"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayan
Jee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.
Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya.
"Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi
"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu.
"Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali' batin Femi. Tapi kenapa dengan Femi, dia selalu ngomel tidak jelas
"Oh iya, Monica akan datang di acara makan malam kita. Sudah Oma undang. Jangan kabur lagi seperti sebelumnya. Kasihan dia, sudah datang jauh dari USA. Kamu malah menjauh"
"Hmmm"Jee meninggalkannya berdua dengan Femi. Femi bingung harus apa? Mengikuti tuannya, atau tetap bersama Si Nyonya besar? Melihat sepertinya, wanita itu menatap sinis ke arah Femi
"Anu, maaf Oma. Saya mau permisi sebentar"
"Panggil saya, Ibu Widya"Kini, giliran wanita itu yang meninggalkan Femi sendirian. Membuat bingung Femi,
'Aku yang pamit, aku juga yang ditinggal. Keluarga aneh' gumam Femi bersungut sungut***Acara makan malampun tiba. Entah apa yang difikirkan Jee. Dia menyuruh 7 pelayannya mendandani Femi secantik mungkin. Bahkan Jee juga memberikannya gaun import dari Perancis yang berharga jutaan. Gaun seksi dengan tali spagetthi, berwarna merah marun, dan sepatu stiletto warna hitam glossy
Jee dan Ibu Widya duduk di kursi meja makan. Mereka saling diam acuh, hingga tak lama kemudian, yang ditunggu pun tiba
"Hallo Oma"Ya, dia Monica. Gadis cantik turunan Turki Amerika. Monica sudah lama menyukai Jee. Orang tua Monica yang pengusaha Retail besar di Amerika pun, membuat Ibu Widya akhirnya mendorong Monica untuk mengejar Jee. Ibu Widya sangat menyetujui hubungan mereka"Jeje, i miss you" Monica mengecup pipinya dan memberikan pelukan hangat yang singkat"Bagaimana kabarmu?" tanya Monica sembari duduk di hadapannya"Seperti yang kamu lihat" jawab Jee ketusMelihat kegembiraan Monica yang perlahan meredup, membuat Ibu Widya merasa prihatin. Dan akhirnya membuka suara diantara mereka"Kapan kamu akan melamar Monica. Dia sudah lama menunggu. Apalagi umur kalian sudah matang untuk menikah" Tanya Ibu Widya dengan percaya diri"Melamar? Sejak kapan aku menginginkan Monica jadi istriku?""Ayolah Jee, sampai saat ini Oma belum melihat tanda keseriusanmu pada wanita lain?""Bukan berarti anda berhak ikut campur dengan urusan pribadi saya"Ibu Widya dan Monica terkejut dengan penuturan Jee. Namun Jee tetap memakai tatapan tajamnya, menunjukkan rasa tidak sukanya dengan kehadiran mereka"Maaf, saya terlambat"Tiba tiba Femi datang, dengan penampilan tercantiknya, membuat mereka menoleh kearahnya. Bahkan Jee pun dibuat terpesona dengan kecantikkan Femi.Jee memberi Femi kode, untuk berjalan mendekat dan duduk disampingnya. Dengan langkah perlahan dan hati hati, Femi mendaratkan bokongnya di bangku dekat Jee."Lama banget sih Lo" bisik Jee ke Femi"Maaf tuan, sepatunya ngeri kalau dipake. Aku latihan jalan dulu tadi biar gak jatuh"Jee pun memutar bola matanya malas. Lalu melemparkan tatapannya pada Ibu Widya dan Monica"Saya akan menikah dengan Femi" jelas Jee membuat mereka terkejut"Diakan pembantu kita. Apa Oma gak salah dengar, mau kamu jadiin dia istri?""Saya gak pernah bilang dia pembantu""Tenang Oma, barangkali Jeje lagi nge prank kita" Monica mengelus pundak Ibu Widya "saya tidak pernah bercanda"Monica tertegun, ada sesuatu cairan yang akan keluar dari kedua bola matanya. Dengan susah payah, Monica menahan untuk tidak menangis"Sekarang sudah jelaskan? Jangan ada lagi yang pernah ikut campur"Dengan penuh amarah, Monica berdiri menunjuk Jee"Bohong, kamu bohong Jee. Kamu lakuin ini cuman buat aku cemburu kan? Mana mungkin gadis dari desa yang udik ini menikah denganmu. Kamu boleh berhaving seks dengan para perempuan murahan diluar sana, tapi belum tentu kamu melakukan itu atas dasar cinta. Begitu juga yang kamu lakuin dengan gadis kampung ini. Iyakan?"Femi mendadak terenyuh dengan perkataan Monica. Monica benar, Femi tidak lain hanya budak nafsu buat Jee. Femi ingin pergi dari tempat ini, Femi malu. Namun itu semua nihil saat Jee menggenggam tangan Femi
"Besok saya akan menikah dengannya"Lagi lagi, Jee membuat mereka bertiga kaget. Secepat itu? Besok? Kali ini apa yang difikirkan Jee. Mengambil keputusan sepihak dengan melibatkan Femi"Ikut saya!!" Jee menarik tangan paksa Femi kembali. Meninggalkan Ibu Widya dan Monica yang masih berfikir keras dengan ucapan Jee barusan."Oma, gimana ini?""Tenang saja sayang, palingan ini hanya gertakkan. Lihat saja besok!"Disisi lain, Jee membawa Femi menuju kamarnya. Sampai disana, Jee melepaskan kasar genggamannya"Apa Tuan sudah tidak waras? Tuan mengajak saya menikah? Dan itu besok?""Di depan mereka, panggil gue Jee""Tapi Tuan.. ""Gue akan nikahin lo besok"Potong Jee, memberikan jawaban kepada Femi tanpa diminta."Tapi, haruskah secepat itu?""Gampang, kita bisa cerai""Tuan Gila!!!!! Pernikahan itu sakral. Bagaimana bisa, anda memainkan sebuah pernikahan?""Lo nyebut gue Gila?""Iya" tantang FemiJee mendorong Femi sampai batas tembok, lalu menguncinya dengan tangan. Menatapi wajah Femi yang di balut make up tipis, dan rambut lurusnya. Wangi tubuhnya pun harum, entah mengapa gadis ini menyukai aroma stroberi. Membuat Jee tertular dengan aroma manis itu, dan meneguk salivanya.
Sebenarnya, dari awal Jee merasa ingin menerkam Femi saat di ruang makan tadi. Namun ia tahan, karena sadar ada Oma dan Monica dihadapannya.Dengan lembut, Jee mengelus wajah Femi. Dan mendaratkan bibirnya di tengkuk leher Femi. Membuat Femi mengerang. Tak lupa, meremas dada Femi yang begitu ranum. Semakin lama, Jee tak tahan. Ingin segera di lahapnya gadis cantik itu."Tuan, aku.. Aku lapar"
Jee merasa melongo mendengar pengakuan Femi. Dilepaskannya tangan yang telah mencengkram layaknya elang dengan anak ayam"Makan saja sana. Saya mau istirahat"
"Tuan, apa boleh saya meminta sesuatu? ""Apa?""Saya tidak ingin pernikahan palsu itu. Bagi saya, pernikahan itu suci. Bukan untuk main main"Perkataan Femi sungguh membuat darah Jee naik di ubun ubun. Bisa bisanya, Gadis kampung itu menolah perintahnya
"Dengar yah, gadis kampung. Atasan kamu itu saya. Punya hak apa kamu sampai kamu memerintah saya?"
Femi bingung mau berkata apa. Sedangkan dirinya saja tidak tau, sampai kapan dia akan berada di dalam neraka bersampul rumah mewah ini. Mau tidak mau, dia menyerah saja dengan perintah Tuannya itu
****
Setiap sudut ruang telah di hiasi bunga bunga, dekor dan berbagai macam aksesoris pun telah dipasang dengan tema putih.
Dilatar taman, sudah terpasang tenda, kursi dan segala macam perabotan untuk pesta pernikahan. Sangat meriah dan glamour. Tentu saja, itu atas perintah Jee saat menjelang subuh tadi secara mendadak. Membuat kelimpungan seluruh pegawainya.
"Hoaaammmm"
Femi terbangun tidurnya, melonjak kaget. Setelah sadar bawah dirinya telah di depan meja rias di dandani oleh pelayan dan para Makeup Terkenal di dunia.Make up yang tidak terlalu mencolok ataupun menor, dengan lipstik nude dan blush peach. Terlebih pakaiannya sudah berganti jadi Gaun pernikahan.
"Apa? kenapa saya bisa ada disini? Tolong saya" teriak Femi yang berusaha ingin kabur, namun kedua tangan dan kakinya di pegang oleh 5 pelayan Jee
"Diam, ini perintah Tuan besar!! Kalau kamu memberontak, kami bisa di maki"
"Tau ini. Bukannya kamu senang, hendak dinikahi pangeran impian?"
"Gadis jelek kamu bisa bisanya jadi istri Tuan Jee. Pasti kamu pakai dukun, iya kan?"
Banyak sekali hujatan yang diterima Femi saat ini. Femi baru tersadar, bahwa omongan Jee tidak main main.
***
Pernikahan pun berlangsung dengan meriah, banyak dari teman dan kolega Jee datang menyambut pesta mereka. Dan ini berlangsung sampai malam.
Bisa bisanya Jee membuat pesta pernikahan secara mendadak tanpa di fikir fikir dulu. Membuat Femi berfikir, perintah Jee memang tidak bisa dibantahkan
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
"Tolong jangan hancurkan dagangan saya" Pinta seorang pria tua kepada bodygoard yang tengah ngobrak Abrik meja dagangannya. "Makanya bayar hutangmu, kalau gak bisa bayar. Kami hancurkan sekalian rumahmu" Pak Budi, nama pria itu. Dengan tubuh gemetaran, akhirnya pulang kerumah seorang diri dengan wajah babak belur. "Nduk, Femi. Ini ayah nak!!" Panggil Pak Budi, sembari mengetok pintu rumahnya meski tertatih. "
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue