"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"
Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.
Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.
Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 'siapa juga yang ingin menikah dengan pria dingin gitu' sinis Femi dalam hati tatkala melihatnya berbicara dengan teman temannya
Di sisi lain, Jee terlihat seperti memperhatikan Femi. Saat pandangan Femi tak tertuju padanya. Gadis cantik dengan gaun putih dengan pernik gold, dan mahkota kecil di kepalanya. Terlebih, polesan di wajahnya terlihat natural namun tak terkesan pucat
Femi..Femi..Femi.."Femiii,, bangun woii gadis udik"
Jee sedari tadi membangunkan Femi yang tak bangun bangun. Jee curiga, kalau Femi latihan meninggal bukannya tertidur.Mata Femi pun terbuka perlahan. Saat wajah mereka saling bertemu, mata nya pun membulat sempurna. Buru buru, Femi pun segera bangun dari tidurnya.
"Syukurlah, hanya mimpi" ucapan Femi lega.
"Mimpi apa lo?"
"Aku mimpi menikah sama Tuan, syukur hanya mimpi. Entah apa jadinya, kalau saya benar benar menikah dengan Tuan" senyum Femi merasa senang
Kini gantian mata Jee yang membulat. Tersinggung dengan ucapannya itu
"Heh, kita memang sudah menikah!!!"
"Hah? Kok..."
"Lihat jari manis lo, itu cincin nikah kita!!"
Femi pun mengangkat kedua tangannya, dan emang benar itu bukanlah mimpi. Itu tadi hanya kenangan pernikahannya semalam
"Emang kenapa kalau Lo menikah sama gue? Bukannya beruntung? Tapi jangan harap lo bisa menikmati harta gue barang sebiji kerikil pun"
"Tuan, saya juga tidak ingin menjadikan pernikahan itu permainan. Kenapa harus saya yang jadi istri sementara, Tuan?"
"Karna hanya menikah, gue bisa bebas sentuh Lo" ucap Jee keceplosan dan membuatnya salah tingkah
Dahi Femi berkerut, benarkah ucapannya barusan?
"Gue sudah masukkin nomor gue di ponsel lo. Cukup nomor gue dan bokap Lo yang disimpan. Sekarang, Lo balik kerumah lo. Bokap Lo sakit. Biar Supir antar Lo pulang. Tapi ingat, cuman sejam."
Setelah mengucapkannya, Jee pergi dengan berpakaian rapi dan mengenakan Jas. Meninggalkan Femi yang masih tidak percaya dengan apa yang dia alami.
Kakinya pun bergerak maju, melihat ponsel yang di tunjuk Jee barusan. Ponsel merk terbaru dan Femi yakin harganya puluhan juta.
"Ini gawai ku kah? Perasaan punyaku, yang tutupnya di ikat pakai karet gelang deh"
Femi pun mencarinya di seluruh kamar. Dan tidak ketemu. Femi tidak yakin bahwa itu ponsel pemberian Jee. Tapi disisi lain hatinya mengatakan, kalau itu emang punyanya.
Dengan perasaan ragu, diambilnya ponsel itu dan ternyata benar. Nomor Jee dan ayahnya yang tersimpan di kontak.Daripada buang buang waktu, bergegas Femi segera mandi dan siap siap pulang kerumahnya."Eh, Tuan putri mau kemana?" Sindir Ibu Widya bersama Monica yang ada disampingnya, saat Femi lewat di depannya dengan pakaian yang sudah rapi
"Mau pulang, Oma"
"Pulang aja, gak usah balik sini" kata Monica dengan sinis
"maaf, tapi perintah Tuan. Eh Jee, kalau saya tidak boleh lama lama disana. Permisi, saya pergi dulu" kata Femi buru buru meninggalkan mereka
Berada di antara mereka, membuat bulu kuduk Femi merinding. Aura mereka sangat tidak bersahabat, membuatnya tak betah disana****"Ayah"Femi masuk ke kamar Ayahnya. Melihat putrinya datang, Pak Budi yang awalnya hanya berbaring. Kini berusaha untuk duduk
"Anak Ayah sudah pulang"
"Ayah sakit?"
"Hanya kecapaian" Senyum Pak Budi penuh arti.
"Kamu sekarang sudah dewasa nak. Penampilan kamu sekarang sangat bagus. Pasti suamimu, memanjakanmu" kata Pak Budi
"Tau dari mana , Femi menikah?"
"Dari David"
Femi terkejut, ternyata berita dirinya menikah sudah tersebar luas.
"Jadilah istri yang berbakti. Agar surga Ridho menerimamu. Tak usah fikirkan ayah disini. Sudah ada Suster dan pembantu yang merawat Ayah. Mereka di gaji David. Dokternya pun kesini, memeriksakan Ayah tepat waktu secara rutin"
Tak Femi sangka, sebaik inikah David padanya sampai urusan Ayahnyapun, dia tangani meski tanpa Femi minta. Femi merasa punya hutang Budi padanya. Seandainya Jee mengijinkannya menyimapn nomor David saat ini, Femi akan sangat berterima kasih pada David karna sudah banyak membantunya.
Sejam kemudian Femi berada dirumahnya, Femipun pamit pulang. Keburu telat. Sang sopir pun sudah mengingatkan Femi untuk segera kembali kerumah Jee
"Jaga diri Ayah baik baik. Femi sangat sayang Ayah"
"Begitupun Ayah, Nak. Semoga kamu selalu bahagia"
**Ibu Widya dan Monica sudah lama menunggu Femi yang kini sudah berjalan mengarah ke mereka
"Eh Tuan putri baru pulang" Sindir Ibu widya
"Enaknya bisa santai santai, lagak pemilik rumah dia Oma" Monica pun sampai semangat mengomporinya.
"Eh, gadis kampung. Cepetan kamu beres beres rumah, dan masak buat makan malam. Sebelum Jee pulang" perintah Ibu Widya pada Femi penuh kebencian
"Tapi, para pelayan yang lain kemana?" tanya Femi hati hati
"Sudah saya suruh istirahatkan mereka. Sudah terlalu capai mereka dengan urusan kamu semalam"
"Rumah ini sangat luas, Oma. Bagaimana saya bisa mengerjakan rumah ini sendirian"
"Yah teerserah kamu gimana caranya. Yuk Monica, kita nonton aja. Banyak film bagus bagus" Ajak Ibu Widya pada Monica dan segera menjauh.
Kini tinggal Femi sendiri dengan wajah kebingungannya. Badannya sangat kecil, tak mungkin mengerjakan ini semua sendiri. Tapi sebagai bentuk rasa terimakasih nya pada Jee karna telah membiarkan menjenguk ayahnya. Femi pun segera bangkit dan penuh semangat mengerjakan semuanya. Menyapu, menata rumah, mengepel, cuci piring, cuci pakaian, menyiram tanaman, sampai pada akhirnya Femi memasak untuk makan malam keluarga. Barulah para pelayan datang, menuju dapur. Terlihat dari raut muka mereka bahwa mereka tidak menyukai Femi"Emang enak dikerjain Nyonya. Makanya jangan berlagak jadi ratu"
"Hahaha iya, pasti di khayalannya bakal hidup enak"
"Tau tuh, padahal kan yang cocok jadi istri Tuan Jee yah Non Monic. Kenapa jadi dia yang gak jauh beda sama kita"
Mereka bertiga saling sindir, menatap sinis Femi yang sedang mengiris wortel. Sedangkan 5 pelayan lainnya tetap diam saja, sibuk dengan rutinitasnya masing masing.
Saat memutar badan, tak sengaja Femi menabrak Ina Si pelayan yang sedang membawa panci berisi air kaldu panas. Tangan Femi pun terciprat karnanya
"aduh panas, perih!!"
"Upss, gak sengaja" kata Ina dengan cueknya pergi meninggalkan Femi yang sedang meng aduh kesakitan.
Merasa tak dipedulikan orang sekitar, Femi memilih pergi dari dapur untuk mencari kotak obat. Setidaknya sebuah salep agar tangannya tidak melepuh.Lama berkeliling disetiap sudut ruang, tak dapat jua apa yang dicarinya. Femi memilih kembali ke kamarnya. Setidaknya di dalam kamar, dia bebas menangis sepuasnya
"Hikss,, Salahku apa sih sama mereka? Ini bukan mauku menikah dengan Jee. Jee yang memilihku. Tapi kenapa mereka memusuhiku?"
Dengan kepala tertunduk, Femi menundukkan kepalanya sambil menangis. Bukan, bukan karna lukanya. Tapi karna perlakuan orang orang sekitarnya yang membuat dia sakit.
"Nih"
Sebuah kotak obat PPPK, tiba tiba muncul di hadapannya. Dan saat kepalanya mendongak, muncul Jee yang membawa obat itu.
"Lo kenapa lagi?" Tanyanya yang hanya dijawab gelengan kepala
"Terserah Lo deh, ambil nih. Keburu infeksi tangan Lo"
Femi menerima pemberiannya Jee. Namun tak lama, Jee merebut kembali kotak obat tersebut. Dengan teliti, Jee mengobati tangannya Femi
"Udah selesai. Cengeng amat Lo. Gitu aja nangis"
"terima kasih, Tuan"
"Panggil gue Jee. Entar disangka orang, kita nikahan bohongan"
"Baik Jee."
"Lo balik ke kamar ini lagi? Apa kata Oma nanti kalau liat kita tidurnya pisah? Besok kembali ke kamar gue. Gue gak suka tidur sini, ranjangnya sempit" titah Jee dengan perasaan jengkel
Femi hanya melongo, ranjang seluas ini dibilang sempit? Apa kabar dengan ranjang dirumahnya, yang 3 kali lebih kecil dari ini.
Jee langsung pergi mandi, setelah mandi. Bersiap siap untuk segera berkumpul di ruang makan. Femi hanya menatap Jee, yang saat ini mengenakan celana pendek, dan kaos hitam polos di depan cerminnya sambil sisiran
"Tuan!"
"..."
"Kapan tuan??? hmmmm..." Femi ragu untuk mengucapkannya. Takut salah ngomong.
"Apa?"
"Kapan Tuan mau ouh ouh sama saya?"
Jee mengernyitkan dahinya, menatap Femi dengan wajah bingung. Sadar atas kebingungan tuannya itu, Femi mencoba memperbaiki lagi perkataannya.
"Kan kata Tuan, saya cuman jalang.."
"Lalu..?"
"Kapan kita akan memulainya"
Jee terkejut atas pertanyaan Femi yang terkesan berani. Bagaimana mungkin Femi akan menanyakan hal ini? Seperti jalang yang kehausan belaian. Tanpa Jee menjawab, dia meninggalkan Femi yang masih dikamarnya. Membuat Femi penasaran dengan jawabannya dan terkadang menyesal telah menanyakan hal seperti tadi."Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
"Tolong jangan hancurkan dagangan saya" Pinta seorang pria tua kepada bodygoard yang tengah ngobrak Abrik meja dagangannya. "Makanya bayar hutangmu, kalau gak bisa bayar. Kami hancurkan sekalian rumahmu" Pak Budi, nama pria itu. Dengan tubuh gemetaran, akhirnya pulang kerumah seorang diri dengan wajah babak belur. "Nduk, Femi. Ini ayah nak!!" Panggil Pak Budi, sembari mengetok pintu rumahnya meski tertatih. "
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue