Home / Romansa / FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT / 7 Hari Spesial Bagi Hana

Share

7 Hari Spesial Bagi Hana

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-11-26 17:33:06

"Mana bahan buat meeting siang ini?" tanya Evan sedikit berteriak kesal pada Hana yang baru masuk ke dalam ruangannya.

"Kan sudah saya email, Pak," jawab Hana juga tak kalah kesalnya.

"Saya mau print out-nya," desak Evan.

Hana mengernyit, tapi kemudian menurut pada Evan. "Sebentar, Pak," ucap Hana sambil menahan geraman kesalnya. Ia keluar ruangan Evan dan kembali tak lama kemudian. "Jadi, mulai sekarang Pak Evan maunya bentuk print out, bukan softcopy via email?" tanya Hana memastikan.

"Ya terserah saya mau bentuknya apa," jawab evan dingin.

Ingin rasanya Hana mencekik laki-laki di depannya ini. Padahal dulu saat menjadi asisten Direktur Utama, pekerjaannya tidak seruwet ini. Hey, Evan hanya Direktur Pengembangan Usaha dan tingkahnya melebihi Komisaris Utama.

"Baik, Pak. Lain kali saya tanyakan dulu ke Pak Evan. Maaf, soalnya saya baru tahu kalau untuk bahan meeting pun harus mengikuti mood Pak Evan yang naik turun." Hana lantas pergi begitu saja setelah menyentil ego Evan.

Evan mendengkus kesal. "Sialan! Dia ngatain gue moody!" umpatnya setelah Hana meninggalkan ruangannya.

Evan meletakkan kembali print out yang diberikan Hana karena memang sebenarnya dia sudah membaca bahan meeting dengan Direktur Strategi Pemasaran via email yang dikirimkan Hana, ia hanya ingin mengerjai Hana saja.

Setengah jam kemudian, Hana mengetuk kembali ruangan Evan dan mengingatkannya untuk segera bersiap karena Direktur Strategi Pemasaran pun sudah menuju ruang rapat.

Evan dengan langkah lebarnya berjalan di depan, dengan Hana yang mengekorinya beberapa langkah di belakang. Begini lah posisi yang seharusnya menurut Evan. Seorang bawahan harusnya berdiri beberapa langkah di belakang atasan.

Indra, Direktur Strategi Pemasaran tiba hampir bersamaan dengan Evan. Evan yang sudah pernah bertemu dengan lelaki paruh baya itu menjabat tangannya sebelum mengambil posisi duduk. Yang tidak disangkanya, Indra menyempatkan untuk berbasa-basi dengan Hana. Evan bisa melihat ada rasa tidak nyaman dari Hana tapi wanita itu bisa menguasai keadaan dengan baik, tanpa membuat Indra marah atau merasa canggung.

Meeting yang berlangsung sekitar dua jam itu membuat Evan sedikit pusing dan ingin segera kembali ke dalam ruangannya. Sebelum ia beranjak, Evan masih sempat mendengar Indra mengatakan sesuatu pada Hana.

"Han, nanti kalau ada yang perlu diklarifikasi dari divisi saya, langsung kontak saya ya."

Hana tersenyum tipis lalu menjawab, "Nanti saya kontak Mbak Sita, Pak. Kan nggak mungkin saya ganggu kesibukan Pak Indra."

Indra kemudian terkekeh karena lagi-lagi mendapat penolakan secara halus dari Hana.

‘Murahan’.

Itu yang dipikirkan Evan saat melihat Hana masih bisa melemparkan senyumnya pada pria paruh baya yang seumuran ayahnya dan jelas-jelas sejak tadi menggodanya.

Hana melirik jam tangannya yang sudah menunjuk pukul empat sore. Sudah saatnya pulang, tapi Evan belum juga keluar dari ruangannya. Hana menimbang-nimbang apakah dirinya perlu izin terlebih dulu atau tidak. Apakah izin pulang masuk kriteria yang bagi Evan menjadi alasan pembenaran untuk Hana mengetuk ruangan Evan?

Tapi Hana juga yakin Evan akan mengamuk kalau ia tidak menemukan Hana stand by di tempatnya saat ia membutuhkan sesuatu.

Setelah menghela napas beberapa kali, dengan keengganan maksimal, Hana akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu ruang kerja Evan.

"Saya izin pulang ya, Pak, udah jam empat," ucap Hana.

Tanpa mendongak dari layar komputernya, Evan berdecak kasar. "Asisten mana yang pulang duluan sementara atasannya masih berkutat dengan kerjaan?"

"Hari ini saja, Pak. Saya minta izin pulang lebih dulu dari Pak Evan. Saya ada acara."

"Sama siapa?" tanya Evan yang kini menatap Hana dengan penasaran. "Sama Direktur Wasesa Group? Atau Direktur Strategi Pemasaran Cakrawangsa? Wah, kamu pasti sombong ya, bisa deket sama orang-orang penting."

Mendengar ucapan Evan yang kentara sekali menyiratkan ejekan, membuat Hana mengepalkan tangannya. "Van, aku bener-bener harus pulang cepet."

"Ini di kantor, bukannya kita udah sepakat, kita harus menghormati jabatan masing-masing. Rasanya nggak enak kamu manggil saya hanya dengan nama."

Hana mencoba mengatur deru napasnya yang sudah mulai tidak teratur. Ingin rasanya ia menarik kerah baju lelaki di hadapannya itu dan menamparnya dengan keras.

"Saya masih baru di sini, masih banyak yang perlu saya pelajari. Kamu harus stand by."

Tanpa menjawab ucapan Evan, Hana berlalu dan membanting pintu ruangan Evan dengan cukup kencang. Ia harus menemukan tempat lain di mana tidak ada orang yang melihatnya, saat ini sudut matanya telah basah, air matanya hampir tumpah, dan ia tidak ingin seorang pun melihatnya, terutama Evan.

Hana masuk ke dalam bilik kamar mandi. Untung saja sebagian besar pegawai sudah pulang, jadi ia bisa sedikit berlama-lama di dalam bilik kamar mandi itu untuk menuntaskan tangisnya.

Ia tidak akan memohon pada Evan seandainya hari itu bukan hari spesial untuknya.

Belasan tahun ia merayakan hari spesial itu seorang diri dan kini ia terpaksa melewatkan hari spesial itu.

"Selamat hari lahir, Ma. Maaf hari ini Hana nggak bisa masakin makanan kesukaan Mama," ucapnya lagi sambil menahan tangis.

Setiap tahunnya Hana selalu melewatkan dua hari terpenting di hidupnya untuk melakukan hal-hal yang disukai ayah dan mamanya. Pertama, hari lahir mamanya, dan kedua, hari lahir ayahnya. Di dua hari spesial itu, Hana akan masak makanan kesukaan ayah dan mamanya, kemudian melihat-lihat lagi album foto keluarganya beserta video-video yang direkam ayahnya semasa hidup.

Hana kembali ke mejanya setelah berhasil menghilangkan jejak-jejak tangisnya. Beberapa pegawai yang hendak pulang menyapanya saat melihat Hana masih berkutat di depan komputer.

Hana mendengkus kesal, setelah berjam-jam ia duduk di kursinya, tidak sekali pun Evan memanggilnya. Lalu untuk apa dia duduk di sana dan melewatkan hari lahir mamanya.

***

"Azka, anterin ini ke apartemen Hana!" perintah Rimbi pada anaknya.

Rimbi, yang merupakan kakak dari Letta—mama Evan—dan juga sahabat dari almarhumah Shanti—almarhumah mama Hana—tahu pasti kalau Hana akan menyendiri di apartemennya seperti biasanya. Kalau ada segelintir orang yang masih mengingat hari lahir Shanti, itu adalah Rimbi dan Letta.

Azka tiba-tiba teringat hari lahir almarhumah mama dari Hana setelah mamanya menyerahkan paper bag yang berisi satu kotak saus  daging lada hitam dan dua toples nastar untuk diberikan pada Hana. "Hari lahir Tante Shanti ya, Ma?"

Rimbi mengangguk.

"Ya udah, aku anterin dulu," Azka kemudian pamit pada mamanya dan segera melajukan mobilnya menuju apartemen di kawasan Kuningan.

Saat Azka tiba di parkiran apartemen Hana, waktu sudah menunjukkan pukul delapan. Azka yakin Hana sudah berada di apartemennya, karena itu Azka langsung turun dari mobil dan menunggu Hana di lobby sembari ia mencoba menelepon Hana.

"Halo, Ka," sapa Hana saat menyadari siapa yang meneleponnya.

"Turun gih Han, aku di lobby, Mama nyuruh aku nganterin sesuatu buat kamu."

"Lobby? Lobby apartemen?"

"Iya lah, lobby mana lagi?" Azka tergelak mendengar suara bingung dari Hana.

"Tapi aku masih di kantor, Ka. Kamu titipin aja ke penjaga di bawah ya."

"Hah? Kamu masih di kantor? Kamu nggak lupa hari ini hari apa kan?"

Terdengar helaan napas dari Hana. "Nggak, Ka. Lagi ada kerjaan aja," jawab Hana lirih.

"Ok, kalo gitu. Aku jemput kamu ke kantor." Setelah mengucapkannya, Azka langsung menutup teleponnya dan kembali menuju mobil dengan membawa tentengan dari mamanya. Ia agak yakin kalau Evan yang menahan hana di kantor hingga malam. Ia tahu bagaimana tabiat adik sepupunya. Karena itu, ia menghubungi orang lain untuk meminta bantuan.

"Halo, Tante."

"Kenapa, Ka?"

"Tante, Tante Letta inget kan hari ini hari apa? Tapi Hana masih ada di kantor, Tante."

"Hah? Hana masih di kantor? Evan memang belum pulang juga sih. Ya udah tante telepon Evan dulu biar nyuruh Hana pulang."

"Makasih ya, Tan. Ini aku lagi dalam perjalanan ke kantor Om Ares buat jemput Hana."

"Iya, iya, tante pastiin begitu kamu nyampe sana, Hana udah ada di lobby kantor."

***

Dering ponsel Evan membuat lelaki itu menghentikan apa yang dikerjakannya. "Iya, Ma? Aku masih di kantor."

"Mama tau. Suruh Hana pulang sekarang!" perintah Letta dengan nada dingin.

"Mama gimana sih, mana ada asisten pulang sebelum bosnya," jawab Evan sambil terkekeh.

"Evan! Hari ini hari lahir mamanya Hana. Yang dipunya Hana cuma kenangan sama mamanya. Mama nggak mau tau, kamu suruh Hana pulang sekarang juga!"

Evan terdiam setelah mendengar kata-kata mamanya, pantas saja tadi Hana membanting pintu saat ia tidak mengizinkannya pulang. Ia lantas merapikan barang-barangnya dan berniat pulang sekaligus menyuruh Hana pulang.

Saat keluar dari ruangannya, Evan menemukan Hana yang termenung di depan komputernya. "Han, kamu boleh pulang," ucapnya kemudian berlalu menuju lift.

Dalam beberapa detik saja, setelah mendengar ucapan Evan, Hana sudah berlari menuju lift dan beruntung, Evan masih menahan lift khusus VIP itu untuk Hana.

Tidak ada kata yang mampu diucapkan Hana, bahkan untuk sekadar berterima kasih, hatinya masih terlalu kesal dengan Evan, jadi ia memiliih diam.

"Mau kuanter?" tanya Evan.

"Nggak, makasih. Azka jemput aku," jawab Hana.

"Kamu mau ngapain memangnya?" tanya Evan penasaran. Apa yang harus dirayakan di hari lahir seseorang yang sudah tenang di alam lain?

"Harusnya aku bisa masakin makanan kesukaan mama, trus ngelihat album foto keluargaku, nonton video yang direkam ayahku. Aku cuma takut lupa sama orang tuaku. Kamu nggak tau rasanya takut ngelupain orang yang kamu sayang. Gara-gara kamu aku ngelewatin salah satu hari spesial dalam hidupku." Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, pintu lift terbuka dan Hana berlari menuju Azka yang sedang menunggunya.

Related chapters

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   8 Labil

    "Han, ke ruangan saya!" perintah Evan melalui sambungan internal.Beberapa detik kemudian, Hana telah berdiri di hadapan Evan. "Ada apa, Pak?"Evan menelaah reaksi Hana. Apakah Hana masih marah padanya karena kejadian malam sebelumnya? Tapi rasa-rasanya ia tidak menemukan perbedaan berarti dari ekspresi Hana padanya. Tetap dingin."Saya nggak suka warna background power point yang kamu siapkan buat presentasi."Seriously? Warna background power point? Ingin rasanya Hana mengumpat. Hana selalu menggunakan warna netral dalam setiap presentasi yang ia siapkan, jadi ia harus mengganti dengan warna apa? Pink?"Pak Evan mau warna apa?""Terserah kamu. Pokoknya jangan ini.""Kalau terserah saya, mungkin saya akan ganti warna biru ini jadi pink atau merah darah. Pak Evan mau?"Evan mendesis kesal. Kenapa wanita di depannya itu selalu bisa membantahnya. Dan itu adalah hal yang paling dibencinya. "Ah udah lah. Nggak jadi.""Lah, labil!" gumam Hana yang ternyata didengar Evan."Kamu bilang apa b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   9 Hana dan Traumanya

    Hana mengerjapkan matanya perlahan. Setelah matanya membuka sempurna, barulah Hana mengernyit bingung, pemandangan yang ada di depan matanya bukanlah dinding dan plafon kamarnya. Saat ia akan menggerakkan tangannya, sesuatu terasa menahan tangannya. Hana menoleh dan mendapati Azka yang tertidur di kursi yang ada di sebelah kasurnya sambil menggenggam tangannya."Udah bangun?" tanya Azka saat merasakan gerakan tangan Hana yang digenggamnya."Hmm ...." Hana hanya menjawabnya dengan gumaman. Kemudian ia teringat sesuatu. "Tante Rimbi nggak tau kan kalo aku masuk rumah sakit? Tante Letta? Om Ares?""Kamu beruntung, mama papaku, Tante Letta sama Om Ares, semua lagi ke Jogja ke tempat Mbah, coba kalo mereka di sini, udah penuh ini kamar."Hana terkekeh dan berusaha untuk mengubah posisinya."Kamu butuh sesuatu? Aku panggiling dokter ya?"Hana menggeleng. Dari jam dinding yang ada di kamar itu, ia tahu kalau waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan pastinya psikiaternya sudah tidak b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   10 Never Say Never

    Vio kemudian menatap Hana, seakan meminta Hana mempertimbangkannya."Aku bakal ngasih tau orang tuaku apa yang terjadi kalau kamu nggak pulang ke rumah," ancam Evan.Hana menghela napas, lantas tersenyum sambil memegang tangan Vio. "Gue ke Menteng aja, nggak apa-apa.""Yang ada bukannya sembuh, malah makin parah," gumam Vio yang ternyata didengar Evan dan membuahkan cibiran dari Evan.***Hana berusaha memejamkan mata sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Evan. Berbicara dengan Evan adalah salah satu hal yang paling tidak diinginkannya saat ini.Tapi sepertinya Evan tahu kalau Hana tidak benar-benar sedang tidur. "Aku nyuruh kamu tidur di rumah karena nggak pantes buat seorang cewek tidur di rumah laki-laki yang bukan keluarga," ucap Evan tiba-tiba. "Ayah sama Mama pasti juga bakal ngelarang kalau tau."Hana terpaksa membuka matanya. Keningnya berkerut memikirkan ucapan Evan. "Kita juga bukan keluarga by the way." Hana mendengkus kesal. "Aku udah nggak punya keluarga." Entah kenapa

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   11 Semua Orang Memaksanya Menikah

    "Hana nginep di sini, Van?" tanya Azka begitu memasuki kamar Evan.Azka yang baru tahu kalau Hana sudah keluar dari rumah sakit, langsung menghubungi Hana untuk menanyakan keadaannya. Saat Azka menawarkan diri ke apartemen wanita itu untuk membawakan apa yang dia butuhkan, tiba-tiba saja Hana berkata kalau dirinya menginap di Menteng.Karena ucapan Hana itu, Azka langsung mengarahkan mobilnya menuju Menteng di mana rumah om dan tantenya berada."Iya, Mas."Terlihat ekepresi lega dari Azka. Bagaimana pun juga, seruwet apa pun hubungan Evan dan Hana, Azka tentunya merasa lebih tenang kalau Hana tidak sendirian di apartemen."Kok mau? Biasanya kalo abis kambuh dia ngeyel buat tinggal di apartemen.""Aku ancem ngasih tau Mama sama Ayah."Azka mengangguk mengerti. "Dia udah minum obat?""Aku nggak ngecek, cuma pas tadi siang aja.""Ya udah, aku ke kamar dia dulu buat ngecek."Azka keluar dari kamar Evan, menaiki undakan tangga menuju kamar Hana. Yang tidak disadarinya, ternyata Evan mengik

    Last Updated : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   12 Kecurigaan Evan

    "El, temen Kakak mau ke sini boleh?" tanya Hana pada Elga yang belum mau pergi dari kamar Hana karena khawatir.Hana tahu diri, meskipun ia sudah tinggal bertahun-tahun di rumah sebelum ia memutuskan tinggal sendiri di apartemen, tetap saja itu bukan rumahnya dan ia selalu meminta izin jika akan ada temannya yang datang, dari dulu selalu begitu, pun sekarang, tidak ada yang berubah."Boleh lah, Kak. Kenapa mesti nanya sih. Ini kan rumah Kak Hana juga."Hana tersenyum melihat Elga yang menjawabnya sambil asik menonton salah satu series di salah satu layanan streaming berbayar. Ia lantas membalas pesan Vio yang masuk belum lama ke ponselnya.Hana: Ok, Vi. Ke sini aja."Emang siapa Kak yang mau ke sini?" Mata Elga tertuju pada layar, tapi ia masih bisa membagi fokusnya dengan bertanya pada Hana."Vio.""Oh, Kak Vio." Elga memang sudah mengenal Vio dari dulu karena Vio adalah teman Hana yang paling sering datang ke rumah itu. Sepertinya hampir semua keluarganya mengenal Vio, kecuali Elaks

    Last Updated : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   13 Nyonya Cakrawangsa

    “Hana, kamu kok nggak bilang kalo sakit?” tanya Letta yang langsung menuju kamar Hana setelah mendapat informasi perihal sakitnya Hana dari Azka. “Kan Tante udah bilang, kalo ada apa-apa langsung hubungi Tante.”Hana tersenyum mendengar omelan dari wanita paruh baya yang dipanggilnya ‘Tante’ tapi dirasanya sebagai pengganti mamanya. “Kan di sini banyak yang jagain Hana, Tan.”Letta mendengkus, memang banyak yang menaruh perhatian pada Hana, buktinya Azka sampai menginap di rumahnya, dan di kamar Hana ada dua orang yang juga selalu mengkhawatirkan Hana, Vio dan Ibra. “Vio, Ibra, apa kabar? Lama nggak main ke sini?”“Baik Tante.” Keduanya menjawab bersamaan dan mengulurkan tangan untuk menyapa Letta dengan sopan.“Hana udah minum obat?” tanya Letta lagi. Dia tahu pasti dokter Erlin memberi Hana obat yang harus diminum selama beberapa waktu setelah PTSD-nya kambuh.“Yang pagi udah, Tan. Nanti yang siang kan setelah makan siang.”“Kamu lagi pengen makan sesuatu nggak? Tante bikinin ya,” t

    Last Updated : 2024-12-31
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   14 Agar Tidak Terasa Dipaksakan

    Evan mendengkus kesal. Kenapa tidak ada satu pun orang yang mempercayainya? Saat menatap ayahnya yang sedang menyesap kopi di depannya, barulah ia ingat sesuatu yang pernah ingin disampaikannya, namun kesempatannya selalu tidak tepat.“Yah, Ayah kan paling anti sama perjodohan. Kenapa sekarang Ayah kesannya kayak ngebiarin Mama jodohin aku sama Hana? Ayah nggak bisa bantu aku buat ngubah keputusan Mama?”Ares menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Ya, ia memang menentang yang namanya perjodohah. Karena itu, ia tidak pernah berniat untuk mencarikan anak-anaknya jodoh apalagi demi urusan bisnis.“Ayah sama Mama bukan lagi jodohin kamu, Van. Ayah sama Mama lagi ngajarin kamu arti kata tanggung jawab. Kamu udah tidur sama Hana, apa nggak ada keinginan dari kamu buat bertanggung jawab? Apa ini hasil yang Ayah sama Mama ajarkan ke kamu?”Evan terdiam, ia belum pernah melihat raut kekecewaan dari ayahnya selama ini. Pun saat ia memilih menjalankan bisnis kecil-kecilannya sendiri,

    Last Updated : 2024-12-31
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   15 Apa Kamu Telat Datang Bulan?

    Hana berdiri dengan resah saat akan berangkat ke kantor. Di dekatnya, Evan dan ayahnya sama-sama sedang bersiap. Tapi Hana tahu kalau masing-masing dari mereka akan membawa mobil sendiri untuk mempermudah mobilitas. Lalu ia harus ikut siapa? Sementara mobilnya sendiri ada di apartemen.Dulu, saat ia menjadi asisten Ares, jelas ia akan ikut mobil Ares. Tapi kini ia adalah asisten Evan. Dan yang lebih mengesalkan baginya, ia tidak punya keberanian untuk meminta tumpangan kepada Evan. ‘Apa pesen taksi online aja ya? Atau naik KRL aja?’ batinnya bingung.“Yah, ini kopinya.” Letta muncul dari pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang tengah dengan membawa tumbler berisi kopi kesukaan suaminya.Ares mengucapkan terima kasih kemudian mengecup singkat puncak kepala istrinya sebelum ia melangkah ke dalam mobil.“Hana, sana, kok kamu masih bengong,” ucap Letta.Belum sempat Hana menjawab, Ares menimpali ucapan istrinya. “Hana kan sekarang asistennya Evan. Ya Hana sama Evan lah, Ma.”“Oh iya

    Last Updated : 2025-01-01

Latest chapter

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   108 Evan vs Arfindo

    "Han."Sapaan seorang lelaki yang berdiri di depan meja kerjanya membuat Hana langsung mendongak."Eh, Fin, udah nyampe?" Beberapa jam sebelumnya memang Hana mendapat pesan dari Arfindo yang ingin mengatur janji temu dengan Evan. Karena jadwal Evan hanya kosong di saat jam istirahat, maka Hana membuat jadwal temu mereka saat makan siang."Nggak apa-apa nih aku makan siang sama Evan? Kamu gimana?"Hana tersenyum penuh arti. "Aku yang makasih malah. Kalo kamu nggak dateng, nggak mungkin si bos mau ditinggal, padahal kan kadang aku pengen makan bareng sama temen kantorku yang lain.""Dasar, si posesif.""Ayo, kuanter sekalian aku pamit." Hana berjalan terlebih dulu lalu mengetuk pintu ruang kerja Evan."Mas, udah dateng nih tamunya," ucap Hana sambil menunjukkan senyum tanpa rasa bersalahnya. Bisa dilihatnya wajah Evan yang tertekuk karena kesal.Tanpa menunggu dipersilakan, Arfindo langsung mengambil posisi duduk di sofa yang ada di tengah ruangan."Aku makan di luar sama Ribka ya. Nant

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   107 Tentang Buah Hati

    Hana mengerjap pelan, berusaha menyesuaikan retina matanya dengan pencahayaan temaram di dalam kamar yang baru beberapa kali ditempatinya itu.Evan ikut bangun saat menyadari gerakan Hana yang bangkit dari tidurnya. "Udah bangun?""Mau bantu Mama."Malam sepulang dari rumah Azka, mereka berdua memutuskan menginap di rumah orang tua Evan. Mumpung weekend, pikir mereka.Dan karena kelelahan, keduanya langsung terlelap di kamar Evan setelah ritual bersih-bersih singkat."Udah ada banyak ART yang bantu Mama.""Ya tapi kan Mama masak kalo pagi, masa aku nggak bantuin.""Mama bakal lebih seneng kalo kamu melakukan sesuatu di pagi hari daripada bantuin Mama masak.""Apa?""Bikinin cucu untuk Mama."Hana mencibir niat terselubung Evan di balik kata-katanya."Beneran, kalo nggak percaya tanya sendiri ke Mama.""Masa yang begituan ditanyain ke Mama."Evan terkekeh melihat rona merah yang muncul di pipi Hana tanpa aba-aba. "Eh, Sayang, aku mau nanya sampe lupa. Kita udah dua bulan nikah, tapi ka

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   106 Beda antara Belum Bisa Move On dan Obsesi

    "Serius lo, Han?" Vio menatap Hana dengan rasa tidak percayanya.Hari sabtu itu, keduanya memutuskan untuk bertemu dan makan siang di Sop Konro Karebosi Kelapa Gading. Vio yang kebetulan baru saja bertemu klien di daerah Rawamangun mengajak Hana untuk makan siang bersama, dan beruntungnya dia, Azka sedang berkunjung ke rumah Evan dan Hana. Kalau tidak, mana mungkin Evan akan melepaskan Hana untuk keluar di hari sabtu tanpa dirinya."Gue udah nggak bisa bedain sih, antara belum bisa move on atau terobsesi.""Terobsesi sih kayaknya. Kalo belum bisa move on itu kayak lo selama ini ke Evan."Hana yang sedang menyesap es palubutung tiba-tiba saja tersedak mendengar kenyataan yang diutarakan Vio. Kenapa dia baru menyadarinya?"Bener kan?" ledek Vio. "Lo setelah jatuh cinta sama Evan, yang entah tahun kapan itu kejadiannya, sama sekali nggak berminat jalin hubungan sama orang lain karena perasaan lo cuma buat dia. Tapi kan bukan berarti lo jadi dengan nggak tau malunya deketin Evan atau beru

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   105 Tidak Berjodoh

    -Jamuan makan malam sebelumnya-Melinda menatap nanar kepergian Evan dari hadapannya. Bahkan setelah ia memohon dan merendahkan harga dirinya seperti itu pun, Evan tetap memilih kembali pada Hana.Pandangannya mulai berkabut, beberapa saat lagi orang tuanya tiba. Entah apa yang bisa dijadikannya sebagai alasan pembenaran ketidakhadiran Evan, orang yang sangat ingin ditemui orang tuanya.Bukan tanpa alasan orang tua Melinda mengupayakan segala cara untuk dapat datang di acara malam itu. Pasalnya Evan sudah tidak pernah lagi menyambangi kediaman mereka dan Melinda selalu saja berkilah ketika orang tuanya bertanya."Mel." Suara itu berhasil membuyarkan lamunan Melinda.Tepat beberapa menit setelah Evan menghilang dari pandangannya, orang tuanya yang malam itu mengenakan pakaian batik yang serasi, tiba di restoran."Evan mana?" Tak berbasa-basi, papanya langsung menanyakan calon menantu yang selalu dibanggakannya."Evan ... ada urusan, Pa," jawab Melinda sambil menunduk."Ikut Papa, ada y

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   104 Aku atau Dia yang Lebih Beruntung?

    "Sayang." Evan hanya bisa bernapas lega setelah memasuki kamar dan melihat Hana berada di teras kamar sambil memandangi view di depannya yang langsung menyajikan pemandangan laut. Setidaknya Hana benar-benar menunggunya dan tidak meninggalkannya pergi begitu saja karena marah."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Hana sengaja bertanya dengan satire. Ia benar-benar memosisikan diri sebagai asisten, seperti yang disebutkan Evan sebelumnya. Tidak lebih dari tiga detik Hana menatap Evan dan detik selanjutnya ia kembali menatap lautan. Melihat lautan jauh lebih menenangkan untuknya saat ini daripada menatap suami yang hanya mengakuinya sebagai asisten.Tanpa berkata apa-apa lagi, Evan memeluk istrinya dari belakang, mencoba menyampaikan permintaan maaf melalui gesture-nya. Lebih dari semenit Evan menunggu Hana berbicara, tapi tak juga mendengar sepatah kata pun dari bibir manis yang selalu digilainya itu."Maaf. Mau denger penjelasanku?"Hana mengangguk. "Tapi sambil duduk, aku nggak mau kamu

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   103 Give Me Five Minutes

    "Han, udah bangun?"Hana memang sudah bangun sejak sekitar setengah jam sebelumnya. Karena ia masih merasakan pening walau tidak separah sebelumnya, Hana memilih duduk sambil bersandar pada headboard ranjang."Kok kamu udah balik?"Evan tidak menjawab pertanyaan istrinya dan memilih membuka kemejanya hingga menyisakan kaos yang mencetak bentuk tubuhnya. "Kamu udah makan?""Belum, tapi udah pesen tadi, nunggu dateng."Evan mendekat pada istrinya, memegang kening istrinya yang tentu saja dalam suhu normal, karena sebelum pergi pun suhu tubuh istrinya normal, hanya pusing tiba-tiba itu yang membuat istrinya mengeluh."Pusingnya gimana?" tanya Evan sambil ikut masuk ke dalam selimut dan duduk di samping Hana, bersandar pada headboard ranjang, dengan tangannya yang terulur ke belakang tengkuk Hana untuk membuat wanita itu bersandar padanya."Udah nggak sepusing tadi. Tinggal sisanya aja dikit.""Ke dokter aja yuk, mumpung masih belum terlalu malam."Hana menghela napas berat. "Buat nyusul

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   102 Permintaan Melinda

    Hana tampaknya harus banyak-banyak bersyukur. Dua hari menghabiskan waktu di Lombok, Melinda sama sekali tidak bertingkah. Pun begitu dengan suaminya yang kini jangankan menggodanya dengan mendekati Melinda, setiap Evan dan Melinda dalam ruangan atau forum yang sama, Evan selalu menjaga jaraknya.Evan dan Hana bahkan sempat menghabiskan waktu berdua untuk berjalan-jalan di beberapa pantai yang berada di daerah Lombok Selatan, sebagai pengganti honeymoon yang sampai saat itu belum juga terlaksana."Mas, aku nggak ikut makan di resto ya, badanku nggak enak, nanti aku pesen makanan ke kamar aja." Hana memijat pelipisnya karena kepalanya mendadak pusing setelah mereka pulang dari lokasi proyek.Evan yang semula berniat untuk mandi, membatalkan niatnya dan duduk di samping istrinya, menggantikan tangan Hana untuk memijat pelipisnya. "Pusing banget? Masuk angin ya? Mau ke dokter?"Hana mengernyitkan keningnya setiap sakit di kepalanya terasa menyiksanya. "Kayaknya kepanasan tadi di lokasi p

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   101 Penyesalan Terbesar

    Seperti de javu, Evan dan Hana berada di bandara, dengan Arfindo dan Melinda yang sudah menunggu mereka di dekat area check in."Kalo penganten baru tu emang lengket gini terus ya?" tanya Arfindo sambil menggeleng-gelengkan kepala."Cobain aja sana, biar tau rasanya nggak bisa jauh sama istri," balas Evan."Ck! Kamu nggak risih Han dikekepin terus sama Evan?""Nggak lah, masa dikekepin suami risih.""Shit! Paket lengkap banget suami istri ini," umpat Arfindo.Bukan tanpa alasan Arfindo sejak awal menyindir kemesraan mereka. Ia hanya ingin membuka mata Melinda kalau kesempatan untuknya sudah tertutup, dengan cara yang lebih halus.Sayangnya, Melinda tidak acuh dengan apa yang sedang diusahakan Arfindo. Ia juga tidak ingin melihat pemandangan mesra yang tersaji di depannya. Jadilah yang dilakukannya hanya bermain ponsel dan menyesap kopi dari cup berlogo sebuah merk franchise coffee shop yang terkenal yang berada di tangannya."Kalian mau duluan masuk ke ruang tunggu? Gue mau nemenin Ha

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   100 Mencintai Kamu Sedalam Ini

    Dengan perlahan, Evan mendorong Hana ke dinding setelah mengunci pintu kamar.Kepulangan mereka di siang hari tentu saja membuat dua ART di rumah mereka kebingungan. Tapi melihat keduanya yang tergesa masuk ke kamar dan mengunci pintu, kedua ART mereka hanya bisa mengulum senyum.Tangan Evan bergerak cepat membuka blazer yang dikenakan Hana dan menjatuhkannya ke dekat kakinya. Begitu juga dengan blouse tanpa lengan dan celana panjang yang dikenakan istrinya. Ia seperti sudah terlatih menanggalkan itu semua dalam waktu singkat.Sementara Hana masih berkutat dengan kancing baju suaminya yang sialnya terasa sangat sulit dilepaskan karena tangannya yang bergetar.Evan menikmati waktunya, membiarkan istrinya berlatih menanggalkan pakaiannya. Ia tersenyum simpul sambil memandang lantai tempat baju Hana berserakan. Istrinya tidak akan mengomel di tengah pemanasan mereka hanya karena Evan meletakkan baju sembarangan kan?Napas keduanya yang tersengal menjadi bukti betapa mereka merindukan sat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status