แชร์

5 Utang Budi

ผู้เขียน: Ans18
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-11-04 18:24:24

"Kenapa kamu masih di kamarku?" tanya Hana yang mendapati Evan masih berada di dalam kamarnya.

"Ini gudang," balas Evan. "Mama bilang apa?"

Hana terdiam, ia masih mengingat bagaimana raut wajah mama Evan saat memintanya menikah dengan Evan. Wanita itu bahkan memohon kepadanya, bukan hanya sekadar meminta.

Kecelakaan yang dialami orang tuanya saat ia masih duduk di bangku kelas 2 SD membuatnya benar-benar terpuruk. Menjadi seorang anak yatim piatu tidak pernah ada dalam bayangannya. Sejak itu, Hana tinggal dengan kakek dari pihak ibunya, namun sekitar dua tahun kemudian, kakeknya juga meninggal karena sakit. Ia tidak bisa tinggal di keluarga ayahnya, karena ayahnya hanya punya saudara jauh, tidak ada keluarga inti yang bisa merawat Hana.

Sejak itu, Ares dan Letta merawat Hana layaknya anak sendiri. Tidak pernah sekali pun Ares dan Letta membedakan perlakuan mereka terhadap anak kandung mereka dan Hana.

Karena itu lah, Hana menyayangi dan menghormati Ares dan Letta layaknya orang tua sendiri. Bayangkan bagaimana perasaan Hana bila Letta memohon padanya untuk menikah dengan Evan. Memohon bahkan hingga meneteskan air mata.

Keterdiaman Hana menjadi jawaban bagi Evan. "Kamu pasti nggak bilang kalau kita nggak ngapa-ngapain kan? Kamu sengaja kan?" teriak Evan kesal.

"Jangan harap aku akan nikah sama kamu!" ucap Evan sebelum meninggalkan kamar Hana dan membanting pintunya.

***

"Promise me, you'll move on!" ucap Vio, sahabat Hana kala itu, sebelum berangkat melanjutkan kuliah di Negeri Paman Sam.

Hana mengangguk sambil tersenyum melepas kepergian sahabatnya.

Ingatannya akan masa itu membuat Hana menghela napas.

Bukannya ia tidak mencoba. Tapi tujuh tahun setelah ucapan Vio itu, Hana masih belum bisa menepati janjinya. Dan kini, ia seakan menyetorkan nyawanya dengan mengajak Vio makan siang bersama untuk menceritakan kejadian antara dirinya dengan Evan malam sebelumnya.

"Hai, Babe," sapa Vio yang baru memasuki tempat makan ala korea tempat Hana menunggu.

Hana berdiri dan memeluk sahabatnya itu.

Tanpa perlu bertanya apa pun, Vio bisa merasakan kalau Hana sedang ada masalah dan ingin menceritakan sesuatu. Tapi ia baru saja sampai, dan sepertinya makan sedikit cemilan adalah pilihan yang baik. Vio tahu sahabatnya itu tidak akan memiliki selera makan kalau sudah mulai berpikir berat.

"Udah pesen, Han?"

"Belum, nunggu lo dateng kan."

Vio kemudian memanggil pegawai tempat makan itu, memesan mozarella tteokbokki dan chicken gangjeong untuk menu pembuka mereka.

"Ke mana lo semalem? Padahal gue pengen main ke apartemen," tanya Vio memulai pembicaraan, tidak menyangka kalau semua permasalahan Hana bermula dari malam yang sedang dibicarakan Vio.

"Acara kantor," jawab Hana singkat. Sesungguhnya ia bingung harus mulai bercerita dari mana. Vio bisa tiba-tiba menjadi teman yang bertindak seperti kakaknya kalau tahu Hana disakiti.

"Ok, jangan cerita dulu. Gue prefer nunggu makanannya datang. Takut loe nggak mau makan abis cerita."

Hana terkekeh. "Kata lo life must go on kan, ya sesedih apa sih gue sampe nggak bisa makan."

"Nggak usah ngeles, Babe. Gue kenal lo bukan baru setahun dua tahun."

"Duh, Vi, kenapa sih lo nggak terlahir aja sebagai cowok. Kayaknya cuma lo deh yang bisa ngertiin gue."

Vio terkekeh. Mereka berdua memang sangat cocok, sejak saling mengenal di bangku SMP. Bukannya mereka tidak pernah bertengkar, tapi pertengkaran di antara mereka alih-alih membuat hubungan mereka merenggang, hubungan mereka semakin hari semakin dekat, layaknya saudara sendiri.

Setelah makanan yang mereka pesan datang dan Hana memakan beberapa suapan, barulah Vio mulai sesi interogasinya.

"So, mau cerita apa?"

Hana menatap Vio sesaat, kemudian menunduk. "Gue kepergok mamanya Evan tidur di kamar Evan."

Sedetik, dua detik, lima detik, Vio belum bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Vi ...."

"Gimana, gimana? How come? Loe tidur sama Evan? Dan ketahuan nyokapnya?" Vio memelankan suaranya, tahu kalau pembahasan mereka adalah hal yang tabu untuk didengarkan orang lain.

"Gue nggak tidur sama Evan. Ya maksud gue, gue sama dia cuma tidur di kamar dan kasur yang sama, tapi bener-bener nggak ngapa-ngapain."

"Dia normal nggak sih? Cowok mana yang kuat nahan godaan tidur sekamar sama lo?"

Hana memutar kedua bola matanya dengan malas. Julukannya sebagai bunga kampus dulu, masih saja menjadi bahan ledekan buat Vio. Padahal hal itu sudah lewat bertahun-tahun lalu.

Daripada membiarkan pikiran Vio menjadi liar, Hana mulai menjelaskan bagaimana awal mula kejadian yang membuatnya kini diliputi kekalutan.

Vio menghela napas setelah mendengar utuh cerita Hana. "Trus lo mau gimana? Beneran nikahin Evan? Dengan jadi asistennya aja, lo itu udah ibaratnya terjebak Han, apalagi nikah sama dia. Gue nggak rela lo nikah sama orang yang nggak cinta sama lo."

"Gue juga belum jawab iya ke Tante Letta. Tapi gue bener-bener nggak tega ngelihat Tante Letta nangis. Beliau udah gue anggap kayak pengganti nyokap gue."

"Nggak Han. Lo merasa berutang budi sama keluarga Cakrawangsa. Kalo lo memang nganggep Tante Letta pengganti nyokap lo, lo pasti bisa bilang ke beliau, apa yang lo mau atau apa yang lo nggak mau."

Hana menunduk. Iya, memang benar ia merasa berutang budi pada keluarga Cakrawangsa. Ia tahu kalau ayah dan ibunya tidak meninggalkannya dengan tangan kosong, artinya ada warisan yang memang disiapkan mereka berdua untuk Hana. Tapi selama ini, Hana tidak pernah sama sekali menggunakan warisan peninggalan orang tuanya untuk bertahan hidup. Keluarga Cakrawangsa lah yang merawatnya dengan penuh kasih sayang dan mengurusnya, sampai setelah ia lulus kuliah, Ares menjabarkan semua harta peninggalan ayahnya, termasuk saham di perusahaan Cakrawangsa yang semakin hari semakin bertambah karena Ares selalu menukar dividen saham yang diterima Arya ke dalam bentuk saham.

"Gue tau lo masih cinta kan sama Evan?"

"Ih, kata siapa?"

Vio menatap Hana tanpa berkedip. "Ok, kalo lo udah nggak cinta sama dia, justru semakin parah nggak sih hubungan pernikahan kalian nantinya. Kalo lo masih cinta sama dia, at least lo masih mau bertahan dan berusaha membuat dia cinta juga sama lo. Lah kalo kalian berdua sama-sama nggak cinta, pernikahan macam apa yang mau kalian jalanin?"

Pertanyaan Vio hanya mengambang di udara. Hana sendiri juga tidak tahu harus menjawab apa.

"Lo nggak mau nyoba sama abang gu? Gue pikir abang gue selevel sama Evan. Dan inget, kalian deket juga dari dulu. Meskipun gue nggak tau ya abang gue punya perasaan atau nggak ke lo karena dia setiap gue tanya nggak pernah jawab, tapi paling nggak potensi untuk bikin dia jatuh cinta sama lo lebih besar daripada Evan."

"Jangan gila lo, ngejual abang lo demi nyelesaiin masalah gue."

"Eh, gue sih suka rela ngejual abang gue ke lo, gue kasih gratis bahkan, atau lo mau dapet cashbak?"

"Vio, gue serius." Hana bersungut kesal kalau Vio mulai menjodoh-jodohkannya dengan kakaknya, Ibra.

Vio balas mendengus. Selama ini dia serius ketika menjodohkan kakaknya dengan Hana, karena entah mengapa feeling-nya mengatakan kalau kakaknya menyimpan rasa pada Hana sejak dulu. "Lagian Evan pasti nggak mau kan nikah sama lo?"

"Iya, justru karena itu, Tante Letta minta gue ngerahasiain dari Evan kalau semalem kita nggak ngapa-ngapain."

"Evan bener-bener nggak inget?"

"Iya, bahkan tadi pagi dia nanya lagi ke gue apa yang kita lakukan semalem."

Vio menggeleng-gelengkan kepala sambil berdecak beberapa kali.

Obrolan mereka terjeda ponsel Hana yang berbunyi, menandakan adanya pesan masuk.

Evan: Waktu jadi asisten Ayah, kamu kerja 24 jam/7 hari kan?

Evan: Pindahin mobilku, katanya ngehalangin mobil lain mau keluar

Hana mengernyit bingung membaca pesan Evan.

Evan: Tengok kiri, ambil kuncinya, buruan!

Setelah membaca pesan Evan yang terakhir, Hana refleks menoleh kiri. Terlihat Evan yang sedang duduk dengan sahabatnya, Kevin. Untung jarak mereka cukup jauh, Hana hampir yakin kalau Evan tidak mendegar pembicaraannya dengan Vio. Semoga saja tidak.

"Mau ke mana?" tanya Vio saat melihat Hana berdiri.

"Pindahin mobil Bos dulu," jawab Hana sambil menunjukkan chat dari Evan dan meninggalkan ponselnya di Vio.

Hana berjalan gontai menuju meja yang ditempati Evan dan Kevin. "Hai, Vin," sapa Hana singkat. Ia bahkan tidak mau repot-repot menyapa Evan. Tangannya kemudian terulur untuk mengambil kunci mobil yang ada di meja.

"Parah lo, Van. Kalau ternyata semalem lo memang ngapa-ngapain dia, trus dia hamil gimana?" Kevin cukup kesal mendengar cerita Evan, dan semakin kesal ketika Evan meminta Hana—yang tanpa sengaja berada di tempat yang sama, untuk memindahkan mobilnya.

Evan terdiam, lalu mengedikkan bahu. "Kalau pun gue bener-bener ngelakuinnya, nggak mungkin langsung hamil lah, Bro. Cuma sekali doang kan."

Kevin menghela napas dan menutup mulutnya karena Hana telah kembali dan tanpa berkata apa-apa meletakkan kunci mobil Evan di atas meja.

***

"Sialan! Mobil gue ditaro mana sih?" Evan mengumpat saat baru keluar restoran dan tidak menemukan keberadaan mobilnya, sementara perempuan yang tadi dimintanya memindahkan mobilnya telah pergi beberapa saat sebelumnya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
MAIMAI
bgus hana, bales evan yg udah ngerjaiin kamu.
goodnovel comment avatar
Denovanti
Kerjain si Evan,Han......taro mobilnya jauhan dikit
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

    "Selamat pagi, Pak," ucap Hana sambil menunduk singkat saat melihat Evan melewati mejanya untuk masuk ke dalam ruangan.Evan tidak menjawab sapaan Hana, bahkan melemparkan senyuman pun tidak.Hana mengoceh tanpa suara melihat kelakuan Evan padanya."Mbak Hana kenapa?" tanya seorang cleaning service yang bertugas membersihkan lantai itu saat melihat mulut Hana komat-kamit.Hana mencebik kesal. "Tuh, bos songong," jawabnya singkat."Oh, bos yang baru ya, Mbak? Anaknya Pak Ares? Masa sih songong, Mbak? Pak Ares baik banget loh.""Nggak semua buah jatuh deket pohonnya, Mbak. Kali aja buahnya sebelum jatuh ke tanah udah kesundul sama jerapah, trus nggelundung jauh," jawab Hana asal.Cleaning service bernama Tina itu terbahak mendengar gerutuan Hana di pagi hari. "Tapi ganteng, Mbak. Wajar songong.""Ih." Hana makin berdecak kesal mendengar pujian Tina terhadap Evan. "Teori dari mana itu?"Mengabaikan Tina yang masih mengelap dispenser sambil terkekeh, Hana memilih mengetuk pintu ruangan Ev

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   7 Hari Spesial Bagi Hana

    "Mana bahan buat meeting siang ini?" tanya Evan sedikit berteriak kesal pada Hana yang baru masuk ke dalam ruangannya."Kan sudah saya email, Pak," jawab Hana juga tak kalah kesalnya."Saya mau print out-nya," desak Evan.Hana mengernyit, tapi kemudian menurut pada Evan. "Sebentar, Pak," ucap Hana sambil menahan geraman kesalnya. Ia keluar ruangan Evan dan kembali tak lama kemudian. "Jadi, mulai sekarang Pak Evan maunya bentuk print out, bukan softcopy via email?" tanya Hana memastikan."Ya terserah saya mau bentuknya apa," jawab evan dingin.Ingin rasanya Hana mencekik laki-laki di depannya ini. Padahal dulu saat menjadi asisten Direktur Utama, pekerjaannya tidak seruwet ini. Hey, Evan hanya Direktur Pengembangan Usaha dan tingkahnya melebihi Komisaris Utama."Baik, Pak. Lain kali saya tanyakan dulu ke Pak Evan. Maaf, soalnya saya baru tahu kalau untuk bahan meeting pun harus mengikuti mood Pak Evan yang naik turun." Hana lantas pergi begitu saja setelah menyentil ego Evan.Evan mend

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   8 Labil

    "Han, ke ruangan saya!" perintah Evan melalui sambungan internal.Beberapa detik kemudian, Hana telah berdiri di hadapan Evan. "Ada apa, Pak?"Evan menelaah reaksi Hana. Apakah Hana masih marah padanya karena kejadian malam sebelumnya? Tapi rasa-rasanya ia tidak menemukan perbedaan berarti dari ekspresi Hana padanya. Tetap dingin."Saya nggak suka warna background power point yang kamu siapkan buat presentasi."Seriously? Warna background power point? Ingin rasanya Hana mengumpat. Hana selalu menggunakan warna netral dalam setiap presentasi yang ia siapkan, jadi ia harus mengganti dengan warna apa? Pink?"Pak Evan mau warna apa?""Terserah kamu. Pokoknya jangan ini.""Kalau terserah saya, mungkin saya akan ganti warna biru ini jadi pink atau merah darah. Pak Evan mau?"Evan mendesis kesal. Kenapa wanita di depannya itu selalu bisa membantahnya. Dan itu adalah hal yang paling dibencinya. "Ah udah lah. Nggak jadi.""Lah, labil!" gumam Hana yang ternyata didengar Evan."Kamu bilang apa b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   9 Hana dan Traumanya

    Hana mengerjapkan matanya perlahan. Setelah matanya membuka sempurna, barulah Hana mengernyit bingung, pemandangan yang ada di depan matanya bukanlah dinding dan plafon kamarnya. Saat ia akan menggerakkan tangannya, sesuatu terasa menahan tangannya. Hana menoleh dan mendapati Azka yang tertidur di kursi yang ada di sebelah kasurnya sambil menggenggam tangannya."Udah bangun?" tanya Azka saat merasakan gerakan tangan Hana yang digenggamnya."Hmm ...." Hana hanya menjawabnya dengan gumaman. Kemudian ia teringat sesuatu. "Tante Rimbi nggak tau kan kalo aku masuk rumah sakit? Tante Letta? Om Ares?""Kamu beruntung, mama papaku, Tante Letta sama Om Ares, semua lagi ke Jogja ke tempat Mbah, coba kalo mereka di sini, udah penuh ini kamar."Hana terkekeh dan berusaha untuk mengubah posisinya."Kamu butuh sesuatu? Aku panggiling dokter ya?"Hana menggeleng. Dari jam dinding yang ada di kamar itu, ia tahu kalau waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan pastinya psikiaternya sudah tidak b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   10 Never Say Never

    Vio kemudian menatap Hana, seakan meminta Hana mempertimbangkannya."Aku bakal ngasih tau orang tuaku apa yang terjadi kalau kamu nggak pulang ke rumah," ancam Evan.Hana menghela napas, lantas tersenyum sambil memegang tangan Vio. "Gue ke Menteng aja, nggak apa-apa.""Yang ada bukannya sembuh, malah makin parah," gumam Vio yang ternyata didengar Evan dan membuahkan cibiran dari Evan.***Hana berusaha memejamkan mata sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Evan. Berbicara dengan Evan adalah salah satu hal yang paling tidak diinginkannya saat ini.Tapi sepertinya Evan tahu kalau Hana tidak benar-benar sedang tidur. "Aku nyuruh kamu tidur di rumah karena nggak pantes buat seorang cewek tidur di rumah laki-laki yang bukan keluarga," ucap Evan tiba-tiba. "Ayah sama Mama pasti juga bakal ngelarang kalau tau."Hana terpaksa membuka matanya. Keningnya berkerut memikirkan ucapan Evan. "Kita juga bukan keluarga by the way." Hana mendengkus kesal. "Aku udah nggak punya keluarga." Entah kenapa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   11 Semua Orang Memaksanya Menikah

    "Hana nginep di sini, Van?" tanya Azka begitu memasuki kamar Evan.Azka yang baru tahu kalau Hana sudah keluar dari rumah sakit, langsung menghubungi Hana untuk menanyakan keadaannya. Saat Azka menawarkan diri ke apartemen wanita itu untuk membawakan apa yang dia butuhkan, tiba-tiba saja Hana berkata kalau dirinya menginap di Menteng.Karena ucapan Hana itu, Azka langsung mengarahkan mobilnya menuju Menteng di mana rumah om dan tantenya berada."Iya, Mas."Terlihat ekepresi lega dari Azka. Bagaimana pun juga, seruwet apa pun hubungan Evan dan Hana, Azka tentunya merasa lebih tenang kalau Hana tidak sendirian di apartemen."Kok mau? Biasanya kalo abis kambuh dia ngeyel buat tinggal di apartemen.""Aku ancem ngasih tau Mama sama Ayah."Azka mengangguk mengerti. "Dia udah minum obat?""Aku nggak ngecek, cuma pas tadi siang aja.""Ya udah, aku ke kamar dia dulu buat ngecek."Azka keluar dari kamar Evan, menaiki undakan tangga menuju kamar Hana. Yang tidak disadarinya, ternyata Evan mengik

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   12 Kecurigaan Evan

    "El, temen Kakak mau ke sini boleh?" tanya Hana pada Elga yang belum mau pergi dari kamar Hana karena khawatir.Hana tahu diri, meskipun ia sudah tinggal bertahun-tahun di rumah sebelum ia memutuskan tinggal sendiri di apartemen, tetap saja itu bukan rumahnya dan ia selalu meminta izin jika akan ada temannya yang datang, dari dulu selalu begitu, pun sekarang, tidak ada yang berubah."Boleh lah, Kak. Kenapa mesti nanya sih. Ini kan rumah Kak Hana juga."Hana tersenyum melihat Elga yang menjawabnya sambil asik menonton salah satu series di salah satu layanan streaming berbayar. Ia lantas membalas pesan Vio yang masuk belum lama ke ponselnya.Hana: Ok, Vi. Ke sini aja."Emang siapa Kak yang mau ke sini?" Mata Elga tertuju pada layar, tapi ia masih bisa membagi fokusnya dengan bertanya pada Hana."Vio.""Oh, Kak Vio." Elga memang sudah mengenal Vio dari dulu karena Vio adalah teman Hana yang paling sering datang ke rumah itu. Sepertinya hampir semua keluarganya mengenal Vio, kecuali Elaks

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   13 Nyonya Cakrawangsa

    “Hana, kamu kok nggak bilang kalo sakit?” tanya Letta yang langsung menuju kamar Hana setelah mendapat informasi perihal sakitnya Hana dari Azka. “Kan Tante udah bilang, kalo ada apa-apa langsung hubungi Tante.”Hana tersenyum mendengar omelan dari wanita paruh baya yang dipanggilnya ‘Tante’ tapi dirasanya sebagai pengganti mamanya. “Kan di sini banyak yang jagain Hana, Tan.”Letta mendengkus, memang banyak yang menaruh perhatian pada Hana, buktinya Azka sampai menginap di rumahnya, dan di kamar Hana ada dua orang yang juga selalu mengkhawatirkan Hana, Vio dan Ibra. “Vio, Ibra, apa kabar? Lama nggak main ke sini?”“Baik Tante.” Keduanya menjawab bersamaan dan mengulurkan tangan untuk menyapa Letta dengan sopan.“Hana udah minum obat?” tanya Letta lagi. Dia tahu pasti dokter Erlin memberi Hana obat yang harus diminum selama beberapa waktu setelah PTSD-nya kambuh.“Yang pagi udah, Tan. Nanti yang siang kan setelah makan siang.”“Kamu lagi pengen makan sesuatu nggak? Tante bikinin ya,” t

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-31

บทล่าสุด

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   147 Extra Part 12 (Ending)

    "Lucu banget siiih." Vio yang menggendong sesosok bayi kecil tidak bisa mengalihkan matanya dari bayi yang belum bisa membuka mata itu. "Boleh bawa pulang satu nggak? Kan masih ada satunya lagi.""Kalo dia laper, lo mau nyusuin?" Hana mendelik ke arah Vio."Ck! Lucu banget tau, Han." Vio dengan gemasnya mengecupi pipi bayi merah itu."Udah pengen ya?" tanya Hana menggoda Vio yang agak terlihat kaku menggendong bayi di tangannya.Vio mengedikkan bahu sebagai jawabannya.Saat keduanya tengah bermain-main dengan bayi kembar itu, Evan dan Azka masuk ke dalam kamar rawat dengan dua tote bag yang berlogokan salah satu minimarket. Hana memang meminta pada suaminya untuk dibelikan cemilan karena makanan dari rumah sakit hanya mampu mengganjal setengah ruangan di perutnya."Van, si twin siapa sih namanya? Astaga, udah setengah jam aku nanya ke Hana, katanya kamu yang bakal ngasih tau karena kamu ngelarang dia ngasih tau. Apaan coba?"Evan tersenyum pongah. Ia memang melarang Hana memberitahukan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   146 Extra Part 11 (Kamu Tetap yang Tercantik)

    Hana mengusap peluh yang mulai terasa di dahinya. Ia berusaha menahan rasa sakit yang mulai menyergapnya. Evan masih tertidur pulas di sebelahnya.Setelah mengatur napasnya beberapa saat dan sakit di perutnya tidak kunjung mereda, tangan Hana terpaksa menggapai suaminya untuk membangunkannya."Maaas.""Hmm?" Evan mendengar panggilan istrinya tapi matanya masih enggan untuk membuka."Mas, perutku mules."Barulah setelah mendengar itu, mata Evan membuka sempurna. "Kontraksi?"Hana hanya bisa kembali mengatur napasnya. Ini yang pertama untuknya, bagaimana ia bisa membedakan itu kontraksi palsu atau kontraksi yang sebenarnya."Aku bangunin Mama dulu ya."Sejak satu bulan sebelum Hari Perkiraan Lahir (HPL), semua anggota keluarga Evan sudah menginap di rumah Evan, mama papanya, termasuk Elga dan Elaksi. Euforia dan khawatir yang berlebihan adalah penyebabnya. Tapi Evan juga tidak memungkiri kalau ia membutuhkan kehadiran mamanya yang sudah berpengalaman menghadapi proses persalinan."Masih

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   145 Extra Part 10 (Terima Kasih Telah Membuatnya Bahagia)

    "Permisi, Pak." Ribka melongokkan kepala ke ruang atasannya setelah mendengar sahutan dari Evan yang mempersilakannya masuk."Kenapa, Rib?""Hana?"Evan hanya menunjuk dengan dagu posisi Hana yang sedang tidur di sofanya. Sejak kehamilan Hana, Evan sengaja mengganti set sofa di ruangannya dengan yang lebih besar agar Hana bisa tidur dengan nyaman.Apalagi kini kehamilan Hana menginjak tujuh bulan. Dengan perut sudah sebesar itu, sebenarnya Evan tidak tega membiarkan Hana masih bekerja, walau setengah hari kerja Hana hanya dihabiskan untuk tidur. Tapi ke-clingy-an Hana belum juga berkurang hingga Evan tidak mungkin membiarkannya di rumah sendiri."Kenapa nyari Hana?""Ada proposal yang nunggu approval Pak Evan. Dan belum di-review Hana. Tadi tim pengembangan 2 udah nanya hasilnya, Pak.""Langsung kirim ke saya aja, Rib. Biar saya periksa.""Nggak lewat Hana nggak apa-apa, Pak?""Lihat sendiri dia teler begitu." Evan terkekeh melihat Hana yang tertidur dengan nyaman tanpa merasa tergang

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   144 Extra Part 9 (Clingy)

    "Maaas, meluknya jangan kenceng-kenceng. Nanti dedeknya kegencet."Evan merenggangkan pelukannya meskipun rasanya masih belum rela."Gemes abisnya. Kamu jadi lebih enak dipeluk."Hana mendelik kesal. Pasti ada yang tersirat di balik ucapan suaminya itu. "Maksudnya aku gendutan? Jadinya empuk untuk dipeluk?""Ya ampun, jangan sensitif gitu dong, Han. Nanti kalo kamu kesel, baby-nya ikut kesel sama ayahnya gimana?"Hana mengerucutkan bibir karena kesal, tapi justru ditanggapi Evan sebagai kode untuk mencium bibir istrinya itu, yang semenjak kehamilannya sama sekali tidak pernah terpoles lipstik."Ya orang hamil memang gendutan, Sayang. Kalo nggak gendutan gimana lah, mesti kita periksain lagi ke dokter, apalagi kamu bawa dua baby di perut," ucap Evan setelah puas mengeksplorasi kelembutan bibir istrinya."Mas nggak akan ninggalin aku meskipun aku gendut kan?" tanya Hana tiba-tiba."Kok kamu jadi clingy banget sih sejak hamil?" tanya Evan sampai hampir terbahak. Tidak pernah terbayangkan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   143 Extra Part 8 (Ayo Kita Serius)

    "Mbak Hana mikir apa?" tanya Bi Lastri yang memperhatikan Hana melamun sambil mengaduk lemon tea yang baru saja dibuatnya. "Jangan banyak pikiran, Mbak. Kasihan yang di perut."Hana tersenyum melihat kekhawatiran Bi Lastri padanya. Pasti mama mertuanya sudah mewanti-wanti ART di rumahnya untuk memperhatikannya.Ia memang sedang berpikir, tapi bukan masalahnya yang sedang menguasai pikirannya. Hari sebelumnya ia sempat mengobrol dengan Vio, dan curahan hati Vio tentang hubungannya benar-benar membuat Hana memutar otaknya.Dan inilah saatnya ia mencoba melakukan sesuatu untuk membantu hubungan sahabatnya."Bibi, minta tolong bawain minum sama cemilannya ke ruang tengah ya," ucap Hana, kemudian berlalu menyusul suaminya dan sepupu iparnya yang sedang mengobrol di ruang tengah."Mas, Arfindo udah punya cewek belum sih?" Kalimat pertanyaan pertama yang disampaikan Hana begitu menginjakkan kaki di ruang tengah membuat Evan mengernyitkan dahi."Ngapain nanyain Arfindo?"'Evan dan cemburunya.

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   142 Extra Part 7 (Boleh Aku Mendekatimu?)

    "Jadi Evan nerima lo lagi?"Sudah beberapa minggu sejak keluarga Evan akhirnya tahu apa yang dilakukan Hana untuk menyelamatkan perusahaan. Hana sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya dengan Evan yang disangka Vio tidak akan terjadi.Hana mengedikkan bahu, karena dia sendiri juga bingung dengan apa yang diinginkan Evan. "Lo sama Kak Azka gimana?""Loh kok jadi ngomongin gue?""Ayolah Vi, gue butuh hiburan kisah cinta orang lain daripada kisah cinta gue.""Nggak ada apa-apa, Han. Jadi nggak ada yang perlu gue ceritain.""Hah? Serius? Waaah, Kak Azka mesti didorong nih."Hana meraih ponselnya dari dalam tas kemudian sibuk mengirim pesan pada Azka, sementara Vio menatap makan siang di depannya dengan malas padahal dia yang sejak pagi mendesak Hana untuk menemaninya makan siang di salah satu restoran kesukaannya.Keduanya larut dalam obrolan sampai Hana tidak sadar kalau makanannya sudah habis sementara makanan Vio bisa dibilang masih utuh."Makan yang bener, Vi.""Lo kayak nggak pernah

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   141 Extra Part 6 (Makan Malam Terima Kasih)

    "See? Dia udah nggak ada perlu lagi, makanya nggak ngehubungin." Vio menatap ponselnya dengan kesal. "Emang dia nggak ada rasa. Sadar dong, Vio!" Vio berusaha meyakinkan diri sendiri kalau perasaannya tak berbalas.'Telepon duluan aja!' Entah sisi hatinya yang mana yang sedang berbisik."Dih, nggak ada ceritanya seorang Vio ngehubungin laki-laki duluan." Sambil menggeram kesal, Vio menjauhkan ponselnya, kemudian mencoba larut dalam berkas gugatan yang baru saja dikirimkan stafnya melalui e-mail.Sepanjang hari Vio berusaha menyibukkan diri sendiri, dan jika mode Vio yang seperti ini sedang kumat, maka yang menjadi buklan-bulanannya adalah para staf dan junior pengacara di law firm itu. Vio bisa saja bekerja seakan besok hari kiamat, dan hari itu juga semua berkas perkara atau pledoi yang sedang mereka siapkan harus selesai."Kenapa sih Mbak Vio?" bisik Indri pada Laras."Putus cinta kali, kayak biasanya. Masih kaku aja, tau sendiri kita rutin ngalamin hal ini beberapa bulan sekali.""

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   140 Extra Part 5 (Pertemuan)

    Vio mengerjap pelan, diiringi dengan suara terkikik pelan dari resepsionis yang mendengarkan ucapan Azka yang hanya berjarak tidak lebih lima meter darinya."Hmm ... Mas, bukannya aku sok sibuk. Tapi aku ngecek jadwalku dulu ya—"'Dan kesiapanku.' batin Vio. Andai ia bisa mengutarakannya. Tapi tidak lama kemudian ia sadar kalau Azka dan mamanya berurusan dengannya hanya demi Hana, tidak ada niat lain. Ia hampir tertawa kalau tidak ingat Azka masih berada di depannya."Ya udah, jangan dipaksain kalo gitu, nanti aku whatsapp lagi ya, kamu bisa atau nggak-nya."Vio mengangguk mengiakan. Sebenarnya ia lebih senang ditelepon, paling tidak ia bisa mendengar suara berat Azka, tapi tidak mungkin diungkapkannya kan."Aku ... berangkat kerja dulu ya."Kali ini suara terkikik Achi semakin keras dan baru berhenti setelah Vio memelototinya."Mbak Vio kayak lagi main rumah-rumahan deh."Kalau saja wanita itu tidak lebih tua dari Vio, mungkin Vio akan memarahinya habis-habisan. "Main rumah-rumahan?

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   139 Extra Bab 4 (Mamaku Ingin Bertemu)

    "Ma, Pa, aku nggak sarapan di rumah ya." Azka bergegas merapikan barangnya ke dalam tas ransel sambil berpamitan pada kedua orang tuanya yang sedang duduk menyantap sarapan."Ke mana, Ka? Pagi banget?""Jemput Vio, Ma. Semalem dia kuanter pulang, pagi ini dia naik apa kalo mobilnya di kantor?"Rimbi terbengong mendengar jawaban Azka. Sementara Ferdi menahan tawanya."Demi dapet alamat Hana. Pergi dulu Ma, Pa." Azka mencium tangan kedua orang tuanya lantas berlalu pergi.Setelah Azka hilang dari pandangan mereka, barulah Ferdi berani meledakkan tawanya. "Udah, kamu aja yang turun tangan. Nungguin hasil dari Azka pasti lama.""Emangnya Azka ...?" Rimbi menatap suaminya dengan bingung."Kali ini Azka dapet lawan yang sepadan, kayaknya kamu yang mesti turun tangan."***Azka melajukan mobilnya ke sebuah perumahan elit. Jelas Azka tahu di mana Vio tinggal karena sudah beberapa kali mengantar Hana ke rumah itu, dan malam sebelumnya pun ia mengantar Vio sampai depan gerbang rumahnya. Akan te

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status