“Masih muda kok,” ujar axel sembari tertawa terbahak-bahak. Tangan viona gemetaran, semakin ia mendengarkan semakin ia yakin apa yang sedang dibicarakan. Viona bingung, apa yang seharusnya ia lakukan kali ini, apakah hidupnya akan hancur?
***“Oh, udah selesai sayang?” tanya Axel sembari menjauhkan ponselnya. Gerakannya terlihat kaget dan segera mematikan sambungan teleponnya, tangannya ia sampirkan di pundak viona dan mengajaknya kembali ke tempat sebelumnya.“Kita kapan pulang?” tanya viona. Wajah axel langsung menampilkan raut tidak senang, tapi ia mencoba untuk tidak mengeluarkan amarahnya.“Tenang dulu, baru juga jam berapa yang. Nanti ini bakal ada temenku datang, kamu harus kenalan dulu sama dia,” bujuk axel. Bisa dirasakan axel sangat ingin viona mengiyakan hal tersebut, tangan axel mengelus pundaknya dan penuh tekanan, seperti tersirat arti mendalam dari perkataannya tadi.Viona tidak menjawabnya, bibirnya terasa kelu untuk memberontak lagi. Ia hanya bisa membalasnya dengan senyuman tipis supaya axel tidak curiga dengannya.Kakinya hanya bisa melangkah mengikuti arahan dari mantan pacarnya ini menuju tempat yang tidak nyaman. Di perjalanan viona melihat lelaki tadi sedang bersandar di samping pintu. Wanita tadi tidak terlihat di sekitar sana dan hanya terdengar suara ribut di dalam ruangan tersebut. Viona sudah tahu dengan yang terjadi di balik pintu tersebut dan ia memilih tidak menghiraukannya.Saat ia melintas, bisa dirasakan lelaki itu melirik ke arahnya dengan menyalakan rokok di mulutnya. Viona hanya bisa menunduk supaya tidak bisa dilihat oleh wajah lelaki itu, terasa mengerikan aura dari matanya meski tidak melihatnya secara langsung.“Axel, lipstikku sepertinya ketinggalan di kamar mandi,” ujar Viona sembari mencari-cari di dalam tasnya, tapi nihil tidak dapat ia temukan.Axel terlihat suka, tapi sebelum Axel berkata ia langsung menyelanya. “Aku ambil sebentar, gak lama kok.”Viona berlari-lari kecil ke arah kamar mandi tadi, kakinya sulit dibuat berlari karena ia yang memakai high heels. Namun, dengan sekuat tenaga ia segera menjauh dari Axel sebelum kejadian yang tidak diinginkannya terjadi, ia harus segera kabur.Viona mencoba untuk kabur dengan berlari cepat melalui kamar mandi. Ia berlari dengan sekuat tenaga dan berusaha untuk tidak terdengar. Ia bahkan tidak memikirkan akan tertinggal handphonenya. Tapi sayang, pergerakannya tidak terlepas dari perhatian Axel dan teman-temannya.Axel memanggil teman-temannya. "Hey, teman-teman. Lihat apa yang ditemukan oleh Viona." Teman-temannya memandang Axel dengan heran. "Apa yang kau maksud?"Axel menjawab, "Ia kabur ke kamar mandi. Kita harus mengejar dia sekarang juga." Teman-temannya memahami maksud Axel dan segera mengikuti langkahnya.Viona berlari melalui gang kecil, berharap bisa menemukan jalan keluar. Ia berlari sekuat tenaga, tapi tetap saja terdengar suara langkah kaki yang memburu dari belakang. Ia mencoba untuk mempercepat lagi, tapi akhirnya ia tersandung dan jatuh.Ujung gang tersebut ternyata buntu, tidak ada jalan lain untuk melewati tembok besar di depannya, gadis itu semakin ketakutan saat mengetahui orang di belakangnya semakin dekat dengan dirinya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa dan kali ini ia akan tertangkap oleh mereka, usahanya untuk kabur sudah tidak ada hasilnya.“Mau kemana sayang?”“Ngapain main kucing-kucingan, kamu nakal ya,” ujarnya sembari bergerak maju. Gadis di depannya meringkuk ketakutan dan terlihat tidak suka dengan keberadaannya yang berhasil menangkapnya. Lelaki itu tidak peduli dengannya, ia langsung melayangkan tamparannya tepat di pipi mulus gadis itu.Plasshh!!“Gak usah ngelunjak deh. Pake acara kabur segala, kau itu gak sepenting itu viona,” ujarnya sembari mencakup wajah gadis itu dengan satu tangan. Bisa dilihat riasan gadis itu sudah luntur karena keringat, nafasnya tersenggal-senggal dan pipinya memerah karena tamparan tadi.“Kalau gitu ngapain kau masih ngejar-ngejar aku hah?!” tanyanya. Gadis itu langsung melepaskan tangannya dari lelaki itu. Ia tersulut emosi dan mulai muncul keberanian untuk melawan lelaki itu meskipun ia kalah telak dengan jumlah orang di sana.Viona bangkit dan langsung meludahi lelaki yang ada di depannya, gadis ini sudah muak dengan yang dialaminya, pikirannya menjadi memikirkan cara-cara yang di luar nalar. Namun, keberaniannya kembali menciut ketika melihat lelaki itu ternyata membawa jumlah di luar dugaannya.“Oh, udah berani ya sekarang,” ujar lelaki ituViona merasa suasananya sudah tidak aman, semuanya semakin memburuk dari sebelumnya. Tidak ada yang bisa menolongnya kali ini, tamatlah sudah riwayatnya."Viona, berhentilah mengejar mimpimu. Kita sudah sampai di sini," ujar Axel dengan nada memperingatkan."Tidak ada jalan keluar lagi, Viona. Kita sudah menang," kata salah satu teman-temannya.Viona merasa putus asa. Ia memandang Axel dan berkata, "Apa yang kau inginkan dariku?"Axel tersenyum sinis. "Aku ingin membawamu ke tempat yang aman. Kita sudah menunggumu selama bertahun-tahun. Kita sudah membayar banyak uang untuk membelimu."Viona terkejut. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia berkata, "Apa yang kau bicarakan?"***Viona mengerang kesakitan saat dibawa kembali ke klub oleh Axel dan teman-temannya. Ia merasa lelah dan tak berdaya, tapi tak ada yang peduli. Axel dan teman-temannya hanya tertawa dan membicarakan bagaimana mereka akan membuat Viona mabuk sehingga bisa lebih mudah dikendalikan."Hei, kalian tidak boleh melakukan ini padaku!" teriak Viona."Diamlah, kau sudah tidak memiliki hak untuk berbicara!" jawab Axel sambil memperlihatkan senyum licik.Viona merasa takut dan tak berdaya saat ia duduk di sudut klub. Ia menatap Axel dan teman-temannya yang sedang membicarakan bagaimana mereka akan membuat Viona mabuk."Ini sudah sangat tidak adil," ucap Viona pada dirinya sendiri. "Apa yang harus aku lakukan?"Tiba-tiba, Axel dan teman-temannya membawakan segelas minuman ke arah Viona. Mereka berkerumun di sekelilingnya dan memaksanya untuk meminum minuman itu."Minumlah ini, Viona. Ini akan membuatmu merasa lebih baik," ujar salah satu teman Axel."Tidak, aku tidak mau," kata Viona sambil menolak."Minumlah, atau kau akan merasa sakit," ancam Axel.Klub malam itu penuh suara keramaian dan tawa yang tidak sopan. Viona duduk di sudut kursi, terlihat tidak nyaman dan masih mabuk. Axel dan teman-temannya tertawa dengan keras dan merasa senang dengan tindakan mereka.Tiba-tiba, pintu klub terbuka dan seorang lelaki masuk. Ia berjalan dengan santai dan melihat sekeliling klub. Armand, itulah namanya. Ia merasa tidak suka dengan tindakan tersebut. Ia melihat Axel dan teman-temannya yang sedang menertawakan Viona yang mabuk.Armand menghampiri mereka dengan wajah marah. "Apa yang kalian lakukan pada gadis itu?" tanya Armand sambil menunjuk Viona.Axel dan teman-temannya terlihat kaget melihat Armand. Mereka tidak menyangka ada seseorang yang berani menghina mereka."Siapa kau untuk bicara seperti itu?" tanya Axel dengan suara marah."Aku adalah Armand, dan aku tidak akan diam melihat kalian membuat seorang gadis mabuk seperti ini," jawab Armand dengan tegas."Kau tidak tahu siapa kami, jangan terlalu sombong," ujar salah satu teman Axel."Itu tidak penting. Apa yang penting adalah apa yang kalian lakukan pada gadis itu," jawab Armand.Viona yang masih mabuk terlihat tidak mengerti apa yang terjadi. Ia hanya bisa terduduk dan merasa bingung.Armand berdiri tegak dan memandang Axel dan teman-temannya dengan sinis. "Kalian harus meminta maaf pada gadis itu dan membiarkannya pergi sekarang juga," tegas Armand.Axel dan teman-temannya tidak menjawab, mereka hanya terdiam dan merasa tidak nyaman. Mereka tidak pernah melihat seseorang berani menghina mereka seperti ini.Armand mengulurkan tangan pada Viona dan membantunya berdiri. "Ayo, aku akan membawamu ke tempat yang aman," ujar Armand sambil tersenyum.Viona terlihat ragu-ragu, tetapi ia akhirnya mengikuti Armand dan pergi dari klub. Axel dan teman-temannya hanya bisa terdiam dan merasa kalah.Suasana mencekam saat Armand menarik Viona untuk pergi dari situ. Tiba-tiba Axel merasa sangat tidak terima dan seperti direndahkan oleh tindakan Armand. Ia pun tiba-tiba menghempaskan tangan Armand dan menonjoknya."Apa yang kau lakukan?" seru Axel dengan marah."Aku hanya ingin membantu," jawab Armand dengan tenang."Aku tidak butuh bantuanmu," balas Axel sambil memegang dadanya."Tinggalkan dia," ujar Axel dengan nada marah."Kau tidak berhak membuat keputusan atas hidup orang lain," balas Armand sambil memegang lengan Viona."Aku bilang tinggalkan dia!" seru Axel dengan nada yang semakin keras.Armand menghela nafas dan akhirnya membiarkan Viona diambil oleh Axel dan teman-temannya. Ia hanya bisa berdiri dan melihat kepergian Viona dengan perasaan sedih dan kesal. Ia berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantu Viona, namun ia tahu ia sendirian tidak mampu melawan Axel dan teman-temannya.Ketika Armand melihat Axel menarik Viona dengan kasar, dia langsung naik pitam. "Hei, lepas
Viona terbangun dengan wajah sebam, ia masih merasakan efek dari obat bius yang diberikan kepadanya semalam. Ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur dan melihat ke sekitarnya, ia mengingat kejadian semalam yang membuatnya merasa sangat sedih dan tertekan. Ia mengingat bagaimana mantan pacarnya, Axel, membuatnya mabuk dan membawanya ke klub malam.Viona merasa kotor, ia merasa seolah-olah dirinya hampir dilecehkan oleh Axel. Ia berusaha untuk menghapus pikiran-pikiran tersebut dan berfokus pada bagaimana ia bisa segera membersihkan dirinya dan memulai hari baru. Ia mandi dan berpakaian, ia berusaha untuk membuat dirinya merasa lebih baik dan siap untuk menghadapi hari.Ia berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan. Ia memandang keluar jendela dan berusaha memikirkan cara untuk melupakan semua ini. Tiba-tiba, ia memutuskan untuk menghapus semua media kontak untuk Axel. Ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kontak. Satu per satu, ia menghapus nomor telepon, akun media sosial
Viona dan atasannya segera masuk ke dalam ruangan meeting. Semua hal yang dibutuhkan nanti sudah siap di dalam tas yang di bawanya. Viona menatap mantap pintu di depannya, sebuah kesempatan emas yang sangat berharga dan hari ini ia akan menunjukkan yang terbaik.“Selamat pagi semuanya!” ujar Viona dengan bangga sembari membungkuk ke depan. Ia tidak melihat siapa saja yang ada di sana, pikirannya berisi banyak hal hingga ia susah untuk bergerak.“Hahaha, aku tahu kau akan sesemangat ini,” ujar atasannya sembari menepuk pundaknya untuk menyadarkannya.Viona langsung bangkit dan menyadari ruangan tersebut masih sepi, hanya ada dirinya dan bosnya saja di sini. Pipinya langsung memerah, ia terlalu menunjukkan ekspresi yang berlebihan, langsung saja ia mengekori bosnya saat ini yang masih tertawa atas kelakuannya.“Ingat, klien kali ini itu sangat penting, jangan sampai kita gagal mendapatkannya,” ujar atasannya memberi tahu. Viona mengangguk mantap, ia akan berusaha semaksimal mungkin memba
Viona merasa sedikit was-was mendengarnya, "Saya mengerti, Pak Armand. Saya akan bekerja keras dan menunjukkan kinerja yang lebih baik lagi.""Bagaimana kamu bisa meyakinkan saya bahwa proyek ini bisa berjalan dengan lancar?" tanya Armand dengan suara tegas.Viona membalas dengan percaya diri, "Saya telah menyusun proposal yang lengkap dan saya yakin bahwa dengan pengalaman saya dalam bidang ini, proyek ini akan berjalan dengan sukses."Armand menatap Viona dengan ketat, "Saya tidak mudah untuk diyakinkan, Viona. Saya butuh bukti konkret bahwa proyek ini bisa berjalan sesuai rencana."Viona mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Saya siap memberikan bukti konkret yang Anda butuhkan, Pak Armand. Saya memahami bahwa proyek ini adalah proyek yang penting dan saya akan bekerja dengan keras untuk memastikan keberhasilannya."Armand menatap Viona dengan serius, "Baiklah. Saya akan memberikan kesempatan pada kamu dan timmu. Namun, ingatlah bahwa saya mengharapkan hasil yang terbaik da
Viona tersenyum, "Saya yakin saya dapat memisahkan masalah pribadi dan pekerjaan. Saya selalu mengutamakan kinerja saya dalam pekerjaan dan tidak akan membiarkan masalah pribadi mengganggu proyek ini."Armand mengangguk, "Bagus, saya senang mendengarnya. Saya percaya kamu bisa menangani proyek ini dengan baik. Selamat, kamu berhasil mendapatkan proyek ini."Viona merasa lega dan senang mendapatkan kepercayaan dari Armand. "Terima kasih, saya akan bekerja keras dan memberikan yang terbaik dalam proyek ini."Armand tersenyum, "Saya tidak meragukan itu. Sekali lagi, selamat." Mereka berjabat tangan dan Viona meninggalkan ruangan itu dengan perasaan senang dan bangga dengan dirinya sendiri.***Setelah presentasi berakhir, Viona dihadapkan pada bosnya yang memberikan pujian atas kerja kerasnya. "Viona, presentasimu tadi luar biasa. Armand terlihat sangat terkesan dengan ide-ide yang kamu sampaikan," ujar bosnya dengan senyum lebar.Viona merasa sangat bangga dengan hasil kerjanya. "Terima
Keesokan harinya, Viona masuk ke kantor dengan wajah pucat. Ia duduk di kursinya, memikirkan bagaimana ia harus berhadapan dengan Axel. Saat itu, Pak Dandi datang menghampirinya."Viona, kamu sudah membaca emailku kan?" tanya Pak Dandi."Iya, Pak. Saya sudah membacanya," jawab Viona dengan ragu."Pak Agus mengatakan kamu sangat kompeten dalam membuat presentasi. Karena itu, aku percayakan proyek ini padamu. Aku tahu kamu pasti bisa menyelesaikannya dengan baik," kata Pak Dandi dengan tegas. Pak Agus selaku atasan di perusahaan ini memberikan kepercayaan penuh hingga beberapa orang dalam kantor kenal dengannya.Viona merasa lega mendengar kata-kata Pak Dandi. Namun, ia masih merasa khawatir dengan kehadiran Axel dalam proyek tersebut. "Baiklah, Pak. Saya akan bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini," kata Viona dengan senyum tipis.Pak Dandi tersenyum dan kembali ke meja kerjanya. Viona kembali ke pekerjaannya, ia mulai menyiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk meeting dengan Ax
"Jangan menyerah dulu. Kita masih bisa mencari solusi lain. Bagaimana kalau kita berikan penawaran yang lebih menarik dari pesaing mereka? Atau mungkin kita bisa mengajukan beberapa opsi lain?"Axel berpikir sejenak. "Hmm, itu ide yang bagus. Aku akan memikirkannya lagi dan melihat apa yang bisa kita lakukan untuk mengamankan kerja sama ini. Terima kasih atas dukunganmu.""Tidak apa-apa. Kita berada di tim yang sama, kan?" balas suara di seberang telepon.Axel mengangguk. "Benar. Kita akan membuat ini berhasil, sama-sama."***Axel kembali masuk ke dalam ruangan dengan senyum yang ceria di wajahnya. "Maaf atas tadi, saya rasa saya masih belum mengerti sepenuhnya rancangan yang Ibu presentasikan. Apakah Ibu bisa menjelaskan lagi?"Viona agak terkejut dengan perubahan sikap Axel yang tiba-tiba menjadi lebih ramah. Namun, dia tetap menjelaskan rancangan bisnisnya dengan jelas dan terperinci. Axel tampak serius mendengarkan penjelasan Viona, sesekali ia mengangguk dan bertanya untuk memas
Axel merasa terkejut saat salah satu reporter bertanya tentang hubungan mereka dengan Viona. Dia berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan hati-hati, "Ya, Viona dan saya memang pernah memiliki hubungan khusus di masa lalu, tapi itu sudah lama sekali. Kami sekarang hanya bekerja sama dalam konteks profesional."Namun, reporter lainnya tidak puas dengan jawaban tersebut dan terus meminta keterangan lebih lanjut. Axel mulai merasa tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut dan mencoba untuk mengalihkan perhatian dengan memberikan informasi lain tentang perusahaannya. "Sekarang, mari kita fokus pada perusahaan kami dan bagaimana kami akan terus tumbuh dan berkembang di masa depan," ujarnya dengan tegas.Setelah memberikan jawaban tersebut, Axel segera beranjak meninggalkan tempat itu sambil dikejar-kejar oleh para reporter yang ingin mendapatkan lebih banyak informasi dari dirinya. Viona, yang juga sedang berada di area tersebut, merasa terkejut dan sedikit tidak nyaman dengan pengakuan