Home / Romansa / FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT / 6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

Share

6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-11-26 17:32:41

"Selamat pagi, Pak," ucap Hana sambil menunduk singkat saat melihat Evan melewati mejanya untuk masuk ke dalam ruangan.

Evan tidak menjawab sapaan Hana, bahkan melemparkan senyuman pun tidak.

Hana mengoceh tanpa suara melihat kelakuan Evan padanya.

"Mbak Hana kenapa?" tanya seorang cleaning service yang bertugas membersihkan lantai itu saat melihat mulut Hana komat-kamit.

Hana mencebik kesal. "Tuh, bos songong," jawabnya singkat.

"Oh, bos yang baru ya, Mbak? Anaknya Pak Ares? Masa sih songong, Mbak? Pak Ares baik banget loh."

"Nggak semua buah jatuh deket pohonnya, Mbak. Kali aja buahnya sebelum jatuh ke tanah udah kesundul sama jerapah, trus nggelundung jauh," jawab Hana asal.

Cleaning service bernama Tina itu terbahak mendengar gerutuan Hana di pagi hari. "Tapi ganteng, Mbak. Wajar songong."

"Ih." Hana makin berdecak kesal mendengar pujian Tina terhadap Evan. "Teori dari mana itu?"

Mengabaikan Tina yang masih mengelap dispenser sambil terkekeh, Hana memilih mengetuk pintu ruangan Evan untuk memberitahukan jadwal Evan hari itu.

Setelah beberapa kali ketukan dan terdengar suara Evan mempersilakan, baru lah Hana masuk. Dengan tab yang ada di tangannya, Hana mulai menjelaskan jadwal Evan. "Hari ini Pak Evan harus briefing sama pegawai Divisi Pengembangan Usaha. Setelah makan siang meeting dengan Divisi Strategi Pemasaran."

Evan melirik Hana sekilas. "Han, mamaku nanyain masalah pernikahan kita lagi. Kapan sih kamu mau jujur kalo kita nggak ngelakuin apa-apa?" sembur Evan tiba-tiba.

Hana yang semula menatap tab-nya, kini mengalihkan pandangannya pada Evan.

"Kamu seyakin itu kalo kita nggak ngelakuin apa-apa malam itu?"

Evan menatap Hana dengan tatapan tidak percaya. Dia ingat saat pagi itu Hana mengatakan pada mamanya kalau mereka tidak melakukan apa pun. Apa memang dia melakukan sesuatu pada Hana?

"See? Kamu sendiri aja nggak yakin apa yang udah kita lakukan. Gimana Tante Letta bisa yakin. Apalagi waktu itu Tante Letta ngelihat ini." Hana lantas menarik kerah kemajanya sisi kanan hingga lehernya terekspos.

Evan membeku di tempat saat melihat bekas yang ... diciptakannya?

"Nggak mungkin aku yang ninggalin bekas itu!" ucap Evan kasar.

Dengkusan kembali keluar dari Hana. Ia yang tadinya ingin menolak permintaan Letta untuk menikah dengan Evan, kini justru ingin mengiakan. 'Calm down Han, inhale ... exhale ....’ perintahnya pada diri sendiri.

"Bukan kewajibanku untuk bikin kamu percaya. Jam sepuluh di ruang meeting lantai ini." Hana mengingatkan sekali lagi jadwal Evan, kemudian memilih berlalu dari hadapan Evan. Daripada emosinya naik saat hari masih pagi.

***

Pagi itu, Evan memimpin briefing untuk semua stafnya setelah membaca bahan yang disiapkan Hana. Harus diakuinya, apa yang dikerjakan Hana memang nyaris sempurna. Pantas saja ayahnya mengangkat Hana sebagai asisten.

Bahan meeting yang disiapkan Hana cukup simple tapi menarik. Bahkan untuk Evan yang baru saja bergabung dengan Divisi Pengembangan Usaha, detail yang diberikan Hana bisa membantunya untuk memahami lebih cepat tugas dan fungsi divisi itu.

Tapi harga dirinya masih terlalu tinggi untuk mengucapkan 'terima kasih' pada wanita itu. 'Memang tugasnya kan?'

Hana mengetuk kembali ruangan Evan. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang dan Evan belum juga keluar dari ruangannya. Artinya, Hana yang harus menyiapkan makan siang untuk Evan. Hal ini yang dilakukan Hana saat dulu menjadi asisten Ares.

"Sudah jam makan siang, Pak. Pak Evan mau disiapkan apa?"

"Mulai detik ini, jangan masuk ruangan saya kalau bukan untuk urusan pekerjaan!" perintah Evan.

Hana terkesiap, tetapi beberapa detik kemudian bisa mengendalikan diri. "Baik, Pak," jawabnya singkat kemudian pergi dari ruangan Evan.

Kembali ke mejanya, Hana hampir saja menggebrak meja, andai tidak ingat kalau tidak jauh dari ruangannya, terdapat ruangan pegawai tata usaha, yang mungkin bisa mendengar apa yang dilakukannya.

Beruntung, getaran ponselnya membuat perhatian Hana teralihkan.

Ibra: Han, aku lagi meeting di deket Cakrawangsa

Ibra: Lagi sibuk nggak?

Ibra: Kalo lagi nggak sibuk, makan siang bareng yuk

Hana segera mengetikkan balasannya. Persetan dengan Evan yang tidak makan siang.

Hana: Nggak sibuk kok. Ketemu di mana, Bang?

Beberapa detik kemudian, balasan Ibra kembali muncul.

Ibra: Aku jemput kamu, udah di parkiran nih =)

Hana: Hah? Oke oke aku turun.

Hana menatap pintu ruangan Evan beberapa detik, kemudian membatalkan niatnya untuk izin keluar. "Katanya cuma urusan kerjaan kan baru boleh masuk ruangannya. Fine." Ia kemudian melangkah tergesa menemui Ibra yang sudah menunggunya.

Semula Hana berniat untuk menghampiri mobil Ibra yang sudah dihapalnya, walaupun ia harus mencari dulu di sebelah mana lelaki itu memarkirkan mobilnya, tapi Ibra melarangnya. Ibra meminta Hana untuk menunggu di lobby sementara Ibra akan menjemputnya di area drop off depan lobby.

"Hai, Bang," sapa Hana setelah masuk ke dalam mobil Ibra dan sibuk mengenakan safety belt. "Baru kelar meeting?"

"Iya."

"Emang nggak disediain makan siang di tempat meeting?"

"Disediain sih. Tapi pengen udon. Makanya ngajak kamu. Mau nggak makan udon?"

"Mau. Kan Bang Ibra tau aku pemakan segala. Nggak ngajak Vio?"

"Vio lagi ke Jakarta Utara, ketemu klien di sana. Keburu laper kalo nunggu dia."

Hana tersenyum mengerti. Ibra yang juga kakak dari sahabatnya ini selalu memperlakukannya layaknya adik sendiri. Kalau ia membelikan Vio suatu barang, pasti Hana juga dibelikannya. Kalau Vio tidak bisa menemaninya ke suatu tempat, pasti Hana yang akan diajaknya.

Bersama lelaki itu, Hana seperti memiliki kakak, rasanya mirip saat ia baru tinggal di kediaman Cakrawangsa, saat Evan memperlakukannya seperti adik, belasan tahun lalu.

"Bang, boleh mampir di Pooki Bbang dulu nggak?" pinta Hana saat mereka baru saja memasuki Kokas.

"Sekarang? Nanti kamu jadi kenyang, nggak makan udon dong."

"Nggak, aku makannya nanti di kantor kok. Beli sekarang aja mumpung lewat maksudku, daripada nanti mesti muter lagi."

"Ok, ok." Ibra menuruti permintaan Hana yang ingin menyantap cemilan asal Korea itu.

Setelahnya, baru lah keduanya menuju tujuan utama mereka.

"Kamu duduk aja, Han. Biar aku yang mesenin. Kayak biasa kan?" Ibra menghentikan langkahnya di depan salah satu restoran udon.

"Kasian Bang Ibra ngantri sendiri."

"Nggak apa-apa, kamu cari tempat aja. Kalo nggak gitu, kita malah nggak dapet tempat duduk."

Hana mengalah, mencari tempat duduk yang untungnya masih tersisa.

Sekitar lima belas menit kemudian, Ibra datang dengan membawa nampan berisi Niku Udon kesukaan Hana dan Abura Udon untuknya.

Hana sempat menatap lesu ke arah nampan karena tidak ada Kakiage kesukaannya. Ibra memperhatikan reaksi Hana lantas mengacak rambutnya. "Kakiagenya nanti dianter, habis tadi stock-nya, masih digoreng."

Senyuman langsung teruntai di bibir Hana. "Hampir aja aku mau jalan ke sana pesen sendiri."

Ibra hanya terkekeh melihat kelakuan Hana. "Ya nggak mungkin aku lupa sama kesukaanmu, Han."

"Laper banget, Bang? Kelamaan nungguin di Pooki Bbang tadi ya, maaf ya." Hana merasa bersalah karena membuat Ibra menunda laparnya demi menuruti kemauannya.

"Nggak apa-apa. Udah, kamu makan dulu."

Interaksi keduanya tidak luput dari tatapan dua orang yang menunggu di area waiting list karena kehabisan tempat untuk duduk di dalam restoran itu.

"Van, itu Hana bukan? Yang sama Hana itu bukannya Ibra, Direktur di Wasesa Group?" tanya Darel yang juga menjabat sebagai Direktur Keuangan di salah satu anak perusahaan Cakrawangsa.

Evan menoleh ke arah yang ditunjuk Darel. Matanya membulat sempurna menyaksikan pemandangan itu.

Bukan karena apa yang Hana lakukan dengan pasangan makan siangnya itu, melainkan karena sosok lelaki yang makan siang bersama Hana adalah Ibra Aji Wasesa, penerus Wasesa Group yang merupakan pesaing dari Cakrawangsa Group.

"Are you kidding me?" Asisten yang paling dipercayai ayahnya tengah makan siang dengan pesaing bisnis perusahaannya.

Related chapters

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   7 Hari Spesial Bagi Hana

    "Mana bahan buat meeting siang ini?" tanya Evan sedikit berteriak kesal pada Hana yang baru masuk ke dalam ruangannya."Kan sudah saya email, Pak," jawab Hana juga tak kalah kesalnya."Saya mau print out-nya," desak Evan.Hana mengernyit, tapi kemudian menurut pada Evan. "Sebentar, Pak," ucap Hana sambil menahan geraman kesalnya. Ia keluar ruangan Evan dan kembali tak lama kemudian. "Jadi, mulai sekarang Pak Evan maunya bentuk print out, bukan softcopy via email?" tanya Hana memastikan."Ya terserah saya mau bentuknya apa," jawab evan dingin.Ingin rasanya Hana mencekik laki-laki di depannya ini. Padahal dulu saat menjadi asisten Direktur Utama, pekerjaannya tidak seruwet ini. Hey, Evan hanya Direktur Pengembangan Usaha dan tingkahnya melebihi Komisaris Utama."Baik, Pak. Lain kali saya tanyakan dulu ke Pak Evan. Maaf, soalnya saya baru tahu kalau untuk bahan meeting pun harus mengikuti mood Pak Evan yang naik turun." Hana lantas pergi begitu saja setelah menyentil ego Evan.Evan mend

    Last Updated : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   8 Labil

    "Han, ke ruangan saya!" perintah Evan melalui sambungan internal.Beberapa detik kemudian, Hana telah berdiri di hadapan Evan. "Ada apa, Pak?"Evan menelaah reaksi Hana. Apakah Hana masih marah padanya karena kejadian malam sebelumnya? Tapi rasa-rasanya ia tidak menemukan perbedaan berarti dari ekspresi Hana padanya. Tetap dingin."Saya nggak suka warna background power point yang kamu siapkan buat presentasi."Seriously? Warna background power point? Ingin rasanya Hana mengumpat. Hana selalu menggunakan warna netral dalam setiap presentasi yang ia siapkan, jadi ia harus mengganti dengan warna apa? Pink?"Pak Evan mau warna apa?""Terserah kamu. Pokoknya jangan ini.""Kalau terserah saya, mungkin saya akan ganti warna biru ini jadi pink atau merah darah. Pak Evan mau?"Evan mendesis kesal. Kenapa wanita di depannya itu selalu bisa membantahnya. Dan itu adalah hal yang paling dibencinya. "Ah udah lah. Nggak jadi.""Lah, labil!" gumam Hana yang ternyata didengar Evan."Kamu bilang apa b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   9 Hana dan Traumanya

    Hana mengerjapkan matanya perlahan. Setelah matanya membuka sempurna, barulah Hana mengernyit bingung, pemandangan yang ada di depan matanya bukanlah dinding dan plafon kamarnya. Saat ia akan menggerakkan tangannya, sesuatu terasa menahan tangannya. Hana menoleh dan mendapati Azka yang tertidur di kursi yang ada di sebelah kasurnya sambil menggenggam tangannya."Udah bangun?" tanya Azka saat merasakan gerakan tangan Hana yang digenggamnya."Hmm ...." Hana hanya menjawabnya dengan gumaman. Kemudian ia teringat sesuatu. "Tante Rimbi nggak tau kan kalo aku masuk rumah sakit? Tante Letta? Om Ares?""Kamu beruntung, mama papaku, Tante Letta sama Om Ares, semua lagi ke Jogja ke tempat Mbah, coba kalo mereka di sini, udah penuh ini kamar."Hana terkekeh dan berusaha untuk mengubah posisinya."Kamu butuh sesuatu? Aku panggiling dokter ya?"Hana menggeleng. Dari jam dinding yang ada di kamar itu, ia tahu kalau waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan pastinya psikiaternya sudah tidak b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   10 Never Say Never

    Vio kemudian menatap Hana, seakan meminta Hana mempertimbangkannya."Aku bakal ngasih tau orang tuaku apa yang terjadi kalau kamu nggak pulang ke rumah," ancam Evan.Hana menghela napas, lantas tersenyum sambil memegang tangan Vio. "Gue ke Menteng aja, nggak apa-apa.""Yang ada bukannya sembuh, malah makin parah," gumam Vio yang ternyata didengar Evan dan membuahkan cibiran dari Evan.***Hana berusaha memejamkan mata sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Evan. Berbicara dengan Evan adalah salah satu hal yang paling tidak diinginkannya saat ini.Tapi sepertinya Evan tahu kalau Hana tidak benar-benar sedang tidur. "Aku nyuruh kamu tidur di rumah karena nggak pantes buat seorang cewek tidur di rumah laki-laki yang bukan keluarga," ucap Evan tiba-tiba. "Ayah sama Mama pasti juga bakal ngelarang kalau tau."Hana terpaksa membuka matanya. Keningnya berkerut memikirkan ucapan Evan. "Kita juga bukan keluarga by the way." Hana mendengkus kesal. "Aku udah nggak punya keluarga." Entah kenapa

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   11 Semua Orang Memaksanya Menikah

    "Hana nginep di sini, Van?" tanya Azka begitu memasuki kamar Evan.Azka yang baru tahu kalau Hana sudah keluar dari rumah sakit, langsung menghubungi Hana untuk menanyakan keadaannya. Saat Azka menawarkan diri ke apartemen wanita itu untuk membawakan apa yang dia butuhkan, tiba-tiba saja Hana berkata kalau dirinya menginap di Menteng.Karena ucapan Hana itu, Azka langsung mengarahkan mobilnya menuju Menteng di mana rumah om dan tantenya berada."Iya, Mas."Terlihat ekepresi lega dari Azka. Bagaimana pun juga, seruwet apa pun hubungan Evan dan Hana, Azka tentunya merasa lebih tenang kalau Hana tidak sendirian di apartemen."Kok mau? Biasanya kalo abis kambuh dia ngeyel buat tinggal di apartemen.""Aku ancem ngasih tau Mama sama Ayah."Azka mengangguk mengerti. "Dia udah minum obat?""Aku nggak ngecek, cuma pas tadi siang aja.""Ya udah, aku ke kamar dia dulu buat ngecek."Azka keluar dari kamar Evan, menaiki undakan tangga menuju kamar Hana. Yang tidak disadarinya, ternyata Evan mengik

    Last Updated : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   12 Kecurigaan Evan

    "El, temen Kakak mau ke sini boleh?" tanya Hana pada Elga yang belum mau pergi dari kamar Hana karena khawatir.Hana tahu diri, meskipun ia sudah tinggal bertahun-tahun di rumah sebelum ia memutuskan tinggal sendiri di apartemen, tetap saja itu bukan rumahnya dan ia selalu meminta izin jika akan ada temannya yang datang, dari dulu selalu begitu, pun sekarang, tidak ada yang berubah."Boleh lah, Kak. Kenapa mesti nanya sih. Ini kan rumah Kak Hana juga."Hana tersenyum melihat Elga yang menjawabnya sambil asik menonton salah satu series di salah satu layanan streaming berbayar. Ia lantas membalas pesan Vio yang masuk belum lama ke ponselnya.Hana: Ok, Vi. Ke sini aja."Emang siapa Kak yang mau ke sini?" Mata Elga tertuju pada layar, tapi ia masih bisa membagi fokusnya dengan bertanya pada Hana."Vio.""Oh, Kak Vio." Elga memang sudah mengenal Vio dari dulu karena Vio adalah teman Hana yang paling sering datang ke rumah itu. Sepertinya hampir semua keluarganya mengenal Vio, kecuali Elaks

    Last Updated : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   13 Nyonya Cakrawangsa

    “Hana, kamu kok nggak bilang kalo sakit?” tanya Letta yang langsung menuju kamar Hana setelah mendapat informasi perihal sakitnya Hana dari Azka. “Kan Tante udah bilang, kalo ada apa-apa langsung hubungi Tante.”Hana tersenyum mendengar omelan dari wanita paruh baya yang dipanggilnya ‘Tante’ tapi dirasanya sebagai pengganti mamanya. “Kan di sini banyak yang jagain Hana, Tan.”Letta mendengkus, memang banyak yang menaruh perhatian pada Hana, buktinya Azka sampai menginap di rumahnya, dan di kamar Hana ada dua orang yang juga selalu mengkhawatirkan Hana, Vio dan Ibra. “Vio, Ibra, apa kabar? Lama nggak main ke sini?”“Baik Tante.” Keduanya menjawab bersamaan dan mengulurkan tangan untuk menyapa Letta dengan sopan.“Hana udah minum obat?” tanya Letta lagi. Dia tahu pasti dokter Erlin memberi Hana obat yang harus diminum selama beberapa waktu setelah PTSD-nya kambuh.“Yang pagi udah, Tan. Nanti yang siang kan setelah makan siang.”“Kamu lagi pengen makan sesuatu nggak? Tante bikinin ya,” t

    Last Updated : 2024-12-31
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   14 Agar Tidak Terasa Dipaksakan

    Evan mendengkus kesal. Kenapa tidak ada satu pun orang yang mempercayainya? Saat menatap ayahnya yang sedang menyesap kopi di depannya, barulah ia ingat sesuatu yang pernah ingin disampaikannya, namun kesempatannya selalu tidak tepat.“Yah, Ayah kan paling anti sama perjodohan. Kenapa sekarang Ayah kesannya kayak ngebiarin Mama jodohin aku sama Hana? Ayah nggak bisa bantu aku buat ngubah keputusan Mama?”Ares menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Ya, ia memang menentang yang namanya perjodohah. Karena itu, ia tidak pernah berniat untuk mencarikan anak-anaknya jodoh apalagi demi urusan bisnis.“Ayah sama Mama bukan lagi jodohin kamu, Van. Ayah sama Mama lagi ngajarin kamu arti kata tanggung jawab. Kamu udah tidur sama Hana, apa nggak ada keinginan dari kamu buat bertanggung jawab? Apa ini hasil yang Ayah sama Mama ajarkan ke kamu?”Evan terdiam, ia belum pernah melihat raut kekecewaan dari ayahnya selama ini. Pun saat ia memilih menjalankan bisnis kecil-kecilannya sendiri,

    Last Updated : 2024-12-31

Latest chapter

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   55 Keributan di Apartemen

    Ibra: Udah dapet apartemen Han?Hana: UdahIbra: Harus banget pindah apartemen juga?Hana: Apartemen ini kan punya Om AresHana: Nggak mungkin aku tinggal di sini, Evan bisa setiap saat ke siniIbra: Kapan pindah? Butuh bantuan?Hana: Dalam waktu dekat. Setelah aku ngomong ke EvanIbra: Belum ngomong juga?Hana:BelumIbra: Aku ke apartemenmu ya besok. Ada beberapa hal yang mesti aku omongin dan lusa aku ke luar kotaHana: OkSetelah bertukar pesan dengan Ibra, Hana yang semula berbaring di atas tempat tidurnya memilih keluar dari kamar. Ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut apartemen itu, apartemen yang telah ditinggalinya sejak ia mulai kuliah hingga kini dia bekerja di Cakrawangsa Group. Ares dan Letta sempat keberatan saat Hana mengutarakan ingin pindah dari kediaman mereka, tapi akhirnya mereka mengiakan dengan syarat Hana menempati salah satu apartemen milik Ares, agar mereka masih bisa memantau keadaan Hana.Hana menurut, walau sebenarnya ia ingin hidup di kost atau sewa rum

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   54 For The Last Time

    “Kamu yakin, Han? Ini nggak bakal gampang.”Hana terdiam. Malam sebelumnya ia sangat yakin mengambil langkah itu. Kini saat ia berada di hadapan Ibra, tiba-tiba keberaniannya menguap.Ibra menatap Hana dengan lekat. Bohong kalau dia bilang tidak mau memenuhi permintaan Hana. Bukan semata-mata karena ia ingin menolong Hana. Tapi ... perasaannya ternyata memang untuk Hana, dan bodohnya, ia baru menyadarinya setelah Hana dekat dengan Evan.Tepatnya ketika malam di mana ia makan bersama Hana dan Evan datang tiba-tiba.Ibra ingat bagaimana ia kebingungan usai Hana pergi dengan Evan kala itu.***-Malam saat Ibra akhirnya sadar dengan perasaannya-"Lah, Bang. Hana mana?" tanya Vio yang memang terlambat datang karena meeting-nya yang tidak selesai-selesai.Sedianya, mereka makan malam bertiga karena Hana merengek ingin lasagna. Tapi saat Vio tiba di cafe langganannya, hanya ada abangnya yang terlihat menatap risoto di depannya dengan tatapan kosong."Abang. Astaga! Adeknya nanya loh ini. Ma

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   53 Sebuah Solusi

    Hana dan Ibra menatap Vio dengan penuh pertanyaan."Apa maksudmu, Vi?" tanya Ibra yang tidak tahan lagi menunggu adiknya berbicara."Abang lupa kalo nenek ninggalin warisan kita berupa saham Global Investama?"Hana membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri. Harapannya seketika muncul."Jangan ungkit itu, Vio. Kita nggak akan ngambil warisan itu. Kita nggak perlu. Apa yang dipunya keluarga Wasesa lebih dari cukup untuk masa depan kita."Vio menghela napas. Dalam hatinya, ia benar-benar ingin membantu Hana, sahabatnya itu, yang sudah beberapa minggu marah dan mendiamkannya. Tapi benar yang abangnya katakan. Mereka sudah punya kesepakatan untuk tidak mengambil bagian warisan yang ditinggalkan nenek mereka."Tunggu! Aku masih belum ngerti deh." Hana menatap Vio dengan tajam. "Apa hubungannya kata-kata Vio tadi sama warisan.""Warisan buat Bang Ibra sama gue, yang berupa saham di Global Investama itu baru bisa dikasih ke kami, kalau ... Bang Ibra sudah punya pasangan.""Hah?" Hana benar

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   52 Goyahnya Cakrawangsa

    Hana dengan gelisah menghubungi Evan yang sejak pagi belum menampakkan batang hidungnya di apartemen Hana, pun begitu dengan panggilan telepon Hana yang tak kunjung diangkatnya. "Kok belom nyampe sini ya?"Hana melirik ke jam tangannya, pukul 08.07, biasanya Evan sudah sampai apartemennya sebelum pukul tujuh pagi."Kok nggak ngabarin ya kalo nggak bisa ke sini?"Hana merapikan barang-barangnya, memutuskan untuk berangkat sendiri, daripada menunggu Evan yang belum ada kabarnya.Saat Hana sedang mengenakan sepatunya, ponselnya yang berada di dalam tas bergetar dan berbunyi nyaring.Ia tersenyum saat akhirnya caller id Evan muncul di layar ponselnya."Van, kok belum nyampe sini?""Han, kamu di mana?""Masih di apartemen, dari tadi nungguin kamu. Ini aku mau berangkat sendiri karena kamu nggak dateng-dateng.""Sorry, aku nggak sempet ngabarin. Ini baru bisa pegang hp dan kepikiran kamu. Ayah masuk rumah sakit, Han," Terdengar helaan napas dari Evan sesaat setelah ia mengucapkannya."Keada

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   51 Kekhawatiran Hana

    Begitu turun dari mobil Evan, Hana berjalan dengan tergesa memasuki gedung kantornya. Sapaan dari karyawan lain yang mengenalnya, diabaikannya begitu saja.Dengan gelisah, ia menunggu lift sambil berkali-kali tangannya mengusap layar ponselnya."Han, kamu kenapa?"Hana melirik ke sekitar, di mana ada beberapa pegawai yang berpura-pura melakukan hal lain, tapi kupingnya mencuri dengar pembicaraan Evan dan Hana."Ada yang perlu saya bicarakan sama Pak Ares."Evan menunjuk lift khusus direksi yang berada di ujung, kemudian berjalan lebih dulu agar Hana mengikutinya."Lihat tangannya Mbak Hana sama Pak Evan nggak? Kok kayaknya cincin couple ya?" ucap seorang karyawan yang sebelumnya sedang menunggu lift dan mencuri dengar percakapan Evan dan Hana."Masa sih? Kamu salah lihat kali." Temannya mengedikkan bahu dengan rasa tidak percaya.Sementara di dalam lift, Hana terdiam sambil berkali-kali menghela napas. Ia bahkan tidak sadar kalau Evan menekan tombol lantai mereka, bukannya lantai temp

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   50 Hai, Tunanganku!

    "Hana, kamu cuti aja dulu."Hari masih pagi, Evan sedang berbaring di sofa ruang tamu apartemen Hana, selagi Hana menerima telepon dari Letta."Buat apa cuti, Tante?""Ya buat ngurus acara tunangan kamu. Meskipun udah diurusin sama Elaksi, tapi kan banyak yang mesti kamu lakuin, ke salon, perawatan, trus itu tantemu udah mencak-mencak karena kamu kerja terus, nggak nemenin dia jalan-jalan."Hana tersenyum mendengar ucapan wanita paruh baya yang akan menjadi mertuanya itu. "Iya, Tante. Nanti aku bilang ke Evan, aku boleh cuti apa nggak.""Bilang ke Tante kalo Evan nggak ngijinin kamu cuti. Bibit bucin dari ayahnya soalnya, pasti nggak mau jauh-jauhan."Kedua wanita itu sibuk membicarakan Evan, sementara yang digosipkan tertidur pulas di atas sofa.Hana mengusap pelan lengan Evan untuk membangunkannya. "Van. Bangun, sarapan dulu.""Ngg ...." Evan hanya menggeram pelan, tapi kelopak matanya sama sekali belum membuka."Vaaan. Sarapan. Ada meeting jam sembilan."Evan langsung membuka matan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   49 Who's Worth the Effort and Who's Not

    "Aku nggak nawarin masuk." Hana berusaha menahan pintu apartemennya agar Evan tidak bisa masuk. Bisikan Evan padanya di acara makan malam tadi membuatnya was-was dengan apa yang akan dilakukan Evan."Hana. Buka pintunya, nggak?" Evan menatap Hana serius dari balik pintu, tapi Hana masih bergeming."Nggak." Hana menggeleng-gelengkan kepala masih dengan badannya menahan pintu.Dari sisi luar, Evan juga menahan pintu agar tidak tertutup sempurna ketika Hana mendorongnya."Lagian kan kata Tante Letta kamu harus langsung pulang abis nganterin aku.""Tapi kan Mama nggak bilang nganterin sampe mana? Nganterin sampe parkiran, nganterin sampe lobby, nganterin sampe depan pintu apartemen, nganterin sampe kamar, atau ... nganterin sampe ke alam mimpi."“Dih, ngeles aja kayak bajaj.”Sudah sekitar lima menit mereka saling menahan pintu. Hana akhirnya menyerah, membiarkan Evan masuk ke dalam unit apartemennya.Evan mengangkat satu sudut bibirnya saat melihat Hana mengalah. Ia lantas menggiring Han

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   48 Makan Malam Keluarga

    “Udah siap?”Pertanyaan itu menyapa Hana saat ia baru saja membukakan pintu apartemennya untuk seseorang yang sejak tadi memencet bel.Evan membeku di tempat saat melihat penampilan Hana yang mengenakan wrap dress berwarna beige yang kebetulan selaras dengan warna kemeja batik lengan panjang yang dikenakannya.Atas usul dari Letta, meskipun acara makan malam hanya akan melibatkan dua keluarga, tapi suasananya akan sedikit resmi (untuk menghargai keluarga Hana), walaupun Letta juga tidak berharap banyak. Biasanya juga kalau mereka sudah berkumpul, tidak ada lagi yang namanya keseriusan.“Kupikir kamu nggak jemput aku,” ucap Hana.“Ayo berangkat, keluargaku juga udah berangkat. Keluargamu lagi dijemput supir.”“Bentar, aku ambil tas dulu.” Hana melangkah, masuk ke kamar, membiarkan Evan menunggunya di depan pintu.Berulang kali Hana melirik Evan yang menyetir dalam diamnya. Hana yakin kalau Evan masih marah padanya. Ia tidak ingin suasana makan malam keluarga mereka terganggu karena kec

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   47 Memulai Sesuatu Tanpa Kebohongan

    "Han. Bangun." Evan mengusap pelan lengan Hana yang masih terlelap. "Ada yang mau ketemu.""Siapa?" tanyanya masih dengan tetap memejamkan mata."Tantemu."Ucapan Evan berhasil membuat Hana membuka mata. "Tante? Tante siapa? Tante Letta? Tante Rimbi?""Bukan, Tante Dian."Kini Hana membuka matanya dengan sempurna dan bergegas turun dari ranjang untuk memastikan pendengarannya tidak salah.Seorang wanita paruh baya tengah menunggunya di sofa ruang tamu sambil bersedekap, menunjukkan kekesalannya."Tante ...." Hana memeluk tubuh wanita itu dengan erat. Dia lah satu-satunya anggota keluarga terdekat yang memiliki hubungan darah dengannya. Dian adalah sepupu dari mamanya dan juga sahabat ayahnya.Dian mengusapi punggung keponakannya itu, berusaha menyalurkan kerinduan yang selama ini terpendam. Andai saja Hana mau diajaknya ke Eropa, tentu ia bisa merawat Hana hingga Hana dewasa.Ada rasa bersalah yang sangat besar bercokol di hatinya saat harus meninggalkan Hana di bawah pengawasan Ares

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status