Home / Romansa / FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT / 4 Larangan di Keluarga Cakrawangsa

Share

4 Larangan di Keluarga Cakrawangsa

Author: Ans18
last update Last Updated: 2024-11-04 18:24:04

"Kak, ngerasa aneh nggak sih sama suasana makan tadi?" tanya Elga yang mengekori  Elaksi menuju kamarnya usai sarapan.

"Aneh gimana?" Elaksi memang paling cuek di antara tiga bersaudara itu, karenanya ia tidak memperhatikan hal-hal detail seperti adiknya, Elga yang berbeda delapan tahun darinya itu.

"Mama sama Ayah kayak kelihatan tegang gitu. Trus Mas Evan kayak ketakutan gitu, nunduk terus. Apa Mas Evan ngelakuin kesalahan ya, Kak?"

"Ya ampun, El. Mas Evan udah sedewasa itu, bukan anak sekolahan lagi yang ketahuan nilainya jelek atau cabut dari sekolah. Kesalahan apa yang bisa bikin dia ketakutan kayak asumsimu? Tidur sama cewek?"

"Hush! Kakak ah. Ngomongnya itu loh."

Elaksi terbahak melihat adiknya yang bergidik ngeri sambil merebahkan diri di kasurnya.

Di keluarga Cakrawangsa, tidak mengenal istilah seks sebelum menikah. Ares dan Letta selalu mengajarkan kepada mereka untuk tidak melakukannya sebelum menikah. Ares tahu hal itu sulit, di zaman sekarang yang serba bebas, apalagi jika mereka sudah memiliki orang yang disukai. Bahkan Ares sendiri dulunya kesulitan untuk menahan diri setiap bersama  Letta. Tapi Ares dan Letta selalu menekankan 'indah pada waktunya' agar anak-anak mereka tidak ada yang melakukan kesalahan.

"Kalau sampe ada di antara kita yang ... amit-amitnya ngelakuin kesalahan itu, bakal diapain ya kak sama Mama, sama Ayah?"

"Dinikahin lah ... setelah dihajar, mungkin."

"Tapi kan Mama sama Ayah bukan orang yang kasar. Mana pernah kita dihajar selama ini. Palingan didiemin."

"Itu kan buat kesalahan biasa. Kalo buat kesalahan luar biasa mesti didiemin berapa lama? Kakak mendingan dihajar daripada didiemin Mama."

Daripada membicarakan hal yang menakutkan, Elga memilih bangkit dari posisinya.

"Mau ke mana?" tanya Elaksi saat menyaksikan adiknya berjalan keluar kamarnya.

"Mau nyari Kak Hana, semalem Kak Hana tidur sini kan." jawab Elga santai. Ia tidak mengacuhkan decihan Elaksi di belakangnya. Ia sampai sekarang bahkan tidak habis pikir kenapa kedua kakaknya tidak menyukai Hana. Baginya, tidak ada yang salah pada diri Hana. Hana terlihat tulus pada keluarga mereka dan ... yang paling penting Hana begitu memanjakannya, membelikan komik yang dia suka diam-diam karena orang tuanya membatasi bacaan komiknya.

Elga melangkah ringan menuju lantai 3 di mana kamar Hana berada. Dia belum benar-benar sampai ke kamar Hana, tapi langkahnya berhenti saat mendengar suara dari dalam kamar Hana.

"Semalam kita ngapain? Nggak ngapa-ngapain kan?" tanya Evan sambil menekan kedua pundak Hana dan mendorongnya ke dinding.

Hana membalas tatapan Evan dengan sama tajamnya. "Kamu nggak inget?"

"Kalau aku inget, aku nggak akan nanya ke kamu." Evan mendengus kesal karena tidak bisa mengingat apa pun. "Tadi kamu bilang ke Mama kalo kita nggak ngapa-ngapain."

"Cuma buat nenangin Tante Letta." jawab Hana yang masih membiarkan Evan menekannya ke dinding, walaupun badannya mulai terasa remuk, pergulatan mereka semalam ternyata membuat badannya memar di beberapa bagian, terutama di pergelangan tangannya yang memerah. Semua tidak dirasakannya semalam, mungkin akibat pengaruh alkohol.

"Han! Jangan gila kamu! Kita bisa dinikahin kalo kamu bilang aku ngelakuin sesuatu ke kamu." Evan mulai kehilangan kontrol dan berteriak di depan wajah Hana.

Hana terdiam, membiarkan Evan mengeluarkan semua amarahnya.

"Atau kamu memang mau nikah sama aku?"

Hana tersenyum mengejek. "You're not that great, Van. Aku bakal nikah sama orang yang mencintaiku, bukan membenciku."

"Sombong!" Evan kemudian melepaskan tangannya di bahu Hana. Wanita itu tidak membantunya sama sekali untuk mengembalikan ingatannya, untuk apa ia menahannya lebih lama lagi. "Kamu dipanggil Mama, di ruang kerja Ayah."

Hana sedikit mendorong Evan agar memberinya ruang untuk pergi. Setelah menarik napas dan menghembuskannya perlahan, Hana melangkah keluar dari kamarnya. Saat itu lah ia menangkap keberadaan Elga yang seperti membeku di tempatnya berdiri.

"El." panggil Hana. Ia bisa menduga kalau Elga mendengar pembicaraannya dengan Evan.

Elga yang baru tersadar karena panggilan Hana mengerjap bingung. Tidak pernah disangkanya akan mendengar pembicaraan semacam itu di rumahnya. "Kak Hana sama ... Mas Evan—"

Hana mendekat dan memeluk Elga. Bukan hanya untuk menenangkan Elga, saat ini dirinya sendiri pun butuh pelukan, setidaknya untuk membuatnya kuat menghadapi Ares dan Letta. "Semuanya nggak kayak yang kamu pikirin, El. Maaf ya kamu denger yang nggak-nggak dari percakapan Kakak." Hana melepaskan pelukannya, tersenyum, kemudian pergi setelah mengusap pelan puncak kepala Elga.

Selain Ares dan Letta, Elga adalah orang di keluarga itu yang menganggapnya seperti bagian dari keluarga. Elga tidak pernah memedulikan Evan dan Elaksi yang membencinya. Ia akan tetap kegirangan ketika Hana menginap di rumah itu, bahkan sering kali meminta Hana untuk menemaninya tidur.

Hana berjalan gontai melewati pinggiran kolam renang yang memisahkan rumah depan dan belakang, sambil menghela napas berkali-kali dan menebak-nebak apa yang akan dikatakan orang tua Evan padanya.

Ia sampai di depan sebuah pintu yang sudah dihapal Hana sebagai ruang kerja Ares, karena Hana berkali-kali menemani Ares saat menyelesaikan pekerjaan di ruangan itu. Hana mengetuk pelan pintu itu, setelah mendengar suara Letta yang memintanya masuk, barulah Hana membuka pintu dan melangkah ke dalam ruang kerja Ares.

Letta tengah menunggu Hana di sofa bed yang ada di sudut ruangan, berdekatan dengan jendela yang menghadap ke taman samping rumah.

"Duduk, Han." perintah Letta singkat.

Hana menurut, duduk di samping wanita itu sambil mengedarkan pandangan.

Letta yang menyadari sikap Hana yang seperti mencari sesuatu. "Om bilang lebih nyaman kalo Tante sendiri yang bicara sama kamu." ucap Letta.

Hana menunduk, nada suara Letta padanya berbeda dari biasanya. Ia bisa merasakan kekecewaan yang dirasakan wanita paruh baya di sampingnya.

"Kamu tau Han kenapa Tante sama Om kecewa sama kamu? Kamu tau kan kalo Om sama Tante udah nganggap kamu anak sendiri. Bukan, bukan Tante nggak nerima kalau kamu ada hubungan sama Evan, sama sekali bukan itu. Tante kecewa karena kamu nggak bisa jaga diri."

"Tante, aku sama Evan nggak nggak ngapa-ngapain semalem—"

Hana lantas menceritakan apa yang terjadi di antara dirinya dan Evan malam sebelumnya. Tidak ada yang ia lewatkan untuk memberikan keyakinan pada Letta.

"Tante boleh bawa aku ke dokter buat periksa, Evan nggak ngapa-ngapain aku semalem." ucap Hana pasti. Meskipun ia langsung tidak sadarkan diri setelah menyentuh bantal, tapi ia yakin tidak ada yang terjadi. Tidak ada bagian tubuhnya yang terasa aneh atau sakit, hanya kepalanya yang sedikit pusing saat baru bangun tidur.

"Kamu masih cinta sama Evan?" tanya Letta tiba-tiba yang membuat Hana terdiam. "Nikah sama Evan ya, Han. Cuma dengan cara itu Tante sama Om bisa jagain kamu."

Related chapters

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   5 Utang Budi

    "Kenapa kamu masih di kamarku?" tanya Hana yang mendapati Evan masih berada di dalam kamarnya."Ini gudang," balas Evan. "Mama bilang apa?"Hana terdiam, ia masih mengingat bagaimana raut wajah mama Evan saat memintanya menikah dengan Evan. Wanita itu bahkan memohon kepadanya, bukan hanya sekadar meminta.Kecelakaan yang dialami orang tuanya saat ia masih duduk di bangku kelas 2 SD membuatnya benar-benar terpuruk. Menjadi seorang anak yatim piatu tidak pernah ada dalam bayangannya. Sejak itu, Hana tinggal dengan kakek dari pihak ibunya, namun sekitar dua tahun kemudian, kakeknya juga meninggal karena sakit. Ia tidak bisa tinggal di keluarga ayahnya, karena ayahnya hanya punya saudara jauh, tidak ada keluarga inti yang bisa merawat Hana.Sejak itu, Ares dan Letta merawat Hana layaknya anak sendiri. Tidak pernah sekali pun Ares dan Letta membedakan perlakuan mereka terhadap anak kandung mereka dan Hana.Karena itu lah, Hana menyayangi dan menghormati Ares dan Letta layaknya orang tua se

    Last Updated : 2024-11-04
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   6 Buah Tak Selalu Jatuh Dekat Pohonnya

    "Selamat pagi, Pak," ucap Hana sambil menunduk singkat saat melihat Evan melewati mejanya untuk masuk ke dalam ruangan.Evan tidak menjawab sapaan Hana, bahkan melemparkan senyuman pun tidak.Hana mengoceh tanpa suara melihat kelakuan Evan padanya."Mbak Hana kenapa?" tanya seorang cleaning service yang bertugas membersihkan lantai itu saat melihat mulut Hana komat-kamit.Hana mencebik kesal. "Tuh, bos songong," jawabnya singkat."Oh, bos yang baru ya, Mbak? Anaknya Pak Ares? Masa sih songong, Mbak? Pak Ares baik banget loh.""Nggak semua buah jatuh deket pohonnya, Mbak. Kali aja buahnya sebelum jatuh ke tanah udah kesundul sama jerapah, trus nggelundung jauh," jawab Hana asal.Cleaning service bernama Tina itu terbahak mendengar gerutuan Hana di pagi hari. "Tapi ganteng, Mbak. Wajar songong.""Ih." Hana makin berdecak kesal mendengar pujian Tina terhadap Evan. "Teori dari mana itu?"Mengabaikan Tina yang masih mengelap dispenser sambil terkekeh, Hana memilih mengetuk pintu ruangan Ev

    Last Updated : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   7 Hari Spesial Bagi Hana

    "Mana bahan buat meeting siang ini?" tanya Evan sedikit berteriak kesal pada Hana yang baru masuk ke dalam ruangannya."Kan sudah saya email, Pak," jawab Hana juga tak kalah kesalnya."Saya mau print out-nya," desak Evan.Hana mengernyit, tapi kemudian menurut pada Evan. "Sebentar, Pak," ucap Hana sambil menahan geraman kesalnya. Ia keluar ruangan Evan dan kembali tak lama kemudian. "Jadi, mulai sekarang Pak Evan maunya bentuk print out, bukan softcopy via email?" tanya Hana memastikan."Ya terserah saya mau bentuknya apa," jawab evan dingin.Ingin rasanya Hana mencekik laki-laki di depannya ini. Padahal dulu saat menjadi asisten Direktur Utama, pekerjaannya tidak seruwet ini. Hey, Evan hanya Direktur Pengembangan Usaha dan tingkahnya melebihi Komisaris Utama."Baik, Pak. Lain kali saya tanyakan dulu ke Pak Evan. Maaf, soalnya saya baru tahu kalau untuk bahan meeting pun harus mengikuti mood Pak Evan yang naik turun." Hana lantas pergi begitu saja setelah menyentil ego Evan.Evan mend

    Last Updated : 2024-11-26
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   8 Labil

    "Han, ke ruangan saya!" perintah Evan melalui sambungan internal.Beberapa detik kemudian, Hana telah berdiri di hadapan Evan. "Ada apa, Pak?"Evan menelaah reaksi Hana. Apakah Hana masih marah padanya karena kejadian malam sebelumnya? Tapi rasa-rasanya ia tidak menemukan perbedaan berarti dari ekspresi Hana padanya. Tetap dingin."Saya nggak suka warna background power point yang kamu siapkan buat presentasi."Seriously? Warna background power point? Ingin rasanya Hana mengumpat. Hana selalu menggunakan warna netral dalam setiap presentasi yang ia siapkan, jadi ia harus mengganti dengan warna apa? Pink?"Pak Evan mau warna apa?""Terserah kamu. Pokoknya jangan ini.""Kalau terserah saya, mungkin saya akan ganti warna biru ini jadi pink atau merah darah. Pak Evan mau?"Evan mendesis kesal. Kenapa wanita di depannya itu selalu bisa membantahnya. Dan itu adalah hal yang paling dibencinya. "Ah udah lah. Nggak jadi.""Lah, labil!" gumam Hana yang ternyata didengar Evan."Kamu bilang apa b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   9 Hana dan Traumanya

    Hana mengerjapkan matanya perlahan. Setelah matanya membuka sempurna, barulah Hana mengernyit bingung, pemandangan yang ada di depan matanya bukanlah dinding dan plafon kamarnya. Saat ia akan menggerakkan tangannya, sesuatu terasa menahan tangannya. Hana menoleh dan mendapati Azka yang tertidur di kursi yang ada di sebelah kasurnya sambil menggenggam tangannya."Udah bangun?" tanya Azka saat merasakan gerakan tangan Hana yang digenggamnya."Hmm ...." Hana hanya menjawabnya dengan gumaman. Kemudian ia teringat sesuatu. "Tante Rimbi nggak tau kan kalo aku masuk rumah sakit? Tante Letta? Om Ares?""Kamu beruntung, mama papaku, Tante Letta sama Om Ares, semua lagi ke Jogja ke tempat Mbah, coba kalo mereka di sini, udah penuh ini kamar."Hana terkekeh dan berusaha untuk mengubah posisinya."Kamu butuh sesuatu? Aku panggiling dokter ya?"Hana menggeleng. Dari jam dinding yang ada di kamar itu, ia tahu kalau waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan pastinya psikiaternya sudah tidak b

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   10 Never Say Never

    Vio kemudian menatap Hana, seakan meminta Hana mempertimbangkannya."Aku bakal ngasih tau orang tuaku apa yang terjadi kalau kamu nggak pulang ke rumah," ancam Evan.Hana menghela napas, lantas tersenyum sambil memegang tangan Vio. "Gue ke Menteng aja, nggak apa-apa.""Yang ada bukannya sembuh, malah makin parah," gumam Vio yang ternyata didengar Evan dan membuahkan cibiran dari Evan.***Hana berusaha memejamkan mata sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Evan. Berbicara dengan Evan adalah salah satu hal yang paling tidak diinginkannya saat ini.Tapi sepertinya Evan tahu kalau Hana tidak benar-benar sedang tidur. "Aku nyuruh kamu tidur di rumah karena nggak pantes buat seorang cewek tidur di rumah laki-laki yang bukan keluarga," ucap Evan tiba-tiba. "Ayah sama Mama pasti juga bakal ngelarang kalau tau."Hana terpaksa membuka matanya. Keningnya berkerut memikirkan ucapan Evan. "Kita juga bukan keluarga by the way." Hana mendengkus kesal. "Aku udah nggak punya keluarga." Entah kenapa

    Last Updated : 2024-11-28
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   11 Semua Orang Memaksanya Menikah

    "Hana nginep di sini, Van?" tanya Azka begitu memasuki kamar Evan.Azka yang baru tahu kalau Hana sudah keluar dari rumah sakit, langsung menghubungi Hana untuk menanyakan keadaannya. Saat Azka menawarkan diri ke apartemen wanita itu untuk membawakan apa yang dia butuhkan, tiba-tiba saja Hana berkata kalau dirinya menginap di Menteng.Karena ucapan Hana itu, Azka langsung mengarahkan mobilnya menuju Menteng di mana rumah om dan tantenya berada."Iya, Mas."Terlihat ekepresi lega dari Azka. Bagaimana pun juga, seruwet apa pun hubungan Evan dan Hana, Azka tentunya merasa lebih tenang kalau Hana tidak sendirian di apartemen."Kok mau? Biasanya kalo abis kambuh dia ngeyel buat tinggal di apartemen.""Aku ancem ngasih tau Mama sama Ayah."Azka mengangguk mengerti. "Dia udah minum obat?""Aku nggak ngecek, cuma pas tadi siang aja.""Ya udah, aku ke kamar dia dulu buat ngecek."Azka keluar dari kamar Evan, menaiki undakan tangga menuju kamar Hana. Yang tidak disadarinya, ternyata Evan mengik

    Last Updated : 2024-12-30
  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   12 Kecurigaan Evan

    "El, temen Kakak mau ke sini boleh?" tanya Hana pada Elga yang belum mau pergi dari kamar Hana karena khawatir.Hana tahu diri, meskipun ia sudah tinggal bertahun-tahun di rumah sebelum ia memutuskan tinggal sendiri di apartemen, tetap saja itu bukan rumahnya dan ia selalu meminta izin jika akan ada temannya yang datang, dari dulu selalu begitu, pun sekarang, tidak ada yang berubah."Boleh lah, Kak. Kenapa mesti nanya sih. Ini kan rumah Kak Hana juga."Hana tersenyum melihat Elga yang menjawabnya sambil asik menonton salah satu series di salah satu layanan streaming berbayar. Ia lantas membalas pesan Vio yang masuk belum lama ke ponselnya.Hana: Ok, Vi. Ke sini aja."Emang siapa Kak yang mau ke sini?" Mata Elga tertuju pada layar, tapi ia masih bisa membagi fokusnya dengan bertanya pada Hana."Vio.""Oh, Kak Vio." Elga memang sudah mengenal Vio dari dulu karena Vio adalah teman Hana yang paling sering datang ke rumah itu. Sepertinya hampir semua keluarganya mengenal Vio, kecuali Elaks

    Last Updated : 2024-12-30

Latest chapter

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   55 Keributan di Apartemen

    Ibra: Udah dapet apartemen Han?Hana: UdahIbra: Harus banget pindah apartemen juga?Hana: Apartemen ini kan punya Om AresHana: Nggak mungkin aku tinggal di sini, Evan bisa setiap saat ke siniIbra: Kapan pindah? Butuh bantuan?Hana: Dalam waktu dekat. Setelah aku ngomong ke EvanIbra: Belum ngomong juga?Hana:BelumIbra: Aku ke apartemenmu ya besok. Ada beberapa hal yang mesti aku omongin dan lusa aku ke luar kotaHana: OkSetelah bertukar pesan dengan Ibra, Hana yang semula berbaring di atas tempat tidurnya memilih keluar dari kamar. Ia mengedarkan pandangan ke setiap sudut apartemen itu, apartemen yang telah ditinggalinya sejak ia mulai kuliah hingga kini dia bekerja di Cakrawangsa Group. Ares dan Letta sempat keberatan saat Hana mengutarakan ingin pindah dari kediaman mereka, tapi akhirnya mereka mengiakan dengan syarat Hana menempati salah satu apartemen milik Ares, agar mereka masih bisa memantau keadaan Hana.Hana menurut, walau sebenarnya ia ingin hidup di kost atau sewa rum

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   54 For The Last Time

    “Kamu yakin, Han? Ini nggak bakal gampang.”Hana terdiam. Malam sebelumnya ia sangat yakin mengambil langkah itu. Kini saat ia berada di hadapan Ibra, tiba-tiba keberaniannya menguap.Ibra menatap Hana dengan lekat. Bohong kalau dia bilang tidak mau memenuhi permintaan Hana. Bukan semata-mata karena ia ingin menolong Hana. Tapi ... perasaannya ternyata memang untuk Hana, dan bodohnya, ia baru menyadarinya setelah Hana dekat dengan Evan.Tepatnya ketika malam di mana ia makan bersama Hana dan Evan datang tiba-tiba.Ibra ingat bagaimana ia kebingungan usai Hana pergi dengan Evan kala itu.***-Malam saat Ibra akhirnya sadar dengan perasaannya-"Lah, Bang. Hana mana?" tanya Vio yang memang terlambat datang karena meeting-nya yang tidak selesai-selesai.Sedianya, mereka makan malam bertiga karena Hana merengek ingin lasagna. Tapi saat Vio tiba di cafe langganannya, hanya ada abangnya yang terlihat menatap risoto di depannya dengan tatapan kosong."Abang. Astaga! Adeknya nanya loh ini. Ma

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   53 Sebuah Solusi

    Hana dan Ibra menatap Vio dengan penuh pertanyaan."Apa maksudmu, Vi?" tanya Ibra yang tidak tahan lagi menunggu adiknya berbicara."Abang lupa kalo nenek ninggalin warisan kita berupa saham Global Investama?"Hana membungkam mulutnya dengan tangannya sendiri. Harapannya seketika muncul."Jangan ungkit itu, Vio. Kita nggak akan ngambil warisan itu. Kita nggak perlu. Apa yang dipunya keluarga Wasesa lebih dari cukup untuk masa depan kita."Vio menghela napas. Dalam hatinya, ia benar-benar ingin membantu Hana, sahabatnya itu, yang sudah beberapa minggu marah dan mendiamkannya. Tapi benar yang abangnya katakan. Mereka sudah punya kesepakatan untuk tidak mengambil bagian warisan yang ditinggalkan nenek mereka."Tunggu! Aku masih belum ngerti deh." Hana menatap Vio dengan tajam. "Apa hubungannya kata-kata Vio tadi sama warisan.""Warisan buat Bang Ibra sama gue, yang berupa saham di Global Investama itu baru bisa dikasih ke kami, kalau ... Bang Ibra sudah punya pasangan.""Hah?" Hana benar

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   52 Goyahnya Cakrawangsa

    Hana dengan gelisah menghubungi Evan yang sejak pagi belum menampakkan batang hidungnya di apartemen Hana, pun begitu dengan panggilan telepon Hana yang tak kunjung diangkatnya. "Kok belom nyampe sini ya?"Hana melirik ke jam tangannya, pukul 08.07, biasanya Evan sudah sampai apartemennya sebelum pukul tujuh pagi."Kok nggak ngabarin ya kalo nggak bisa ke sini?"Hana merapikan barang-barangnya, memutuskan untuk berangkat sendiri, daripada menunggu Evan yang belum ada kabarnya.Saat Hana sedang mengenakan sepatunya, ponselnya yang berada di dalam tas bergetar dan berbunyi nyaring.Ia tersenyum saat akhirnya caller id Evan muncul di layar ponselnya."Van, kok belum nyampe sini?""Han, kamu di mana?""Masih di apartemen, dari tadi nungguin kamu. Ini aku mau berangkat sendiri karena kamu nggak dateng-dateng.""Sorry, aku nggak sempet ngabarin. Ini baru bisa pegang hp dan kepikiran kamu. Ayah masuk rumah sakit, Han," Terdengar helaan napas dari Evan sesaat setelah ia mengucapkannya."Keada

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   51 Kekhawatiran Hana

    Begitu turun dari mobil Evan, Hana berjalan dengan tergesa memasuki gedung kantornya. Sapaan dari karyawan lain yang mengenalnya, diabaikannya begitu saja.Dengan gelisah, ia menunggu lift sambil berkali-kali tangannya mengusap layar ponselnya."Han, kamu kenapa?"Hana melirik ke sekitar, di mana ada beberapa pegawai yang berpura-pura melakukan hal lain, tapi kupingnya mencuri dengar pembicaraan Evan dan Hana."Ada yang perlu saya bicarakan sama Pak Ares."Evan menunjuk lift khusus direksi yang berada di ujung, kemudian berjalan lebih dulu agar Hana mengikutinya."Lihat tangannya Mbak Hana sama Pak Evan nggak? Kok kayaknya cincin couple ya?" ucap seorang karyawan yang sebelumnya sedang menunggu lift dan mencuri dengar percakapan Evan dan Hana."Masa sih? Kamu salah lihat kali." Temannya mengedikkan bahu dengan rasa tidak percaya.Sementara di dalam lift, Hana terdiam sambil berkali-kali menghela napas. Ia bahkan tidak sadar kalau Evan menekan tombol lantai mereka, bukannya lantai temp

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   50 Hai, Tunanganku!

    "Hana, kamu cuti aja dulu."Hari masih pagi, Evan sedang berbaring di sofa ruang tamu apartemen Hana, selagi Hana menerima telepon dari Letta."Buat apa cuti, Tante?""Ya buat ngurus acara tunangan kamu. Meskipun udah diurusin sama Elaksi, tapi kan banyak yang mesti kamu lakuin, ke salon, perawatan, trus itu tantemu udah mencak-mencak karena kamu kerja terus, nggak nemenin dia jalan-jalan."Hana tersenyum mendengar ucapan wanita paruh baya yang akan menjadi mertuanya itu. "Iya, Tante. Nanti aku bilang ke Evan, aku boleh cuti apa nggak.""Bilang ke Tante kalo Evan nggak ngijinin kamu cuti. Bibit bucin dari ayahnya soalnya, pasti nggak mau jauh-jauhan."Kedua wanita itu sibuk membicarakan Evan, sementara yang digosipkan tertidur pulas di atas sofa.Hana mengusap pelan lengan Evan untuk membangunkannya. "Van. Bangun, sarapan dulu.""Ngg ...." Evan hanya menggeram pelan, tapi kelopak matanya sama sekali belum membuka."Vaaan. Sarapan. Ada meeting jam sembilan."Evan langsung membuka matan

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   49 Who's Worth the Effort and Who's Not

    "Aku nggak nawarin masuk." Hana berusaha menahan pintu apartemennya agar Evan tidak bisa masuk. Bisikan Evan padanya di acara makan malam tadi membuatnya was-was dengan apa yang akan dilakukan Evan."Hana. Buka pintunya, nggak?" Evan menatap Hana serius dari balik pintu, tapi Hana masih bergeming."Nggak." Hana menggeleng-gelengkan kepala masih dengan badannya menahan pintu.Dari sisi luar, Evan juga menahan pintu agar tidak tertutup sempurna ketika Hana mendorongnya."Lagian kan kata Tante Letta kamu harus langsung pulang abis nganterin aku.""Tapi kan Mama nggak bilang nganterin sampe mana? Nganterin sampe parkiran, nganterin sampe lobby, nganterin sampe depan pintu apartemen, nganterin sampe kamar, atau ... nganterin sampe ke alam mimpi."“Dih, ngeles aja kayak bajaj.”Sudah sekitar lima menit mereka saling menahan pintu. Hana akhirnya menyerah, membiarkan Evan masuk ke dalam unit apartemennya.Evan mengangkat satu sudut bibirnya saat melihat Hana mengalah. Ia lantas menggiring Han

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   48 Makan Malam Keluarga

    “Udah siap?”Pertanyaan itu menyapa Hana saat ia baru saja membukakan pintu apartemennya untuk seseorang yang sejak tadi memencet bel.Evan membeku di tempat saat melihat penampilan Hana yang mengenakan wrap dress berwarna beige yang kebetulan selaras dengan warna kemeja batik lengan panjang yang dikenakannya.Atas usul dari Letta, meskipun acara makan malam hanya akan melibatkan dua keluarga, tapi suasananya akan sedikit resmi (untuk menghargai keluarga Hana), walaupun Letta juga tidak berharap banyak. Biasanya juga kalau mereka sudah berkumpul, tidak ada lagi yang namanya keseriusan.“Kupikir kamu nggak jemput aku,” ucap Hana.“Ayo berangkat, keluargaku juga udah berangkat. Keluargamu lagi dijemput supir.”“Bentar, aku ambil tas dulu.” Hana melangkah, masuk ke kamar, membiarkan Evan menunggunya di depan pintu.Berulang kali Hana melirik Evan yang menyetir dalam diamnya. Hana yakin kalau Evan masih marah padanya. Ia tidak ingin suasana makan malam keluarga mereka terganggu karena kec

  • FALLING IN LOVE WITH MY ASSISTANT   47 Memulai Sesuatu Tanpa Kebohongan

    "Han. Bangun." Evan mengusap pelan lengan Hana yang masih terlelap. "Ada yang mau ketemu.""Siapa?" tanyanya masih dengan tetap memejamkan mata."Tantemu."Ucapan Evan berhasil membuat Hana membuka mata. "Tante? Tante siapa? Tante Letta? Tante Rimbi?""Bukan, Tante Dian."Kini Hana membuka matanya dengan sempurna dan bergegas turun dari ranjang untuk memastikan pendengarannya tidak salah.Seorang wanita paruh baya tengah menunggunya di sofa ruang tamu sambil bersedekap, menunjukkan kekesalannya."Tante ...." Hana memeluk tubuh wanita itu dengan erat. Dia lah satu-satunya anggota keluarga terdekat yang memiliki hubungan darah dengannya. Dian adalah sepupu dari mamanya dan juga sahabat ayahnya.Dian mengusapi punggung keponakannya itu, berusaha menyalurkan kerinduan yang selama ini terpendam. Andai saja Hana mau diajaknya ke Eropa, tentu ia bisa merawat Hana hingga Hana dewasa.Ada rasa bersalah yang sangat besar bercokol di hatinya saat harus meninggalkan Hana di bawah pengawasan Ares

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status