Share

FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT
FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT
Author: Ans18

1 Golden Princess

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-11-04 18:22:37

"Evan, senyum dong. Kamu kayak mau dibawa ke tiang gantungan," ucap mamanya berusaha mencairkan suasana tegang di kamar hotel itu.

Hari ini, Evan harus mengubur semua mimpinya, meninggalkan usaha yang dirintisnya demi memenuhi permintaan orang tuanya untuk terjun ke dalam perusahaan keluarga ayahnya.

"Ma ...." Masih ada waktu, mungkin ia masih bisa meyakinkan mamanya untuk membatalkan permintaan mamanya itu.

"Evan, maafin Mama ya," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kalo aja ayahmu masih muda, Mama nggak akan minta kamu buat ngelakuin yang sebenernya nggak kamu suka. Maafin Mama ya, Van."

Melihat sudut mata mamanya yang sudah basah, tangan Evan langsung menggenggam tangan mamanya. "Nggak apa-apa, Ma. Aku ... coba ngerti. Ini tanggung jawabku sebagai anak sulung."

Evan mencoba tersenyum di depan mamanya, walau hatinya juga hancur.

"Hei, Van! Kamu apain Mama kamu sampe matanya berkaca-kaca?" tanya ayahnya panik begitu keluar dari kamar mandi.

"Posesif," ledek Evan saat melihat kebucinan ayahnya yang tidak kunjung hilang sejak dulu.

"Nggak apa-apa, Mas. Yuk kita keluar, biar Evan punya waktu sendiri sebelum acara."

Ares menggandeng Letta untuk keluar dari kamar hotel.

Malam itu, akan diadakan seremonial pengangkatan beberapa anggota Board of Director (BoD) Cakrawangsa Group yang baru, dan salah satu nama yang mengisi anggota BoD adalah Evan Gale Cakrawangsa, sebagai Direktur Pengembangan Usaha.

Ares menatap Letta dengan sungguh-sungguh. "Kenapa? Evan ngomong apa sampe kamu nangis?"

"Jujur aku sedih, Mas. Maksa Evan ngelakuin apa yang nggak dia suka, tapi ... aktingku meyakinkan kan?" Kini Letta tersenyum pongah karena berhasil mengelabui anak dan suaminya.

"Hah? Kamu akting? Astaga!"

"Kalo nggak gini, Evan nggak akan mau turun ke perusahaan, Mas."

Acara malam itu berlangsung lancar. Evan bahkan memberikan sambutan yang dihadiahi applause meriah dari para tamu undangan.

Ia bukannya tidak terlatih mengelola bisnis. Hanya saja bisnis yang dirintisnya masih seumur batita, dan scope-nya jelas jauh berbeda dibanding bisnis keluarganya yang sudah dipegang keturunan keempat.

"Evan, mulai hari ini Hana bakal jadi asistenmu," ucap ayahnya saat jamuan makan malam usai dan mereka bisa mengobrol ringan.

"Hah? Si golden princess?" tanyanya tidak percaya.

"Evan!" Ares dan Letta bersamaan menegur putranya itu yang dengan tidak sopannya memberikan julukan pada Hana.

Julukan golden princess memang menjadi rahasia umum di keluarganya. Ia dan seorang adiknya, Elaksi, benar-benar membenci Hana yang mendapat perlakuan spesial dari keluarganya.

Dulu ayah Hana adalah sahabat Ares. Saat Ares terpaksa terjun ke perusahaan karena ayahnya tiba-tiba terkena stroke, ayah Hana lah yang membantunya. Di sisi lain, ibunya Hana adalah sekretaris Letta saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Mahendra yang kini di-handle keponakannya.

Sayangnya, orang tua Hana tidak berumur panjang, mereka terlibat kecelakaan beruntun di jalan tol, dan meninggalkan Hana untuk hidup sebagai yatim piatu.

"Maksudku, dia kan asisten Ayah. Kenapa tiba-tiba jadi asistenku. Nanti aku bisa cari asisten sendiri, Yah."

Ares menggeleng tegas. "Hana yang jadi asistenmu. Dia salah satu orang kepercayaan Ayah, dan dia udah terjun ke perusahaan lebih dulu dibanding kamu. Pengalaman dia lebih banyak."

"Tapi, Yah—"

Belum sempat Evan mengajukan protes lebih lanjut, seorang wanita dengan one shoulder dress berwarna hitam mendekat ke meja mereka.

"Malam Pak, Bu," ucapnya sopan.

"Hana, kenapa manggilnya formal begitu sih?" tanya Letta sambil menarik Hana agar duduk di sampingnya.

Hana tersenyum. "Kan sedang acara perusahaan, Bu."

Letta berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Evan yang baru saja seperti mendapat musibah karena ucapan ayahnya yang 'memberikan' Hana kepada Evan untuk jadi asistennya, menatap Hana tajam. Andaikan dia superman, kepala Hana pasti sudah bolong tertembus sinar laser dari tatapannya.

"Hana, seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya, mulai detik ini kamu jadi asisten Evan," perintah Ares.

"Iya, Pak," jawaban singkat Hana itu membuat Evan mengangkat satu sudut bibirnya ke atas.

"Udah malem, saya sama istri saya pulang dulu." Ares kemudian meraih tangan istrinya untuk berdiri.

"Yah, aku ikut pulang sekalian lah." Evan—yang merasa tidak terima karena ditinggalkan—refleks ikut berdiri.

"Kamu mesti keliling ballroom buat kenalan sama partner bisnis perusahaan. Nanti biar Hana yang nganter kamu keliling."

"Tapi, Yah—"

"Kenapa? Kamu perlu Ayah temenin keliling? Come on, Van, kamu udah dewasa kan."

Titah ayahnya itu mengakhiri rasa keberatan Evan. Ia tidak ingin lagi mendengar ledekan ayahnya, apalagi diucapkan di depan si golden princess.

"Hana, tolong ya temenin Evan,” ucap Letta yang akhirnya membuat Evan menahan geraman kesalnya.

Usai kepergian Ares dan Letta, di meja itu hanya tersisa Evan yang kini tengah menatap intens ke arah Hana yang seperti tidak terganggu dengan tatapan Evan.

"Mari, Pak," ajak Hana yang mulai tidak betah menghadapi keterdiaman di antara mereka.

Tanpa menjawab ajakan Hana, Evan langsung bediri dan berjalan menuju meja lain. Hana mengikuti Evan dengan posisi sedekat mungkin untuk memberikan informasi kepada Evan siapa yang akan ditemuinya.

"Selamat malam, Pak Heru," sapa Hana ramah pada seorang lelaki yang ditemuinya.

"Malam, Hana. Pak Ares?" tanya Heru tidak kalah ramahnya.

"Pak Ares baru saja pulang, Pak. Sebagai gantinya, ada Pak Evan, Pak." Hana memang terlihat santai dan cukup luwes menghadapi orang-orang yang sepertinya sudah mengenalnya.

Evan memperkenalkan diri dan mencoba masuk ke dalam obrolan yang diciptakan lelaki yang ada di depannya.

Tidak hanya berhenti di situ, Evan mengikuti ke mana Hana melangkah. Ada sedikit harga dirinya yang terluka saat menyadari Hana lah yang mengarahkan ke mana langkahnya dan pada siapa dia harus bertemu terlebih dulu.

Bukankah lengkap penderitaannya, harus terjun ke dalam perusahaan keluarga yang sebenarnya tidak ia inginkan, ditambah mendapat asisten yang cukup mendominasi dan membuatnya tampak tidak kompeten.

"Pak, Pak Evan bener-bener mau minum wine?" tanya Hana. Pasalnya ia tahu keluarga Cakrawangsa bukan keluarga yang familiar dengan alkohol. Ia bahkan belum pernah melihat sama sekali atasannya terdahulu, yang juga adalah Ayah dari Evan, meminum alkohol.

"Kenapa? Apa ini job desc-mu juga untuk menentukan apa yang boleh saya makan dan minum?" Evan menatap Hana dengan angkuh dan kembali menyesap wine yang ada di tangannya. "Minum!" perintah Evan yang telah mengangsurkan segelas wine ke arah Hana.

Hana terbelalak kaget dengan apa yang diperintahkan Evan. "Saya nggak minum, Pak."

"Hana." Evan terdiam setelah memanggil nama asisten barunya itu. "Saya yakin kamu pernah minum sekali dua kali sama orang-orang yang tadi kita temui. Nggak mungkin kamu bisa seakrab itu sama mereka kalau cuma berurusan sama kerjaan."

"Maksud Pak Evan apa?" tanya Hana yang kini balas menatap Evan dengan nyalang.

Evan tersenyum sinis. "Minum lah! Kalau perlu nanti saya tambahin di job desc-mu untuk nemenin saya minum," ucapnya tiba-tiba.

Hana mengernyit bingung. Apakah tiga gelas wine yang diminum Evan tadi telah membuat Evan teler sampai mengucapkan hal yang tidak-tidak? Dengan ragu, Hana meraih gelas yang disodorkan Evan. Seumur hidupnya, ia hanya sekali mencoba minuman sejenis itu, saat masih kuliah, itu pun karena teman-temannya mengusilinya. Kalau boleh jujur, ia tidak suka dengan rasanya, apalagi efek yang ditimbulkan setelahnya. Satu gelas di depannya itu, pasti sanggup membuatnya pusing.

"Minum!" desak Evan lagi.

***

Hana bersandar pada kaca jendela mobil, kepalanya saat ini terasa pengar. Sementara di sebelahnya, Evan terlihat lebih kacau. Untung saja ada supir keluarga yang memang menunggu Evan sampai acara selesai dan bisa mengantar mereka.

"Mbak Hana, ini ke rumah Menteng atau nganter Mbak Hana dulu ke apartemen?" tanya supir yang sesekali melirik melalui rear view mirror.

"Ke rumah Menteng aja, Pak," jawab Hana. Hana punya sebuah kamar di kediaman Ares. Itu kamarnya sejak kecil dan tetap dirawat oleh ART di sana agar ia bisa istirahat jika tidak kuat untuk pulang ke apartemen.

Hana menghela napas, bagaimana ia bertanggung jawab pada orang tua Evan? Ini tugas pertamanya sebagai asisten Evan, dan kini ia mengantar Evan dalam kondisi teler.

"Pak, bantuin nganter Evan ke kamar dulu ya." Karena mereka sudah tiba di kediaman keluarga Ares, Hana bisa menanggalkan panggilan 'Pak' dari Evan. Meskipun saat ini kondisinya sendiri tidak bisa dibilang normal, Hana masih bisa berdiri untuk menopang Evan dari sebelah kanan, sementara supir keluarganya menopang Evan dari sisi kiri.

The worst case adalah posisi kamar Evan yang ada di rumah belakang. Rumah itu terdiri dari dua bangunan utama yang dipisahkan kolam renang di tengahnya. Rumah bagian depan ditempati orang tua dan adik Evan yang paling kecil, dan rumah bagian belakang ditempati Evan, adik pertamanya, dan Hana—kalau sesekali ia harus menemani lembur Ares.

Hana menghela napas berat setelah berhasil mendorong Evan ke dalam kamarnya.

"Makasih ya, Pak," ucap Hana sebelum supir itu berlalu.

Sambil memijat pelipisnya yang terasa berkedut, Hana berbalik badan, berniat meninggalkan Evan. Baru ia melangkahkan kakinya, tangan kanannya terasa ditarik.

"Apa menemaniku tidur nggak ada dalam job desc-mu?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
MAIMAI
waahhh aku ketinggalan buku baru nya nih.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   2 Sleep with Me!

    "Evan!" Hana menatap Evan yang bersandar pada dinding, berusaha untuk berdiri tegap walaupun kesulitan."Panggil ... aku 'Pak'!" ucap Evan dengan nada yang menyiratkan kalau dia sudah benar-benar mabuk."Kita udah di rumah, Van. Aku nggak perlu manggil kamu 'Pak'. Oh please, Van. Aku juga pusing banget gara-gara kamu paksa minum."Evan terkekeh, kemudian menatap Hana tanpa berkedip. "Bohong!""Aku mau balik ke kamarku," ucap Hana tegas. Kepalanya semakin berdenyut dan matanya hampir menutup karena kantuknya tidak tertahan lagi. Hana lantas melangkah, mengabaikan Evan dengan segala ucapannya yang mulai tidak masuk akal.Tapi lagi-lagi Evan menariknya, kali ini hingga ke arah kasur dan mendorong Hana dengan cukup keras.Hana menggeram kesal. Namun sepertinya Evan tidak memperhatikannya."Kamu asistenku," ucapnya sambil menyeringai dan menahan tangan Hana.Meskipun Evan sedang mabuk, tapi tenaganya nyatanya masih bisa untuk mendorong dan menahan Hana dengan posisi mengungkungnya di atas

    Last Updated : 2024-11-04
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   3 Persidangan yang Sesungguhnya

    Letta mematung di depan pintu, sebelum akhirnya berhasil menguasai diri dan berjalan ke arah kasur untuk menyeret anaknya agar bangun. Sementara Hana yang kini telah berdiri dengan hanya mengenakan kemeja Evan, menambah pemandangan yang membuat Letta menghela napas."Evan!" Letta memukul betis Evan yang sedang tengkurap, berkali-kali, karena hanya itu area yang bisa dijangkau Letta.Meskipun Evan sering berolah raga, terutama pergi ke gym, hingga otot-ototnya tidak perlu diragukan lagi bagaimana liatnya, pukulan mamanya yang merupakan pemegang sabuk hitam tae kwon do dan mantan atlet tae kwon do saat SMA tidak perlu ditanya lagi kekuatannya.Evan langsung berteriak pada pukulan kedua, dan masih terus berteriak karena mamanya belum berhenti memukulnya. Pada akhrinya, entah di pukulan yang ke berapa, Evan tidak kuat lagi dan bangkit dari posisinya. Ia berdiri di atas kasur mengambil jarak sejauh mungkin dari mamanya."Mama kenapa sih?" tanya Evan bersungut. Tidak biasanya mamanya memban

    Last Updated : 2024-11-04
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   4 Larangan di Keluarga Cakrawangsa

    "Kak, ngerasa aneh nggak sih sama suasana makan tadi?" tanya Elga yang mengekori Elaksi menuju kamarnya usai sarapan."Aneh gimana?" Elaksi memang paling cuek di antara tiga bersaudara itu, karenanya ia tidak memperhatikan hal-hal detail seperti adiknya, Elga yang berbeda delapan tahun darinya itu."Mama sama Ayah kayak kelihatan tegang gitu. Trus Mas Evan kayak ketakutan gitu, nunduk terus. Apa Mas Evan ngelakuin kesalahan ya, Kak?""Ya ampun, El. Mas Evan udah sedewasa itu, bukan anak sekolahan lagi yang ketahuan nilainya jelek atau cabut dari sekolah. Kesalahan apa yang bisa bikin dia ketakutan kayak asumsimu? Tidur sama cewek?""Hush! Kakak ah. Ngomongnya itu loh."Elaksi terbahak melihat adiknya yang bergidik ngeri sambil merebahkan diri di kasurnya.Di keluarga Cakrawangsa, tidak mengenal istilah seks sebelum menikah. Ares dan Letta selalu mengajarkan kepada mereka untuk tidak melakukannya sebelum menikah. Ares tahu hal itu sulit, di zaman sekarang yang serba bebas, apalagi jik

    Last Updated : 2024-11-04
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   5 Utang Budi

    "Kenapa kamu masih di kamarku?" tanya Hana yang mendapati Evan masih berada di dalam kamarnya."Ini gudang," balas Evan. "Mama bilang apa?"Hana terdiam, ia masih mengingat bagaimana raut wajah mama Evan saat memintanya menikah dengan Evan. Wanita itu bahkan memohon kepadanya, bukan hanya sekadar meminta.Kecelakaan yang dialami orang tuanya saat ia masih duduk di bangku kelas 2 SD membuatnya benar-benar terpuruk. Menjadi seorang anak yatim piatu tidak pernah ada dalam bayangannya. Sejak itu, Hana tinggal dengan kakek dari pihak ibunya, namun sekitar dua tahun kemudian, kakeknya juga meninggal karena sakit. Ia tidak bisa tinggal di keluarga ayahnya, karena ayahnya hanya punya saudara jauh, tidak ada keluarga inti yang bisa merawat Hana.Sejak itu, Ares dan Letta merawat Hana layaknya anak sendiri. Tidak pernah sekali pun Ares dan Letta membedakan perlakuan mereka terhadap anak kandung mereka dan Hana.Karena itu lah, Hana menyayangi dan menghormati Ares dan Letta layaknya orang tua se

    Last Updated : 2024-11-04
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

    "Selamat pagi, Pak," ucap Hana sambil menunduk singkat saat melihat Evan melewati mejanya untuk masuk ke dalam ruangan.Evan tidak menjawab sapaan Hana, bahkan melemparkan senyuman pun tidak.Hana mengoceh tanpa suara melihat kelakuan Evan padanya."Mbak Hana kenapa?" tanya seorang cleaning service yang bertugas membersihkan lantai itu saat melihat mulut Hana komat-kamit.Hana mencebik kesal. "Tuh, bos songong," jawabnya singkat."Oh, bos yang baru ya, Mbak? Anaknya Pak Ares? Masa sih songong, Mbak? Pak Ares baik banget loh.""Nggak semua buah jatuh deket pohonnya, Mbak. Kali aja buahnya sebelum jatuh ke tanah udah kesundul sama jerapah, trus nggelundung jauh," jawab Hana asal.Cleaning service bernama Tina itu terbahak mendengar gerutuan Hana di pagi hari. "Tapi ganteng, Mbak. Wajar songong.""Ih." Hana makin berdecak kesal mendengar pujian Tina terhadap Evan. "Teori dari mana itu?"Mengabaikan Tina yang masih mengelap dispenser sambil terkekeh, Hana memilih mengetuk pintu ruangan Ev

    Last Updated : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   7 Hari Spesial Bagi Hana

    "Mana bahan buat meeting siang ini?" tanya Evan sedikit berteriak kesal pada Hana yang baru masuk ke dalam ruangannya."Kan sudah saya email, Pak," jawab Hana juga tak kalah kesalnya."Saya mau print out-nya," desak Evan.Hana mengernyit, tapi kemudian menurut pada Evan. "Sebentar, Pak," ucap Hana sambil menahan geraman kesalnya. Ia keluar ruangan Evan dan kembali tak lama kemudian. "Jadi, mulai sekarang Pak Evan maunya bentuk print out, bukan softcopy via email?" tanya Hana memastikan."Ya terserah saya mau bentuknya apa," jawab evan dingin.Ingin rasanya Hana mencekik laki-laki di depannya ini. Padahal dulu saat menjadi asisten Direktur Utama, pekerjaannya tidak seruwet ini. Hey, Evan hanya Direktur Pengembangan Usaha dan tingkahnya melebihi Komisaris Utama."Baik, Pak. Lain kali saya tanyakan dulu ke Pak Evan. Maaf, soalnya saya baru tahu kalau untuk bahan meeting pun harus mengikuti mood Pak Evan yang naik turun." Hana lantas pergi begitu saja setelah menyentil ego Evan.Evan mend

    Last Updated : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   8 Labil

    "Han, ke ruangan saya!" perintah Evan melalui sambungan internal.Beberapa detik kemudian, Hana telah berdiri di hadapan Evan. "Ada apa, Pak?"Evan menelaah reaksi Hana. Apakah Hana masih marah padanya karena kejadian malam sebelumnya? Tapi rasa-rasanya ia tidak menemukan perbedaan berarti dari ekspresi Hana padanya. Tetap dingin."Saya nggak suka warna background power point yang kamu siapkan buat presentasi."Seriously? Warna background power point? Ingin rasanya Hana mengumpat. Hana selalu menggunakan warna netral dalam setiap presentasi yang ia siapkan, jadi ia harus mengganti dengan warna apa? Pink?"Pak Evan mau warna apa?""Terserah kamu. Pokoknya jangan ini.""Kalau terserah saya, mungkin saya akan ganti warna biru ini jadi pink atau merah darah. Pak Evan mau?"Evan mendesis kesal. Kenapa wanita di depannya itu selalu bisa membantahnya. Dan itu adalah hal yang paling dibencinya. "Ah udah lah. Nggak jadi.""Lah, labil!" gumam Hana yang ternyata didengar Evan."Kamu bilang apa b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   9 Hana dan Traumanya

    Hana mengerjapkan matanya perlahan. Setelah matanya membuka sempurna, barulah Hana mengernyit bingung, pemandangan yang ada di depan matanya bukanlah dinding dan plafon kamarnya. Saat ia akan menggerakkan tangannya, sesuatu terasa menahan tangannya. Hana menoleh dan mendapati Azka yang tertidur di kursi yang ada di sebelah kasurnya sambil menggenggam tangannya."Udah bangun?" tanya Azka saat merasakan gerakan tangan Hana yang digenggamnya."Hmm ...." Hana hanya menjawabnya dengan gumaman. Kemudian ia teringat sesuatu. "Tante Rimbi nggak tau kan kalo aku masuk rumah sakit? Tante Letta? Om Ares?""Kamu beruntung, mama papaku, Tante Letta sama Om Ares, semua lagi ke Jogja ke tempat Mbah, coba kalo mereka di sini, udah penuh ini kamar."Hana terkekeh dan berusaha untuk mengubah posisinya."Kamu butuh sesuatu? Aku panggiling dokter ya?"Hana menggeleng. Dari jam dinding yang ada di kamar itu, ia tahu kalau waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan pastinya psikiaternya sudah tidak b

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   22 Ayo Kita Mulai Pendekatan!

    Hana berjalan keluar dari kamarnya sambil mengusap mata saat bel apartemennya berbunyi nyaring. Dengan malas ia membuka pintu apartemennya, bahkan lupa bertanya siapa yang ada di depan pintu dan mengusik tidurnya.“Baru bangun?”Hana membelalakkan mata saat menatap Evan yang sudah rapi berdiri santai di depan pintu unit apartemennya. Oh, ralat, apartemen Ares, ayahnya Evan sendiri.“Kamu ngapain ke sini pagi-pagi?”“Disuruh Mama nganterin sarapan buat kamu sekalian sarapan bareng.”Hana masih berbicara dengan Evan dari sela pintu, belum memberikan akses lebih agar Evan bisa masuk. “Jangan ngada-ngada ah.”Evan lantas mengangkat tote bag berisi beberapa kotak makan yang memang tadi disiapkan mamanya. “Telepon Mama aja kalo nggak percaya.”Melihat raut wajah Evan yang sepertinya tidak berbohong, Hana membuka pintu lebih lebar, memberikan ruang agar Evan bisa masuk ke dalam apartemen.Hana tidak mengacuhkan keberadaan Evan dan memilih duduk di sofa. Sepertinya nyawanya belum benar-benar

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   21 Berharap Hal yang Sama, Kepergianku

    Evan membuka laptopnya, menunggu e-mail masuk dari Ndaru yang akan mengirimkan file apk yang harus di-install-nya untuk bisa mengakses data di laptop milik Hana.E-mail dari Ndaru datang tidak lama kemudian. Ia menginstall file apk itu dengan langkah-langkah yang sudah disertakan Ndaru dalam e-mail-nya.Finished.Evan bernapas lega setelah mengklik sebuah kotak bertuliskan 'finished' yang menandakan aplikasinya siap ia gunakan. Ia hanya perlu menunggu Hana untuk menyalakan laptopnya.Ia berdiam diri di depan layar laptopnya selama sepuluh menit. Karena sepertinya Hana belum juga menyalakan laptopnya, Evan memilih mandi untuk menyegarkan badannya.Evan tidak bisa menikmati prosesi mandinya. Ia terlalu penasaran dengan apa yang akan ia temukan di dalam data yang ada di laptop Hana. Karena itu, dalam waktu sepuluh menit, ia sudah kembali mematung di depan layar laptopnya.-Access opened-Evan hampir saja berteriak saat mendapatkan notifikasi itu di layar laptopnya.Segera ia membuka fold

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   20 Siasat Evan

    Tangan Evan menutup cepat aplikasi yang akhirnya selesai di-install-nya. Evan berusaha menguasai diri, mencari jawaban terbaik yang tidak akan membuat Hana curiga. “Sorry, aku numpang ngirim e-mail.”Hana mendelik kesal. “Ya kan bisa izin dulu, Van.”“Aku udah izin, kamu aja yang nggak denger, keasikan mandi ya.”“Mana ada? Aku nggak denger kamu izin ke aku.”Evan bangkit dari duduknya, kemudian menghampiri Hana, merapikan anak rambutnya yang masih basah dan berantakan. “Kamu nggak denger, Han.” Bukan pertanyaan yang disampaikan Evan, melainkan pernyataan, untuk meyakinkan Hana kalau ia lah yang tidak mendengar saat Evan meminta izin menggunakan laptopnya.“Kalo nggak percaya, kamu tanya Ribka besok. Tadi aku e-mail ke dia revisi laporan yang dia bikin waktu kamu sakit.”Hana terdiam, baginya masih ada yang mengganjal. “Kan bisa besok, harus banget jam segini ngirimnya?”“Ya kan mumpung aku inget, padahal ini udah mau kukirim dari tadi pagi, malah lupa. Makanya aku ngirim sekarang mum

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   19 Tidak akan Jatuh Hati

    “Van, ini terlalu berisiko.”“Kamu pasti paham kan, Han, yang namanya high risk high return?” balas Evan.Siang itu, Hana mengantarkan proposal yang dibuat oleh Tim II yang ada di Divisi Pengembangan Usaha. Hana telah menyusun pro kontra dari proposal itu untuk diperiksa Evan. Ia tidak akan melakukannya kalau proposal yang diberikan dari beberapa Tim yang ada di bawah Evan cukup rasional.“Tapi ini bukannya high risk high return lagi, Van. Ini tuh too good to be true.”“Ya udah, nanti saya pelajari lagi. Tapi setelah nanti saya bikin keputusan, itu final ya, nggak bisa diubah lagi.”Hana mengacak rambutnya dengan frustasi. “Aku akan bilang ke Om Ares kalo proposal semacam ini kamu lolosin.”Evan berdiri dari duduknya. Ia melangkah ringan ke arah Hana yang duduk di kursi yang berseberangan dengannya. Ia lantas menunduk, kedua tangannya meraih pinggiran kursi dan memutar kursi yang diduduki Hana agar menghadapnya.“Kenapa? Kamu takut aku berhasil menunjukkan kemampuanku?”Wajah Evan yan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   18 Sentuhan Kecil

    “Sore, Yah,” ucap Evan setelah membuka pintu ruang kerja ayahnya.“Masuk, Van. Eh, Hana ikut juga.”“Evan yang minta ikut, Om. Aku balik aja nggak apa-apa sih, masih banyak yang mesti kukerjain.”“Di sini aja, Om cuma mau ngobrol yang enteng-enteng aja kok.”Evan mendelik kesal ke arah Hana.Hana membalas tatapan Evan dengan bingung. “Kenapa?”“Katamu kalau sama Ayah di kantor kamu tetep pake panggilan resmi meskipun cuma berdua.”Hana terdiam. Toh sudah ketahuan kalau ia bohong.Ares terkekeh. “Mana ada. Kalo lagi nggak ada orang lain, ya manggil biasa aja kayak di rumah.” Ia kemudian mengajak Evan dan Hana duduk di sofa yang ada di tengah ruangannya. “Gimana kerjaan, Van?”“Yah, so far sih masih bisa handle, Yah. Lagian Hana ngebantuin banget kok.” Evan melirik ke arah Hana yang terlihat menegang setelah ia mengucapkannya.“Hana memang nggak perlu diragukan lagi kerjanya, Van. Itu lah dulu yang bikin Ayah sama ayahnya Hana bisa handle perusahaan ini. Ayahnya Hana itu cerdas dan bert

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   17 Pemilik Bekas Lipstik

    Mata Hana masih membuka sempurna, terlalu terkejut dengan apa yang dilakukan Evan. ia mendorong Evan sekuat tenaganya dan untungnya berhasil.Setelah Evan mundur, sekilas Hana melihat Evan yang mengangkat salah satu sudut bibirnya seakan tersenyum.Plak!Satu tamparan mendarat di pipi Evan. Tidak terlalu keras memang, karena Hana mengontrol tenaganya. Andai yang melakukannya orang lain, mungkin Hana akan mengerahkan semua tenaganya.Tanpa berkata apa-apa lagi, Hana melangkah keluar dari ruangan Evan.Hana memejamkan mata sambil mengatur napasnya sesaat setelah ia menutup pintu ruangan Evan.Tina—cleaning service—yang mengamati tingkah Hana mengernyitkan dahi karena bingung. “Mbak Hana kenapa? Kok mukanya merah banget?”“Nggak apa-apa, agak gerah aja.” Menyadari keberadaan Tina yang tak jauh darinya, membuat Hana melenggang anggun menuju mejanya, seakan-akan tidak ada yang terjadi.“AC ruangan Pak Evan kurang dingin ya, Mbak? Apa perlu minta orang AC buat dateng Mbak?”“Nggak usah. Pak

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   16 Mungkinkah Rasa Benci Hilang dalam Satu Malam?

    Ibra: Han, aku udah di parkiran ya.Hana: Ok, aku turun Bang.Hana melirik pintu ruangan Evan yang belum terbuka lagi sejak Evan membantingnya. ‘Ah udah lah, udah gede ini, bisa cari makan sendiri,’ batinnya.“Sorry, Bang. Lama ya nunggunya? Liftnya suka rame kalo jam istirahat,” ucapnya begitu memasuki mobil yang dikendarai Ibra.“Nggak kok. Ready? Mau makan di mana?”Hana melirik Ibra takut-takut. “Junk food boleh nggak?”Ibra balas melirik Hana sambil mulai menekan pedal gasnya. “Kamu beneran pengen junk food? Nggak bisa diganggu gugat?”“Sebenernya aku pengen waffle ice cream-nya.”“Ya udah kalo gitu. Yang penting sarapan sama makan malammu makanan sehat kan?” Ibra memastikan sekali lagi, walaupun sebenarnya masa pemulihan Hana ini tidak ada hubungannya dengan kondisi fisik, karena yang harus dipulihkannya adalah kondisi mentalnya.“Jelas makan sehat lah, Bang. Kan di rumah Tante Letta.”“Oh iya bener. Kamu kapan balik ke apartemen?”“Belum nanya lagi bolehnya kapan. Sebenernya ak

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   15 Apa Kamu Telat Datang Bulan?

    Hana berdiri dengan resah saat akan berangkat ke kantor. Di dekatnya, Evan dan ayahnya sama-sama sedang bersiap. Tapi Hana tahu kalau masing-masing dari mereka akan membawa mobil sendiri untuk mempermudah mobilitas. Lalu ia harus ikut siapa? Sementara mobilnya sendiri ada di apartemen.Dulu, saat ia menjadi asisten Ares, jelas ia akan ikut mobil Ares. Tapi kini ia adalah asisten Evan. Dan yang lebih mengesalkan baginya, ia tidak punya keberanian untuk meminta tumpangan kepada Evan. ‘Apa pesen taksi online aja ya? Atau naik KRL aja?’ batinnya bingung.“Yah, ini kopinya.” Letta muncul dari pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang tengah dengan membawa tumbler berisi kopi kesukaan suaminya.Ares mengucapkan terima kasih kemudian mengecup singkat puncak kepala istrinya sebelum ia melangkah ke dalam mobil.“Hana, sana, kok kamu masih bengong,” ucap Letta.Belum sempat Hana menjawab, Ares menimpali ucapan istrinya. “Hana kan sekarang asistennya Evan. Ya Hana sama Evan lah, Ma.”“Oh iya

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   14 Agar Tidak Terasa Dipaksakan

    Evan mendengkus kesal. Kenapa tidak ada satu pun orang yang mempercayainya? Saat menatap ayahnya yang sedang menyesap kopi di depannya, barulah ia ingat sesuatu yang pernah ingin disampaikannya, namun kesempatannya selalu tidak tepat.“Yah, Ayah kan paling anti sama perjodohan. Kenapa sekarang Ayah kesannya kayak ngebiarin Mama jodohin aku sama Hana? Ayah nggak bisa bantu aku buat ngubah keputusan Mama?”Ares menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Ya, ia memang menentang yang namanya perjodohah. Karena itu, ia tidak pernah berniat untuk mencarikan anak-anaknya jodoh apalagi demi urusan bisnis.“Ayah sama Mama bukan lagi jodohin kamu, Van. Ayah sama Mama lagi ngajarin kamu arti kata tanggung jawab. Kamu udah tidur sama Hana, apa nggak ada keinginan dari kamu buat bertanggung jawab? Apa ini hasil yang Ayah sama Mama ajarkan ke kamu?”Evan terdiam, ia belum pernah melihat raut kekecewaan dari ayahnya selama ini. Pun saat ia memilih menjalankan bisnis kecil-kecilannya sendiri,

DMCA.com Protection Status