Gerall tengah berdiri dengan malas, panas sinar matahari membuat kulit putihnya nampak memerah. Gerall tengah dijemur bersama ratusan murid lainnya. Telinga seakan berdengung, mendengarkan pidato kepala sekolah yang hampir memakan waktu selama satu jam.
Semua murid mungkin menganggap hari senin adalah hari yang paling mereka benci, di mana mereka harus panas-panasan saat mengikuti upacara. Hari yang sangat jauh dengan waktu weekend, begitupun dengan Gerall. Sebagai seorang badboy, membolos saat upacara adalah rutinitasnya. Namun, sayang. Kali ini Gerall tidak beruntung, Allana memergokinya saat tengah meroko di warung belakang. Sial memang! Padahal jika mereka menyadari makna penting dalam upacara, mereka tidak akan mengeluh seperti itu. Para pahlawan rela mengorbankan nyawanya untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi para murid seakan tak menyadari itu. "Gila, gak cape apa ceramah mulu? Yang denger juga gak ada," ujar Gerall sembari mengamati para murid yang sibuk sendiri. Ada yang sibuk benerin posisi topi agar menjadi pelindung dari panas matahari, ada yang main colek-colekkan, ada yang ngegibah, bahkan ada yang sempat-sempatnya pacaran. Ini upacara bendera apa menghadiri pemakaman mantan? Gak ada peduli-pedulinya! "Gimana mau pada denger. Setiap hari senin pidatonya itu mulu, udah hafal gue, mah," ucap Alvaro tak habis pikir dengan kepala sekolahnya itu. Mereka tertawa pelan, memang yang Alvaro katakan benar adanya dan herannya lagi sekolah seakan membiarkan hal itu terjadi. Para guru seakan terlalu malas jika harus memberikan pidato. Gerall kembali mengedarkan pandangan, menyisir setiap murid yang tengah berbaris. Terkadang ada untungnya juga memiliki postur tubuh yang tinggi, Gerall menjadi lebih leluasa mengamati setiap murid. Terutama yang berbaris tidak jauh dari posisinya. Pandangan Gerall terkunci pada seorang siswi yang berbaris di samping kelasnya berbaris, sepertinya dia tengah sakit. Terlihat dari wajahnya yang pucat dan tubuh yang sedikit gemetar. Gerall segera berlari, menghampiri tubuh siswi itu yang mulai kehilangan keseimbangan. Dengan sigap Gerall menahan bobot tubuh siswi tersebut, sehingga menyebabkan dia jatuh tepat di pelukan Gerall. Gerall menepuk pelan pipi gadis itu, berharap dia akan kembali tersadar. Saat seorang anggota PMR mendekati mereka, dengan cepat Gerall menggendong tubuh lemah itu. Membawanya ke ruang UKS untuk mendapatkan penanganan. "Lo kenapa, Na?" ujar Gerall sembari menatap khawatir Allana yang masih berada di gendongannya. Tidak butuh waktu lama, Gerall akhirnya tiba di UKS dan langsung membaringkan tubuh Allana di salah satu brankar. Gerall menyingkir, membiarkan dokter menjalankan tugasnya. Gerall menatap dalam diam Allana yang tengah diperiksa oleh dokter, setiap gerak-gerik dokter itu tak luput dari pengawasannya. Bagaimanapun Allana seorang siswi dan dokter yang memeriksanya masih tampak muda. Bukannya soudzon. Namun, Gerall hanya mengantisipasi saja. Tidak ada yang tidak mungkin, bukan? Gerall menghampiri saat melihat dokter itu telah selesai memeriksa Allana. Untuk sejenak Gerall menatap wajah pucat Allana, gadis itu seperti tidak memiliki darah saja. Apa Allana menderita anemia? Atau mungkin Allana memiliki penyakit maag dan dia belum sarapan sehingga membutnya pingsan? Itu yang sering Gerall dengar jika seorang siswi pingsan saat upacara. Daripada menduga-menduga, Gerall lebih baik bertanya langsung pada dokter. "Dia kenapa, Dok?" ujar Gerall sopan. Badboy gini dirinya masih tau sopan santun, terlebih jika berbicara dengan orang yang lebih tua darinya. Walau kadang Gerall seakan kehilangan ahklak. Bagaimana tidak? Gerall pernah mencukur habis kumis salah satu guru, karena merasa sangat mengganggu matanya. Padahal yang punya kumis bukan dia, tetapi kenapa dia yang repot? Bukan Gerall namanya jika tidak membuat ulah, bahkan setelah kejadian itu. Gerall lebih giat melanggar aturan, tujuannya cuma satu. Gerall ingin mendapatkan skorsing seperti waktu itu, yang menurutnya skorsing itu sangat menyenangkan. Saat murid lain pusing karena tugas sekolah, Gerall justru enak-enakkan berkemah bersama beberapa mahasiswa. Gak ada akhlak memang! Gerall mendudukkan dirinya, dengan sabar mendengarkan penjelasan dokter yang mengatakan jika Allana menderita tipes. Oh, jadi Allana tidak anemia atau punya penyakit maag. "Ini surat rujukkan dari sekolah, dia harus mendapatkan perawatan lebih lanjut," ujar dokter tersebut sembari menyerahkan sebuah amplop kepada Gerall. Gerall iseng mengintip isi amplop tersebut, sedikit memicingkan mata, bermaksud memperjelas penglihatannya. Apa yang ada dipikirannya? Bukankah tadi dokter sudah mengatakan jika itu surat rujukkan, lantas mengapa Gerall masih penasaran dengan isi amplop tersebut? Begini nih, jadinya jika terlalu lama menjomblo. Gerall jadi tidak bisa menikah dengan cepat dan mendapatkan banyak amplop dari tamu undangan. Sebenarnya masih ada cara lain jika ingin mendapatkan banyak amplop, Gerall tinggal pura-pura meninggal saja. Dengan begitu akan mendapatkan banyak amplop dari para pelayat, walau harus melalui pelantara. Baiklah, itu terlalu konyol! "Isinya bukan uang, gak perlu kamu intipin kayak gitu," ujar dokter menyadarkan tindakakkan aneh Gerall. Gerall hanya tersenyum kikuk, kemudian dengan cepat menggendong Allana. Membawa gadis itu ke tempat mobilnya terparkir. Setelah itu, Gerall buru-buru kembali masuk. Langkah besarnya menuntun Gerall menuju ruang guru piket, Gerall akan meminta izin mengantar Allana ke rumah sakit. Setelah mendapatkan surat izin dan menitipkan pada salah satu siswa di kelasnya, Gerall bergegas menuju parkiran. Bagaimana jika Allana sudah siuman? Gagal dong rencananya untuk berduaan bersama gadis itu. Ternyata ada udang di balik kentang! Setelah sampai parkiran, Gerall cepat-cepat menjalankan mobilnya. Kelakson Gerall bunyikan saat akan melewati gerbang, bersikap layaknya bos besar. Namun, ada yang aneh. Mengapa tidak ada yang membukakan gerbang untuknya, para satpam malah duduk santai sembari menikmati capcai. Dengan perasaan kesal Gerall mengeluarkan kepalanya, berteriak meminta agar gerbang segera dibuka. Karena tak ada respon, Gerall akhirnya mengeluarkan ide berliannya. "Woy, Pak. Istri gue mau lahiran, lo mau dia mati apa?" Gerall berteriak dengan keras, sehingga menyebabkan seorang satpam mendatanginya. Tak ingin buang-buang waktu, Gerall segera menyodorkan ampol yang berlogo sekolah. Hebatnya, satpam tersebut langsung berlari menuju gerbang dan membiarkan Gerall meninggalkan area sekolah. Sebenarnya bisa saja Gerall menabrakkan mobilnya. Namun, Gerall tidak setega itu pada kendaraan roda empat kesayangannya itu. "Sorry, Na. Gue memang sayang sama lo, tapi gue gak mau mobil mahal gue rusak cuma karena nolong lo doang. Ini gue belinya susah loh, kalau rusak bisa terkuras ATM gue," ujar Gerall yang seperti sebuah curhatan.Gerall tengah berlari mendorong brankar Allana, Gerall meniru cara Kapten Yoo di drama Korea Descendants Of The Sun. Bedanya di sini tidak ada dokter yang menaiki tubuh Allana.Karena terlalu panik, ruang UGD bahkan sampai terlewat. Anehnya mereka malah berhenti tepat di depan ruang mayat, alhasil mereka harus putar balik layaknya orang yang sedang menghindari razia. Gerall melepaskan brankar Allana saat sudah sampai di depan pintu UGD. Sebelum suster memintanya agar tidak ikut masuk, Gerall terlebih dahulu duduk di salah satu kursi tunggu. Gerall sudah tau, sekeras apa pun keinginannya masuk, mereka tidak akan memberikan izin. Daripada melakukan drama dan memperlambat penanganan, Gerall lebih baik duduk. Sedikit ngos-ngosan karena memang sudah terlebih dahulu diisi banyak drama yang menyebabkan hambatan. Pemikirannya tidak sesuai dengan fakta! Ini yang disebut realita tak semanis ekspektasi. Tujuannya mengikuti cara Kapten Yoo agar bisa lebih cepat melakukan penanganan. Namun, y
"Diri mencoba mengiklaskan. Namun, rasa rindu sering kali menghantui." Gerall Yuan Elfateh ***Gerall tengah duduk termenung, pikirannya berkelana pada kejadian dua tahun lalu. Kejadian kelam yang berhasil memporak-porandakan kebahagiaan keluarganya.Gerall mencoba melupakan kejadian kelam itu. Namun, hati kecilnya selalu merasakan rindu yang memaksa untuk kembali mengingat. Semua tak semudah yang Gerall pikirkan.Gerall menggapai pigura yang selalu terpajang rapih di atas meja belajar. Menatap dengan penuh haru barang tersebut. Tangannya terulur mengusap lembut foto kedua orang tuanya, mereka tersenyum cerah ke arah kamera.Di bagian belakang pigura, terdapat tulisan penuh makna. Rasa bangga keluarga akan dirinya yang mengikuti jejak sang kakak. Derill dan Gerall laksana pinang dibelah dua, dari sikap, kebiasaan sampai prestasi, keduanya selalu memiliki kesamaan."Kami masih sama, ayah, bunda," ujar Gera
Hari terus berganti, tak terasa sudah satu bulan Derill mendekam di penjara dan hari ini merupakan hari yang sangat menegangkan bagi mereka. Gerall tengah menanti kedua orang tuanya, mereka akan menghadiri sidang putusan yang menjerat Derill. Senyum tertib di bibirnya, Gerall yakin Derill akan dibebaskan hari ini. Pasalnya orang suruhan sang ayah telah menemukan bukti jika Derill tidak bersalah. Dia hanya dijadikan kambing hitam oleh sahabatnya sendiri. Bukti kuat telah mereka kantongi, tinggal selangkah lagi, maka semuanya akan kembali seperti semula dan nama Derill akan bersih kembali. "Ayo, Sayang," ujar Maya yang tengah bergandengan bersama sang suami. Gerall bangkit dan langsung menyusul langkah kedua orang tuanya, Derill tertawa cekikikan saat membayangkan ekspresi Derill ketika melihat kamarnya telah disulap. Sulap penghancur andalan yang membuat Derill melarangnya masuk ke kamar cowok itu. Mobil terus melaju membelah jalanan Ibukota yang tengah lenggang, membuat merek
"Kamu mungkin sakit saat diperlakukan tidak adil. Namun, sakit yang sesungguhnya adalah ketika kamu kehilangan sang pelengkap hidup." Derill Gian Elfateh *** Derill sedikit tersentak saat hakim mengetuk palu, dengan wajah bingung Derill menatap pengacaranya. "Apa sidangnya telah selesai? Apa yang hakim katakan?" tanya Derill beruntun. Pria paruh baya itu menatap Derill dengan sayu, ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa menyelamatkan remaja itu dari tuduhan yang menjeratnya. Satu bulan bersama, ia dapat dengan mudah mengenal Derill. Derill anak yang baik, apalagi ketika Derill menceritakan jika Nesya adalah kekasihnya. Dengan pelan ia mensejajarkan tubuhnya dengan Derill, sedikit berjongkok karena Derill masih duduk. Kedua bahu Derill ia pegang erat, untuk sejenak dirinya hanya menatap Derill dalam diam. Bagaimanapun Derill masih anak di bawah umur, ia takut mental Derill terganggu. "Maafkan Om, Derill. Om, tidak bisa menyelamatkanmu," ujarnya pelan. Satu bulir a
***Tak terasa air mata Gerall menetes seiring kejadian kelam itu berputar di kepalanya, Gerall kembali menatap pigura yang menampilkan keluarga kecilnya. Mengusap pelan wajah kedua orang tuanya, ia merindukan mereka."Gerall merindukan kalian, apa kalian merindukan Gerall?" ujarnya pelan.Gerall mendongak, menatap langit malam yang kini tengah dihiasi ribuan bintang. Menyalurkan kerinduan tanpa mampu menggapai sang pemilik rindu, diri seolah mencoba tegar. Namun, hati selalu menjerit sakit.Tenggelam dalam luka, terbawa angan yang kian mendalam. Sendiri, tanpa ada sang pelengkap yang menemani. Lidah seolah kelu, diam membisu dalam kesunyian.***Gerall mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, dia baru saja berkunjung dari kediaman Dito, pengacara sang kakak. Mereka membahas kembali kasus dua tahun lalu, banyak hal janggal yang harus mereka ungkap.Salah satunya tragedi penembakkan terhadap mobil keluarganya yang mengakibatkan kedua orang tuanya meregang nyawa.Bunyi nyaring terd
Gerall tengah berlari mengelilingi lapangan upacara, keringat terus bercucuran seiring putaran demi putaran yang dirinya lalui. Terik matahari membuatnya sedikit mempercepat larinya, hawa panas menyeruak dari tubuhnya.Gerall duduk selonjoran di bawah pohon mangga, dia meregangkan kaki. Sedikit meringis saat lukanya tak sengaja tergores kerikil. Gerall mengelus luka di kakinya, meniup pelan agar perihnya berkurang.Gerall sedikit termenung saat teringat penyerangan semalam. Entah apa maksud orang itu? Gerall sama sekali tidak tau. Seingatnya, dia tidak pernah berbuat sesuatu yang membuatnya memiliki musuh.Mendongak saat sebuah botol air mineral terpampang di depan wajahnya. Gerall tersenyum dan dengan semangat dirinya menggapai botol tersebut. Menegaknya dengan rakus sehingga menyisakan setengahnya saja."Capek, yah?" tanya orang tersebut sembari duduk di samping Gerall. Allana menatap penuh perhatian orang di sampingnya, tangannya tergerak mengelap keringat yang masih saja membanjir
Gerall menghentikan motornya di sebuah cafe, menatap sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Setelah dirasa aman, Gerall bergegas masuk. Matanya bergerak menyapu seluruh pengunjung, mencari pria paruh baya yang sudah berjasa dalam hidupnya. Senyum terbit, kala netranya menatap seorang pria paruh baya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Gerall bergegas menemui pria itu, tidak sabar untuk mendengar informasi yang akan orang itu sampaikan. "Ada apa, Yah?" tanya Gerall setelah mendudukkan dirinya di depan pria itu. Pria itu menatap Gerall dengan lembut, dia mengeluarkan sebuah paper bag, sehingga membuat Gerall mengernyit bingung. Karena rasa penasaran Gerall pun meraihnya, hampir saja dia terjengklang karena terkejut. "Ayah Polisi, ini apa?" tanya Gerall pelan. Dia sebenarnya tahu nama benda itu apa, tetapi untuk apa ayah angkatnya memberikan benda ini? Bukankah ini terlalu berbahaya untuk remaja seusia Gerall? "Simpanlah! Suatu saat kamu akan membutuh
Gerall menghentikan motornya di sebuah taman, dia turun kemudian menarik tangan Allana. Membawa gadis itu menuju salah satu kursi di sana."Na, gua mau minta tolong," ucap Gerall serius.Gerall menatap Allana lembut, membuat gadis itu ikut menatapnya. Untuk sementara mereka hanya diam, sampai akhirnya Allana memalingkan wajah. Tidak baik juga mereka terlalu lama tatap-tatapan."Minta tolong apa?" tanya Allana sembari menatap lurus ke depan. Dia mati-matian menahan lapar, berharap perutnya tidak berbunyi.Gerall tersenyum, dia menunjuk beberapa tumpukkan kardus sehingga membuat Allana mengernyit heran."Bantu gue dekor taman ini," bujuk Gerall penuh harap. Gerall menatap Allana, meneliti setiap inci wajahnya membuat gadis itu memalingkan pandangan.Gerall terkekeh, dia mengangkat tangan bermaksud mengacak rambut panjang Allana. Namun, dia urungkan karena takut gadis itu marah. Gerall bangkit, kemudian berlalu begitu saja setelah m
Allana menatap takjub kearah Gerall, kekasihnya itu tengah memainkan piano. Desiran ombak serta matahari yang mulai terbenam menambah kesan romantis. Allana bisa merasakan ada debaran emosi dibalik permainan piano Gerall. Canon In D, salah satu musik klasik kesukaannya. Setelah semua yang terjadi dalam hidupnya, Allana akhirnya merasakan debaran yang tidak biasa. Perasaan sedih, sakit dan lega yang muncul secara bersamaan. Allana masih menatap Gerall, wajah Gerall tampak sangat sendu. Allana tahu, Gerall banyak merasakan rasa sakit. Allana tersenyum, mengusap sudut matanya yang mengembun. Bertepuk tangan dengan antusias setelah Gerall mengakhiri permainan pianonya yang penuh emosi. Allana tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memeluk Gerall setelah pria itu berdiri tepat di depannya. "Lo kenapa, Na?" Tanya Gerall seraya membalas pelukan hangat kekasihnya. Gerall mengusap lembut punggung kecil Allana yang sedikit bergetar, membiarkan gadisnya menumpahkan semua rasa yang dipendam
Gerall menatap Allana, tersenyum kecil mendapati betapa bahagianya gadis itu. Gerall melanjutkan aktivitasnya membakar ikan yang baru saja mereka beli, resto ini memang menyediakan layanan agar para pengunjung dapat memasak makanannya sendiri. Allana berjalan mendekat, mengangkat dua botol minuman di kedua tangannya. Menunjukkannya kepada Gerall, membuat Gerall kembali tersenyum. "Gerall gosong!" ujar Allana sedikit berteriak. Gerall tersentak, tangannya tidak sengaja menyenggol botol kecap di sebelahnya. Pandangannya teralihkan menatap ikan bakar di depannya. "Gak gosong sayang," ujar Gerall menatap Allana sekilas, kemudian menunduk mengambil botol kecap yang tergeletak di lantai. Allana tertawa renyah, senang karena berhasil mengerjai kekasihnya itu. "Lo bisa masak?" Tanya Allana berjalan mendekat, meletakkan minuman yang dirinya bawa di atas meja sebelum akhirnya ikut membantu Gerall membakar ikan. "Aku?" "Iya Gerall lo," jawab Allana sedikit mendongak menatap wajah
Burung-burung berkicau merdu, angin berembus dengan pelan. Semesta seakan mendukung suasana hati Gerall yang tengah berbahagia. Gerall tengah sibuk mengelap motor kesayangannya, pria itu bahkan sesekali bersenandung kecil. Gerall terkekeh geli menyadari keanehan pada dirinya. "Let's meet with my princess, bung," ujar Gerall menatap motor kesayangannya yang baru saja selesai dia bersihkan. Ini pertama kali dirinya dan Allana akan berkencan setelah mereka meresmikan hubungan antara keduanya. Gerall tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Gerall bahkan mengetuk kepalanya pelan, bingung dengan dirinya yang tidak bisa menahan senyumnya. "Allana udah bangun belum, yah?" Tanyanya pada diri sendiri. Gerall berjalan santai, meraih ponselnya yang dibiarkan tergeletak begitu saja. Gerall mengotak-atik benda pipih itu, mengetikan sesuatu hingga akhirnya benda pipih itu kini tepat berada di telinganya. "Bangun sayang," ujar Gerall setelah panggilannya tersambung dengan Allana.
"Turun, Sayang," ujar Gerall lembut.Saat ini mereka tengah berada di depan rumah Allana, gadis itu tampak tersipu. Gerall hanya menggeleng pelan, dia tidak mengerti, kenapa perempuan sangat mudah merasa malu?Allana turun dengan pelan, dia menunduk. Menyembunyikan pipinya yang memerah, membuat Gerall menatapnya bingung. Gerall bukan orang yang ahli tentang perempuan, tentu Gerall merasa heran melihat tingkah pacarnya sendiri."Kenapa?" tanya Gerall lembut.Gerall mengacak pelan rambut Allana, membuat gadis itu mendongak menatapnya. Gerall tersenyum, merapikan kembali rambut gadis itu yang berantakan karena ulahnya.Allana diam mematung, jantungnya berdetak sangat cepat. Rasanya tubuh seakan kaku, tak mampu untuk bergerak sedikit pun."Gue masuk dulu," ucap Allana cepat. Allana tidak ingin Gerall tahu bahwa dirinya tengah gugup.Gerall tersenyum, cowok itu memperhatikan Allana masuk. Langkah gadis itu sangat cepat, membuat Gerall tersenyum geli.Gerall kemudian menjalankan motornya, m
Allana berjalan dengan tergesa-gesa, di sampingnya ada Gerall yang tengah menggandeng tangannya. Sedikit menahan tangan Allana karena takut kekasihnya itu terjatuh. Allana mengerutkan bibirnya, Allana sudah menolak digandeng, tetapi Gerall tetap memaksa. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, merasa heran karena kedua sejoli itu tampak sangat akur. "Belajar yang bener! Kalau ada yang ngelabrak lo, lapor sama gue," ucap Gerall saat mereka tiba di depan ruang kelas Allana. Dia mengelus rambut gadis itu, membuat orang-orang melongo karena tingkahnya. "Gak mungkin ada yang berani labrak gue," ujar Allana sembari menyingkirkan tangan Gerall yang masih berada di kepalanya. Gerall tersenyum kemudian berlalu dengan langkah besarnya, karena memang mereka beda kelas. Dia menatap beberapa siswi yang memandangnya heran. Gerall paham, mereka pasti bingung melihatnya berangkat dengan Allana tadi. Gerall terus berjalan menuju kelasnya, hari ini Gerall tidak akan bolos. Dia akan belaj
Gerall menghentikan motornya di sebuah taman, dia turun kemudian menarik tangan Allana. Membawa gadis itu menuju salah satu kursi di sana."Na, gua mau minta tolong," ucap Gerall serius.Gerall menatap Allana lembut, membuat gadis itu ikut menatapnya. Untuk sementara mereka hanya diam, sampai akhirnya Allana memalingkan wajah. Tidak baik juga mereka terlalu lama tatap-tatapan."Minta tolong apa?" tanya Allana sembari menatap lurus ke depan. Dia mati-matian menahan lapar, berharap perutnya tidak berbunyi.Gerall tersenyum, dia menunjuk beberapa tumpukkan kardus sehingga membuat Allana mengernyit heran."Bantu gue dekor taman ini," bujuk Gerall penuh harap. Gerall menatap Allana, meneliti setiap inci wajahnya membuat gadis itu memalingkan pandangan.Gerall terkekeh, dia mengangkat tangan bermaksud mengacak rambut panjang Allana. Namun, dia urungkan karena takut gadis itu marah. Gerall bangkit, kemudian berlalu begitu saja setelah m
Gerall menghentikan motornya di sebuah cafe, menatap sekeliling, memastikan tidak ada orang yang mengikutinya. Setelah dirasa aman, Gerall bergegas masuk. Matanya bergerak menyapu seluruh pengunjung, mencari pria paruh baya yang sudah berjasa dalam hidupnya. Senyum terbit, kala netranya menatap seorang pria paruh baya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Gerall bergegas menemui pria itu, tidak sabar untuk mendengar informasi yang akan orang itu sampaikan. "Ada apa, Yah?" tanya Gerall setelah mendudukkan dirinya di depan pria itu. Pria itu menatap Gerall dengan lembut, dia mengeluarkan sebuah paper bag, sehingga membuat Gerall mengernyit bingung. Karena rasa penasaran Gerall pun meraihnya, hampir saja dia terjengklang karena terkejut. "Ayah Polisi, ini apa?" tanya Gerall pelan. Dia sebenarnya tahu nama benda itu apa, tetapi untuk apa ayah angkatnya memberikan benda ini? Bukankah ini terlalu berbahaya untuk remaja seusia Gerall? "Simpanlah! Suatu saat kamu akan membutuh
Gerall tengah berlari mengelilingi lapangan upacara, keringat terus bercucuran seiring putaran demi putaran yang dirinya lalui. Terik matahari membuatnya sedikit mempercepat larinya, hawa panas menyeruak dari tubuhnya.Gerall duduk selonjoran di bawah pohon mangga, dia meregangkan kaki. Sedikit meringis saat lukanya tak sengaja tergores kerikil. Gerall mengelus luka di kakinya, meniup pelan agar perihnya berkurang.Gerall sedikit termenung saat teringat penyerangan semalam. Entah apa maksud orang itu? Gerall sama sekali tidak tau. Seingatnya, dia tidak pernah berbuat sesuatu yang membuatnya memiliki musuh.Mendongak saat sebuah botol air mineral terpampang di depan wajahnya. Gerall tersenyum dan dengan semangat dirinya menggapai botol tersebut. Menegaknya dengan rakus sehingga menyisakan setengahnya saja."Capek, yah?" tanya orang tersebut sembari duduk di samping Gerall. Allana menatap penuh perhatian orang di sampingnya, tangannya tergerak mengelap keringat yang masih saja membanjir
***Tak terasa air mata Gerall menetes seiring kejadian kelam itu berputar di kepalanya, Gerall kembali menatap pigura yang menampilkan keluarga kecilnya. Mengusap pelan wajah kedua orang tuanya, ia merindukan mereka."Gerall merindukan kalian, apa kalian merindukan Gerall?" ujarnya pelan.Gerall mendongak, menatap langit malam yang kini tengah dihiasi ribuan bintang. Menyalurkan kerinduan tanpa mampu menggapai sang pemilik rindu, diri seolah mencoba tegar. Namun, hati selalu menjerit sakit.Tenggelam dalam luka, terbawa angan yang kian mendalam. Sendiri, tanpa ada sang pelengkap yang menemani. Lidah seolah kelu, diam membisu dalam kesunyian.***Gerall mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, dia baru saja berkunjung dari kediaman Dito, pengacara sang kakak. Mereka membahas kembali kasus dua tahun lalu, banyak hal janggal yang harus mereka ungkap.Salah satunya tragedi penembakkan terhadap mobil keluarganya yang mengakibatkan kedua orang tuanya meregang nyawa.Bunyi nyaring terd