"Gerall!" teriak Allana karena kini mereka tengah dalam perjalanan.
"Apa?" ujar Gerall yang juga berteriak. "Tadi itu beneran kakak lo?" "Iya!" "Kok, bisa masuk penjara?" Allana memekik kaget saat Gerall menghentikan motornya tiba-tiba. Untung jalanan sedang sepi. Jika tidak, mereka pasti sudah kecelakaan. Eh, ngomong-ngomong ini di mana? Ini bukan jalan menuju rumahnya. "Kalau lo mau tau, lo harus jadi pacar gue." "Jangan mimpi!" "Terserah, pada akhirnya lo akan tetap jadi pacar gue," ujar Gerall santai. Allana mendelik, memukul punggung Gerall cukup keras. Gerall hanya tertawa kecil, pukulan Allana bukan apa-apa baginya. "Ayo ikut." "Ke mana?" "Ke kuburan," jawab Gerall sekenanya. "Hah?" "Jangan berisik ini kuburan!" Allana mengedarkan pandangannya. Benar, ini memang tempat pemakaman, tapi untuk apa Gerall mengajaknya ke sini? Apa Gerall akan membunuhnya lalu mengubur tubuhnya di sini? Baiklah Allana, kurangi menonton film tentang psikopat. "Gue mau ngenalin lo sama orang tua gue," ujar Gerall. Kali ini Gerall membiarkan Allana yang mengikutinya, tanpa diseret seperti tadi. Setelah berjalan cukup jauh, nampaklah dua pusara dengan nama ke dua orang tua Gerall. Gerall menjatuhkan dirinya, dia bersimpuh di depan makam ke dua orang tuanya. Tanpa diminta, air matanya menetes seiring doa yang dia panjatkan. Allana hanya diam mematung, baru kali ini melihat Gerall menangis. Jika kedua orang tua Gerall sudah tiada, lalu siapa pria yang tadi pria itu panggil ayah? Ah, hidup Gerall memang membingungkan. "Ayah, Bunda. Kenalin ini Allana, dia calon menantu kalian. Dia cantik, kan? Restuin yah, Gerall sayang sama dia. Eh, Gerall lebih sayang kalian. Jangan marah kalau Gerall jarang berkunjung! Ayah sama bunda tau, kan? Kalau bang Derill selalu ngerepotin," ujar Gerall sembari tertawa pelan. "Aduh, maaf yah, Ayah, Bunda. Pacar Gerall memang pemalu, walau seringnya malu-maluin," ujar Gerall lagi. Dia menghapus air matanya, tak ingin terlihat lemah di depan Allana. Allana ikut mengusap air matanya, entah mengapa ia seolah merasakan kesedihan Gerall. Hidup tanpa orang tua, pasti itu sangat berat. "Kenalan dong, Sayang," ujar Gerall lembut. Allana hanya melongo, pipinya bersemu merah. Ia malu karena Gerall memanggilnya sayang, walau hanya ada mereka berdua. "Hai, om, tante. Saya Allana, tem ...." "Pacar," potong Gerall cepat. Allana menatap Gerall kesal, pria itu hanya tersenyum kecil kemudian mencubit hidung Allana. "Pacarnya Gerall," ujar Allana akhirnya dengan malas. "Gerall sama Allana pulang dulu yah, jangan kangen loh. Assalamualaikum Ayah, Bunda," ujar Gerall sembari mencium nisan kedua orang tuanya. "Ayo, Na," ajak Gerall sembari menggengam tangan Allana lembut. Allana hanya mengikuti ke mana Gerall membawanya, Gerall pasti membutuhkan teman saat ini. "Mmm, Gerall," ujar Allana sedikit takut. Pasalnya semenjak dari makam kedua orang tuanya, Gerall hanya diam. "Apa?" "Tadi itu makam orang tua lo?" "Iya." "Ternyata lo bisa nangis juga, yah? Gue pikir orang kayak lo gak pernah nangis," ujar Allana pelan. "Semua orang punya topeng masing-masing, tinggal bagaimana cara kita memakainnya," ujar Gerall sembari tersenyum. *** "Ah, Gerall. Ternyata lo lembut juga," ujar Allana tersenyum sendiri. Ia berguling-guling di atas tempat tidur, memeluk guling kemudian menggigitnya pelan. Apa Allana jatuh cinta? Mengapa bisa secepat ini? "Kok, gue malah mikirin dia, sih. Allana, sadar! Gerall itu buaya," ujarnya sembari memukul pelan kepalanya. "Kalau gue buaya, berarti lo biawak dong," ujar seseorang tiba-tiba. "Hai," sapanya lembut. Tanpa dipersilahkan, Gerall merebahkan tubuhnya di samping Allana. Allana sontak membulatkan matanya, ia kemudian berdiri dan menatap garang orang yang baru saja berbaring di sampingnya. "Gerall," ujarnya geram. Allana berkacak pinggang, matanya memicing menatap kesal Gerall yang hanya diam. "Ternyata lo sering mikirin gue," ujarnya tertawa pelan. "Sejak kapan lo ada di sini?" "Sejak lo bilang kalau gue ganteng." Bam! Allana terdiam, semburat merah muncul di wajahnya. Malu karena Gerall memergokinya. Tunggu, kenapa Gerall bisa masuk ke kamarnya?"Jangan buka-bukaan sama gue! Takutnya khilap." Gerall Yuan Elfateh ***Seorang gadis tengah berjalan dengan santai di koridor yang masih sepi, mungkin hanya Allana murid yang baru tiba di sekolah, bahkan gerbang juga belum dibuka. Mengingat ini masih pukul 6 pagi dan cuaca sedikit mendung.Jika kalian bertanya bagaimana cara Allana masuk? Allana memanjat lewat belakang. Allana tidak sebaik yang orang kira, di sekolah image-nya memang sangat baik. Namun, siapa yang tahu jika Allana mantan seorang badgirl.Allana membulatkan mata saat menatap seseorang di ujung koridor. Gerall tengah berjalan ke arahnya, dengan cepat Allana bersembunyi ke dalam toilet. Semenjak kejadian di mana Gerall masuk ke kamarnya, Allana mencoba menghindari Gerall.Sepertinya Allana harus berlama-lama di dalam toilet, karena Gerall juga memasuki toilet yang sama. Allana merutuki kebodohannya karena masuk tolitet pria, karena terlalu pan
Allana dengan telaten mengobati luka di tangan Gerall, kini mereka tengah berada di UKS. Jam masuk masih lama, mereka tak perlu khawatir telat. Allana mengeluarkan kotak dari tas, memberikannya pada Gerall yang hanya menatapnya bingung.Melihat Gerall yang hanya diam, Allana membuka kotak tersebut kemudian menyodorkan satu potong sandwich. Dengan senang hati Gerall menerimanya dan terjadilah aksi suap-suapan."Lo ada masalah? Cerita sama gue," ujar Allana memulai obrolan.Gerall hanya menggeleng pelan karena mulutnya tengah mengunyah. Senakal apa pun dirinya, Gerall tidak pernah berbicara saat tengah mengunyah. Selain takut keselek, ibunya pernah mengatakan jika itu perbuatan yang tidak sopan.Gerall kembali membuka mulut saat Allana kembali menyodorkan sandwich ke mulutnya. Mimpi apa Gerall semalam sampai mendapatkan keberuntungan seperti ini."Sekarang gue temen lo."Gerall mengangguk dengan antusias, tidak menyangka jika Allana mau berteman dengan orang seperti dirinya. Setidaknya
Gerall tengah berdiri dengan malas, panas sinar matahari membuat kulit putihnya nampak memerah. Gerall tengah dijemur bersama ratusan murid lainnya. Telinga seakan berdengung, mendengarkan pidato kepala sekolah yang hampir memakan waktu selama satu jam.Semua murid mungkin menganggap hari senin adalah hari yang paling mereka benci, di mana mereka harus panas-panasan saat mengikuti upacara. Hari yang sangat jauh dengan waktu weekend, begitupun dengan Gerall.Sebagai seorang badboy, membolos saat upacara adalah rutinitasnya. Namun, sayang. Kali ini Gerall tidak beruntung, Allana memergokinya saat tengah meroko di warung belakang.Sial memang!Padahal jika mereka menyadari makna penting dalam upacara, mereka tidak akan mengeluh seperti itu. Para pahlawan rela mengorbankan nyawanya untuk kemerdekaan Indonesia, tetapi para murid seakan tak menyadari itu."Gila, gak cape apa ceramah mulu? Yang denger juga gak ada," ujar Gerall sembari mengamati para murid yang sibuk sendiri.Ada yang sibuk
Gerall tengah berlari mendorong brankar Allana, Gerall meniru cara Kapten Yoo di drama Korea Descendants Of The Sun. Bedanya di sini tidak ada dokter yang menaiki tubuh Allana.Karena terlalu panik, ruang UGD bahkan sampai terlewat. Anehnya mereka malah berhenti tepat di depan ruang mayat, alhasil mereka harus putar balik layaknya orang yang sedang menghindari razia. Gerall melepaskan brankar Allana saat sudah sampai di depan pintu UGD. Sebelum suster memintanya agar tidak ikut masuk, Gerall terlebih dahulu duduk di salah satu kursi tunggu. Gerall sudah tau, sekeras apa pun keinginannya masuk, mereka tidak akan memberikan izin. Daripada melakukan drama dan memperlambat penanganan, Gerall lebih baik duduk. Sedikit ngos-ngosan karena memang sudah terlebih dahulu diisi banyak drama yang menyebabkan hambatan. Pemikirannya tidak sesuai dengan fakta! Ini yang disebut realita tak semanis ekspektasi. Tujuannya mengikuti cara Kapten Yoo agar bisa lebih cepat melakukan penanganan. Namun, y
"Diri mencoba mengiklaskan. Namun, rasa rindu sering kali menghantui." Gerall Yuan Elfateh ***Gerall tengah duduk termenung, pikirannya berkelana pada kejadian dua tahun lalu. Kejadian kelam yang berhasil memporak-porandakan kebahagiaan keluarganya.Gerall mencoba melupakan kejadian kelam itu. Namun, hati kecilnya selalu merasakan rindu yang memaksa untuk kembali mengingat. Semua tak semudah yang Gerall pikirkan.Gerall menggapai pigura yang selalu terpajang rapih di atas meja belajar. Menatap dengan penuh haru barang tersebut. Tangannya terulur mengusap lembut foto kedua orang tuanya, mereka tersenyum cerah ke arah kamera.Di bagian belakang pigura, terdapat tulisan penuh makna. Rasa bangga keluarga akan dirinya yang mengikuti jejak sang kakak. Derill dan Gerall laksana pinang dibelah dua, dari sikap, kebiasaan sampai prestasi, keduanya selalu memiliki kesamaan."Kami masih sama, ayah, bunda," ujar Gera
Hari terus berganti, tak terasa sudah satu bulan Derill mendekam di penjara dan hari ini merupakan hari yang sangat menegangkan bagi mereka. Gerall tengah menanti kedua orang tuanya, mereka akan menghadiri sidang putusan yang menjerat Derill. Senyum tertib di bibirnya, Gerall yakin Derill akan dibebaskan hari ini. Pasalnya orang suruhan sang ayah telah menemukan bukti jika Derill tidak bersalah. Dia hanya dijadikan kambing hitam oleh sahabatnya sendiri. Bukti kuat telah mereka kantongi, tinggal selangkah lagi, maka semuanya akan kembali seperti semula dan nama Derill akan bersih kembali. "Ayo, Sayang," ujar Maya yang tengah bergandengan bersama sang suami. Gerall bangkit dan langsung menyusul langkah kedua orang tuanya, Derill tertawa cekikikan saat membayangkan ekspresi Derill ketika melihat kamarnya telah disulap. Sulap penghancur andalan yang membuat Derill melarangnya masuk ke kamar cowok itu. Mobil terus melaju membelah jalanan Ibukota yang tengah lenggang, membuat merek
"Kamu mungkin sakit saat diperlakukan tidak adil. Namun, sakit yang sesungguhnya adalah ketika kamu kehilangan sang pelengkap hidup." Derill Gian Elfateh *** Derill sedikit tersentak saat hakim mengetuk palu, dengan wajah bingung Derill menatap pengacaranya. "Apa sidangnya telah selesai? Apa yang hakim katakan?" tanya Derill beruntun. Pria paruh baya itu menatap Derill dengan sayu, ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa menyelamatkan remaja itu dari tuduhan yang menjeratnya. Satu bulan bersama, ia dapat dengan mudah mengenal Derill. Derill anak yang baik, apalagi ketika Derill menceritakan jika Nesya adalah kekasihnya. Dengan pelan ia mensejajarkan tubuhnya dengan Derill, sedikit berjongkok karena Derill masih duduk. Kedua bahu Derill ia pegang erat, untuk sejenak dirinya hanya menatap Derill dalam diam. Bagaimanapun Derill masih anak di bawah umur, ia takut mental Derill terganggu. "Maafkan Om, Derill. Om, tidak bisa menyelamatkanmu," ujarnya pelan. Satu bulir a
***Tak terasa air mata Gerall menetes seiring kejadian kelam itu berputar di kepalanya, Gerall kembali menatap pigura yang menampilkan keluarga kecilnya. Mengusap pelan wajah kedua orang tuanya, ia merindukan mereka."Gerall merindukan kalian, apa kalian merindukan Gerall?" ujarnya pelan.Gerall mendongak, menatap langit malam yang kini tengah dihiasi ribuan bintang. Menyalurkan kerinduan tanpa mampu menggapai sang pemilik rindu, diri seolah mencoba tegar. Namun, hati selalu menjerit sakit.Tenggelam dalam luka, terbawa angan yang kian mendalam. Sendiri, tanpa ada sang pelengkap yang menemani. Lidah seolah kelu, diam membisu dalam kesunyian.***Gerall mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, dia baru saja berkunjung dari kediaman Dito, pengacara sang kakak. Mereka membahas kembali kasus dua tahun lalu, banyak hal janggal yang harus mereka ungkap.Salah satunya tragedi penembakkan terhadap mobil keluarganya yang mengakibatkan kedua orang tuanya meregang nyawa.Bunyi nyaring terd