Suasana mencekam saat Armand menarik Viona untuk pergi dari situ. Tiba-tiba Axel merasa sangat tidak terima dan seperti direndahkan oleh tindakan Armand. Ia pun tiba-tiba menghempaskan tangan Armand dan menonjoknya.
"Apa yang kau lakukan?" seru Axel dengan marah."Aku hanya ingin membantu," jawab Armand dengan tenang."Aku tidak butuh bantuanmu," balas Axel sambil memegang dadanya."Tinggalkan dia," ujar Axel dengan nada marah."Kau tidak berhak membuat keputusan atas hidup orang lain," balas Armand sambil memegang lengan Viona."Aku bilang tinggalkan dia!" seru Axel dengan nada yang semakin keras.Armand menghela nafas dan akhirnya membiarkan Viona diambil oleh Axel dan teman-temannya. Ia hanya bisa berdiri dan melihat kepergian Viona dengan perasaan sedih dan kesal. Ia berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantu Viona, namun ia tahu ia sendirian tidak mampu melawan Axel dan teman-temannya.Ketika Armand melihat Axel menarik Viona dengan kasar, dia langsung naik pitam. "Hei, lepaskan dia!" bentak Armand pada Axel.Axel memandang Armand dengan mata berapi. "Apa kau pikir kau berbicara padaku?" tanya Axel dengan nada rendah.Armand membalas dengan berani, "Ya, aku sedang berbicara padamu. Dan aku tidak akan membiarkanmu memperlakukannya dengan semena-mena."Axel merasa direndahkan dan merasa terpanggil untuk membela diri. Ia menonjok Armand dengan keras.Armand terjatuh ke lantai dan segera bangkit kembali."Baiklah, kalau begitu mari kita adu hantam!" ujar Armand dengan nada tegasAxel merasa sangat tidak terima saat Armand menghina perilakunya yang membuat Viona mabuk. Matanya berapi-api dan tangannya memukul-mukul udara. "Apa kau pikir kau bisa membicarakan wanitaku seperti itu? Kau tidak tahu apa-apa tentang kami!", teriaknya dengan suara yang tidak terkendali.Armand tidak takut pada amarah Axel, ia malah memandang sinis. "Aku tidak perlu tahu apa-apa tentang kalian. Aku bisa melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana kalian memperlakukan wanita dengan tidak sopan dan membuatnya mabuk!"Axel tidak bisa menerima jawaban Armand. Ia merasa seolah-olah dirinya dan Viona dicemarkan oleh tuduhan Armand. Ia tidak bisa membiarkan tuduhan itu terlalu jauh dan langsung menonjok Armand. "Apa kau tidak tahu kau sedang berbicara dengan siapa?!", teriaknya sambil menggebu-gebu.Armand tidak terima juga, ia merasa Axel tidak menghargai dirinya dan langsung membalas serangan. Kedua lelaki itu terjebak dalam adu hantam yang sangat intens, mereka saling memukul dan meneriaki dengan suara keras.Tempat itu penuh dengan suara bentakan dan teriakan. Beberapa tamu klub bahkan berdiri dari meja mereka untuk melihat adu hantam itu.Akhirnya, Axel berhasil membungkam Armand dengan pukulan keras. Armand terjatuh ke lantai dan Axel berdiri di atasnya dengan wajah penuh takabur."Siapa yang berani menghinaku sekarang?!" ujar Axel dengan suara membuncah.Axel melihat sekeliling dan menyadari bahwa Viona tidak ada di sekitarnya. Ia lengah karena terpancing emosi dengan Armand, dengan amarah yang kembali memuncak, ia langsung mendekat ke arah teman-temannya. Mereka terlihat santai saja dan tidak peduli dengan dirinya.Axel berteriak pada teman-temannya, "Bagaimana kalian bisa membiarkan dia pergi?! Kalian tahu betapa susahnya aku mendapatkan dia!"Teman-temannya saling berpandangan dan bingung. Salah satu dari mereka berkata, "Kami tidak tahu dia akan kabur secepat itu, kami pikir dia hanya pergi ke kamar mandi."Axel memukul meja keras-keras. "Sudahlah, kita harus mencari dia sekarang. Ke mana dia pergi?"***Sementara itu sedang berusaha untuk menyelamatkan diri dari situasi yang sangat menakutkan. Ia berjalan dengan terhuyung-huyung, merasa mabuk dan sangat takut. Ia berusaha untuk menemukan taksi, tetapi jalanan yang sepi membuat hal itu sangat sulit.Sebelumnya Viona merasa kalau situasi ini akan memburuk dan dia tidak ingin terlibat dalam masalah. Ia berusaha untuk berpindah tempat dan mencari jalan keluar dari klub. Namun, sepertinya gerombolan orang yang sedang berjoget membuat jalan keluarnya menjadi semakin sulit.Viona merasa kalau teman-teman Axel akan mengetahui jika ia berusaha untuk pergi. Ia tidak ingin membuat masalah lebih besar lagi dan dia tidak ingin Axel marah padanya. Ia berusaha untuk melalui gerombolan orang dengan berjalan selangkah demi selangkah. Namun, karena efek dari minumannya yang membuat dirinya mabuk, ia kesulitan untuk berjalan dan beberapa kali hampir jatuh.Viona berusaha untuk tidak memperhatikan Axel dan Armand. Ia tidak ingin terlibat dalam pertengkaran mereka dan hanya ingin pergi dari situasi ini secepat mungkin. Ia berusaha untuk fokus dan berjalan dengan mantap, namun karena mabuk, ia kesulitan untuk menjaga keseimbangan. Ia berharap kalau segera bisa menemukan jalan keluar dan pulang ke rumah secepat mungkin.Dalam perjalanan, ia bertemu seorang pengemudi taksi. "Permisi, bisa saya minta tolong mengantarkan saya pulang?" Viona berkata dengan suara gemetar.Pengemudi taksi itu memandang Viona dengan kasihan. "Tentu saja, saya bisa membantumu."Viona merasa sangat lega dan bersyukur. Ia berbaring di belakang taksi dan tertidur.Sementara itu, Axel dan teman-temannya bergegas untuk mencari Viona. Mereka mencari di segala arah, tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Viona."Sudahlah, ini sudah sia-sia. Kita harus pulang," kata salah satu dari teman-temannya.Sedangkan Viona saat ini sedang di jalan dan telah membuka matanya setelah tertidur sebentar, ia menatap ke arah luar yang sudah dekat dengan rumahnya.Akhirnya ia bisa segera pulang setelah melewati perjalanan yang menakutkan. Sopir taksinya pergi turun dari mobil dan membuka pintu untuknya. Ia berusaha untuk berdiri dan membayar taksi."Terima kasih banyak," ucap Viona sambil memberikan uang kepada sopir taksi.Sopir taksi mengangguk dan tersenyum. "Sama-sama. Semoga sehat selalu," ujarnya sebelum kembali ke mobil dan pergi meninggalkan Viona.Viona menghela nafas dan berusaha untuk berjalan ke pintu rumah. Ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Beberapa kali ia harus terjatuh karena efek dari alkohol tadi, ia jadi susah untuk pergi ke kamarnya yang berada di lantai atas. Saat memasuki kamar, ia menangis sejadi-jadinya."Aku merasa sangat takut dan tertekan," gumam Viona sambil menangis. Sekujur tubuhnya terasa sakit karena telah beberapa kali terjatuh. Ia masih bisa merasakan tamparan Axel yang dengan teganya menampar dirinya, hari ini terasa begitu berat baginya.Ia merasa terpukul karena semua yang terjadi padanya. Ia merasa sangat lelah dan ingin segera berbaring dan tertidur. Namun, ia masih terlalu mabuk dan merasa sangat tidak nyaman.Viona mencoba untuk berbaring dan tertidur, namun ia terus menangis. Ia merasa sangat sendirian dan terpukul. Ia berharap ada seseorang yang bisa membantunya dan menghibur hatinya. Namun, ia hanya bisa menangis dan berharap untuk lebih baik lagi di kemudian hari.Viona terbangun dengan wajah sebam, ia masih merasakan efek dari obat bius yang diberikan kepadanya semalam. Ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidur dan melihat ke sekitarnya, ia mengingat kejadian semalam yang membuatnya merasa sangat sedih dan tertekan. Ia mengingat bagaimana mantan pacarnya, Axel, membuatnya mabuk dan membawanya ke klub malam.Viona merasa kotor, ia merasa seolah-olah dirinya hampir dilecehkan oleh Axel. Ia berusaha untuk menghapus pikiran-pikiran tersebut dan berfokus pada bagaimana ia bisa segera membersihkan dirinya dan memulai hari baru. Ia mandi dan berpakaian, ia berusaha untuk membuat dirinya merasa lebih baik dan siap untuk menghadapi hari.Ia berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan. Ia memandang keluar jendela dan berusaha memikirkan cara untuk melupakan semua ini. Tiba-tiba, ia memutuskan untuk menghapus semua media kontak untuk Axel. Ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kontak. Satu per satu, ia menghapus nomor telepon, akun media sosial
Viona dan atasannya segera masuk ke dalam ruangan meeting. Semua hal yang dibutuhkan nanti sudah siap di dalam tas yang di bawanya. Viona menatap mantap pintu di depannya, sebuah kesempatan emas yang sangat berharga dan hari ini ia akan menunjukkan yang terbaik.“Selamat pagi semuanya!” ujar Viona dengan bangga sembari membungkuk ke depan. Ia tidak melihat siapa saja yang ada di sana, pikirannya berisi banyak hal hingga ia susah untuk bergerak.“Hahaha, aku tahu kau akan sesemangat ini,” ujar atasannya sembari menepuk pundaknya untuk menyadarkannya.Viona langsung bangkit dan menyadari ruangan tersebut masih sepi, hanya ada dirinya dan bosnya saja di sini. Pipinya langsung memerah, ia terlalu menunjukkan ekspresi yang berlebihan, langsung saja ia mengekori bosnya saat ini yang masih tertawa atas kelakuannya.“Ingat, klien kali ini itu sangat penting, jangan sampai kita gagal mendapatkannya,” ujar atasannya memberi tahu. Viona mengangguk mantap, ia akan berusaha semaksimal mungkin memba
Viona merasa sedikit was-was mendengarnya, "Saya mengerti, Pak Armand. Saya akan bekerja keras dan menunjukkan kinerja yang lebih baik lagi.""Bagaimana kamu bisa meyakinkan saya bahwa proyek ini bisa berjalan dengan lancar?" tanya Armand dengan suara tegas.Viona membalas dengan percaya diri, "Saya telah menyusun proposal yang lengkap dan saya yakin bahwa dengan pengalaman saya dalam bidang ini, proyek ini akan berjalan dengan sukses."Armand menatap Viona dengan ketat, "Saya tidak mudah untuk diyakinkan, Viona. Saya butuh bukti konkret bahwa proyek ini bisa berjalan sesuai rencana."Viona mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab, "Saya siap memberikan bukti konkret yang Anda butuhkan, Pak Armand. Saya memahami bahwa proyek ini adalah proyek yang penting dan saya akan bekerja dengan keras untuk memastikan keberhasilannya."Armand menatap Viona dengan serius, "Baiklah. Saya akan memberikan kesempatan pada kamu dan timmu. Namun, ingatlah bahwa saya mengharapkan hasil yang terbaik da
Viona tersenyum, "Saya yakin saya dapat memisahkan masalah pribadi dan pekerjaan. Saya selalu mengutamakan kinerja saya dalam pekerjaan dan tidak akan membiarkan masalah pribadi mengganggu proyek ini."Armand mengangguk, "Bagus, saya senang mendengarnya. Saya percaya kamu bisa menangani proyek ini dengan baik. Selamat, kamu berhasil mendapatkan proyek ini."Viona merasa lega dan senang mendapatkan kepercayaan dari Armand. "Terima kasih, saya akan bekerja keras dan memberikan yang terbaik dalam proyek ini."Armand tersenyum, "Saya tidak meragukan itu. Sekali lagi, selamat." Mereka berjabat tangan dan Viona meninggalkan ruangan itu dengan perasaan senang dan bangga dengan dirinya sendiri.***Setelah presentasi berakhir, Viona dihadapkan pada bosnya yang memberikan pujian atas kerja kerasnya. "Viona, presentasimu tadi luar biasa. Armand terlihat sangat terkesan dengan ide-ide yang kamu sampaikan," ujar bosnya dengan senyum lebar.Viona merasa sangat bangga dengan hasil kerjanya. "Terima
Keesokan harinya, Viona masuk ke kantor dengan wajah pucat. Ia duduk di kursinya, memikirkan bagaimana ia harus berhadapan dengan Axel. Saat itu, Pak Dandi datang menghampirinya."Viona, kamu sudah membaca emailku kan?" tanya Pak Dandi."Iya, Pak. Saya sudah membacanya," jawab Viona dengan ragu."Pak Agus mengatakan kamu sangat kompeten dalam membuat presentasi. Karena itu, aku percayakan proyek ini padamu. Aku tahu kamu pasti bisa menyelesaikannya dengan baik," kata Pak Dandi dengan tegas. Pak Agus selaku atasan di perusahaan ini memberikan kepercayaan penuh hingga beberapa orang dalam kantor kenal dengannya.Viona merasa lega mendengar kata-kata Pak Dandi. Namun, ia masih merasa khawatir dengan kehadiran Axel dalam proyek tersebut. "Baiklah, Pak. Saya akan bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini," kata Viona dengan senyum tipis.Pak Dandi tersenyum dan kembali ke meja kerjanya. Viona kembali ke pekerjaannya, ia mulai menyiapkan semua hal yang dibutuhkan untuk meeting dengan Ax
"Jangan menyerah dulu. Kita masih bisa mencari solusi lain. Bagaimana kalau kita berikan penawaran yang lebih menarik dari pesaing mereka? Atau mungkin kita bisa mengajukan beberapa opsi lain?"Axel berpikir sejenak. "Hmm, itu ide yang bagus. Aku akan memikirkannya lagi dan melihat apa yang bisa kita lakukan untuk mengamankan kerja sama ini. Terima kasih atas dukunganmu.""Tidak apa-apa. Kita berada di tim yang sama, kan?" balas suara di seberang telepon.Axel mengangguk. "Benar. Kita akan membuat ini berhasil, sama-sama."***Axel kembali masuk ke dalam ruangan dengan senyum yang ceria di wajahnya. "Maaf atas tadi, saya rasa saya masih belum mengerti sepenuhnya rancangan yang Ibu presentasikan. Apakah Ibu bisa menjelaskan lagi?"Viona agak terkejut dengan perubahan sikap Axel yang tiba-tiba menjadi lebih ramah. Namun, dia tetap menjelaskan rancangan bisnisnya dengan jelas dan terperinci. Axel tampak serius mendengarkan penjelasan Viona, sesekali ia mengangguk dan bertanya untuk memas
Axel merasa terkejut saat salah satu reporter bertanya tentang hubungan mereka dengan Viona. Dia berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan hati-hati, "Ya, Viona dan saya memang pernah memiliki hubungan khusus di masa lalu, tapi itu sudah lama sekali. Kami sekarang hanya bekerja sama dalam konteks profesional."Namun, reporter lainnya tidak puas dengan jawaban tersebut dan terus meminta keterangan lebih lanjut. Axel mulai merasa tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut dan mencoba untuk mengalihkan perhatian dengan memberikan informasi lain tentang perusahaannya. "Sekarang, mari kita fokus pada perusahaan kami dan bagaimana kami akan terus tumbuh dan berkembang di masa depan," ujarnya dengan tegas.Setelah memberikan jawaban tersebut, Axel segera beranjak meninggalkan tempat itu sambil dikejar-kejar oleh para reporter yang ingin mendapatkan lebih banyak informasi dari dirinya. Viona, yang juga sedang berada di area tersebut, merasa terkejut dan sedikit tidak nyaman dengan pengakuan
Viona mematikan ponselnya dan duduk di sofa. Dia merasa kesal dengan Axel, tapi pada saat yang sama, dia merasa bersalah karena meragukan niat baiknya. "Mungkin aku terlalu keras pada dia," gumamnya dalam hati. "Dia telah membantu perusahaanku dan memberikan banyak peluang bagiku. Aku tidak ingin merusak segalanya."Namun, kekhawatiran Viona semakin memuncak ketika dia mendengar suara telepon rumahnya berdering. Dia ragu-ragu untuk menjawab, tapi akhirnya mengambilnya. "Halo?" jawab Viona dengan suara gemetar."Sudah kuduga kau pasti di sana," ucap Axel di ujung telepon.Viona merasa hatinya berdebar kencang. "Axel, apa yang kau lakukan? Kita sudah sepakat untuk tidak membicarakan masa lalu kita.""Aku tahu, Viona, aku tahu. Maaf, aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku mencoba menghubungi karyawan-karyawan kita untuk mencoba menutup berita itu sebelum tersebar ke mana-mana."Viona merasa sedikit lega mendengar usaha Axel, tapi masih merasa khawatir. "Apa yang harus kita lakukan sekara