Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir
"Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar.
Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya.
"Aku tadi kenapa?"
"Kamu hampir diperkosa"
Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica?
"Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu"
"Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku"
"Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi
***Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica
"Dimana gadis bodoh itu?"
"Tenang Jee, wanita jalang itu pasti sedang bersenang senang sama laki laki lain. Kamu lagian, kenapa mau sih nikahin perempuan itu. Sudah ada Monica yang cantik dan cerdas nungguin kamu, malah milih perempuan miskin"
"Saya tidak minta pendapat anda!"
"Terakhir aku liat , dia ada di Caffe X3. Coba telfon, kalau masih gak di angkat. Berarti dia tertidur sudah layanin laki laki itu" timpal Monica sengaja mengompori Jee.
Jee tak mengindahkan perkataan Monica, karna dia yakin Femi tak seburuk itu. Tapi ada rasa nyeri saat Femi di sentuh oleh laki laki lain.
Waktu sudah menunjukkan jam 1 malam, Femi baru pulang di dampingi David. Sedangkan Jee sudah dari tadi menunggunya di sofa ruang santai"Baru pulang Lo?" Sindir Jee sinis
"Mobil tadi mogok Jee, lama baru bisa nyala. Itu lagi di dorong sampai ke pinggir jalan"
Jee mengabaikan alasan yang diberi David. Matanya fokus ke arah Femi yang sedang tertunduk.
Pakaian minim dengan belahan yang rendah sekali, punggungnya terekpos bebas dan pahanya terlihat jelas. Benar kata Ibu Widya , penampilan Femi mirip wanita jalang
Jee berjalan mengarah Femi, dengan penuh emosi, di cengkeramnya kedua pipi Femi
"Dibayar berapa Lo sama pria tadi? Hah?"
"Pria? Tidak ada pria Jee"
"Setelah ada bukti, lo masih bisa mengelak?"
Di lemparkannya Wajah Femi. Tangan Jee mengarah ke tangan Femi, di tariknya tangan itu kedalam kamarnya.
Tak sampai disitu, Femi mendapatkan tamparan keras dengan rambut yang ditarik Jee."Lo gak lebih dari murahan"
Femi ingin berlari, sayangnya tangannya di pegang kuat oleh Jee. Dan satu tarikkan
Kreekkkkk!!
Gaun Femi terobek, Jee pun membuka celananya. Mendorong Femi jatuh ke ranjang.
Femi sudah berusaha keras minta tolong dan minta di hentikan, tapi Jee tak mengindahkannya. Tanpa pemanasan ataupun penetrasi, Senjata Jee masuk kedalam punya Femi yang dijaganya berhargaFemi pun meringis kesakitan, ada darah mengalir di bawahnya. Tapi Jee tak perduli. Jee tetap menuntaskan hasratnya, sampai akhirnya mereka lelah dan tertidur bersama
***Sinar matahari mulai mengintip dari bilik gorden putih jendela kamar, menyiramkan cahayanya pada seorang pria tampan bermata sipit dengan bentuk alis dan bulu mata tebal.
Jee terbangun, menengok ke arah kirinya. Femi, masih tertidur lelap dengan mata yang sembab. Demi memberikan kesadaran lebih terlepas dari tidurnya, Jee mengusap wajahnya kasar. Saat hendak bangun, Jee menemukan bercak darah di sebuah seprai berwarna putih polos tersebut.
Jee tertegun sejenak, sampai akhirnya ia sadar bahwa semalam Jee memerawani Femi. Itu berarti foto yang diberi Monica palsu. Hatinya begitu nyeri mengingat semalam bagaimana Femi memohon untuk dihentikan sambil mengerang kesakitan. Seharusnya saat seseorang bercinta dalam keadaan tersegel, dilakukan dengan lembut. Bukan kasar seperti tadi malam.
Femi pun menggeliat, mencoba terbangun dari tidurnya. Terkejut saat Jee sudah bangun sedari tadi, di sampingnya.
"Jee, semalam aku..."
"Tak usah dibahas" potong Jee berlalu meninggalkan Femi sendiri.
Selesai mandi, Jee mengajak Femi untuk turun sarapan. Kebetulan, orang yang dimaksud Jee sudah berkumpul
Yah, Monica dengan wajah biasa saja tanpa perasaan bersalah, memfitnah Femi
"Dari mana Lo dapat foto Femi?" tanya Jee tiba tiba, dihadapan Monica yang sedang makan
Monica menyeringai tipis, hendak membuat laporan palsu lagi.
"Aku semalam bertemu dengannya di hotel, dan dia...."
"Aagghhhhrrrrrr"
Jee melempar piring Monica, membuat semua orang terkejut di pagi hari.
"Apa apaan kamu Jee!!" tanya Oma kaget
"Oma ga usah ikut campur"
Oma terdiam setelah mendapat tatapan tak suka dari Jee.
"Ada apa sih Jee? kok kamu marah sama aku?"
"Semua yang Lo omongin itu bohong kan?"
"Aku gak bohong Jee, aku memang ketemu dengannya semalam" tutur Monica dengan ekpresi santai dibuat sebaik mungkin
"Lo bisa jamin?"
"Sorry Jee gue telat, ini cowo susah dibawa kesini!" kata David tiba tiba sambil membawa pria yang hampir memperkosa Femi
Kedua bola mata Monica membelalak, tatkala melihat pria itu masuk kedalam rumah Jee
'bagaimana bisa Dave tau soal ini?' batin monica"Sekarang, Lo jelasin yang sebenarnya!" perintah David
Sesekali pria itu melirik Monica, memberi kode untuk minta di tolong. Tapi Monica bisa apa? dirinya juga sudah terpojok.
"Maaf tuan, saya hanya di suruh Monica"
Jee tertawa miris, setelah sebelumnya sudah percaya dengan apa yang dikatakan Monica
"Gue bakal laporin kalian ke polisi!!" ancam Jee
"Gak bisa begitu Jee, Monica sudah banyak membantu perusahaan kita" bela ibu Widya.
Jee hanya menarik satu bibirnya, seolah apa yang dikatakan ibu Widya hanya halusinasi
"Jee, gak bisa gitu. Tanpa keluargaku, kalian bukan apa apa" kali ini Monica membela dirinya sendiri
"Lo fikir, gue takut kehilangan Lo?" desis Jee.
"Jadi Lo bela dia?" tunjuk Monica pada Femi yang baru turun dari tangga.
"Kalau iya kenapa? Lo ngancam gue buat berhenti kerjasama dengan bokap Lo?"
"Sudah sudah, kalian kenapa jadi ribut begini. Kamu, cepat pulang sana" perintah ibu Widya pada pria itu. Yang hanya dijawab anggukan kepala, sambil berlari pergi.
"Oma kenapa dilepaskan?"
"Ini hanya sebuah salah paham David, tak apa".
Femi hanya kebingungan, dengan apa yang terjadi. Mengapa mereka berkumpul diruang makan sambil ribut? Biasanya di ruang santai
Jee menatap lekat Femi, timbul rasa bersalah yang teramat sangat. Sebenarnya Jee tau, kalau baju yang dibelinya sudah di bakar Monica. Namun dia hanya diam saja, karna sebenarnya Jee sudah menyiapkan baju baru dilemarinya tanpa sepengetahuan Femi.
"Kamu kenapa turun sih?" Tanya David pada Femi
"Aku penasaran, apa sih yang terjadi?"
"Femi, naik ke kamar? Mandi. Setelah ini aku ajak kamu keluar" perintah Jee meninggalkan Ibu Widya, Monica, Femi dan David.
Femi berjalan lesu menuju kamarnya. Dia tak punya pakaian apapun lagi, baju lamanya disimpan oleh para pelayan entah dimana
"kenapa Lo? Mandi sono!!" Suruh Jee pada Femi yang duduk di pinggir ranjang.
Femi mengangguk, lalu segera mandi. Setelah mandi, Femi membuka lemari pakaiannya yang sebesar rumahnya dikampung. Matanya membuka sempurna, dengan mulut yang menganga.
Ada banyak baju, dress, kaos, celana, rok yang bergantung dan tertata rapi disana. Baunya khas pakaian baru.
Femi memicingkan matanya, mungkin dia salah lemari. Tapi disini hanya ada dua lemari, satu milik Jee satu miliknya. Tapi ini punya siapa?
"Jee ini baju...."
"punya lo!" Potong Jee cepat.
Femi tersenyum kikuk, padahal baru kemarin dia galau memikirkan baju apa yang akan dipakai besok. Ternyata Tuhan menjawab, apa yang dipertanyakan Femi
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
"Tolong jangan hancurkan dagangan saya" Pinta seorang pria tua kepada bodygoard yang tengah ngobrak Abrik meja dagangannya. "Makanya bayar hutangmu, kalau gak bisa bayar. Kami hancurkan sekalian rumahmu" Pak Budi, nama pria itu. Dengan tubuh gemetaran, akhirnya pulang kerumah seorang diri dengan wajah babak belur. "Nduk, Femi. Ini ayah nak!!" Panggil Pak Budi, sembari mengetok pintu rumahnya meski tertatih. "
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
Monica menangis sesenggukan, hendak mengadu Pada ibu Widya. Ibu Widya yang saat itu sedang maskeran, panik melihat Monica menangis masuk ke kamarnya "Loh, ada apa?" "Aku ditinggal sendirian di Klinik, Oma!!" "Emangnya Jee kemana?" "Gak tau, kan dari awal emang Jee gak suka sama Monica. Gak ikhlas Anter Monica" Ibu Widya mengangguk paham, di elusnya punggung Monica agar lebih tenang. "Sabar, kita harus cari rencana biar Jee suka sama kamu!" "Gimana caranya Oma?" "Pokoknya ada lah! Nah sekarang kamu tidur. Besok ikut Oma ke suatu tempat" Monica mengangguk, dan berjalan keluar dari kamarnya Ibu Widya ** Ke esokkan harinya, karna Ibu Widya sudah janji. Dia akan mengajak Monica ke sebuah kampung terpencil &nb
Setelah seharian berkeliling, akhirnya mereka pulang kerumah. Tentunya, 4 pasang mata yang melihat kedatangan mereka sangat tidak suka. Melihat itu, Monica pergi ke kamarnya di susul Ibu Widya "Hei, gak usah galau" "Oma, aku lebih baik kembali ke Sidney. Ada tawaran job model disana. Setidaknya, aku juga bisa move on dari Jee" kata Monica sambil berlinangan air mata Mendengar hal itu, ada rasa tak enak dihati Ibu Widya. Dia tau betul bagaimana Monica sangat menyukai Jee Sedari dulu. "Kamu gak usah galau begitu, perlahan kita akan membuat gadis miskin itu gak betah dirumah ini" Monica mengangguk. Berharap apa yang dikatakan Omanya benar. "Aku mau ke dapur dulu" "untuk apa?" "buatin kamu nasi goreng spesial" Femi membuatkannya nasi goreng putih dengan bumbu seadanya khas nasi goreng jaman
Mobil melaju, mengarah ke rumah Jee. Sedangkan Femi samar samar mulai membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, pandangannya sedikit berputar. Saat sadar dia sudah berada di dalam mobil, dengan David sebagai sopir "Sudah bangun?" tanya David menyadari Femi sudah tersadar. Femi mengangguk pelan, memperbaiki posisi tidurnya. "Aku tadi kenapa?" "Kamu hampir diperkosa" Mata Femi membulat, bagaimana bisa dia hampir di perkosa sedangkan seingatnya dia terakhir bersama Monica? "Lain kali, kalau diajak Monica harus hati hati. Monica punya ide licik buat nyakitin kamu" "Maaf. Terima kasih, sudah berkali kali kamu nolongin aku" "Tak masalah" senyum David, menoleh sebentar kearah Femi *** Di tempat lain, Jee mengamuk buru buru pulang setelah mendapatkan beberapa foto Femi dengan seorang Pria tak dikenal dari Monica "Dimana gadis bodoh itu?" "Tenang Jee, wanita jalang itu pas
"Hooaaaamm" Femi terbangun dari tidurnya, setelah kecapaian dari jalan jalan dengan Jee semalam "Ini bau apa?" tanya Femi mengendus enduskan hidungnya.Penasaran dengan bau terbakar yang menyengat, Femi melangkahkan kakinya ke balkon belakang. Matanya membelalak, Ada Monica sedang membakar sesuatu yang tidak asing dimatanya, dihalaman rumah. Dengan bergegas, Femi segera turun ke bawah. Benar saja, Monica membakar semua pakaian yang dibelinya tadi malam bersama Jee. Termasuk baju batik untuk ayahnya. "Monica, ini masih baru!" kata Femi, seolah mengerti kalau Monica mengira itu hanyalah baju bekas yang sengaja dibakarnya "Gue tau" "Kenapa kamu bakar, Monica?" "Mending baju Lo, daripada diri Lo yang gue bakar." jawab Monica santai Femi tertegun, selama ini emang benar benar Monica membencinya. Tapi, kenapa dia harus membakar baju baju miliknya? "Dengar ya cewek udik, Lo gak pantas jadi istrinya Jeremy. Lo miskin,
"Jee, lepass!!" pinta Femi, saat tangannya di tarik paksa oleh Jee Jee terus saja menarik tangan Femi, hingga masuk kedalam kamar. Dilemparkannya Femi ke atas ranjang "Ada hak apa Lo, berani dekat dengan laki laki lain selain gue?" "Aku hanya ngobrol sebentar dengan David" "Tanpa izin dari gue?" "Sejak kapan aku harus meminta izin padamu?" Jee terdiam. Masuk akal juga dengan pertanyaan Femi, Jee selama ini tidak pernah melarang Femi berbicara dengan orang lain. Mereka saling terdiam. Femi mengelus tangannya yang ditarik paksa oleh Jee, sedangkan Jee hanya melihat pemandangan dari jendela kamar. Terjadilah kikuk diantara mereka. "Tuan, ini sudah jam 9 malam" kata Femi. Jee tak bergeming sedikitpun, membuat Femi semakin salah tingkah "Ada apa?" tanya Jee, tanpa mau menatap matanya. "Kapan?" "Apa?" "Kita,, ikkeh ikkeh kimochi" Jee secepatnya menoleh ke arah Femi. Alisnya meng
"Selamat malam" Sapa Jee, mendaratkan bokongnya di kursi khusus tempat makan Ibu Widya dan Monica yang sedari tadi menunggu Jee, membalas ucapannya sembari tersenyum senang. Mereka merasa bahwa Femi tidak ikut makan malam dengan mereka kali ini. Lili, salah satu pelayan Jee. Menuangkan segelas air putih dihadapannya. Tidak lupa, dengan sepiring nasi dan beberapa lauk mewah diatasnya. Tidak ada obrolan khusus, hanya dentingan sendok dan piring yang mengisi kekosongan diantara mereka. 'Mana wanita udik itu' batin Jee melirik kanan dan kiri.Tanpa disadari Jee, Monica tengah memperhatikannya sejak tadi. "Cari siapa?" Tanya Monica "Lo gak perlu tau" ketus Jee membuat Monica tertegun. Ada rasa nyeri dihatinya mendengar perkataan Jee yang tidak pernah halus kepadanya. Selesai makan malam, Jee buru buru balik ke atas menuju kamarnya. Di ikuti Lili yang membawa nampan berisi makanan, khusus untuk Femi. Kriiiiitttttt
"Feminin Moudi, Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan"Begitulah yang di ucapkan 'Jeremy Nicholas' dihadapan Pendeta dan para tamu. Bahkan Jee juga mengecup bibir Femi membuat Femi terkejut. Tidak mungkin, hanya dalam semalam. Pernikahan ini terwujud. Jee tidak pernah main main dengan ucapannya.Banyak sekali keluarga besar, kolega, teman teman jee, dan para tamu yang menghadiri pernikahannya. Hingga Femi merasa lelah berdiri, melayani mereka.Femi melihat sekelilingnya, latar pernikahan impiannya pun terlaksana. Ada berbanyak bunga mawar putih, layaknya pernikahan dalam dongeng. Namun sayang, impian itu tidak terlaksana sepenuhnya. Bukan Jee, suami idaman nya. 's
"maaf, Tuan. Nyonya besar menunggu anda di di teras depan" terang Ina, seorang pelayanJee hanya mengangguk, mendengar laporan itu. Lalu menoleh ke arah Femi.Seperginya Ina. Jee terduduk dengan wajah gusar. Bagaimana bisa dia menemui nenek tua itu, Ibu dari mendiang ayahnya. Nenek yang sudah membuat ibunya bunuh diri, karena ulahnya."Ada apa, Tuan? Tuan terlihat sangat gelisah sekali" tanya Femi"Oma ku sudah menunggu, ikut aku sekarang"Femi hanya mengangguk patuh, mendengar perintah tuannya. Dipilihnya baju yang pantas, untuk menemui sang nyonya besar. Jaga jaga kalau si Nyonya lebih galak dibanding tuannya itu."Cucuku, kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah menelfon Oma?" tanya Nenek itu"Sibuk""Lalu siapa perempuan dibelakangmu itu?""Femi"Femi tercengang mendengar jawabannya Jee. 'Singkat sekali
Jee mencari sosok Femi, yang kata David sudah berada dirumahnya"Ana, mana perempuan tadi?""Perempuan tadi?" Tanya balik ana dengan dahi berkerut"Ah maksud saya, Femi. Feminin"Ana, anak pembantu yang bekerja dirumah Jee, merasa bingung dengan yang dimaksud Tuannya itu."Capek ngomong sama Lo"Dengan perasaan jengkel, Jee meninggalkan Ana dengan wajah penuh tanda tanya."Femi, Feminin... Fem!!"Saat memasuki taman, terlihat dari belakang Femi sedang duduk. Geram, dicariin dari tadi ternyata yang dicari malah santai di belakang. Gegas Jee menghampiri Femi."Ngapain Lo disini tolol? Gue cariin dari tadi""Anu tuan, saya"Jee menarik paksa tangan Femi menuju kamar tamu. Di lemparkannya Femi sampai jatuh kelantai"Lo cuman pelacur. Lo tau pelacur? Gue