Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya
"Ana, mana perempuan tadi?"
"Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut
"Ah maksud saya, Femi. Feminin"
Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu.
"Capek ngomong sama Lo"
Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya.
"Femi, Feminin... Fem!!"
Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi.
"Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi"
"Anu tuan, saya"
Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai
"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue cari Lo kesana kesini, bukannya nyahut malah diam"
"Maaf, tuan. Saya-"
"Lo kenapa?" Potong Jee karna tak sabar mendengar Femi bicara
"Saya bingung mau tidur dimana tuan."
Jee memutar bola matanya, malas. Jadi itu masalahnya. Ditariknya lagi tangan Femi menuju lantai atas
"Ini kamar Lo"
"Terima kasih, Tuan"
"Tas lo mana?"
"Di samping pintu kamar tuan"
Dengan wajah penuh amarah, Jee meninju tembok tepat disamping Femi.
"Berhenti bikin gue emosi"
"Tapi tuan, apa salahku?"
Tanpa menjawab pertanyaan Femi, Jee lebih memilih menelfon seseorang menggunakan telefon khusus yang tergantung di dinding
"Ambilkan tas milik perempuan sialan ini, antarkan ke kamar 23" titah Jee
Tanpa menunggu lama, datang seorang pelayan membawakan tas Femi
"Terima kasih yah, Bu sudah mau bantu bawakan tas saya" ucap Femi dengan wajah sumringah
"Nyusahin banget sih kamu" ketus perempuan itu meninggalkan Femi setelah berpamitan pada Jee
"Ayo masuk" ajak Jee
Jee membawa Femi masuk ke dalam kamarnya. Meski tidak seluas dan semewah kamar punya Jee, tapi Femi sudah merasa senang karena kamarnya lebih bagus dibanding rumahnya sendiri.
"Dikamar sini, sudah ada AC, kulkas, air penghangat, dan segala macam yang kamu butuhin. Kalau masih ada yang kurang, telfon rumah" jelas Jee yang membuat Femi tersenyum
"Oh ya, satu lagi. Peraturan selanjutnya, kamu jangan menghubungi Ayah kamu"
"terus bagaimana saya bisa tau, kabar bapak saya?"
Jee memutar bola matanya malas, gadis desa ini sangat menguji kesabarannya
"Saya beri kamu keringanan. Kamu boleh menghubunginya seminggu sekali"
Jee pergi begitu saja meninggalkan Femi sendiri. Tapi itu justru hal yang bagus untuknya, mengingat Femi tak betah berlama lama dengan Jee.Untuk menghabiskan waktunya, Femi memilih berjalan jalan mengelilingi rumah mewah ini yang sudah seperti gedung hotel luasnya.'kabar bapak gimana yah?' batin Femi. Sebenarnya dia ingin sekali menghubungi ayahnya, namun percuma. Jee takkan mengijinkannya. Terlebih lagi, Jee membawa pergi ponselnya
"Maafin Femi, pak. Ini semua demi menyelamatkan rumah kenangan kita. Femi gak tau kapan kita bisa ngumpul lagi seperti dulu. Tapi Femi minta, doanya yah Pak"
Femi menundukkan kepalanya, mengingat Pak Budi. Baru saja dia meninggalkan rumahnya, dia sudah merindukan ayahnya. Baginya, tinggal dirumah mewah ini tak ada artinya bila tak bersama orang tuanya.
"Hai, sendirian?" tanya David tiba tiba duduk disampingnya
"Eh i, iya"
David terkejut melihat kedua mata Femi yang membasah
"Kamu nangis? Karna Jee lagi?"
"Gak kok, Dav.. Aku, aku kangen bapakku"
"kirain kamu dikasarin lagi sama Jee"
Femi terpana melihat senyuman David untuk kesekian kalinya. Bagi Femi, David dan Jee sangat berbeda jauh. Jee orang yang angkuh, sombong, kasar dan dingin. Beda sekali dengan David yang ramah, dan hangat. Membuatnya Femi betah berlama lama dengannya.
"Hmmm, kamu suka coklat gak" tanya David lagi
"Suka banget, Dav. Tapi gak mampu beli, sayang uangnya"
David mengangguk paham, lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya.
'Sebuah permen coklat'. Diberikannya untuk Femi meski dengan perasaan ragu"Aku ada nih, coklat. Tapi cuman satu"
Femi pun menerimanya dengan senang hati, lalu membuka kemasan permen coklat itu dan memakannya
"Enak banget, beli dimana?"
"Di Paris"
"Warungnya Mba Paris dimana?"
"Di Prancis"
"Perancis? Aku belum pernah dengar"
"Itu sebuah negara, diluar negeri"
Femi kembali ber -Oh ria seolah mengerti dengan ucapan David.
"Kamu yakin, seumur hidup mau dengan Jee?"
"Tuan Jee gak bilang seumur hidup kok"
"Tapi Jee bilangnya sampai dia bosan kan?"
Femi mengangguk membenarkan ucapan David
"Kalau sampai Jee gak pernah bosan denganmu, bagaimana?"ukhukkk....
ukhukkk.....
David segera mengambilkan Femi segelas air minum yang kebetulan dekat dengan dispenser. Femi pun meneguk minumannya sampai habis
"Makannya itu pelan pelan"
"Maaf Dav, habis pertanyaan kamu itu bikin kaget. Ya gak mungkinlah, Tuan Jee gak bosan sama saya. Kan Tuan Jee banyak cadangan ceweknya"
Mendengar kepolosan Femi, David hanya bisa tersenyum, mengelus lembut rambutnya.
"Hari sudah malam, tidur lah. Aku mau menemani Jee ke discotik, sekalian bertemu dengan client disana" titah David
"Terima kasih yah, udah mau menemani aku ngobrol. Hati hati perginya"
"Kamu cantik sekali, Femi. Semoga kamu kuat menghadapi CEO itu. Aku pergi dulu yah, telfon aku kalau kamu butuh apa apa"
David pergi meninggalkannya, sendiri. Femi merasa senang bila bersama David. Setidaknya dirumah ini, Femi tidak perlu merasa sendiri lagi karna sudah ada David yang melindunginya.
****Kaki Femi terasa seperti ada yang mengelus, kadang kala seperti di endus juga. Femi merasa curiga. Jangan jangan hantu. Meski keadaan lampu remang remang, Femi merasa takut untuk membuka mata.
Makin lama, gerakannya naik keatas membuat posisi Femi tetap menyamping. Bahkan suara hembusan nafasnya pun mulai terdengar di telinga Femi. Karna sudah di ujung tanduk, Femi mulai memberanikan dirinya, untuk menyerang hantu ituBugh
BughBugh"Pergi kau hantu gila. Pergi dari kamarku"
"Aduh, aduh.. Femi, hentikan ini! Bodoh!!!"
Meski dengan mata tertutup, Femi tetap memukuli hantu itu dengan bantal sampai pada akhirnya yang mengaduh kesakitan seperti suara
.
...
Tuan Jee??"Femiii,, berhenti!! Sialan Lo ya"
Femi pun menghentikan aksinya dan kembali membuka matanya. Kedua matanya membulat saat yang terlihat ternyata Jee.
Dengan terburu buru, Femi menyalakan penerangannya. Terlihat seperti kemarahan membesar di raut wajah tuannya itu"Maaf Tuan. Saya kira tadi hantu"
"Maaf kata Lo? Emangnya rumah ini rumah bekas pembantaian?"
Bibir Femi gemetar, takut akan kemarahannya Jee. Femi lupa, bahwa dia hanya jalang pribadi milik Jee. Ingin rasanya Femi menghilang saja untuk saat ini, yang bahkan untuk mengangkat kepalanya pun tak berani.
Jujur, Jee merasa iba melihat ketakutan yang dialami Femi. Tak tega untuk melakukan sesuatu lebih jauh kepadanya.
Tapi dia juga tak tahan, melihat kecantikan alaminya. Selangkah demi langkah, Jee mendekati Femi. Disisi lain, Femi merasa canggung sekaligus bingung karna baru kali ini dia di dekati laki laki."Maaf tuan, tolong lakukannya pelan pelan?"
"Kenapa?""Saya belum pernah melakukan ini sebelumnya"Jee yang saat itu mencium leher Femi, terhenti saat mendengar pengakuannya. Batinnya tertegun, baru kali ini ada perempuan yang mengaku masih virgin.
"Apa?"
"Saya masih perawan, Tuan?!"Air mata Femi pun kembali menetes tatkala mengingat dirinya jadi kotor demi sebuah pengorbanan
"Bisa tidak, untuk sekali ini saja aku tak melihat air matamu?" desis Jee yang merasa muak melihat Femi yang selalu menangis.
"Maaf!!" Buru buru Femi menghapus air matanya, agar Tuannya tidak selalu marah dengannya
"Terserah. Aku sudah tidak memiliki mood"
Jee meninggalkan Femi yang masih terpaku. Batinnya bimbang. Haruskah dia meneruskan perjuangan ini, atau kembali pada ayahnya untuk berkelana tanpa tempat teduh?
Femi jatuh terkulai. Femi tak ingin ini semua? Femi tak ingin kehilangan harkat dan martabat sebelum janji suci pernikahan. Tapi disisi lain, memori kenangan bersama kedua orang tuanya selalu kembali
"Ibu, Ayah. Tolong Femi. Semoga Tuan Jee masih mempunyai hati yang baik.Femi tak ingin melakukannya tanpa dasar cinta, tanpa ada janji pernikahan. Femi takut!!" kata Femi sembari menangis sesenggukan.
Namun satu hal yang femi tak ketahui, Jee mendengar semuanya. Jee tak sebenarnya pergi, dia hanya bersembunyi di balik tembok tanpa Femi sadari.
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue