Gerall tengah berlari mendorong brankar Allana, Gerall meniru cara Kapten Yoo di drama Korea Descendants Of The Sun. Bedanya di sini tidak ada dokter yang menaiki tubuh Allana.
Karena terlalu panik, ruang UGD bahkan sampai terlewat. Anehnya mereka malah berhenti tepat di depan ruang mayat, alhasil mereka harus putar balik layaknya orang yang sedang menghindari razia. Gerall melepaskan brankar Allana saat sudah sampai di depan pintu UGD. Sebelum suster memintanya agar tidak ikut masuk, Gerall terlebih dahulu duduk di salah satu kursi tunggu. Gerall sudah tau, sekeras apa pun keinginannya masuk, mereka tidak akan memberikan izin. Daripada melakukan drama dan memperlambat penanganan, Gerall lebih baik duduk. Sedikit ngos-ngosan karena memang sudah terlebih dahulu diisi banyak drama yang menyebabkan hambatan. Pemikirannya tidak sesuai dengan fakta! Ini yang disebut realita tak semanis ekspektasi. Tujuannya mengikuti cara Kapten Yoo agar bisa lebih cepat melakukan penanganan. Namun, yang Gerall lakukan malah memperlambat penanganan. Setelah menunggu cukup lama, dokter akhirnya keluar dengan tampang … astagfirullah. Gerall memegang dadanya karena kaget, entah apa yang terjadi di dalam sana hingga dokter itu tampak sangat memprihatinkan? Melihat tampilan dokter di depannya, membuat Gerall teringat dengan sosok zombi. Dokternya terlalu menakutkan untuk rumah sakit sebesar ini. Tunggu! Bukannya Allana tidak berdarah? Kenapa bisa ada adegan berdarah-darah seperti ini? "Bagaimana keadaannya, Dok?" ujar Gerall memberanikan diri. Merasa penasaran sekaligus bingung. Dokter tersebut memandang Gerall dengan tatapan … entahlah! Gerall sendiri tidak tau. Tiba-tiba dokter tersebut mencengkram bahu Gerall dengan kuat. Gerall masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa dokter bertindak sangat aneh? "Harusnya kamu tau, dia masih sangat muda. Kenapa kamu melakukannya?" ujar dokter tersebut menatap Gerall. Lakukan? Memang apa yang telah Gerall lakukan? Apa karena tadi Gerall mendorong brankar Allana terlalu kelewatan? Jadi, nyawa Allana tidak bisa ditolong. "Di-dia selamat, kan?" ujar Gerall sedikit terbata. Dokter melepaskan cengkraman dari bahu Gerall, dia kemudian menggeleng pelan. Gerall meneguk salivanya, diam mematung. Jika tau akan seperti ini, Gerall rela menabrakkan mobil mahalnya pada gerbang sekolah. Andai saja Gerall punya kesempatan untuk mengulang lagi, ia akan melakukan hal yang sama. Maksudnya, ia akan menabrakan mobilnya. Percuma, Gerall! Kata andai tidak bisa membantu. "Berilah dia kekuatan! Dia pasti sangat terpukul karena kehilangan bayinya," ujar dokter tersebut kemudian meninggalkan Gerall yang hanya melongo. Bayi? Gerall menunjuk dirinya sendiri, tidak menyangka jika Allana hamil. Gerall duduk dengan lemas, pikirannya kalut. Harapan untuk hidup bahagia bersama Allana mendadak kandas, Gerall sudah didahului pria lain dan yang parahnya lagi Allana mengalami keguguran. Gerall memejamkan matanya kuat, mencoba menahan amarah yang akan meledak. Gerall tidak terima Allana dikotori pria lain, Allana hanya boleh memiliki bayi dengannya. Saat mencoba menenangkan diri, seorang dokter menghampirinya. Mengatakan jika pasien baik-baik saja dan hanya membutuhkan istirahat yang cukup. Jadi, siapa yang harus Gerall percaya? Dokter dengan tampang astagfirullah itu atau dokter cantik yang baru saja berlalu. Tak ingin merasakan penasaran yang berlarut, Gerall segera menemui Allana. Duduk dengan tengang dan menatap Allana penuh selidik. Allana merasa risih karena Gerall menatapnya tanpa berkedip. "Kamu gak keguguran, kan?" Plak! Wajah tampan Gerall berpaling, mengusap pipi yang baru saja menjadi korban kekerasan Allana. Menatap Allana yang tengah menatapnya tajam. Apa Gerall salah? "Kok, gue ditampar?" ujar Gerall merasa bingung. Jika kalian berpikir Gerall adalah badboy yang dingin, tampan dan berkarisma. Buang jauh-jauh pemikiran kalian, karena Gerall hanya seorang badboy yang memiliki kepribadian 4D. Tidak heran jika terkadang bertingkah aneh, bijak atau bahkan bisa berpikir out of the box. Karena tak mendapatkan jawaban, Gerall semakin meneliti tubuh Allana. Mencari jawaban dari pertanyaannya yang berhadiah tamparan. Gerall kemudian mengangguk seakan telah menemukan jalan keluar. "Mending lo keluar!" "Lo ngusir gue, Na? Lo gak tau perjuangan gue buat nyelamatin lo? Gue bahkan harus merobohkan gerbang sekolah pake mobil mahal gue, ngedorong brankar lo sampe ruang mayat. Parahnya lagi gue dituduh nanam bibit di rahim lo," ujar Gerall tidak sepenuhnya berbohong. Allana terdiam, kaget. Apa-apaan nanam bibit? Di kira Allana ini ladang apa? "Percaya atau tidak! Gue datang bukan untuk singgah, tapi untuk tinggal. Jadi, siapin tempat di hati lo buat nyimpen nama gue," ujar Gerall sehingga membuat pipi Allana bersemu merah. Gerall romantis juga, kalau kayak gini terus, bisa-bisa Allana luluh. Allana menatap Gerall saat tangan cowok itu menangkup wajahnya, entah kenapa Allana merasa gugup. Gerall semakin mendekatkan wajahnya membuat Allana memejamkan mata kuat. Allana terlalu malu jika harus memandang wajah Gerall sedekat ini. Lebih dekat lagi! Hingga hembusan nafas Gerall terasa menyapu permukaan wajahnya. Allana mencengkram kuat seprai, mengatur nafas agar tidak ketahuan jika sedang gugup. Sedikit lagi dan … "Na, gue berak dulu, yah." Bam!"Diri mencoba mengiklaskan. Namun, rasa rindu sering kali menghantui." Gerall Yuan Elfateh ***Gerall tengah duduk termenung, pikirannya berkelana pada kejadian dua tahun lalu. Kejadian kelam yang berhasil memporak-porandakan kebahagiaan keluarganya.Gerall mencoba melupakan kejadian kelam itu. Namun, hati kecilnya selalu merasakan rindu yang memaksa untuk kembali mengingat. Semua tak semudah yang Gerall pikirkan.Gerall menggapai pigura yang selalu terpajang rapih di atas meja belajar. Menatap dengan penuh haru barang tersebut. Tangannya terulur mengusap lembut foto kedua orang tuanya, mereka tersenyum cerah ke arah kamera.Di bagian belakang pigura, terdapat tulisan penuh makna. Rasa bangga keluarga akan dirinya yang mengikuti jejak sang kakak. Derill dan Gerall laksana pinang dibelah dua, dari sikap, kebiasaan sampai prestasi, keduanya selalu memiliki kesamaan."Kami masih sama, ayah, bunda," ujar Gera
Hari terus berganti, tak terasa sudah satu bulan Derill mendekam di penjara dan hari ini merupakan hari yang sangat menegangkan bagi mereka. Gerall tengah menanti kedua orang tuanya, mereka akan menghadiri sidang putusan yang menjerat Derill. Senyum tertib di bibirnya, Gerall yakin Derill akan dibebaskan hari ini. Pasalnya orang suruhan sang ayah telah menemukan bukti jika Derill tidak bersalah. Dia hanya dijadikan kambing hitam oleh sahabatnya sendiri. Bukti kuat telah mereka kantongi, tinggal selangkah lagi, maka semuanya akan kembali seperti semula dan nama Derill akan bersih kembali. "Ayo, Sayang," ujar Maya yang tengah bergandengan bersama sang suami. Gerall bangkit dan langsung menyusul langkah kedua orang tuanya, Derill tertawa cekikikan saat membayangkan ekspresi Derill ketika melihat kamarnya telah disulap. Sulap penghancur andalan yang membuat Derill melarangnya masuk ke kamar cowok itu. Mobil terus melaju membelah jalanan Ibukota yang tengah lenggang, membuat merek
"Kamu mungkin sakit saat diperlakukan tidak adil. Namun, sakit yang sesungguhnya adalah ketika kamu kehilangan sang pelengkap hidup." Derill Gian Elfateh *** Derill sedikit tersentak saat hakim mengetuk palu, dengan wajah bingung Derill menatap pengacaranya. "Apa sidangnya telah selesai? Apa yang hakim katakan?" tanya Derill beruntun. Pria paruh baya itu menatap Derill dengan sayu, ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa menyelamatkan remaja itu dari tuduhan yang menjeratnya. Satu bulan bersama, ia dapat dengan mudah mengenal Derill. Derill anak yang baik, apalagi ketika Derill menceritakan jika Nesya adalah kekasihnya. Dengan pelan ia mensejajarkan tubuhnya dengan Derill, sedikit berjongkok karena Derill masih duduk. Kedua bahu Derill ia pegang erat, untuk sejenak dirinya hanya menatap Derill dalam diam. Bagaimanapun Derill masih anak di bawah umur, ia takut mental Derill terganggu. "Maafkan Om, Derill. Om, tidak bisa menyelamatkanmu," ujarnya pelan. Satu bulir a
***Tak terasa air mata Gerall menetes seiring kejadian kelam itu berputar di kepalanya, Gerall kembali menatap pigura yang menampilkan keluarga kecilnya. Mengusap pelan wajah kedua orang tuanya, ia merindukan mereka."Gerall merindukan kalian, apa kalian merindukan Gerall?" ujarnya pelan.Gerall mendongak, menatap langit malam yang kini tengah dihiasi ribuan bintang. Menyalurkan kerinduan tanpa mampu menggapai sang pemilik rindu, diri seolah mencoba tegar. Namun, hati selalu menjerit sakit.Tenggelam dalam luka, terbawa angan yang kian mendalam. Sendiri, tanpa ada sang pelengkap yang menemani. Lidah seolah kelu, diam membisu dalam kesunyian.***Gerall mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, dia baru saja berkunjung dari kediaman Dito, pengacara sang kakak. Mereka membahas kembali kasus dua tahun lalu, banyak hal janggal yang harus mereka ungkap.Salah satunya tragedi penembakkan terhadap mobil keluarganya yang mengakibatkan kedua orang tuanya meregang nyawa.Bunyi nyaring terd
Gerall tengah berlari mengelilingi lapangan upacara, keringat terus bercucuran seiring putaran demi putaran yang dirinya lalui. Terik matahari membuatnya sedikit mempercepat larinya, hawa panas menyeruak dari tubuhnya.Gerall duduk selonjoran di bawah pohon mangga, dia meregangkan kaki. Sedikit meringis saat lukanya tak sengaja tergores kerikil. Gerall mengelus luka di kakinya, meniup pelan agar perihnya berkurang.Gerall sedikit termenung saat teringat penyerangan semalam. Entah apa maksud orang itu? Gerall sama sekali tidak tau. Seingatnya, dia tidak pernah berbuat sesuatu yang membuatnya memiliki musuh.Mendongak saat sebuah botol air mineral terpampang di depan wajahnya. Gerall tersenyum dan dengan semangat dirinya menggapai botol tersebut. Menegaknya dengan rakus sehingga menyisakan setengahnya saja."Capek, yah?" tanya orang tersebut sembari duduk di samping Gerall. Allana menatap penuh perhatian orang di sampingnya, tangannya tergerak mengelap keringat yang masih saja membanjir
Gerall menghentikan motornya di sebuah cafe, menatap sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Setelah dirasa aman, Gerall bergegas masuk. Matanya bergerak menyapu seluruh pengunjung, mencari pria paruh baya yang sudah berjasa dalam hidupnya. Senyum terbit, kala netranya menatap seorang pria paruh baya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Gerall bergegas menemui pria itu, tidak sabar untuk mendengar informasi yang akan orang itu sampaikan. "Ada apa, Yah?" tanya Gerall setelah mendudukkan dirinya di depan pria itu. Pria itu menatap Gerall dengan lembut, dia mengeluarkan sebuah paper bag, sehingga membuat Gerall mengernyit bingung. Karena rasa penasaran Gerall pun meraihnya, hampir saja dia terjengklang karena terkejut. "Ayah Polisi, ini apa?" tanya Gerall pelan. Dia sebenarnya tahu nama benda itu apa, tetapi untuk apa ayah angkatnya memberikan benda ini? Bukankah ini terlalu berbahaya untuk remaja seusia Gerall? "Simpanlah! Suatu saat kamu akan membutuh
Gerall menghentikan motornya di sebuah taman, dia turun kemudian menarik tangan Allana. Membawa gadis itu menuju salah satu kursi di sana."Na, gua mau minta tolong," ucap Gerall serius.Gerall menatap Allana lembut, membuat gadis itu ikut menatapnya. Untuk sementara mereka hanya diam, sampai akhirnya Allana memalingkan wajah. Tidak baik juga mereka terlalu lama tatap-tatapan."Minta tolong apa?" tanya Allana sembari menatap lurus ke depan. Dia mati-matian menahan lapar, berharap perutnya tidak berbunyi.Gerall tersenyum, dia menunjuk beberapa tumpukkan kardus sehingga membuat Allana mengernyit heran."Bantu gue dekor taman ini," bujuk Gerall penuh harap. Gerall menatap Allana, meneliti setiap inci wajahnya membuat gadis itu memalingkan pandangan.Gerall terkekeh, dia mengangkat tangan bermaksud mengacak rambut panjang Allana. Namun, dia urungkan karena takut gadis itu marah. Gerall bangkit, kemudian berlalu begitu saja setelah m
Allana berjalan dengan tergesa-gesa, di sampingnya ada Gerall yang tengah menggandeng tangannya. Sedikit menahan tangan Allana karena takut kekasihnya itu terjatuh. Allana mengerutkan bibirnya, Allana sudah menolak digandeng, tetapi Gerall tetap memaksa. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, merasa heran karena kedua sejoli itu tampak sangat akur. "Belajar yang bener! Kalau ada yang ngelabrak lo, lapor sama gue," ucap Gerall saat mereka tiba di depan ruang kelas Allana. Dia mengelus rambut gadis itu, membuat orang-orang melongo karena tingkahnya. "Gak mungkin ada yang berani labrak gue," ujar Allana sembari menyingkirkan tangan Gerall yang masih berada di kepalanya. Gerall tersenyum kemudian berlalu dengan langkah besarnya, karena memang mereka beda kelas. Dia menatap beberapa siswi yang memandangnya heran. Gerall paham, mereka pasti bingung melihatnya berangkat dengan Allana tadi. Gerall terus berjalan menuju kelasnya, hari ini Gerall tidak akan bolos. Dia akan belaj