawan rela mengorbankan nyawanya untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi para murid seakan tak menyadari itu."Gila, gak cape apa ceramah mulu? Yang denger juga gak ada," ujar Gerall sembari mengamati para murid yang sibuk sendiri.Ada yang sibuk
Gerall tengah berlari mendorong brankar Allana, Gerall meniru cara Kapten Yoo di drama Korea Descendants Of The Sun. Bedanya di sini tidak ada dokter yang menaiki tubuh Allana.Karena terlalu panik, ruang UGD bahkan sampai terlewat. Anehnya mereka malah berhenti tepat di depan ruang mayat, alhasil mereka harus putar balik layaknya orang yang sedang menghindari razia. Gerall melepaskan brankar Allana saat sudah sampai di depan pintu UGD. Sebelum suster memintanya agar tidak ikut masuk, Gerall terlebih dahulu duduk di salah satu kursi tunggu. Gerall sudah tau, sekeras apa pun keinginannya masuk, mereka tidak akan memberikan izin. Daripada melakukan drama dan memperlambat penanganan, Gerall lebih baik duduk. Sedikit ngos-ngosan karena memang sudah terlebih dahulu diisi banyak drama yang menyebabkan hambatan. Pemikirannya tidak sesuai dengan fakta! Ini yang disebut realita tak semanis ekspektasi. Tujuannya mengikuti cara Kapten Yoo agar bisa lebih cepat melakukan penanganan. Namun, y
"Diri mencoba mengiklaskan. Namun, rasa rindu sering kali menghantui." Gerall Yuan Elfateh ***Gerall tengah duduk termenung, pikirannya berkelana pada kejadian dua tahun lalu. Kejadian kelam yang berhasil memporak-porandakan kebahagiaan keluarganya.Gerall mencoba melupakan kejadian kelam itu. Namun, hati kecilnya selalu merasakan rindu yang memaksa untuk kembali mengingat. Semua tak semudah yang Gerall pikirkan.Gerall menggapai pigura yang selalu terpajang rapih di atas meja belajar. Menatap dengan penuh haru barang tersebut. Tangannya terulur mengusap lembut foto kedua orang tuanya, mereka tersenyum cerah ke arah kamera.Di bagian belakang pigura, terdapat tulisan penuh makna. Rasa bangga keluarga akan dirinya yang mengikuti jejak sang kakak. Derill dan Gerall laksana pinang dibelah dua, dari sikap, kebiasaan sampai prestasi, keduanya selalu memiliki kesamaan."Kami masih sama, ayah, bunda," ujar Gera
Allana menatap takjub kearah Gerall, kekasihnya itu tengah memainkan piano. Desiran ombak serta matahari yang mulai terbenam menambah kesan romantis. Allana bisa merasakan ada debaran emosi dibalik permainan piano Gerall. Canon In D, salah satu musik klasik kesukaannya. Setelah semua yang terjadi dalam hidupnya, Allana akhirnya merasakan debaran yang tidak biasa. Perasaan sedih, sakit dan lega yang muncul secara bersamaan. Allana masih menatap Gerall, wajah Gerall tampak sangat sendu. Allana tahu, Gerall banyak merasakan rasa sakit. Allana tersenyum, mengusap sudut matanya yang mengembun. Bertepuk tangan dengan antusias setelah Gerall mengakhiri permainan pianonya yang penuh emosi. Allana tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memeluk Gerall setelah pria itu berdiri tepat di depannya. "Lo kenapa, Na?" Tanya Gerall seraya membalas pelukan hangat kekasihnya. Gerall mengusap lembut punggung kecil Allana yang sedikit bergetar, membiarkan gadisnya menumpahkan semua rasa yang dipendam
Gerall menatap Allana, tersenyum kecil mendapati betapa bahagianya gadis itu. Gerall melanjutkan aktivitasnya membakar ikan yang baru saja mereka beli, resto ini memang menyediakan layanan agar para pengunjung dapat memasak makanannya sendiri. Allana berjalan mendekat, mengangkat dua botol minuman di kedua tangannya. Menunjukkannya kepada Gerall, membuat Gerall kembali tersenyum. "Gerall gosong!" ujar Allana sedikit berteriak. Gerall tersentak, tangannya tidak sengaja menyenggol botol kecap di sebelahnya. Pandangannya teralihkan menatap ikan bakar di depannya. "Gak gosong sayang," ujar Gerall menatap Allana sekilas, kemudian menunduk mengambil botol kecap yang tergeletak di lantai. Allana tertawa renyah, senang karena berhasil mengerjai kekasihnya itu. "Lo bisa masak?" Tanya Allana berjalan mendekat, meletakkan minuman yang dirinya bawa di atas meja sebelum akhirnya ikut membantu Gerall membakar ikan. "Aku?" "Iya Gerall lo," jawab Allana sedikit mendongak menatap wajah
Burung-burung berkicau merdu, angin berembus dengan pelan. Semesta seakan mendukung suasana hati Gerall yang tengah berbahagia. Gerall tengah sibuk mengelap motor kesayangannya, pria itu bahkan sesekali bersenandung kecil. Gerall terkekeh geli menyadari keanehan pada dirinya. "Let's meet with my princess, bung," ujar Gerall menatap motor kesayangannya yang baru saja selesai dia bersihkan. Ini pertama kali dirinya dan Allana akan berkencan setelah mereka meresmikan hubungan antara keduanya. Gerall tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Gerall bahkan mengetuk kepalanya pelan, bingung dengan dirinya yang tidak bisa menahan senyumnya. "Allana udah bangun belum, yah?" Tanyanya pada diri sendiri. Gerall berjalan santai, meraih ponselnya yang dibiarkan tergeletak begitu saja. Gerall mengotak-atik benda pipih itu, mengetikan sesuatu hingga akhirnya benda pipih itu kini tepat berada di telinganya. "Bangun sayang," ujar Gerall setelah panggilannya tersambung dengan Allana.
"Turun, Sayang," ujar Gerall lembut.Saat ini mereka tengah berada di depan rumah Allana, gadis itu tampak tersipu. Gerall hanya menggeleng pelan, dia tidak mengerti, kenapa perempuan sangat mudah merasa malu?Allana turun dengan pelan, dia menunduk. Menyembunyikan pipinya yang memerah, membuat Gerall menatapnya bingung. Gerall bukan orang yang ahli tentang perempuan, tentu Gerall merasa heran melihat tingkah pacarnya sendiri."Kenapa?" tanya Gerall lembut.Gerall mengacak pelan rambut Allana, membuat gadis itu mendongak menatapnya. Gerall tersenyum, merapikan kembali rambut gadis itu yang berantakan karena ulahnya.Allana diam mematung, jantungnya berdetak sangat cepat. Rasanya tubuh seakan kaku, tak mampu untuk bergerak sedikit pun."Gue masuk dulu," ucap Allana cepat. Allana tidak ingin Gerall tahu bahwa dirinya tengah gugup.Gerall tersenyum, cowok itu memperhatikan Allana masuk. Langkah gadis itu sangat cepat, membuat Gerall tersenyum geli.Gerall kemudian menjalankan motornya, m
Allana berjalan dengan tergesa-gesa, di sampingnya ada Gerall yang tengah menggandeng tangannya. Sedikit menahan tangan Allana karena takut kekasihnya itu terjatuh. Allana mengerutkan bibirnya, Allana sudah menolak digandeng, tetapi Gerall tetap memaksa. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, merasa heran karena kedua sejoli itu tampak sangat akur. "Belajar yang bener! Kalau ada yang ngelabrak lo, lapor sama gue," ucap Gerall saat mereka tiba di depan ruang kelas Allana. Dia mengelus rambut gadis itu, membuat orang-orang melongo karena tingkahnya. "Gak mungkin ada yang berani labrak gue," ujar Allana sembari menyingkirkan tangan Gerall yang masih berada di kepalanya. Gerall tersenyum kemudian berlalu dengan langkah besarnya, karena memang mereka beda kelas. Dia menatap beberapa siswi yang memandangnya heran. Gerall paham, mereka pasti bingung melihatnya berangkat dengan Allana tadi. Gerall terus berjalan menuju kelasnya, hari ini Gerall tidak akan bolos. Dia akan belaj
Gerall menghentikan motornya di sebuah taman, dia turun kemudian menarik tangan Allana. Membawa gadis itu menuju salah satu kursi di sana."Na, gua mau minta tolong," ucap Gerall serius.Gerall menatap Allana lembut, membuat gadis itu ikut menatapnya. Untuk sementara mereka hanya diam, sampai akhirnya Allana memalingkan wajah. Tidak baik juga mereka terlalu lama tatap-tatapan."Minta tolong apa?" tanya Allana sembari menatap lurus ke depan. Dia mati-matian menahan lapar, berharap perutnya tidak berbunyi.Gerall tersenyum, dia menunjuk beberapa tumpukkan kardus sehingga membuat Allana mengernyit heran."Bantu gue dekor taman ini," bujuk Gerall penuh harap. Gerall menatap Allana, meneliti setiap inci wajahnya membuat gadis itu memalingkan pandangan.Gerall terkekeh, dia mengangkat tangan bermaksud mengacak rambut panjang Allana. Namun, dia urungkan karena takut gadis itu marah. Gerall bangkit, kemudian berlalu begitu saja setelah m
Gerall menghentikan motornya di sebuah cafe, menatap sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Setelah dirasa aman, Gerall bergegas masuk. Matanya bergerak menyapu seluruh pengunjung, mencari pria paruh baya yang sudah berjasa dalam hidupnya. Senyum terbit, kala netranya menatap seorang pria paruh baya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Gerall bergegas menemui pria itu, tidak sabar untuk mendengar informasi yang akan orang itu sampaikan. "Ada apa, Yah?" tanya Gerall setelah mendudukkan dirinya di depan pria itu. Pria itu menatap Gerall dengan lembut, dia mengeluarkan sebuah paper bag, sehingga membuat Gerall mengernyit bingung. Karena rasa penasaran Gerall pun meraihnya, hampir saja dia terjengklang karena terkejut. "Ayah Polisi, ini apa?" tanya Gerall pelan. Dia sebenarnya tahu nama benda itu apa, tetapi untuk apa ayah angkatnya memberikan benda ini? Bukankah ini terlalu berbahaya untuk remaja seusia Gerall? "Simpanlah! Suatu saat kamu akan membutuh
Gerall tengah berlari mengelilingi lapangan upacara, keringat terus bercucuran seiring putaran demi putaran yang dirinya lalui. Terik matahari membuatnya sedikit mempercepat larinya, hawa panas menyeruak dari tubuhnya.Gerall duduk selonjoran di bawah pohon mangga, dia meregangkan kaki. Sedikit meringis saat lukanya tak sengaja tergores kerikil. Gerall mengelus luka di kakinya, meniup pelan agar perihnya berkurang.Gerall sedikit termenung saat teringat penyerangan semalam. Entah apa maksud orang itu? Gerall sama sekali tidak tau. Seingatnya, dia tidak pernah berbuat sesuatu yang membuatnya memiliki musuh.Mendongak saat sebuah botol air mineral terpampang di depan wajahnya. Gerall tersenyum dan dengan semangat dirinya menggapai botol tersebut. Menegaknya dengan rakus sehingga menyisakan setengahnya saja."Capek, yah?" tanya orang tersebut sembari duduk di samping Gerall. Allana menatap penuh perhatian orang di sampingnya, tangannya tergerak mengelap keringat yang masih saja membanjir
***Tak terasa air mata Gerall menetes seiring kejadian kelam itu berputar di kepalanya, Gerall kembali menatap pigura yang menampilkan keluarga kecilnya. Mengusap pelan wajah kedua orang tuanya, ia merindukan mereka."Gerall merindukan kalian, apa kalian merindukan Gerall?" ujarnya pelan.Gerall mendongak, menatap langit malam yang kini tengah dihiasi ribuan bintang. Menyalurkan kerinduan tanpa mampu menggapai sang pemilik rindu, diri seolah mencoba tegar. Namun, hati selalu menjerit sakit.Tenggelam dalam luka, terbawa angan yang kian mendalam. Sendiri, tanpa ada sang pelengkap yang menemani. Lidah seolah kelu, diam membisu dalam kesunyian.***Gerall mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, dia baru saja berkunjung dari kediaman Dito, pengacara sang kakak. Mereka membahas kembali kasus dua tahun lalu, banyak hal janggal yang harus mereka ungkap.Salah satunya tragedi penembakkan terhadap mobil keluarganya yang mengakibatkan kedua orang tuanya meregang nyawa.Bunyi nyaring terd