Dengan tekad yang kuat, Viona memutuskan untuk kembali bekerja setelah masa pemulihannya. Ia merasa sudah siap menghadapi suasana di kantor yang mungkin sudah berubah akibat berita-berita yang tersebar. Namun, ketika ia memasuki ruang kantor, ia merasakan tatapan-tatapan tidak menyenangkan yang ditujukan kepadanya. Beberapa karyawan bahkan mengalihkan pandangan dengan sinis saat ia berjalan melewati mereka.
Viona merasa detak jantungnya berdebar lebih cepat saat ia memasuki kantor. Ia merasakan pandangan tajam dari beberapa rekan kerja yang dulu pernah dekat dengannya. Namun, kali ini pandangan itu penuh dengan rasa tidak suka dan penilaian yang buruk. Meskipun hatinya merasa tidak nyaman, Viona memilih untuk tetap tenang dan berusaha menjaga kehormatannya.Dengan langkah mantap, Viona melangkah menuju meja kerjanya. Ia bisa merasakan pandangan dari sudut mata yang terus mengikuti setiap gerakannya. Tanpa menoleh atau menunjukkan bahwa ia terpengaruh, Viona fokus
Malam semakin larut, tetapi Viona masih terlihat sibuk di meja kerjanya. Layar laptopnya terang benderang, memantulkan cahaya ke wajahnya yang penuh konsentrasi. Ia tenggelam dalam dunia informasi dan data yang sedang ia teliti. Berbagai file dan dokumen tersebar di sekitarnya, menandakan betapa seriusnya ia menyelidiki proyek yang kini dipegang oleh Dila.Tiba-tiba, Viona menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya dalam salah satu laporan proyek. Ia membaca dengan cermat, mencatat setiap detail yang penting. Suara ketikan di keyboardnya semakin cepat, mengikuti aliran pikirannya yang semakin mendalam. Ia merasa ada yang tidak beres dengan proyek tersebut dan ingin mengetahui lebih lanjut.Viona terus memeriksa berbagai dokumen terkait project yang kini dipegang oleh Dila. Ia mencari informasi lebih rinci, menggali setiap detail yang mungkin bisa membantunya memahami jalannya project tersebut. Matanya fokus memeriksa data dan catatan yang tersimpan di dalam laptopnya.
Viona duduk di meja kerjanya, sambil menatap layar laptopnya dengan wajah tegang. Beberapa berita di media sosial masih membicarakan tentang peristiwa sebelumnya dan mencampuradukkan fakta dengan spekulasi. Ia melihat banyak komentar yang mencela Armand, mengaitkan dirinya dengan permasalahan yang tidak ada kaitannya sama sekali. Rasa bersalah dan prihatin muncul dalam diri Viona.Sambil menggigit bibirnya, Viona memutuskan untuk memberanikan diri dan menulis komentar di salah satu artikel yang menyinggung Armand."Maafkan saya, tetapi saya ingin mengklarifikasi bahwa Armand tidak ada kaitannya dengan masalah tersebut. Mari kita hormati privasi dan fokus pada hal-hal yang lebih positif," tulis Viona dengan hati-hati.Tak lama setelah komentarnya terkirim, beberapa komentar positif mulai muncul dari netizen yang mendukung pandangan Viona. Namun, ada juga yang tetap skeptis dan masih mempertanyakan keterlibatan Armand.***Armand duduk di meja kerjan
Armand memasuki rumahnya dengan langkah hati-hati, masih merasakan sedikit kelemahan setelah perjalanan. Ia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, membiarkan air hangat mengalir menenangkan tubuhnya. Tetapi meskipun air hangat itu menyentuh kulitnya, kekhawatiran dan pemikiran yang berputar di kepalanya tidak begitu saja hilang.Dengan handuk di tangan, ia duduk di tepi tempat tidur dan memandang ke luar jendela. Langit senja menggambarkan warna-warna yang hangat, tapi dalam hatinya, ada rasa gelisah yang belum reda. Ia tahu ada banyak tanggung jawab yang menanti di depan, dan pemikiran tentang tugas-tugas yang harus dihadapinya mulai mengganggu pikirannya.Seiring mata Armand mulai terpejam, ia merenungkan tentang hubungannya dengan Pak Budi, sopir setianya. Bagaimana kesetiaan dan perhatian Pak Budi telah memberikan kenyamanan selama perjalanan. Itu mengingatkannya bahwa di tengah hiruk-pikuk tugas dan tanggung jawab, ada juga manusia-manusia baik yang me
Axel merasa tekanan semakin bertambah saat wartawan mulai mendekat. Dalam sekali gerakan, Axel dan Dila harus menjalankan perannya dengan baik atau rencana busuk mereka akan jatuh ke dalam kekacauan. Dalam perasaan khawatir dan panik, mereka mendekati wartawan yang menanti dengan penuh minat."Maaf, apakah kami dapat memberikan sedikit klarifikasi mengenai kejadian saat itu?" tanya wartawan tersebut.Axel tersenyum tipis, berbicara dengan nada yang tenang dan meyakinkan. "Tentu saja. Kami sepertinya memiliki kesalahpahaman besar tentang kejadian sebelumnya."Dila mengangguk setuju, berusaha memperlihatkan ekspresi kaget dan terkejut. "Benar, kami sebenarnya sedang membahas proyek kita yang berlangsung dengan sangat sibuk. Tidak sengaja melewati depan kamar mandi, kami melihat Viona dan Armand masuk bersamaan, tetapi kami tidak punya niat untuk mengintip atau sejenisnya."Dila mengangguk, berusaha memainkan perannya dengan baik. "Kami hanya melihat sekilas
Pak Agus meletakkan tumpukan berita di depan Viona, termasuk yang berisi cerita palsu tentang kejadian di kantor mereka. "Aku yakin kamu sudah melihat berita ini."Viona mengangguk lagi, mencoba untuk tetap tenang meskipun perasaannya makin tegang. "Ya, Pak. Saya melihatnya."Pak Agus menatap Viona dengan tajam, dan Viona merasa seolah-olah ia tengah diuji. "Apakah kamu tahu sesuatu tentang ini, Viona? Apakah kamu terlibat dalam cerita ini?"Viona terkejut dengan pertanyaan tersebut. Tatapannya berpindah-pindah, mencari kata-kata yang tepat. "Tidak, Pak. Saya sama sekali tidak terlibat dalam ini. Saya tidak tahu darimana cerita itu berasal."Pak Agus menghela nafas panjang, matanya menatap tajam Viona. "Viona, saya sudah mencoba memberikanmu kesempatan untuk menjelaskan beberapa kali. Tapi sepertinya situasi ini semakin berlarut-larut dan mempengaruhi nama baik perusahaan."Viona terdiam, merasa keringat dingin mulai mengalir di punggungnya. "Pak A
Beberapa saat kemudian, Armand perlahan-lahan membuka matanya. Ia merasa terbaring di tempat tidur kamarnya, merasa masih sangat lemah. Matanya melirik sekitar, mencari tahu apakah ada yang di sekitarnya.Namun, kamarnya kosong. Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya cahaya matahari yang redup masuk melalui jendela, menyoroti keadaan kamarnya yang sepi.Armand merasa bingung. Bagaimana dia bisa tiba-tiba pingsan dan berakhir di sini? Apa yang terjadi padanya?Dengan susah payah, Armand meraih ponselnya yang berada di meja samping tempat tidur. Ia meraihnya dengan tangan gemetar, dan melihat layar ponsel yang memancarkan cahaya terang. Berita tentang insiden di kantor dan cerita palsu yang melibatkan Viona dan Axel menarik perhatiannya. Armand merasa campur aduk, tidak percaya bahwa hal semacam ini bisa terjadi.Saat ia merenungkan berita itu, tiba-tiba ia merasakan pusing yang semakin hebat. Pandangannya menjadi semakin kabur, dan tubuhnya terasa panas. Ia
Viona masih berdiri di tempatnya, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Tatapan kosongnya tertuju pada pintu ruang UGD tempat Armand tadi masuk. Ia masih terbayang ekspresi khawatir di wajah Armand saat mereka saling pandang, seolah-olah dia ingin berkata sesuatu.Namun, pemikirannya terganggu saat seseorang mendekatinya. Ia memalingkan pandangan dan melihat seorang pria muda dengan wajah familiar. Pria itu mengenali Viona dan tersenyum."Viona, bukan? Perkenalkan saya Adrian, karyawan Pak Armand" tanya pria tersebut, dan Viona mengangguk, mengenali namanya sebagai Adrian."Iya, betul. Apa kabar, Adrian?" jawab Viona dengan senyum tipis.Adrian mengangguk, tetapi ekspresinya terlihat cemas. "Saya ingin minta maaf jika saya tadi terlihat agak panik. Saya hanya kaget melihat Armand."Viona mencoba untuk memahami situasi. "Tidak apa-apa, Adrian. Tetapi apa yang sebenarnya terjadi dengan Armand? Mengapa sampai dia bisa pingsan seperti itu?"Ad
Gelap malam di kota besar dihiasi dengan pemandangan lampu gedung-gedung di sekitarnya. Jalanan terlihat padat dengan kendaraan yang tiada hentinya setiap hari, suasana dingin yang menusuk membuat semua orang berdiam di dalam rumah masing-masing.Di dalam gang sempit yang sepi dan kumuh, terdengar tapak kaki yang berjalan mendekat. Suara itu semakin keras dengan diselingi suara seorang gadis yang merintih kelelahan. Di belakangnya terdengar suara tapak kaki yang ikut mengejarnya, suaranya terdengar berat dan auranya sungguh mencekam.“Hey, mau lari kemana kau hah?!” ujarnya ketika melihat sikauet gadis tadi yang masih terus berlari. Ia kembali mengejarnya bersama dengan teman-teman di belakangnya, terlihat ia membawa banyak orang untuk ikut andil menangkap gadis tersebut.Gadis itu berusaha untuk melepas high heels yang ia pakai, kakinya terasa sangat sakit ketika lari menggunakannya. Perhiasan yang ia pakai mengekauarkan bunyi gemericik yang membuatnya mudah untuk ditangkap orang-ora