Share

Gaun Tidur Ibu

"Rasti!" Rasti mendengar suara ibunya mengetuk pintu. Setelah kejadian tadi, Rasti dan Raihan tidak keluar lagi dari kamar. Keduanya berbaring di ranjang dengan pikirannya masing-masing hingga membuat Raihan bahkan mendengkur halus, kelelahan dan terlelap.

"Suamimu tidak mandi?" Bu Mayang menengok dari celah pintu yang sengaja Rasti halangi.

"Tidur, Bu."

"Ibu sudah siapkan air panas. Mana enak tidur sebelum mandi, nanti malam bisa lengket. Ibu tidak suka aroma keringat."

"Ayo bangunkan!" Ujar Bu Mayang membuat mata Rasti menyelidik.

Rasti memang tidak suka aroma keringat. Mungkin itu maksud ibunya. Hal yang tidak mereka suka bahkan bisa sama.

Bu Mayang pergi setelah mengatakan itu. Rasti kembali ke kamar dan duduk di samping ranjang, menatap lekat suaminya yang tampan. Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada pria itu, senyum dan sikapnya yang lembut bahkan sangat memikat wanita yang mendekat.

"Mas." Rasti membangunkan suaminya pelan. "Mandi dulu. Ibu sudah menyiapkan air hangat," tambah Rasti ketika pria itu menggeliat.

"Kok, Ibu yang menyiapkannya dan bukan kamu?"

"Nggak tahu." Rasti memang tidak terpikirkan untuk membuatkan air hangat untuk suaminya. Tapi, ibunya terpikirkan, mungkin karena pengalaman saat masih ada ayahnya saat itu.

Raihan bangun dan berjalan keluar diikuti Rasti. Kamar mandi mereka terletak paling ujung, tepatnya setelah dapur.

"Handuknya sudah ibu siapkan di dalam," ujar Bu Mayang dari arah dapur saat Rasti mencarinya di jemuran khusus handuk yang biasanya disimpan di dekat pintu samping.

Rasti hanya diam saat mendengar itu. Semua kebutuhan suaminya benar-benar sudah disiapkan ibunya dengan cekatan.

Bu Mayang sekarang tengah menyiapkan hidangan makan malam. Terlihat ada makanan asing yang jarang ia makan saat hidup berdua sama ibunya.

"Ini makanan apaan, Bu?"

"Jangan sentuh! Itu kesukaan Raihan." Tangan Bu Mayang sedikit memukul demi menjauhkan tangan Rasti dari mangkuk.

"Dari mana ibu tahu itu kesukaan Raihan?"

"Ibu tahu semua tentang dia. Kamu saja yang pelupa," jawab ibunya sembari menata piring. Rapi sekali, tidak pernah seperti itu sebelumnya.

Raihan memang pernah berkata kalau dia sangat menyukai Tekwan, sup ikan dengan bola mata yang kenyal.

'Oh ternyata ini yang membuat ibu sejak tadi siang sibuk di dapur. Ia menyiapkan sup ini sendiri. Aku bahkan lupa kalau Raihan pernah mengatakannya,' batin Rasti.

Raihan keluar dari kamar mandi. Rasti melihat ibunya bergegas masuk ke dalam kamar. Ia sedikit heran, tapi membiarkan dan memilih mengikuti suaminya untuk membantu menyiapkan pakaian malam.

"Ibu menyiapkan Tekwan, Mas," lirih Rasti membantu mengancingkan piyama suaminya.

"Oh, ya." Raihan terlihat senang. Matanya bahkan berbinar, seolah tidak sabar untuk menyantapnya.

Pria itu bahkan langsung keluar kamar setelah selesai. Langkah kakinya terhenti, hampir terinjak Rasti yang mengekori.

Ibunya sama-sama baru saja keluar dari kamar. Gaun tidur berwarna silver yang terlihat pendek. Rasti menelan ludah. Bibirnya gagu untuk menegur, apalagi mata Raihan melotot tak percaya. Rambut wanita itu terurai sebahu dan sedikit ikal di ujung. Terlihat lebih hitam mengkilat.

"Ayo, kita makan sebelum dingin." Ajaknya mencairkan suasana. Melangkah dengan jenjang kakinya yang kecil. Rasti bahkan baru melihat kalau tubuh ibunya masih sangat mulus dan putih, selama ini wanita itu selalu menggunakan dress panjang atau celana bahan.

"Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan, Nak Raihan." Bu Mayang sigap mengambil piring dan menatap nasi serta lauk kesukaan Raihan bahkan sebelum Rasti duduk di kursinya.

"Terimakasih, Bu."

"Sama-sama." Bu Mayang menunggu menantunya menyuap.

"Enak?" tanyanya menatap.

"Enak, Bu," jawab Raihan gugup, melirik pada Rasti yang kaku. Bingung.

Makan malam itu terasa hambar bagi Rasti, Raihan pun tidak lepas menikmati makanan favoritnya. Hanya Bu Mayang yang terlihat bahagia, seringnya ia melihat Raihan menyuap makanan yang pertama kalinya ia buatkan.

Waktu bergulir malam. Rasti masih terus memikirkan sikap ibunya yang aneh dan sangat mencurigakan.

'Apakah sikap seperti itu wajar untuk seorang ibu yang baru memiliki menantu? Apa ibu sangat senang hingga begitu perhatian? Tapi, pakaian itu?' batin Rasti bergidik. Ia kalah seksi dengan ibunya tadi, terutama di mata Raihan.

Sesekali ia melihat pintu kamar ibunya yang tertutup rapat setelah makan malam. Sedangkan, kamarnya masih sedikit terbuka karena Raihan izin untuk menyelesaikan pekerjaan.

"Rasti, belum masuk?" Tiba-tiba ibunya menyembul dari pintu kamar dan melihat Rasti yang masih termenung di kursi tamu.

"Belum, Bu. Ibu belum tidur?" tanya Rasti balik.

Bu Mayang malah menatap jam dinding di ruang tengah. "Sudah malam."

"Iya. Mas Raihan masih harus menyelesaikan pekerjaan."

"Urusan kantor. Kenapa dibawa-bawa ke rumah?" Bu Mayang keluar, mendekat. "Apa ini karena kamu kurang menggoda?" Matanya melihat pakaian Rasti dari ujung kaki hingga leher. Setelan baju tidur standar yang biasa Rasti gunakan sebelum menikah.

"Pakaianmu malam ini, salah," ujarnya. "pakai lagi baju seperti tadi malam."

Wajah Rasti semakin berkerut, 'Pakaian tadi malam? Dari mana ibu mengetahuinya? Aku bahkan hanya memakainya di depan Mas Raihan dan mengganti pakaian dinas itu saat keluar kamar.' Tentu saja karena malu. Tapi, apa yang ibunya pakai sekarang, mirip sekali dengan pakaiannya, tadi malam.

"Ayo, masuk!" Bu Mayang sedikit memaksa mendorong Rasti untuk masuk. Ia tampak tidak sabar untuk sesuatu.

Raihan tersenyum saat Rasti menutup pintu. Ia menutup laptopnya dan menyimpan di atas meja.

"Baju dinasnya tidak dipakai lagi?" bisik Raihan di balik telinga istrinya hingga membuat bulu leher wanita itu meremang.

Rasti tersenyum malu, pelan-pelan ia berjalan ke lemari mengambil pakaian yang sudah disiapkan Raihan sebagai hadiah pernikahan mereka.

"Tidak! Aku lebih suka melihat ini!" Raihan menangkapnya.

Rasti menjerit geli. Namun, sesaat kemudian dia terdiam. Rasanya ia mendengar sesuatu. Jeritan suara ibunya yang sama-sama melengking.

Rasti meraih pakaiannya lagi dan segera berjalan menuju kamar ibunya. Ia takut sesuatu terjadi pada ibunya hingga menjerit seperti itu.

"Bu, Ibu tidak apa-apa?" Rasti mendorong pintu dan seketika matanya terbelalak.

"Ada apa dengan, ibu?" Raihan menyusul. Rasti segera menarik gagang pintu dan menutupnya rapat. Dadanya bergemuruh kencang, tangannya bahkan bergetar. Raihan menatap penuh tanya.

"Ibu tidak apa-apa," jawab Rasti gugup, berjalan gamang meninggalkan kamar itu. Bagaimana ia bisa membiarkan Raihan melihat ibunya yang menanggalkan pakaian di lantai.

'Kenapa ibu seperti ingin mencoba meniru semua yang kulakukan, sekarang? Semenjak aku menjadi seorang wanita bersuami?' Rasti terpekur bingung. Sikap ibunya semakin aneh. Hal yang tidak pernah ia lihat sejak bersamanya. Meski, tanpa suami ibunya bahkan tidak seperti janda penggoda, tapi sejak dirinya menikah dan di rumah mereka ada Raihan, sikap ibunya langsung berubah. Mirip wanita yang baru saja menikah.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status